Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ELIMINASI URIN

A. Konsep Eliminasi Urine


1. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang
urin maupun fekal. Pada eliminasi urine sistem yang berperan adalah sistem
perkemihan, seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Kozier, B., et. all,
2011).

2. Fisiologi Eliminasi Urin


a. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut), terdiri atas
ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai
pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah
untuk dibuang dalam bentuk urin sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh
tubuhdan menahannya agar tidak bercampur dengan zat-zat yang dibutuhkan
oleh tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron (berjumlah kurang lebih satu
juta) yang merupakan unit dari struktur ginjal. Melalui nefron, urin disalurkan
ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian, kemudian di salurkan melalui ureter
ke kandung kemih.

b. Ureter
Urin meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan
mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap
pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter merupakan
struktur tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan berdiameter 1,25
cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi reltroperitonrum untuk
memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan
ureterovessikalis. urin yang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya
steril.
Dinding ureter dibentuk dari tiga lapis jaringan bagian dalam merupakan
membrane mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung
kemih. Lapisan tengah terdiri dari serabut otot polos yang mentranspor urin
dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urin di kandung
kemih. Lapisan luar ureter adalah jaringan penyambung fibrosa yang
menyokong ureter.

Gerakan peristalsis menyebabkan urin masuk ke dalam kandung kemih dalam


bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tepat. Ureter masuk ke
dalam dinding posterior kandung kemih degan posisi miring. Pengaturan ini
dalam kondisi normal mencegah refluks urin dari kandung kemih ke dalam
ureter selama mikturisi (proses berkemih) dengan menekan ureter pada
sambungan ureterovesikalis (sambungan ureter dengan kandung kemih).
Adanyanya obstruksi di dalam salah satu ureter, seperti batu ginjal (kalkulus
renalis), menimbulkan gerakan peristaltis yang kuat ini menimbulkan nyeri
yang sering disebut sebagai kolik ginjal.

c. Kandung kemih
Kandung kemih (buli-buli – bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri
atas otot halus, berfungsi menanmpung urin. Dalam kandung kemih terdapat
beberapa lapisan jaringan otot yang paling dlam, memanjang ditengah, dan
melingkar yang disebut sebagai detrusor, berfungsi untuk mengeluarkan urin
bila terjadi kontraksi. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah
jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot
lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra,
sehingga uretra dapat menyalurkan urin dari kandung kemih ke luar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot
lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini,
otot lingkar menjadi kendor dan terjadi kontraksi sfingter bagian dalam
sehingga urin tetap tinggal dalam kandung kemih. Sistem parasimpatis
menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang
ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya
kontraksi otot destrusor dan kendurnya sfingter.

d. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urin ke bagian luar.
Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria,
uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urin dan sistem reproduksi,
berukuran panjang 13,7 – 16,2 cm, dan terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat,
selaput (membrane) dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita, uretra
memiliki panjang 3,7 – 6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat
menyalurkan urin ke bagian luar tubuh.

Saluran perkemihan dilapisi oleh membrane mukosa, dimulai dari meatus uretra
hingga ginjal. Meskipun mikroorganisme secara normal tidak ada yang bisa
melewati uretra bagian bawah, membrane mukosa ini pada keadaan patologis
yang terus-menerus akan menjadikannya media yang baik untuk pertumbuhan
beberapa patogen.

e. Proses berkemih
Berkemih (mictio, mycturition voiding atau urination) adalah proses
pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini di mulai dengan
terkumpulnya urin dalam vesika urinaria yang merangsang saraf-saraf sensorik
dalam dinding vesika urinaria (dalam bagian reseptor). Vesika urinaria dapat
menimbulkan ransangan saraf bila berisi kurang lebih 250-450 cc (pada orang
dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat
pengontrol berkemih yang terdapat dikorteks serebral, kemudian otak
memberikan impuls atau rangsangan melalui medulla spinalis ke neuromotoris
di daerah sakral, serta terjadi koneksasi oto detrusor dan relaksasi otot sfingter
internal.
Komposisi urin
1) air (96%)
2) Larutaan (4%).
a) Larutan organik : Urea, ammonia, kreatinin, dan uric acid.
b) Larutan anorganik : Natrium (stodium), klorida, kalium (potassium),
sulfat, magnesium, dan fosfor. Natrium klorida merupakan garam
anorganik yang paling banyak.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin


a. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan factor utama yang mempengaruhi output
atau jumlah urin. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urin yang
dibentuk. Selain itu, kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urin.
b. Respons keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan
urin banyak bertahan di dalam vesika urinaria sehingga mempengaruhi ukuran
vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urin.
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi,
dalam kaitannya dengan ketersedian fasilitas toilet.
d. Stress psikologis
Meningkatnya stress dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih
dan jumlah urin yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan
beraktivitas.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi pola berkemih.
Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih memiliki
kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol buang air kecil. Namun
dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk mengontrol buang air kecil
meningkat.
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes mellitus, dapat mempengaruhi
produksi urin.
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urin, seperti
adanya kultur masyarakat yang melarang untuk buang air kecil ditempat
tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasan berkemih ditoilet dapat mengalami kesulitan
untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urin bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih
adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan
dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urin.
k. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomelurus yang dapat
menyebabkan penurunan jumlah produksi urin karena dampak dari pemberian
obat anestesi.
l. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urin.
Misalnya, pemberian diuretic dapat meningkatan jumlah urin, sedangkan
pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi
urin.
4. Perubahan Produksi Urine
Menurtu Kozier, B., et. all (2011) berikut merupakan perubahan dari produksi
urine:
a. Poliuria
Polioria atau diuresis adalah produksi urine dalam jumlah besar yang tidak
normal oleh ginjal. Poliura dapat terjadi akibat asupan cairan yang berlebihan,
sebuah kondisi yang dikenal polidipsi, atau penyakit seperti diabetes melitus
dan nefritis kronis. Poliuria dapat menyebabkan kehilangan cairan secara
berlebihan.
b. Oliguria dan Anuria
Oliguria dan uria digunakan untuk menggambarkan penurunan haluaran urine.
Oliguria adalah haluaran urineyang sedikit, biasanya kurang dari 500 ml perhari
atau 30 ml per jam. Oliguria sering mengindikasikan adanya gangguan aliran
darah ke ginjal atau kemungkinan gagal ginjal. Sedangkan, anuria merupakan
kondisi dimana tidak ada produksi urine.

5. Perubahan Eliminasi Urine


Berikut merupakan perubahan eliminasi urin Kozier, B., et. all (2011) :
a. Frekuensi berkemih
Frekuensi berkemih adalah berkemih dengan interval sering atau lebih sering
dari biasanya.
b. Nokturia
Nokturia adalah berkemih dua kali atau lebih di malah hari.
c. Urgensi
Urgensi (desakan) adalah perasaan bahwa seseorang harus berkemih. Biasanya
apabila kandung kemih terisi penuh atau terisi sedikit urine, tetapi seseorang
merasa perlu untuk berkemih.
d. Disuria
Disuria adalah sakit dan susah pada saat berkemih. Disuria dapat disebabkan
karena pengecilan diameter uretra, infeksi kemih, serta cedera pada kandung
kemih dan uretra.

e. Retensi urine
Retensi urine merupakan suatu kondisi dimana terjadi nya gangguan pada saat
melakukan pengosongan kandung kemih. Retensi urine dapat disebabkan oleh
buruknya kontraksi otot destrusor.
f. Kandung kemuh neurogenik
Kandung kemih neurogenik adalah suatu kondisi tidak dapat merasakan
penuhnya pada kandung kemih dan tidak mampu mengontrol sfingter
kemihnya.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Pada riwayat keperawatan, hal-hal yang harus dikaji, antara lain :
1) Pola berkemih
a) Frekuensi (beberapa kali/perhari)
b) Apakah frekuensi tersebut pernah berubah?
c) Apa penyebabnya?
2) Gejala dari perubahan berkemih
a) Apakah klien sebelumnya pernah mengalami gejala seperti ini?
b) Apa penyebabnya?
3) Faktor yang mempengaruhi berkemih
a) Apa yang mempengaruhi faktor berkemih ?
b) Deskripsi urin
c) Warna
d) Bau
e) Kejernihan
2. Pemeriksaan fisik : data fokus
1) Abdomen (dalam posisi terlentang)
a) Inspeksi : amati abdomen untuk melihat bentuknya, kesimetrisan, adanya
distensi atau gerak peristaltic
b) Auskultasi : dengarkan bising usus, perhatikan intensitas, frekuensi, dan
kualitasnya.
c) Perkusi : mengetahui adanya distensi berupa cairan, massa, atau udara.
Mulailah pada bagian kanan atas dan seterusnya.
d) Palpasi : mengetahui konsistensi abdomen serta adanya nyeri tekan atau
massa di permukaan abdomen
2) Genetalia wanita.
a) Inspeksi : amati daerah perineal untuk melihat adanya tanda – tanda
inplamasi nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina.
3) Genetalia laki – laki
a) Inspeksi : amati untuk melihat adanya kebersihan, adanya lesi, tenderness.
b) Palpasi : rasakan adanya pembesaran skrotum

3. Pemiriksaan penunjang
1) Pemeriksaan labolatorium
a) Pemeriksaan urin
Hal yang dikaji adalah warna, kejernian, dan bau urin. Untuk melihat
kejanggalan dilakukan pemeriksaaan protein, glukosa dll.
b) Tes darah
Hal yang dikaji BUN, bersih kreatinin, nitrogen non protein, sistoskopi,
intravenous dan pyelogram.
2) Pemeriksaan diagnostic
a) Pyelogram intra vena
Memvisosialisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter,
kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasive. Klien
perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intravena.
b) Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoure terogram)
Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Di ambil foto
saluran kemih bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan
kandung kemih. Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra
(missal, stenosis) dan untuk menemukan apakah terdapat refleks
fesikoretra.
c) Ultra sonografi
Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat di dengar,
berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan.

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang akan muncul adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2011):
a. Diagnosa I : Gangguan Eliminasi Urin
1) Definisi
Disfungsi eliminasi urin
2) Penyebab
- Penurunan kapasitas kandung kemih
- Iritasi kandug kemih
- Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih
- Efek tindakan medis ataudiagnostik (operasi ginjal, operasi saluran
kemih)
- Kelemahan otot pelvis
- Ketidakmampuan mengakses toilet
- Hambatan lingkungan
- Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
- Oulet kandung kemih tidak lengkap
- Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun )
3) Gejala dan tanda
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
- Desakan berkemih (urgensi)
- Urin menetes (dribbling)
- Sering buang air kecil
- Nokturia
- Mengompol
- Enuresis
Objektif :
- Distendi kandung kemih
- Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
- Volume residu urin meningkat

Gejala dan tanda minor


Subjektif :
-
Objektif :
-

4) Kondisi terkait
- Infeksi ginjal dan saluran kemih
- Hiperglikemi
- Trauma
- Kanker
- Cedera/tumor/infeksi medula spinalis
- Neuropati diabetikum
- Neuropati alkoholik
- Stroke
- Parkinson

b. Diagnosa II : Inkontinensia Urin Fungsional


1) Definisi
Pengeluaran urin tidak terkendali karena kesulitan dan tidak mampu
mencapai toilet pada waktu yang tepat

2) Penyebab
- Ketidakmampuan atau penurunan mengenali tanda-tanda berkemih
- Penurunan tonus kandung kemih
- Hambatan mobilisasi
- Faktor psikologis : penurunan perhatian pada tanda-tanda keinginan
berkemih (depresi, binggung)
- Hambatan lingkungan (toilet jauh)
- Kehilangan sensorik dan motorik (pada geriatrik)
- Gangguan penglihatan

3) Gejala dan tanda


Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
- Mengompol sebelum mencapai atau selama usaha mencapai toilet
Objektif :
-
Gejala dan tanda minor :
Subjektif :
- Mengompol pada waktu pagi hari
- Mampu mengosongkan kandung kemih lengkap

4) Kondisi terkait
- Cedera kepala
- Neuropati parkinson
- Penyakit parkinson
- Penyakit dimielinisasi
- Sklerosis multipel
- Stroke
- Demensia progresif
- Depresi

c. Diagnosa III : Inkontinensia Urin Urgensi


1) Definisi
Keluarnya urin tidak terkendali sesaat setelah keinginan yang kuat untuk
berkemih (kebelet).

2) Penyebab
- Iritasi reseptor konstraksi kandung kemih
- Penuruna kapasitas kandung kemih
- Hiperaktivitas dengan kerusakan kontraktilitas kandung kemih
- Efek agen farmakologis

3) Gejala dan tanda


Gejala dan tanda Mayor
Subjektif :
- Keinginan berkemih yang kuat disertai dengan inkontinensia
Objektif :
-

Gejala dan tanda Minor


Subjektif : -
Objektif : -

4) Kondisi terkait
- Riwayat penyakit peradangan pelvis
- Riwayat penggunaan kateter urin
- Infeksi kandung kemih atau uretra
- Gangguan neurogenik atau uretra
- Penyakit parkinson
- Neuropati dibetikum
- Operasi abdomen

d. Diagnosa IV : Retensi Urin


1) Definisi
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
2) Penyebab
- Peningkatan tekanan uretra
- Kerusaakan arkus refleks
- Blok sfingter
- Disfungsi neurologis (trauma)
- Efek agen farmakologis (antihsitamin)

3) Gejala dan tanda


Gejala dan tanda mayor
Subjekti :
- Sensasi penuh pada kandung kemih
Objektif :
- Disuria / anuria
- Distensi kandung kemih

Gejala dan tanda minor


Subjektif :
- Dribbling
Objektif :
- Inkontinensia berlebihan
- Residu urin 500 ml atau lebih

4) Kondisi terkait
- Benigna prostat hiperplasia
- Pembengkakan perineal
- Cedera medula spinalis
- Rektokel
- Tumor di saluran kemih
-
5. Rencana Tindakan
Rencana tindakan berdasarkan diagnosa keperawatan adalah ( Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018)
a. Diagnosa I : Gangguan Eliminasi Urin
Intervensi : Dukungan perawatan diri : BAK
1) Observasi
- Identifikasi kebiasaan BAK
- Monitor integritas kulit pasien
2) Terapeutik
- Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi
- Dukungan pengunaan toilet secara konsisten
- Jaga privasi selama eliminasi
- Ganti pakaian setelah eliminasi, jika perlu
- Bersihkan alat bantuk BAK setelah dipakai
- Latih BAK sesuai jadwal, jika perlu
- Sediakan alat bantu (kateter, urinal)
3) Edukasi
- Anjurkan BAK secara rutin
- Anjurkan ke kamar mandi atau toilet

b. Diagnosa II : Inkontinensia Urin Fungsional


Intervensi : Latihan berkemih
1) Observasi
- Periksa kembali penyabab gangguan berkemih (mis, kognitif,
kehilangan penglihatan)
- Monitor pola dan kemampuan berkemih
2) Terapeutik
- Hindari penggunaan kateter indwelling
- Siapkan area toileting yang aman
- Sediakan peralatan yang dibutuhkan dekat dan mudah di jangkau
(misal psipot)
3) Edukasi
- Jelaskan arah-arah menuju kamar mandi pada pasien dengan gangguan
penglihatan
- Ajarkan intake cairan adekuat untuk mendukung aouput urin
- Ajarkna eliminasi normal dengan beraktivitas dan olahraga sesuai
kemampuan
c. Diagnosa III : Inkontinensia Urin Urgensi
Intervensi : Latihan berkemih
1) Observasi
- Periksa kembali penyabab gangguan berkemih (mis, kognitif,
kehilangan penglihatan)
- Monitor pola dan kemampuan berkemih
2) Terapeutik
- Hindari penggunaan kateter indwelling
- Siapkan area toileting yang aman
- Sediakan peralatan yang dibutuhkan dekat dan mudah di jangkau
(misal psipot)
3) Edukasi
- Jelaskan arah-arah menuju kamar mandi pada pasien dengan gangguan
penglihatan
- Ajarkan intake cairan adekuat untuk mendukung aouput urin
- Ajarkna eliminasi normal dengan beraktivitas dan olahraga sesuai
kemampuan

d. Diagnosa IV : Retensi Urin


Intervensi : Kateterisasi urin
1) Observasi
- Periksa kondisi pasien (misal kesadaran, tanda-tanda vital)
2) Terapeutik
- Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
- Siapkan pasien : bebaskan pakain bawah dan posisikan dorsal
rekumben (perempuan) dan supine (laki-laki)
- Pasang sarung tangan
- Bersihkan daerah perneal atau preposium dengan cairan NaCl atau
aquades
- Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptik
- Sambungkan kateter urin dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCl 0,9% sessuai anjuran pabrik
- Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
- Pastikan kantung urine di tempatkan lebih rendah dari kandung kemih
- Berikanlabel waktu pemasangan
3) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urin
- Anjurkan menarik nafas saat insersi selang urin
Daftar Pustaka

Kozier, B., et. all. (2011). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, & praktik.
Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia: Definisi
dan indikator diagnortik. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: Definisi
dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai