Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


KEBUTUHAN ELIMINASI

Dosen Pembimbing :
Yuliati Amperaningsih,. SKM., M. Kess
Pembimbing Lapangan :

Ns. Trisilo Wahyudi, S.Kep., M.Kes

DISUSUN OLEH :
KETUT SUTRISNAWATI
2014401064
TINGKAT 2 REGULER 2

JURUSAN DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN AJARAN 2021/2022
A. KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI
1. Definisi Eliminasi
Eleminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh ( Tarwoto Wartonah, Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3, hal 58, 2006).

Eleminasi merupakan pengeluaran racun atau produk limbah dari dalam tubuh
( Christine Brooker, Kamus Saku Keperawatan Edisi 31, hal 144, 2001)
a. Gangguan Eleminasi urine
Gangguan eleminasi urine merupakan suatu kehilangan urine involunter
yang dikaitkan dengan distensi berlebih pada kandung kemih ( Nanda
International, Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 271, 2011).
b. Gangguan Eleminasi Fekal
Gangguan eleminasi fekal adalah penurunan pada frekuensi normal
defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses
dan/ atau pengelaran feses yang keras, kering dan banyak ( Nanda
International, Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 281, 2011)

2. Tujuan Kebutuhan Eliminasi

Tujuan eliminasi adalah pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem
tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra.

3. Anatomi Fisiologi System Eliminasi

a) Eliminasi urine

Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan.


Dimana sistem ini terdiri darri ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu: filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresi.

1) Filtrasi

Proses filtrasi berlangsung di glomelurus, proses ini terjadi


karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen

2) Reabsorbsi
Proses reabsorbsi terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan ion karbonat

3) Sekresi

Pada proses sekresi ini sisa reabsorbsi diteruskan keluar.

Organ yang berperan dalam eliminasi urin


- Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (dibelakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah
kanan dan kiri tulang panggul. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam
tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa
yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron yang merupakan unit dari struktur
ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam
bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter menuju kandung kemih.
- Ureter
Ureter adalah suatu saluran moskuler berbentuk silider yang menghantarkan urine dari ginjal menuju
kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20 – 30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm
didekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Dinding ureter terdiri
dari mukosa yang dilapisi oleh sel – sel transisional, otot polossirkuler, dan longitudinal yang dapat
melakukan kontraksi guna mengeluarkan urine menuju kandung kemih.
- Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot polos yang berfungsi sebagai
tempat penampungan air seni (urine). Di dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang
memanjang ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor, dan berfungsi untuk mengeluarkan
urine. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk lingkaran
bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkaran yang berfungsi menjaga saluran antara kandung
kemih keluar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam
diatur oleh system saraf simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendur dan terjadi
kontraksi sphinoter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal di dalam kandung kemih. System para
simpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian
dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor dan
kendurnya shinoter.
- Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar. Saluran
perkemihan dilapisi membrane mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Secara normal,
mikroorganisme tidak ada yang bias melewati uretra bagian bawah, namun membrane mukosa ini
pada keadaan patologis yang terus – menerus akan menjadikannya media baik untuk pertumbuhan
beberapa patogen.
b) Eliminasi fekal
1) Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada
permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan
makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus.
2) Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah
terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin.
Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan secret mukoid
yang berguna untuk perlindungan.
3) Lambung
Pergerakan makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya
peristaltic, yaitu gerakan kontraksi dan relaksasi secara bergantian oleh otot
yang mendorong substansi makanan dalam gerakan menyerupai gelombang.
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung
setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
4) usus halus
usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Usus menerima
makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat) dari lambung untuk
mengabsorbsi air, nutrient, potassium, bikarbonat, dan enzim.
5) usus besar
kolon terdiri dari sekum yang berhubungan langsung dengan usus halus, kolon
ascendent, transversum, descendent, sigmoid, dan rectum.Fungsi utama kolon
adalah absorbsi air dan nutrien, proteksi dengan mensekresikan mucus yang
akan melindungi dinding usus trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, dan
menghantarkan sisa makanan sampai ke anus dengan cara berkontraksi
6) anus
Anus berfungsi dalam proses eliminasi zat sisa. Proses eliminasi fekal adalah
suatu upaya pengosongan intestin. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan
spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi


1) Eliminasi urin
b) Diet dan asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan mempengaruhi output urine, seperti protein dan sodium
mempengaruhi jumlah urine yang keluar.
c) Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkmeih dan hanya pada akhir
keinginan berkemih mejadi lebih kuat mengakibatkan urine banyak tertahan di
kandung kemih, sehingga kapasitas kandung kemih lebih dari normal
d) Gaya hidup
Ketersediaan fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi eliminasi urin
e) Stres psikologis
Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih.
f) Tingkat aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan dibutuhkan dalam mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus
sfingter internal dan eksternal.
g) Tingkat perkembangan
Misal pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya
tekanan dari fetus
h) Kondisi penyakit
Saat seorang sakit, produksi urin nya sedikit hal ini disebabkan oleh keinginan
yntuk minum sedikit.

2) Eliminasi fekal
a) Usia dan perkembangan : pada bayi sistem pencernaannya belum sempurna,
sedangkan pada lansia proses mekaniknya berkurang karena berkurangnya
kemampuan fisiologis
b) Diet : ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang
dikonsumsi
c) Pemasukan cairan, normalnya 2000-3000 ml/hari. Asupan cairan yang kurang
menyebabkan feses menjadi keras
d) Aktifitas fisik:merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik
usus meningkat
e) Faktor psikologik : perasaan cemas atau takut akan menmpengaruhi peristaltik atau
motilitas usus sehingga dapat menyebabkan diare
f) Tonus otot, tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang
cukup akan membantu defekasi.
g) Kehamilan: menekan rektum
h) Operasi dan anestesi
i) Obat-obatan
Beberapa obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan katartik dapat
melunakkan feses dan meningkatkan peristlatik.
j) Test diagnostik: barium enema dapat menyebabkan konstipasi
k) Kondisi patologis
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare dan konstipasi.

5. Fisiologis Proses Eliminasi


a. Proses berkemih
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria. Vesika urinaria dapat
menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi kurang lebih 250-450 cc (pada orang
dewasa) dan 200-250 cc pada anak-anak.
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian
rangsangan tersebut diteruskan melalui mesula spinalis kepusat pengontrol berkemih yang
terdapat di korteks serebra. Selanjutnya, otak memberikan impuls melalui medula spinalis
ke neuromotoris di daerah sakra, kemudian terjadi  koneksasi otot detrusor dan relakssasi
otot sphincter internal.
Urine dilepasskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan spinter eksternal. Jika
waktu dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan relaksasi spinter eksternal san
urine kemungkinan dikeluarkan (berkemih).

b. Proses Defekasi
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi, yaitu refleks
defekasi intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai
dari adanya zat sisa makanan (feses) di dalam rektum sehingga terjadi distensi kemudian
flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus.
Lalu pada saat sphincter internal relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan,
refleks defekasi parasintetis dimulai dari adanya proses dalam rektum yang merangsang
saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, kemudian ke sigmoid,
lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter
internal, maka terjadilah proses defekasi saat sphincter internal berelaksasi. Feses terdiri
atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat makanan lainyang
seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar
usus, pigmen empedu dan usus kecil.

6. Masalah – Masalah Pada Eliminasi

a. Eliminasi urin
- retensi urin : akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
- dysuria : adanya rasa sakit atau kesulitan berkemih
- polyuria : produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2500
ml/hari tanpa adanya intake cairan.
- Inkontinensia urine : ketidaksanggupan sementara atau permanen oto sfingter
eksternal untuk mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih Urinari supresi :
berhenti memproduksi urine secara mendadak

b. Eliminasi fekal
- Konstipasi : penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses
yang lama atau keras dan kering
- Impaksi : merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah
kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat
dikeluarkan.
- Diare : peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan
tidak berbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses
pencernaan, absorbsi, dan sekresi di dalam saluran GI.
- Inkontinensia: ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus
- Flatulen : penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan kram.
- Hemoroid : vena-vena yang berdilatasi, membengkak dilapisan rektum
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI
a. Pengkajian
o Riwayat Keperawatan

 keluhan utama (alasan dirawat di rumah sakit)


Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien
pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama
seharusnya mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio,
Skala, dan Time)

 riwayat kesehatan sekarang


kaji status kesehatan pasien saat dilakukannya pengkajian.

 riwayat kesehatan dahulu (perawatan di rs terakhir)


riwayat kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin dan fekal. Ataupun riwayat dirawat di rumah sakit atau
pembedahan.
 riwayat kesehatan keluarga
mengkaji riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah ada penyakit
keturunan di keluarga pasien

o Pengkajian Fisik Kebutuhan Dasar Eliminasi


 Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran
ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.

 Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina.

 Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum.

 Intake dan output cairan


- Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
- Kebiasaan minum di rumah.
- Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
- Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
- Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
- Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.

o pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan urine (urinalisis):
 Warna (N : jernih kekuningan)
 Penampilan (N: jernih)
 Bau (N: beraroma)
 pH (N:4,5-8,0)
 Berat jenis (N: 1,005-1,030)
 Glukosa (N: negatif)
 Keton (N:negatif)
 Kultur urine (N: kuman patogen negatif).

b. Diagnosa Keperawatan
- Konstipasi b/d penurunan mobilitas gastrointestinal dibuktikan dengan feses
keras, paristaltik usus menurun.
- Diare b/d inflamasi gastrointestinal dibuktikan dengan defekasi lebih dari tiga
kali dalam 24 jam, feses lembek atau cair
- Inkontinensia fekel b/d kerusakan susunan saraf motoric bawah dibuktikan
dengan feses keluar sedikit sedikit dan sering, tidak mampu mengontrol
pengeluaran feses, tidak mampu menunda defekasi
- Gangguan eliminasi urine b/d penurunan kapasitas kandung kemih dibuktikan
dengan distensi kandung kemih, berkemih tidak tuntas (hesitancy), volume
residu urin meningkat
- Inkontinensia urine berlebih b/d blok spingter dibuktikan dengan kandung
kemih distensi atau kandung kemih distensi dengan sering, sedikit berkemih
atau dribbling
- Retensi urine b/d peningkatan tekanan uretra dibuktikan dengan dysuria/anuria,
distensi kandung kemih, sensasi penuh pada kandung kemih
c. Perencanaan

Dx kep Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


Konstipasi b/d penurunan Setelah diberika asuhan Intervensi utama
mobilitas gastrointestinal keperawatan 3×24 jam 1. Manajemen eliminasi
DS: konstipasi membaik dengan fekel
1. Defekasi kurang dari 2 kriteria:
kali seminggu 1. Kontrol pengeluaran 2. Manajemen konstipasi
2. Pengeluaran feses lama feses meningkat
dan sulit 2. Keluhan defekasi lama Intervensi pendukung
dan sulit menurun 1. Dukungan perawatan
DO: 3. Mengejan saat defekasi diri BAB/BAK
1. Feses keras menurun 2. Manajemem elektrolit
2. Paristaltik usus 4. Konsistensi feses
menurun membaik
5. Frekuensi defekasi
membaik
6. Paristaltik usus
membaik
Diare b/d inflamasi Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama
gastrointestinal keperawatan 3×24 jam diare 1. Manajemen diare
DS: - membaik dengan kriteria: 2. Pemantauan cairan
1. Kontrol pengeluaran
DO: feses meningkat Intervensi pendukung
1. Defekasi lebih dari tiga 2. Keluhan defekasi lama 1. Dukungan kepatuhan
kali dalam 24 jam dan sulit menurun program pengobatan
2. Feses lembek atau cair 3. Mengejan saat defekasi 2. Edukasi kemoterapi
menurun
4. Konsistensi feses
membaik
5. Frekuensi defekasi
membaik
6. Paristaltik usus
membaik
Inkontinensia fekel b/d Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama
kerusakan susunan saraf keperawatan 3×24 jam 1. 1. Latihan eliminasi
motoric bawah inkontinensia fekel membaik fekel
Gejala tanda mayor dengan kriteria 2. Perawatan
DS: 1. Pengontrolan inkontinensia fekel
1. Tidak mampu pengeluaran feses
mengontrol meningkat Intervensi pendukung
pengeluaran feses 2. Defekasi membaik 1. Dukungan emosional
2. Tidak mampu menunda 3. Frekuensi buang air 2. Dukungan perawtaan
defekasi besar membaik diri: BAB/BAK
DO:
1. Feses keluar sedikit
sedikit dan sering

Gejala tanda minor


DS: -
DO:
1. Bau feses
2. Kulit perinal
kemerahan
Gangguan eliminasi urin b/d Ssetelah dilakukan asuhan Intervensi utama
penurunan kapasitas kandung keperawatan 3×24 jam 1. Katerisasi urine
kemih gangguan eliminasi urin 2. Perawatan inkotinensia
Gejala tanda mayor membaik dengan kriteria urine
DS: 1. Nocturia menurun
1. Desakan berkemih 2. Residu volume urin Intervensi pendukung
(urgensi) setelah berkemih 1. Latihan berkemih
2. Urin menetes menurun 2. Latihan otot panggul
(dribbling) 3. Dribbling menurun
3. Sering buang air kecil 4. Hesitancy menurun
4. Nokturia 5. Frekuensi berkemih
5. Mengompol membaik
6. Enuresis

DO:
1. Distensi kandung
kemih
2. Berkemih tidak tuntas
(hesitancy)
3. Volume residu urin
meningkat
Inkontinensia urine berlebih Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama
b/d blok spingter keperawatan 3×24 jam 1. Katerisasi urine
Gejala tanda mayor inkontinensia urin berlebih 2. Perawatan
DS: membaik dengan kriteria: inkontinensia urine
1. Residu volume urin 1. Nocturia menurun Intervensi pendukung
setelah berkemih atau 2. Residu volume urin 1. Manajemen cairan
keluhan kebocoran setelah berkemih 2. Manajemen eliminasi
sedikit urin menurun urine
2. Nocturia 3. Dribbling menurun
DO: 4. Hesitancy menurun
1. Kandung kemih 5. Frekuensi berkemih
distensi (bukan membaik
berhubungan dengan
penyebab reversible
akut) atau kandung
kemih distensi denagn
sering, sedikit berkemih
atau dribbling
Gejala tanda minor
DS: -
DO:
1. Residu urin 100 ml atau
lebih
Retensi urine b/d peningkatan Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama
tekanan uretra dibuktikan keperawatan 3×24 jam retensi 1. Katerisasi urine
Gejala tanda mayor urin membaik dengan kriteria: Intervensi pendukung
DS: 1. Nocturia menurun 1. Dukungan kepatuhan
1. Sensasi penuh pada 2. Menompol menurun program pengobatan
kandung kemih 3. Enuresis menurun 2. Adukasi irigasi
DO: 4. Disuria menurun kandung kemih
1. Dysuria/anuria 5. Frekuensi BAK
2. Distensi kandung membaik
kemih 6. Karakteristik urin
Gejala tanda minor membaik
DS:
1. Dribbling
DO:
1. Inkontinensia berlebih
2. Residu urin 150 ml atau
lebih
DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto Wartonah, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan


Christine Brooker, Kamus Saku Keperawatan, 2001
Nanda International, Diagnosis Keperawatan 2012-2014
Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, 2006
Nanda International, Diagnosis Keperawatan 2012-2014
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria hasil keperawatan.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


Definisi dan tindakan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai