Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMUNUHAN AKTIVITAS

Diajukan untuk memenuhi laporan praktik klinik

Mata Kuliah : Keperawatan Dasar

DOSEN PEMBIMBING:
Hj. Ermawati Dalami S. Kp., M. Kes

KEPALA RUANGAN:
Ns. Suhati S. Tr. Kep

Disusun oleh :

Ana Dea Oktavia

P27901121055

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

PRODI D-III KEPERAWATAN

2022/2023
A. Konsep Dasar Kebutuhan Eliminasi
1. Definisi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,
penghilangan, penyingkiran, penyisihan.dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah
proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).
Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses
makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau
setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2018)
b. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Miksi ini sering disebut buang air kecil.
1) Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah (sehingga darah bebas dari zat-zat yang
yang tidak dipergunakan oleh tubuh) dan menyerap zat-zat yang
masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan dari tubuh
berupa urin (air kemih). (Syaifuddin, 2019) Sistem perkemihan memiliki
fungsi :
a) Keseimbangan transportasi air dan zat terlarut.
b) Mensekresi hormon yang membantu mengatur tekanan darah,
erithropoietin dan metabolism kalsium.
c) Menyimpan nutrient.
d) Ekskresi zat buangan.
e) Mengatur keseimbangan asam basa.
f) Membentuk urin
2) Anatomi Ginjal
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan
lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang
dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalan tangan. Ginjal
terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan
terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal
berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus
renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti
pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf, dan ureter.
Pembungkus ginjal :
a) Bagian dalam: capsula renalis yang berlanjut dengan lapisan
permukaan ureter.
b) Bagian tengah: capsula adiposa yang merupakan jaringan lemak
untuk melindungi ginjal dari trauma.
c) Bagian luar: Fascia renalis (jaringan ikat) yang
membungkus ginjal dan menghubungkannya dengan dinding
abdomen posterior. Jaringan flexible ini memungkinkan ginjal
bergerak dengan lembut saat diafragma bergerak waktu
bernafas. Mencegah penyebab infeksi dari ginjal ke bagian tubuh
lainnya
3) Anatomi Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal
ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30cm, dengan penampang 0,5cm.
Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak
pada rongga pelvis. Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih.
Ia turun ke bawah pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dandalam dan
menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik).
Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung
kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup ujung
distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b) Lapisan tengah lapisan otot polos.
c) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin
masuk ke dalam kandung kemih.
4) Anatomi Kandung Kemih
Vesika urinaria atau kandung kemih terletak dibelakang simpisis
pubis, berfungsi menampung urin untuk sementara waktu. Organ
ini berbentuk seperti buah pir (kendi).letaknya di belakang simfisis
pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan
mengempis seperti balon karet. Terdapat segitiga bayangan yang terdiri
atas 3 lubang yaitu 2 lubang ureter dan satu lubang uretra pada dasar
kandunng kemih yang disebut dengan trigonum/trigon. Lapisan dinding
kandung kencing (dari dalam keluar): lapisan mukosa, submukosa,
ototpolos dan lapisan fibrosa.Lapisan otot disebut dengan otot detrusor.
Otot longitudinal pada bagian dalam dan luar dan lapisan sirkular pada
bagian tengah. Ukuran kandung kencing berbeda-beda. Pada usia
dewasa kandung kencing mampu menampung sekitar 300-500 ml
urin. Pada keadaan tertentu kandung kencing dapat menampung
dua kali lipat lebih jumlah keadaan normal.
5) Anatomi Uretra
Uretra merupakan saluran yang mengeluarkan urin keluar tubuh. Uretra
terbentang dari dasar kandung kencing ke orifisium uretra eksterna. Pada
laki-laki panjangnya sekitar 20 cm sedangkan pada wanita
panjangnya sekitar 3-5cm. Uretra pria panjang 18-20 cm dan
bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun
perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak
hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra
internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis
pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter
internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah
involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan
pada cedera atau penyakit saraf.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
a) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos
dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos.
Sphincter urethra menjaga agar uretra tetap tertutup.
b) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah
dan saraf.
c) Lapisan mukosa
2. Etiologi
a. Gangguan Eliminasi Urin
• Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi
jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake
cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
• Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang
baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus
otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter
untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus
dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang
dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan
mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan
karena lebih besar metabolisme tubuh
• Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
• Infeksi
• Kehamilan
• Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
• Trauma sumsum tulang belakang
• Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
• Umur
• Penggunaan obat-obatan
b. Gangguan Eliminasi Fekal
• Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi
feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk
memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit
atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan
pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang
teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu
yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon
fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas
peristaltik di colon.
• Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang
berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses
yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime.
• Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa
jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa
beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan
aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang
yang depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak
pada konstipasi
• Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien
immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan
dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama
dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.
• Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain
seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan
prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.
Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative
adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah
defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride
(Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan
untuk mengobati diare.
• Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuscular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah
atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon
yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yang juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan control terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
• Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada
spinal cord dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala
dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas
bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan
defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat
bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien
bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi
dari spinkter ani.
3. Faktor predisposisi/Faktor pencetus
a. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal
untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung
kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu lama di rectum
dan terjadi reabsorbsi cairan.
b. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi keluarga
dapat mempengaruhi tingkah laku.
c. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitif untuk
keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
d. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita
hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus
atau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua terjadi penurunan tonus otot
kandung kemih dan penurunan gerakan peristaltik intestinal
e. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).
f. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat
terjadi retensi urine.

4. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan pada eliminasi fekal (PPNI, 2018):
1) Konstipasi
2) Periksa tanda dan gejala konstipasi
3) Periksa pergerakan usus, karakteristik feses
4) Identifikasi factor risiko konstipasi
5) Monitor tanda dan gejala rupture usus dan/atau peritonisis
6) Anjurkan diet tinggi serat
7) Lakukan massage abdomen
8) Lakukan evakuasi feses secara manual
9) Berikan enema atau irigasi
10) Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
11) Anjurkan peningkatan asupan cairan
12) Latih buang air besar secara teratur
13) Ajarkan cara mengatasi komstipasi/impak
14) Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus
15) Kolaborasi penggunaan obat pencahar
b. Diare
1) Identifikasi penyebab diare
2) Identifikasi riwayat pemberian makanan
3) Identifikasi gejala invaginasi-Monitor warna, volume, frekuensi,
dan konsistensi tinja.
4) Monitor tanda dan gejala hipovolemia
5) Monitor iritasi dan ulserasi kulit didaerah perineal
6) Monitor jumlah pengeluaran diare
7) Monitor keamanan penyiapan makanan
8) Berikan asupan cairan oral
9) Pasang jalur intravena
10) Berikan cairan intravena
11) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
12) Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
13) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
14) Anjurkan menghindari makanan,pembentuk gas, pedas, dan mengandung
laktosa-
15) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
16) Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/ spasmolitik
17) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
c. Penatalaksanaan inkontinensia urine yaitu:
1) Pemanfaatan kartu berkemih
2) Terapi non farmakologi
3) Berikan asupan cairan oral
4) Pasang jalur intravena
5) Berikan cairan intravena
6) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
7) Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
8) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
9) Anjurkan menghindari makanan,pembentuk gas, pedas, dan mengandung
laktosa
10) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
11) Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/ spasmolitik
12) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter,
kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien perlu
menerima injeksi pewarna radiopaq secara intra vena.
b. Computerized Axial Tomography
Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk
memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu dalam
tubuh. Scaner temografik adalah sebuah mesin besar yang berisi computer khusus
serta sistem pendeteksi sinar X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto
struktur internal berupa potongan lintang transfersal yang tipis.
c. Ultra Sonografi
Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam mengkaji
gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat
didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan.
d. Prosedur Invasif
1) Sistoscopy
Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel
tapi ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien.
Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah obturator yang
membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah teleskop untuk melihat
kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk menginsersi kateter
atau isntrumen bedah khusus.
2) Biopsi Ginjal
Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan
dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa
dengan tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan
(terbuka)
3) Angiography (arteriogram)
Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem arteri
ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau
cabangnya untuk mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan untuk
mengefaluasi adanya massa (cnth: neoplasma atau kista)
e. Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram)
Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto
saluran kemih bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan
kandung kemih. Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra (misal,
stenosis) dan untuk menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta.
f. Arteriogram Ginjal
Memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta abdominis sampai
melalui arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat ini, dan
akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam cabang-cabangnya.
Indikasi :
• Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hiperrtensi
• Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatuneoplasma
• Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah
korteks, untuk pengetahuan pielonefritis kronik.
• Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum melakukan
tranplantasi ginjal.
6. Patofisiologi (pathway)
a. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan
di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang
berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan
cedera medulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin
atau inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa
mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik pada medulla
spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau
dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya
bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla spinalis
(CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada
persyarafan berkemih dan defekasi. Komplikasi cedera spinal dapat
menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengan
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling
berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih
dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf
otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis
terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan
resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan
sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan
peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh
sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen
2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral
dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran simpatis pada
kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal dan
proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk
merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya
urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan post partum
merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini
terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan
pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat- obat narkotik, peregangan atau
trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomy atau abdominal,
khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya dengan
manuver Valsalva. Retensi urine post operasi biasanya membaik sejalan dengan
waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat
b. Gangguan Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses
juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses
kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan
individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya
dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika feses
masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal
yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik
pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus,
spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses
keluar. Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf
dalam rectum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan
kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus
individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan
sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan
diaphragma yang akanmeningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi
muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui
saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung
kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan
terjadi konstipasi.
7. Komplikasi
• Masalah Kulit. seperti ruam, infeksi kulit dan luka.
• Infeksi Saluran Kemih. Inkontinensia bisa meningkatkan risiko terjadinya
infeksi saluran kemih berulang.
• Mengganggu Kehidupan Sosial. Inkontinensia urine merupakan
masalah yang memalukan, sehingga bisa memengaruhi hubungan
sosial, pekerjaan, dan hubungan pribadi pengidapnya.
• Prolaps. Bagian dari vagina, kandung kemih, dan terkadang uretra dapat jatuh
ke pintu masuk vagina. Hal ini biasanya disebabkan oleh melemahnya otot
dasar panggul.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat Keperawatan
c. Keluhan Utama
d. Riwayat Penyakit Sekarang
e. Riwayat Penyakit Sebelumnya
f. Riwayat Penyakit Keluarga
g. Kebutuhan Dasar :
h. Pola Nutrisi : Tidak nafsu makan
i. Pola Eliminasi :
j. Pola Istirahat
k. Pola Aktifitas
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda Internasional, gangguan eliminasi urine sebagai berikut :
1. Inkontinensia Urine
Definisi : ketidakmampuan individu yang biasanya kontinen untuk mencapai
toilet tepat waktu untuk menghindari kehilangan urine tanpa disengaja.
Faktor yang Berhubungan :
• Faktor lingkungan yang berubah
• Gangguan kognisi
• Keterbatasan neuromuscular
• Faktor psikologis
• Kelemahan struktur panggul pendukung.
2. Retensi Urine
Batasan Karakteristik :
• Tidak ada haluaran urine
• Distensi kandung kemih
• Disuria
• Sering berkemih
• Residu urine
• Berkemih sedikit

Faktor yang Berhubungan

• Sumbatan
• Tekanan ureter tinggi
• Inhibisi arkus reflek
• Sfingter kua

3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Implementasi Intervensi Rasional


1 Gangguan pola Setelah diberikan 1. Monitor keadaan 1. Membantu
eliminasi urine: Asuhan bladder setiap 2 mencegah
Inkontinensia keperawatan jam distensi atau
kemungkinan 2 x 24 jam 2. Tingkatkan komplikasi
berhubungan dengan diharapkan pola aktivitas dengan 2. Meningkatkan
faktor lingkungan yang eliminasi urine kolaborasi kekuatan
berubah. pasien normal dokter/fisioterapi otot ginjal dan
(D.0040) dengan kriteria 3. Kolaborasi dalam fungsi bladder
hasil: bladder training 3. Menguatkan
• Pasien dapat 4. Hindari factor otot dasar
mengontrol pencetus pelvis
pengeluaran inkontinensia 4. Mengurangi
urine setiap 4 urine seperti atau
jam cemas menghindari
• Tidak ada 5. Kolaborasi inkontinensia
tanda-tanda dengan dokter 5. Mengatasi
retensi dan dalam pengobatan faktor
inkontinensia dan kateterisasi penyebab
urine 6. Jelaskan tentang Meningkatkan
• Pasien • Pengobatan pengetahuan
berkemih • Kateter dan
dalam • Penyebab diharapkan
keadaan rileks • Tindakan pasien lebih
(L.04034) lainnya kooperatif
(1.04152)

2 Retensi urine Setelah 1. Monitor keadaan 1. Menentukan


Kemungkinan diberikan asuhan bladder setiap 2 masalah
berhubungan dengan keperawatan jam 2. Memonitor
sumbatan 3x24 jam 2. Ukur intake dan keseimbangan
(D.0050) diharapkan tanda output cairan cairan
dan gejala setiap 4 jam 3. Menjaga
retensi urine 3. Berikan cairan deficit cairan
pasien tidak 2000 ml/hari 4. Mencegah
ada dengan dengan kolaborasi nokturia
kriteria hasil: 4. Kurangi minum 5. Membantu
• Pasien dapat setelah jam 6 memonitor
mengontrol malam keseimbangan
pengeluaran 5. Kaji dan monitor cairan
bladder setiap analisis urine 6. Meningkatkan
4 jam. elektrolit dan berat fungsi ginjal
(L.04034) badan dan bladder
6. Lakukan latihan 7. Relaksasi
pergerakan pikiran dapat
7. Lakukan relaksasi meningkatkan
ketika duduk kemampuan
berkemih berkemih
8. Ajarkan teknik 8. Menguatkan
latihan dengan otot pelvis
kolaborasi 9. Mengeluarkan
dokter/fisioterapi urine
9. Kolaborasi Dalam
pemasangan
kateter
(1.04148)

Diagnosa Tujuan (Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan hasil)

Senin, 24 Mei 2022 Senin, 24 Mei 2022 Senin, 24 Mei 2022 1. Untuk
14.00 WIB 14.00 WIB 14.00 WIB mengidentifikasi
Risiko infeksi SLKI Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri kesiapan dan
berhubungan dengan (L.08066) hal 145 (I.08238) hal 201 kemampuan
adanya luka Setelah dilakukan Observasi pasien serta
dibagian abdomen tindakan 1. Identifikasi kesiapan keluarga pasien
(SDKI,D.0142: Hal keperawatan dan kemampuan untuk menerima
304) selama 1x7 jam menerima informasi informasi dengan
diharapkan tingkat Terapeutik benar
faktor infeksi 2. Berikan pendidikan 2. Untuk pasien dan
menurun dengan kesehatan sebelum keluarga pasien
kriteria hasil melakukan prosedur memahami
1. Kemampuan 3. Sediakan materi dan tindakan yang
mencari media pendidikan dilakukan
informasi kesehatan 3. Untuk pasien dan
tentang faktor 4. Jadwalkan keluarga pasien
risiko meningkat pendidikan kesehatan mengerti
dengan skor 5 sesuai kesepakatan denganmudah
2. Kemampuan 5. Berikan kesempatan memahami
mengidentifikasi untuk bertanya informasi yang
faktor risiko Edukasi ingin
meningkat 6. Anjurkan disampaikan
dengan skor 5 memperhatikan 4. Untuk
3. Kemampuan akurasi dosis dan mendapatkan
menghindari waktu pemberian kenyamanan dan
faktor risiko obat relasi yang hangat
dengan skor 4 7. Anjurkan memeriksa serta waktu yang
4. Kemampuan tanggal kadaluarsa tepat
Mengenali obat 5. Untuk pasien dan
perubahan status 8. Anjurkan keluarga pasien
kesehatan skor 5 menggunakan alat bertanya agar
5. Pemantauan pelindung diri (APD) dapat lebih
perubahan status dengan benar memahami apa
kesehatan dengan 9. Ajarkan cara yang mereka
skor 5 menyimpan obat tidak ketahui
dengan benar 10) 6. Untuk
Ajarkan cara memperhatikan
melakukan dosis dan waktu
kebersihan tangan pemberian obat
10. Ajarkan cara 7. Untuk memeriksa
pencegahan infeksi tanggal
nasokomial kadaluarsa obat
yang diberikan
8. Untuk melindungi
diri dengan benar
9. untuk memahami
cara menyimpan
obat dengan
benar agar tidak
rusak
10. Untuk
mengetahui cara
kebersihan tangan
11. Untuk
mengetahui
pencegahan
infeksi
nasokomial

Senin, 24 Mei 2022 Gangguan mobilitas Senin, 24 Mei 2022 1. Mengidenfikasi


14.00 WIB Senin, 24 Mei 2022 14.00 WIB adanya kesiapan
Mobilitas fisik 14.00 WIB Edukasi mobilisasi dan kemampuan
(SDKI,D.0054: Hal SLKI mobilitas (I.12394) hal 72 menerima
124) fisik Observasi informasi
(L.05042) hal 65 1. Identifikasi kesiapan 2. Monitor
Setelah dilakukan dan kemampuan kemajuan pasien
intervensi menerima informasi atau keluarga
keperawatan 2. Monitor kemajuan dalam melakukan
selama 1x7 jam, pasien atau keluarga mobilisasi
diharapkan status dalam melakukan 3. Melibatkan
kenyamanan mobilisasi Terapeutik keluarga untuk
meningkat 3. Sediakan materi, membantu pasien
dengan kriteria hasil: media dan alat-alat dalam
1. Pergerakan seperti bantal, gait meningkatkan
ekstremitas belt pergerakan.
kekuatan otot 4. Jadwalkan waktu 4. Menjelaskan
rentang gerak pendidikan tujuan dan
(ROM) kesehatansesuai prosedur
meningkat kesepatakan dengan mobilisasi.
dengan skor 5 pasien dan keluarga 5. Untuk
2. Nyeri menurun 5. Berikan kesempatan mendapatkan
dengan skor 5 kepada pasien dan kenyamanan dan
3. kecemasan keluarga untuk relasi yang hangat
menurun dengan bertanya. serta waktu yang
skor 5 tepat
4. gerakan terbatas Edukasi 6. Untuk pasien dan
menurun dengan 6. Jelaskan prosedur, keluarga bertanya
skor 10) tujuan, indikasi dan agar dapat lebih
kelemahan fisik kontradiksi mobilisasi memahami apa
menurun dengan serta dampak yang mereka
skor 5 imobilisasi tidak ketahui
7. Ajarkan cara 7. Untuk pasien dan
mengidentifikasi keluarga
sarana dan prasarana mengetahui
yang mendukung prosedur, tujuan,
untuk mobilisasi indikasi,
dirumah kontradiksi dan
8. Ajarkan cara latihan yang
mengidentifikasi benar mengenai
kemampuan mobilitas fisik
mobilisasi (seperti
kekuatan otot, rentang
gerak)
9. Demonstrasikan cara
mobilisasi di tempat
tidur (mis. Mekanika
tubuh, posisi pasien
digeser ke arah
berlawanan dari arah
posisi yang akan
dimiringkan, teknik-
teknik memiringkan,
sarana dan prasarana
yang mendukung
untuk mobilisasi
dirumah
10. Ajarkan cara
mengidentifikasi
kemampuan
mobilisasi (seperti
kekuatan otot, rentang
gerak)
11. Demonstrasikan cara
mobilisasi di tempat
tidur (mis. mekanika
tubuh, posisi pasien
digeser ke arah
berlawanan dari arah
posisi yang akan
dimiringkan, teknik-
teknik
memiringkan,penemp
atan posisi bantal
sebagai penyangga)
12. Demonstrasikan cara
melatih rentang
gerak (mis. gerakan
dilakukan dengan
perlahan, dimulai dan
kepala ke ekstremitas,
gerakkan semua
persendian sesuai
rentang gerak
normal, cara melatih
rentang gerak pada
sisi ekstremitas yang
parese dengan
menggunakan
ekstremitas yang
normal, frekuensi tiap
gerakan)
13. Anjurkan
pasien/keluarga
mendemonstrasikan
mobilisasi miring
kanan/miring kiri
14. Latihan rentang
geraksesuai yang
telah
didemonstrasikan

4. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan yang termasuk dibuat
untuk membantu individu (klien) dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke
tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan.
Intervensi tersebut bisa dikatakan sebagai semua tindakan asuhan yang dilakukan
perawat atas nama klien. Tindakan tersebut termasuk intervensi yang diprakarsai
oleh perawat. Intervensi (perencanaan) ialah kegiatan dalam keperawatan yang
meliputi, pusat tujuan pada klien, menetapkan hasil apa yang ingin dicapai
serta memilih intervensi keperawatan agar dengan mudah mencapai tujuan.
Tahapan perencanaan ini memberi kesempatan kepada perawat,pasien atau klien,
serta orang terdekat klien dalam merumuskan rencana tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh klien tersebut.
Perencanaan tersebut merupakan suatu petunjuk yang tertulis dengan
menggambarkan sasaran yang tepat dan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya
berdasarkan diagnose keperawatan.
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawat. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independent) dan tindakan kolaborasi (Wartonah, 2018).
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan
khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (Kozier B, 2019)
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen :
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.
b. Diagnosis keperawatan.
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
d. Tanda tangan perawat pelaksana
6. Evaluasi Keperawatan
Pada proses ini, intervensi keperawatan harus ditentukan apakah
intervensi tersebut harus diakhiri, dilanjutkan, dimodifikasi, ataupun dirubah.
Evaluasi dilakukan secara continue dimana evaluasi dilakukan segera setelah
implementasi dilaksanakan sehingga memungkinkan perawat untuk segera
merubah atau memodifikasi intervensi keperawatannya. Evaluasi tidak hanya
dilaksanakan segera setelah implementasi dilakukan, namun juga dilaksanakan
pada interval tertentu untuk melihat perkembangan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan (Kozier B, 2019) Perawat mengevaluasi keberhasilan
intervensi. Perawat harus mempersiapkan untuk mengubah rencana jika tidak
berhasil (Widianti, 2017) Evaluasi merupakan evaluasi intervensi
keperawatan dan terapi dengan membandingkan kemajuan klien dengan
tujuan dan hasil yang diinginkan dan direncanakan keperawatan (Perry,
Fundamental Keperawawatan Buku 3 edisi 7, 2010)
Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP,
evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Evaluasi keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal. Terdapat pada :

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-
eliminasi-fecal/

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan

Indikator Diagnostik (cetakan III) 1 ed.). Jakarta:DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan (cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

PPNI, T. P. (2018). Standar intervensi Keperawatan Indonesia (SlKI): Definisi dan

Tindakan keperawatan (cetakan II) 1 ed.). Jakarta:DPP PPNI.

Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi Ilmu

Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai