Dosen Pembimbing :
Yuliati Amperaningsih,. SKM., M. Kess
Pembimbing Lapangan :
DISUSUN OLEH :
KETUT SUTRISNAWATI
2014401064
TINGKAT 2 REGULER 2
Eleminasi merupakan pengeluaran racun atau produk limbah dari dalam tubuh
( Christine Brooker, Kamus Saku Keperawatan Edisi 31, hal 144, 2001)
a. Gangguan Eleminasi urine
Gangguan eleminasi urine merupakan suatu kehilangan urine involunter
yang dikaitkan dengan distensi berlebih pada kandung kemih ( Nanda
International, Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 271, 2011).
b. Gangguan Eleminasi Fekal
Gangguan eleminasi fekal adalah penurunan pada frekuensi normal
defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses
dan/ atau pengelaran feses yang keras, kering dan banyak ( Nanda
International, Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 281, 2011)
Tujuan eliminasi adalah pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem
tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra.
a) Eliminasi urine
1) Filtrasi
2) Reabsorbsi
Proses reabsorbsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan ion karbonat
3) Sekresi
2) Eliminasi fekal
a) Usia dan perkembangan : pada bayi sistem pencernaannya belum sempurna,
sedangkan pada lansia proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya
kemampuan fisiologis
b) Diet : ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang
dikonsumsi
c) Pemasukan cairan, normalnya 2000-3000 ml/hari. Asupan cairan yang kurang
menyebabkan feses menjadi keras
d) Aktifitas fisik:merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik
usus meningkat
e) Faktor psikologik : perasaan cemas atau takut akan menmpengaruhi peristaltik atau
motilitas usus sehingga dapat menyebabkan diare
f) Tonus otot, tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang
cukup akan membantu defekasi.
g) Kehamilan: menekan rektum
h) Operasi dan anestesi
i) Obat-obatan
Beberapa obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan katartik dapat
melunakkan feses dan meningkatkan peristlatik.
j) Test diagnostik: barium enema dapat menyebabkan konstipasi
k) Kondisi patologis
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare dan konstipasi.
b. Proses Defekasi
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi, yaitu refleks
defekasi intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai
dari adanya zat sisa makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian
flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus.
Lalu pada saat sphincter internal relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan,
refleks defekasi parasintetis dimulai dari adanya proses dalam rektum yang merangsang
saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, kemudian ke sigmoid,
lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter
internal, maka terjadilah proses defekasi saat sphincter internal berelaksasi. Feses terdiri
atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat makanan lainyang
seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar
usus, pigmen empedu dan usus kecil.
a. Eliminasi urin
- retensi urin : akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
- dysuria : adanya rasa sakit atau kesulitan berkemih
- polyuria : produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2500
ml/hari tanpa adanya intake cairan.
- Inkontinensia urine : ketidaksanggupan sementara atau permanen oto sfingter
eksternal untuk mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih Urinari supresi :
berhenti memproduksi urine secara mendadak
b. Eliminasi fekal
- Konstipasi : penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses
yang lama atau keras dan kering
- Impaksi : merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah
kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat
dikeluarkan.
- Diare : peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan
tidak berbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses
pencernaan, absorbsi, dan sekresi di dalam saluran GI.
- Inkontinensia: ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus
- Flatulen : penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan kram.
- Hemoroid : vena-vena yang berdilatasi, membengkak dilapisan rektum
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI
a. Pengkajian
o Riwayat Keperawatan
Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina.
Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum.
o pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan urine (urinalisis):
Warna (N : jernih kekuningan)
Penampilan (N: jernih)
Bau (N: beraroma)
pH (N:4,5-8,0)
Berat jenis (N: 1,005-1,030)
Glukosa (N: negatif)
Keton (N:negatif)
Kultur urine (N: kuman patogen negatif).
b. Diagnosa Keperawatan
- Konstipasi b/d penurunan mobilitas gastrointestinal dibuktikan dengan feses
keras, paristaltik usus menurun.
- Diare b/d inflamasi gastrointestinal dibuktikan dengan defekasi lebih dari tiga
kali dalam 24 jam, feses lembek atau cair
- Inkontinensia fekel b/d kerusakan susunan saraf motoric bawah dibuktikan
dengan feses keluar sedikit sedikit dan sering, tidak mampu mengontrol
pengeluaran feses, tidak mampu menunda defekasi
- Gangguan eliminasi urine b/d penurunan kapasitas kandung kemih dibuktikan
dengan distensi kandung kemih, berkemih tidak tuntas (hesitancy), volume
residu urin meningkat
- Inkontinensia urine berlebih b/d blok spingter dibuktikan dengan kandung
kemih distensi atau kandung kemih distensi dengan sering, sedikit berkemih
atau dribbling
- Retensi urine b/d peningkatan tekanan uretra dibuktikan dengan dysuria/anuria,
distensi kandung kemih, sensasi penuh pada kandung kemih
c. Perencanaan
DO:
1. Distensi kandung
kemih
2. Berkemih tidak tuntas
(hesitancy)
3. Volume residu urin
meningkat
Inkontinensia urine berlebih Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama
b/d blok spingter keperawatan 3×24 jam 1. Katerisasi urine
Gejala tanda mayor inkontinensia urin berlebih 2. Perawatan
DS: membaik dengan kriteria: inkontinensia urine
1. Residu volume urin 1. Nocturia menurun Intervensi pendukung
setelah berkemih atau 2. Residu volume urin 1. Manajemen cairan
keluhan kebocoran setelah berkemih 2. Manajemen eliminasi
sedikit urin menurun urine
2. Nocturia 3. Dribbling menurun
DO: 4. Hesitancy menurun
1. Kandung kemih 5. Frekuensi berkemih
distensi (bukan membaik
berhubungan dengan
penyebab reversible
akut) atau kandung
kemih distensi denagn
sering, sedikit berkemih
atau dribbling
Gejala tanda minor
DS: -
DO:
1. Residu urin 100 ml atau
lebih
Retensi urine b/d peningkatan Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama
tekanan uretra dibuktikan keperawatan 3×24 jam retensi 1. Katerisasi urine
Gejala tanda mayor urin membaik dengan kriteria: Intervensi pendukung
DS: 1. Nocturia menurun 1. Dukungan kepatuhan
1. Sensasi penuh pada 2. Menompol menurun program pengobatan
kandung kemih 3. Enuresis menurun 2. Adukasi irigasi
DO: 4. Disuria menurun kandung kemih
1. Dysuria/anuria 5. Frekuensi BAK
2. Distensi kandung membaik
kemih 6. Karakteristik urin
Gejala tanda minor membaik
DS:
1. Dribbling
DO:
1. Inkontinensia berlebih
2. Residu urin 150 ml atau
lebih
DAFTAR PUSTAKA