Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM PERKEMIHAN

I. Konsep system perkemihan


I.1. Definisi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

I.2. Fisiologi sistem/normal sistem eliminasi urin


Urin di produksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat berfariasi antara 0,5-
2ml/menit. Aliran urin masuk ke kandung kemih di kontrol oleh gelombang
parasteltik yang terjadi setiap 10-150 detik. Aktifitas saraf parasimpatis meningkatkan
frekwensi peristaltic dan stimulasi simpatis menurunkan frekwensi. Organ-organ
tubuh yang barperan dalam proses eliminasi urin yaitu :
a. Ginjal
Pada orang dewasa panjangnya kira-kira 12 cm dan lebarnya 5-7,5 cm dan
tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 150 gram. Organ ginjal berbentuk kurva
yang terletak di area retroporitonial pada bagian belakang dinding abdomen di
samping depan vertebra, setinggi torakal 12 sampai lumbal ke 3. Ginjal di
sokong oleh jaringan adiposa dan jaringan penyokong yang di sebut fasia gerota
serta di bungkus oleh kapsul ginjal yang berguna untuk mempertahankan ginjal,
pembuluh darah dan kelenjar adrenal terhadap adanya trauma. Ginjal terdiri atas
tiga area yaitu korteks, medulla dan pelvis. Nefron merupakan unit structural dan
fungsional ginjal. Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang
merupakan unit pembentukan urin. Proses filtrasi, absorbsi dan sekresi di lakukan
oleh nefron. Filtrasi terjadi di glomerulus yang merupakan gulungan kapiler di
kelilingi oleh kapiler dan di kelilingi oleh kapsul epitel berbanding ganda yang di
sebut kapsul bowman. Filtrasi gromerular adalah perpindahan cairan dan zat
terlarut dari kapiler gromerular. Glomerular Filtrasi Rate (GFR) adalah jumlah
filtrate yang terbentuk per menit dari semua nefron pada kedua ginjal. GFR
merupakan indikasi jumlah filtrasi yang terjadi. Rata-rata jumlah GFR normal
pada orang dewasa adalah 125ml/menit atau 180 liter/24 jam.
Fungsi utama ginjal yaitu
1. Mengeluarkan sisa nitrogen, toksin, ion, dan obat-obatan.
2. Mengatur jumlah dan zat-zat kimia dalam tubuh.
3. Mempertahankan keseimbangan antara air dan garam-garam serta asam dan
basa.
4. Menghasilkan rennin, enzim untuk membantu pengaturan tekanan darah.
5. Menghasilkan hormon eritropoitin yang menstimulasi pembentukan sel-sel
darah merah di sum-sum tulang.
6. Membantu dalam pembentukan vitamin D.
b. Ureter
Setelah urin terbentuk kemudian akan di alirkan ke pelvis ginjal lalu ke bladder
melalui ureter. Panjang ureter pada orang dewasa antara 26 sampai dengan 30 cm
dengan diameter 4 sampai 6 mm. setelah meninggalkan ginjal ureter berjalan ke
bawah di belakang peritoneum ke dinding bagian belakang kandung kemih.
Lapisan tengah ureter terdiri atas otot-otot yang distimulasi oleh transmisi impuls
elektrik berasal dari saraf otonom. Akibat gerakan peristaltik ueter maka urin di
dorong ke kandung kemih.

c. Kandung kemih
Kandung kemih merupakan tempat penampungan urin. Terletak di dasar panggul
pada daerah retroperitoneal dan terdiri atas otot-otot yang dapat mengecil.
Kandungan kemih terdiri atas dua bagian yaitu bagian fundus atau body yang
merupakan otot lingkar, tersusun dari otot detrusor dan bagian leher yang
berhubungan langsung dengan uretra. Pada leher kandung kemih terdapat spinter
interna. Spinter ini di control oleh system saraf otonom. Kandung kemih dapat
menampung 300 sampai 400 ml urin.

d. Uretra
Merupakan saluran pembuangan urin yang langsung keluar dari tubuh. Kontrol
pengeluaran urin terjadi karena adanya spinter kedua yaitu spinter eksterna yang
dapat di control oleh kesadaran kita. Poanjang uretra wanita lebih pendek yaitu
3,7 cm sedangkan pada pria 20 cm sehingga pada wanita lebih beresiko terjadinya
infeksi saluran kemih. Bagian paling luar dari urtra di sebut meatus urinary. Pada
wanita meatus urinari terletak antara labio minora, di bawah clitoris dan di atas
vagina.

I.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sistem eliminasi urin


a. Diet dan Asupan (in take)
Jumlah dan tipe makanan merupakan factor utama yang mempengaruhi output
urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk. Selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebakan urine
banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran vesika
urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
c. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal
ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d. Stres psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini
karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine
yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan braktivitas. Hilangnya
tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun.
f. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan
untuk mengontrol buang air kecil. Namun, kemampuan dalam mengontrol buang
air kecil meningkat seiring dengan pertambahan usia.
g. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di
tempat tertentu.
i. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan
sakit.
j. Tonus Otot
Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
k. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari
pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunanjumlan produksi
urine.
l. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan
atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat
meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik dan
anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine
m. Jumlah air yang diminum
n. Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah
Untuk menjaga tekanan osmotik, sehingga semakin banyak konsumsi garam
maka pengeluaran urin semakin banyak.
o. Konsentrasi hormon insulin
Ketika konsentrasi insulin rendah maka akan sering mengeluarkan urin.
p. Minuman alkohol dan kafein
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon antidiuretika

I.4. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem eliminasi urin
1) Retensi
Merupakan penumpukan urin dalam kandung kemih dan keridakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi
kandung kemih adalah urin yang terdapat dalam kandung kemih melebihi 400
ml. Normalnya adalah 250-400 ml.
2) Inkontinensi urin
ketidakmamapuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urin. Ada dua jenis inkotinensia yaitu: inkotinensia stress
dan ikontinensia urgensi.
3) Enuresis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan sfingter eksterna. Biasanya terjadi
pada anak-anak atau orang jompo.
4) Urgency
5) Dysuria
6) Polyuria
7) Urinari suppresi

II. Rencana asuhan klien dengan gangguan kebutuhan eliminasi


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan sekarang
1) Warna feses, bercampur lendir/darah, konsistensi, frekuensi
2) Waktu terjadinya sakit, frekuensi yang dirasakan
3) Upaya yang dilakukan selama sakit
4) Pola bab/bak
5) Gejala dari perubahan berkemih
b. Riwayat keperawatan dahulu
Mengkaji apakah pernah diare/konstipasi/inkontinensia sebelumnya, alergi
makanan, ISPA, ISK
c. Riwayat keperawatan keluarga
Mengkaji apakah sebelumnya ada anggota keluarga yang menderita sakit
seperti pasien.

2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus


a. Keadaan umum: lemah, gelisah, lesu, kesadaran menurun
b. Integumen: pucat, turgor menurun, suhu meningkat, akral hangat/dingin,
CRT >2 dt,
c. Urinaria: produksi urin oliguria sampai anuria, frekuensi, volume
d. Genitalia: inflamasi, adanya lesi
e. Ginjal terletak dalam ruang retroperitoneal pada kedua kuadran atas
abdomen secara anatomis lobus kedua ginjal menyentuh diafragma dan
ginjal turun sewaktu inhalasi ginjal kanan normal lebih mudah dipalpasi dari
pada ginjal kiri, karena ginjal kanan terletak lebih bawah dari pada ginjal
kiri, hal ini karena ginja kanan terdesak oleh hepar.
TEHNIK TEMUAN
Inspeksi
1. Pasien tidur terlentang pemeriksaan di Normal keadaan abdomen simetris tidak
sebelah kanan tampak masa dan tidak ada pulsasi
2. Kaji daerah abdomen pada garis mid
klaikula kiri dan kanan atau daerah Bila tampak masa dan pulsasi
costovetebral angle (CVA) atau lower kemungkinan ada polikistik,hidroneprosis
edge of rib cage ataupun nefroma
3. Perhatikan simetris atau tidak tampak ada
masa dan pulsasi
Auskultasi
1.Dengan menggunakan stetoskop kita dapat Normal tidak terdengar bunyi naskuler
mendengar apakah ada bunyi desiran pada aorta maupaun arteri renalis bila ada bunyi
aorta dan arteri renalis desiran kemungkinan, adanya RAS ( renalis
2.Gunakan sisi bel stetoskop, pemeriksan arteri senisis) nephrosclerotik
mendengarkan bunyi desiran di daerah
epigastrik di area ini kita bisa Bila tedengar bunyi desiran .jangan
mendengarkan bunyi aorta. melakukan palpasi cidera pada suatu
3. Dengar pula pada daerah kuadran kiri dan aneurisma dibawah kulit dapat terjadi
kanan atas karena pada area ini terdapat sebagai akibatnya
arteri renalis kiri dan kanan
Perkusi
1.Pasien dalam posisi terlungkup atau posisi Normal tidak menghasilakn nyeri tekan bila
duduk perkusi dilakukan dari arah belakang ada nyeri tekan diduga ada inflamasi akut
karena posisi ginjal berada didaerah
belakang. Letakan tangan kiri diatas CVA
dan lakukan perkusi diatas tangan kiri
dengan menggunakan kepalan tangan untuk
mengevaluasi nyeri tekan ginjal
Palapsi Pada keadaan normal ginjal tidak teraba,
1.Ginjal setinggi dibawah diaphragm apabila ginjal teraba dan mendasar dengan
sehingga tersembunyi dibawah lekung iga kenyal, kemungkinan adanya polikistik
2. Untuk ginjal kiri dilakukan pemeriksa maupaun hidroneposis
berada pada sisi kanan pasien posisi
terlentang. Pemeriksa meletakan tangan Bila dilakukan penekanan pasien mengeluh
kiri di bawah pinggang di dVA kiri, sakit, hal ini tanda kemungkinan adanya
tangan kanan berada dibawah iga kiri perandangan
pada garis mid di bawah klavikula
3. Nitruksikan pasien menarik nafas dalam
dan mengeluaarkaan dengan lengkap
4. Pada saat pasien menarik napas, angkat
bagian CVA kiri dengan ta, gan kiri dan
tangan kanan melakukan palpasi kanan
dalam
5. Bila ginjal teraba rasakan kontur (bentuk),
ukuran dan adanya nyeri tekan
6. Untuk ginjal kanan tempatkan tangan kiri
dibaawah pinggang di daerah
CVA kanan, tangan kanan berada
dilenggkungan iga kanan
7. Lakukan maneuver yang sama seperti
pada palapasi ginjal kiri

f. Ureter
Ureter tidak bisa dilakukan pemeriksaan di luar, harus digunakan diagnostik
lain seperti BNO,IVP, USG, CT Renal. cyloscopy tetapi keluhan pasien
dapat dijadikan petunjuk adannya masalah pada ureternya, seperti pasien
mengeluh sakit di daerah abdomen yang menjalar kebawah, hal ini yang
disebut dengan kolik dan biasanya behubungan dengan adanya distensi
ureter dan spasme ureter dan adanya obsrtuksi karena batu

g. Kandung kemih
TEHNIK TEMUAN
Inspeksi
1. Perhatikan bagian abdomen bagian bawah, Normalnya kandungan kemih terletak dibwah
kandungan kemih adalah organ berongga yang simpisis pubis. tetapi setelah membesar organ ini
mampuh memebesar untuk mengumpulkan dapat dilihat distensi pada area supra pubis
dan mengeluarkan urin yang dibuat ginjal
2. Didaerah supra pubis apakah adanya distensi

Perkusi
Pasien dalam posisi terlentang, perkusi dilakukan
mengetukan pada daerah kandung kemih daerah Bila kandungan kemih penuh maka akan terdengar
supra pubis bunyi dullness/redup

Palapasi
Lakukan palpasi kandungan kemih pada daerah
supra pubis Pada kondisi normal urin dapat dikeluarkan secara
lengkap dan kandungan kemih tidak teraba. Bila
ada obstruksi dibawah ada produksi urin normal
maka urin tidak dapat dikeluarkan pada kandung
kemih sehingga akan terkumpul pada kandung
kemih. Hal ini mengakibatkan distensi kandungan
kemih yang bisa dipalapasi didaerah supra pubis

h. Uretra dan meatus uretra


Urethra tidak bisa diperiksa dari luar perlu pemeriksan penunjang sperti
BNO, CYSTOCOPY, yang bisa di identifikasi adalah urin yang keluar

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan laboraturium
1) Urin: warna, bau, ph, glukosa, keton, berat jenis
2) Serum elektrolit: hiponatremi, hipernatremi, hipokalemi
3) AGD
4) Faal ginjal
b. Radiologi: kemungkinan ditemukan bronchopnemoni

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: inkontinensia urin: total (Buku Saku Diagnosa Keperawatan hal. 856)
2.2.1 Definisi
Pengeluaran urin yang kontinu dan tidak terduga
2.2.2 Batasan karakteristik
a. Subjektif
Tidak menyadari inkontinensia
b. Objektif
1) Aliran urin konstan yang terjadi pada waktu tak terduga tanpa distensi
atau kontraksi kandung kemih
2) Kurang kesadaran perineal atau pengisian kandung kemih
3) Nokturia
2.2.3 Faktor yang berhubungan
d. Anatomik (fistula)
e. Disfungsi neurologis
f. Trauma atau penyakit yang menyerang medula spinalis

Diagnosa 2: retensi urine


2.2.4 Definisi
Keadaan ketika individu mengalami ketidaksempurnaan pengosongan kandung
kemih.
2.2.5 Batasan karakteristik
- Ketiadaan pengeluaran urin
- Distensi kandung Kemih
- Menetes
- Dysuria
- Frekuensi pengeluaran
- Inkontinensia : Meluap
- Sisa urin
- Sensasi penuhnya urin
- Sedikit Pengosongan

2.2.6 Faktor yang berhubungan


1) Halangan/blokad
2) Tekanan Uretra Tinggi
3) Inhibisi reflek arc
4) Spinkter kuat

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: inkontinensia urin: total
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria): berdasarkan NOC
a. Mempertahankan integritas kulit yang adekuat
b. Tidak mengalami infeksi saluran kemih
c. Mendeskripsikan rencana asuhan untuk kateter menetap (foley) dirumah
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a. Intervensi: Lakukan surveilans kulit
Rasional: untuk mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa
b. Intervensi: Lakukan manajemen eliminasi urin
Rasional: memelihara eliminasi urin yang optimum
c. Intervensi: lakukan perawatan inkontinensia urin
Rasional: untuk membantu meningkatkan kontinensia

Diagnosa 2: retensi urine


2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria): berdasarkan NOC
a. Berkemih dengan jumlah yang cukup
b. Tidak teraba distensi kandung kemih
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a. Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
b. Tanyakan pasien tentang inkontinensia stres.
c. Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan ketakutan.
d. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.
e. Perkusi/palpasi area suprapubik

III.Daftar pustaka
Craft-rosenberg, M. dan Smith, K. (2012). NANDA Diagnosa Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi. Yogyakarta:Digna Pustaka

Wilkinson, J.M., dan Ahern, N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC

Pearce, Evelyn C. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia

Kozier. Erb, Berman. Snyder. (2010). Buku Ajar Fondamental Keperawatan :Konsep,
Proses & Praktik, Volume : 1, Edisi : 7, EGC : Jakarta

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi
4. Salemba Medika : Jakarta

Banjarmasin, 2017

Preseptor akademik Preseptor klinik

Anda mungkin juga menyukai