Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

(Gangguan Kebutuhan Eliminasi Fekal)

DISUSUN OLEH

Nama : Tri Wahyuni Puji Suaeb

Nim : 049SYE21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D3
TAHUN 2022

1
LEMBAR PENGESAHAN
(Gangguan Kebutuhan Eliminasi Fekal)

Disusun oleh :

Tri Wahyuni Puji Suaeb


049SYE21

Laporan pendahuluan telah dikonsultasikan dan disetujui.

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Klinik

(Henny Yolanda, Ners., M.Kep) (Anis Endriasari, S.Kep., Ners)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB I GANGGUAN ELIMINASI FEKAL...................................................4
BAB II LANDASAN TEORI........................................................................5
a. Konsep Fisiologi..................................................................................7
b. Definisi................................................................................................7
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi......................................................7
d. Karakteristik........................................................................................8
e. Masalah/gangguan yang timbul pada kebutuhan dasar manusia.........9
BAB III Konsep Asuhan Keperawatan...........................................................13
a. Fokus Pengkajian................................................................................13
b. Masalah/Diagnosa keperawatan..........................................................14
c. Rencana tindakan keperawatan...........................................................14
d. Evaluasi...............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20

3
BAB I

GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

a. Latar Belakang
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme,
sehingga apabila hal tersebut terganggu maka akan mempengaruhi keseimbangan
dalam tubuh dan mengganggu kelangsungan hidup manusia (Artha, Indra, & Rasyid,
2018).
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa feses
(bowel). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum.Hal ini juga disebut
bowel movement.Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang.Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap
kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang
berbeda.Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan
eliminasi yang normal.Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program
yang teratur.Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan
fasilitas toilet yang normal.
Lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan
mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah
eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-
faktor yang mempengaruhi eliminasi. Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur
merupakan aspek penting untuk fungsi normal tubuh.Perubahan eliminasi dapat
menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

a. Konsep Fisiologi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum, sedangkan fisiologi
defekasi adalah mekanisme perjalanan makanan hingga akhirnya keluar menjadi feses
melalui anus dalam proses defekasi. Frekuensi defekasi sangat bersifat individual,
yang beragam dari beberapa kali sehari hingga dua atau tiga kali seminggu. Jumlah
yang dikeluarkan juga bervariasi pada setiap orang. Jika gelombang peristaltic
menggerakkan feses ke kolon sigmoid dan rektum, saraf sensorik di rektum di
stimulasi dan individu menjadi ingin defekasi. Jika sfingter anal internal relaks, maka
feses akan bergerak menuju anus. Setelah individu di dudukkan pada toilet, sfingter
anal eksternal akan berelaksasi secara volunter. Pengeluaran feses dibantu oleh
kontraksi otot abdomen dan diagfragma, yang meningkatkan tekanan abdomen dan
oleh kontraksi otot dasar panggul, yang memindahkan feses ke saluran anus.
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), Sistem tubuh yang memiliki peran
dalam eliminasi fekal adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi :
1. Mulut
Proses pertama dalam sistem pencernaan berlangsung di mulut. Makanan
akan dipotong, diiris, dan dirobek dengan bantuan gigi. Makanan yang masuk ke
mulut dipotong menjadi bagian yang lebih kecil agar mudah di telan dan untuk
memperluas permukaan makanan yang akan terkena enzim. Setelah makanan
dipotong menjadi bagian yang lebih kecil, maka selanjutnya makanan akan
diteruskan ke faring dengan bantuan lidah.
2. Faring
Faring adalah rongga dibelakang tenggorokan yang berfungsi dalam sistem
pencernaan dan pernafasan.Dalam sistem pencernaan, faring berfungsi sebagai
penghubung antara mulut dan esofagus.
3. Esofagus
Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus yang terbentang antara
faring dan lambung. Pada saat menelan, makanan akan dipicu oleh gelombang
peristaltik yang akan mendorong bolus menelusuri esofagus dan masuk ke
lambung.
4. Lambung
Lambung adalah organ yang terletak antara esofagus dan usus halus. Di
dalam lambung makanan yang masuk akan disimpan lalu disalurkan ke usus
halus. Sebelum makanan masuk ke usus halus, makanan terlebih dahulu akan
dihaluskan dan dicampurkan kembali sehingga menjadi campuran cairan kental
yang biasa disebut dengan kimus. Lambung menyalurkan kimus ke usus halus
sesuai dengan kapasitas usus halus dalam mencerna dan menyerap makanan dan
biasanya satu porsi makanan menghabiskan waktu dalam hitungan menit.
5. Usus halus

5
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak diantara
sfingter pilorus lambung dengan katup ileosekal yang merupakanbagian awal usus
besar, posisinya terletak di sentral bawah abdomen yangdidukung oleh lapisan
mesenterika (berbentuk seperti kipas) yangmemungkinkan usus halus ini
mengalami perubahan bentuk (seperti berkelok-kelok). Mesenterika ini dilapisi
pembuluh darah, persarafan, dan saluran limfa yang menyuplai kebutuhan dinding
usus. Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan
panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm, walaupun setiap orang memiliki
ukuran yang berbeda-beda.
Usus halus sering disebut dengan usus kecil karena ukuran diameternya lebih
kecil jika dibandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3
bagian yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (±3,6 m).
Fungsi usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas, mengabsorbsi
saripati makanan, dan menyalurkan sisa hasil metabolisme ke usus besar.
6. Usus Besar atau Kolon
Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia
memiliki panjang 1,5 meter dan berbentuk seperti huruf ‘‘U’’ terbalik. Usus besar
dibagi menjadi 3 daerah, yaitu : kolon asenden, kolontransversum, dan kolon
desenden. Fungsi kolon adalah (Tarwoto & Wartonah, 2010) :
a) Menyerap air selama proses pencernaan.
b) Tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil
simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli.
c) Membentuk massa feses,
d) Mendorong sisa makanan hasil pencernaan ( feses) keluar dari tubuh.
7. Rektum
Rektum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.Sebelum
dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada bagian rektum.
Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot sfingterrektum mengatur pembukaan
dan penutupan anus. Otot sfingter yangmenyusun rektum ada 2 yaitu otot polos
dan otot lurik

6
b. Definisi
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), menyatakan bahwa eliminasi
merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang melalui ginjal
berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal. Eliminasi fekal
(defekasi) adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum. Defekasi juga disebut
bowel movement atau pergerakan usus (Kozier et al.,2011). Sedangkan menurut
(NANDA 2012),
Eliminasi fekal adalah kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola
yang normal dalam berdefekasi dengan karakteristik tidak terkontrolnya buang air
besar.Perubahan eliminasi dapat terjadi karena penyakit gastrointestinal atau penyakit
di system tubuh yang lain. Usus berespons terhadap perubahan bahkan perubahan
kecil dalam kebiasaan individu yangnbiasa atau perubahan olahraga (Rosdahl &
Kowalski, 2012).
Gangguan eliminasi fekal menurut (NANDA 2012), yaitu kondisi dimana
seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefekasi dengan
karakteristik tidak terkontrolnya buang air besar. Perubahan eliminasi dapat terjadi
karena penyakit gastrointestinal atau penyakit di system tubuh yang lain. Macam-
macam masalah gangguan eliminasi fekal itu sendiri yaitu konstipasi, impaksi fekal,
Diare, Inkontinensia fekal, kembung dan hemoroid. Menurut Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, (2017)

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi


Menurut Potter & Perry (2010), banyak faktor yang mempengaruhi proses
eliminasi fekal antara lain :
1. Umur
Pada bayi, makanan akan lebih cepat melewati sitem pencernaan bayi
karena gerakan peristaltik yang cepat. Sedangkan pada lansia adanya
perubahan pola fungsi digestif dan absorpsi nutrisi lansia lebih disebabkan
oleh sistem kardiovaskular dan neurogis lansia, daripada sistem pencernaan itu
sendiri (Potter & Perry, 2010).
2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapatmempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serattinggi dapat
membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yangdikonsumsi pun dapat
memengaruhi (Hidayat, 2008).
3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadilebih
keras, disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat (Tarwoto & Wartonah,
2010).
4. Aktivitas fisik
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas
tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantukelancaran proses

7
defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat
bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses
defekasi (Hidayat, 2008).
5. Pengobatan
Pengobatan dapat memengaruhi proses defekasi, dapatmengakibatkan
diare dan konstipasi, seperti penggunaan laksansia atauantasida yang terlalu
sering (Hidayat, 2008).
6. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi,
biasanyapenyakit-penyakit yang berhubungan langsung pada sistem
pencernaan,seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya (Hidayat,
2008).
7. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk
berdefekasi, seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis,
danepisiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar (Tarwoto &
Wartonah, 2010).
8. Faktor psikologis
Stress emosional mengganggu fungsi hampir seluruh sistem pecernaan
tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010).
9. Kebiasaan diri
Kebiasaan eliminasi seseorang akan memengaruhi fungsi usus. Sebagian
besar orang dapat menggunakan fasilitas toilet sendiri dirumahnya, hal
tersebut dirasa lebih efektif dan praktis (Tarwoto & Wartonah, 2010).
10. Kehamilan
Pada saat kehamilan berkembang, ukuran janin bertambah dan
menimbulkan tekanan pada rectum (Tarwoto & Wartonah, 2010).
11. Pembedahan dan Anestesi
Agen anestesi general yang digunakan selama pembedahan dapat
menghentikan gerakan peristaltic secara temporer (Tarwoto & Wartonah,
2010).

d. Karakteristik
Karakteristik menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) yaitu sebagai
berikut:
1. Fisiologis
a) Penurunan motilitas gastrointestinal
b) Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
c) Ketidakcukupan asupan serat
d) Ketidakcukupan diet
e) Ketidakcukupan asupan cairan
f) Aganglionik (misalnya penyakit Hirsprung)
g) Kelemahan otot abdomen
2. Psikologis

8
a) Konfusi
b) Depresi
c) Gangguan emosional
3. Situasional
a) Perubahan kebiassan makan (misalnya, jenis makanan, jadwal makanan)
b) Ketidakadekuatan toileting
c) Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
d) Penyalahgunaan laksatif
e) Efek agen farmakologis
f) Ketidakaturan kebiasaan defikasi
g) Kebiasaan menahan doronngan defikasi
h) Perubahan lingkungan.

e. Masalah/gangguan yang timbul pada kebutuhan dasar manusia


Berikut ini adalah masalah umum yang terkait dengan eliminasi fekal, yaitu:
1. Konstipasi
Konstipasi dapat didefinisikan sebagai defekasi kurang dari tiga kali per
minggu.Ini menunjukkan pengeluaran feses yang kering, keras atau tanpa
pengeluaran feses.Konstipasi terjadi jika pergerakan feses di usus besar berjalan
lambat, sehingga memungkinkan bertambahnya waktu reabsorpsi cairan di usus
besar. Konstipasi mengakibatkan sulitnya pengeluaran feses dan bertambahnya
upaya atau penekanan otot-otot volunter defekasi.
Namun, sangat penting untuk mendefinisikan konstipasi terkait dengan pola
eliminasi regular sesorang. Beberapa orang secara normal melakukan defekasi
hanya beberapa kali seminggu; sementara orang lain melakukan defekasi lebih dari
satu kali sehari. Pengkajian cermat mengenai kebiasaan seseorang dibutuhkan
sebelum diagnosa konstipasi dibuat.

Contoh Batasan Karakter Konstisipasi

a) Penurunan frekuensi defekasi


b) Feses keras, kering, memiliki bentuk
c) Mengejan saat defekasi; defekasi terasa nyeri
d) Melaporkan tentang rasa penuh pada rektum atau mengejan atau
mengeluarkan feses secara tidak komplet.
e) Nyeri abdomen, kram, atau distensi
f) Penggunaan laksatif
g) Penurunan nafsu makan
h) Sakit kepala

Banyak penyebab dan faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi, yaitu:

a) Ketidakcukupan asuran serat


b) Ketidakcukupan asuran cairan
c) Ketidakcukupan aktivitas atau imobilitas

9
d) Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
e) Perubahan rutinitas harian
f) Kurangn privasi
g) Penggunaan laksatif atau enema kronis
h) Gangguan emosional seperti depresi atau kebingungan mental
i) Medikasi seperti opiat atau garam zat besi.

Konstipasi dapat berbahaya bagi beberapa klien. Mengejan akibat


konstisipasi seringkali disertai dengan menahan napas. Manuver Valsava ini dapat
menyebabkan masalah serius pada penderita penyakit jantung, cedera otak, atau
penyakit pernapasan. Menahan napas meningkatkan tekanan intratoraks dan
intrakranial.

2. Impaksi Fekal
Impaksi fekal adalah suatu massa atau pengumpulan fese yang keras
didalam lipatan rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan akumulasi materi fekal
yang berkepanjangan. Pada impaksi berat, feses terakumulasi dan meluas sampai
ke kolon sigmoid dan sekitarnya.Impaksi fekal dapat dikenali dengan keluarnya
rembesan cairan fekal (diare) dan tidak ad feses normal. Cairan feses merembes
sampai keluar dari massa yang terimpaksi. Impaksi dapat juga dikaji dengan
pemeriksaan rektum menggunakan jari tangan, yang sering kali dapat mempalpasi
massa yang mengeras.
Seiring dengan pembesaran cairan feses dan konstipasi, gejala meliputi
keinginan yang sering namun bukan keinginan yang produktif untuk melakukan
defeksi dan sering mengalami nyeri rektal. Muncul perasaan umum menalami
suatu penyakit; klien anoreksik, abdomen menjadi terdistensi, dan dapat terjadi
mual dan muntah.
Penyebab impaksi fekal biasanya adalah kebiasaan defekasi yang buruk dan
konstipasi. Penggunaan barium dalam pemeriksaan radiologi pada saluran
pencernaan atas dan bawah juga menjasi sebuat faktor penyebab. Oleh karena itu,
setelah pemeriksaan ini, laksatif atau enema biasanya digunakan untuk memastikan
pengeluaran barium.
Pemeriksaan impaksi menggunakan jari di rektum harus dilakukan secara
lembut dan hati-hati.Walaupun pemeriksaan digital (jari tangan) berada dalam
ruang lingkup praktik keperawatan, beberapa kebijakan lembaga memerlukan
impaksi fekal secara digital.
Walaupun impaksi fekal secara umum dapat dicegah, kadng kala
dibutuhkan terapi untuk feses yang mengalami impaksi. Jika dicurigai adanya
impaksi fekal, klien sering kali diberikan suatu minyak sebagai enema retensi, lalu
diberikan enema pembersih pada 2 sampai 4 jam kemudian, dan enema pembersih
tambahan setiap hari, supositoria, atau pelunak feses setiap hari. Jika upaya ini
gagal, sering kali dibutuhkan pengeluaran feses secara manual.
3. Diare

10
Diare menunjuk pada pengeluaran feses encer dan peningkatan frekuensi
defekasi.Diare merupakan kondisi yang berlawanan dengan konstipasi dan terjadi
akibat cepatnya pergerakan isi fekal di usus besar.Cepatnya pergerakan kime
mengurangi waktu usus besar untuk menyerap kembali air dan elektrolit.Beberapa
orang mengeluarkan feses dengan frekuensi sering, tetapi diare tidak terjadi kecuali
feses relatif tidak terbentuk dan mengandung cairan yang berlebihan.
Seseorang yang mengalami diare sering kali merasa sulit atau tidak mungkin
mengendalikan keinginan defekasi dalam waktu yang sangat lama. Diare dan
ancaman inkontinensia merupakan sumber kekhawatiran dan rasa malu.Sering kali
kram spasmodik dikaitkan dengan diare. Bising usus meningkat. Dengan diare
persisten, biasanya terjadi iritasi di dareah anus yang meluas ke perineum dan
bokong.Keletihan, kelemahan, lelah dan emasiasi (kurus dan lemah) merupakan
akibar dari diare yang berkepanjangan.

Feses bersifat asam dan mengandug enzim pencernaan yang sangat


mengiritasi kulit. Oleh karena itu, area di sekitar area anus harus dijaga tetap bersih
dan kering dan dilindungi dengan zink oksida atau salep lain. Selain itu,
pengumpul fekal dapat digunakan.
4. Inkontinensia Alvi
Inkontinensia alvi (bowel), atau disebut juga inkontinensia fekal, adalah
hilangnya kemampuan volunter untuk mengontrol pengeluaran fekal dan gas dari
spingter anal.Inkontinensia dapat terjadi pada waktu-waktu tertentu, seperti setelah
makan, atau dapat terjadi secara tidak teratur. Dua tipe inkontinensia alvi
digambarkan: parsial dan mayor. Inkontinensia parsial adalah ketidakmampuan
untuk mengontrol flatus atau mencegah pengotoran minor.Inkontinensia mayor
adalah ketidakmampuan untuk mengontrol feses pada konsistensi normal.
Inkontinensia fekal secara umum dihubungkan dengan gangguan fungsi
sfingter anal atau suplai sarafnya, seperti beberapa penyakit neuromuskular, trauma
medula spinalis, dan tumor pada otot sfingter anal eksternal.
Inkontinensia fekal adalah masalah yang membuat distres emosional yang
pada akhirnya dapat menyebabkan isolasi sosial.Penderita dapat menarik diri ke
dalam rumahnya, atau jika di rumah sakit, mereka tetap berada di dalam kamar
mereka meminimalkan rasa malu akibat pengotoran oleh fekal.Beberapa prosedur
bedah digunakan untuk penatalaksanaan inkontinensia fekal.Penatalaksanaan ini
meliputi perbaikan sfingter dan disversi fekal atau kolostomi.
5. Flatulens
Terdapat tiga sumber utama flatus:
a) Kerja bakteria dalam kime di usus besar.
b) Udara yang tertelan
c) Gas yang berdifusi di antara aliran darah dan usus.

Sebagian besar gas yang tertelan akan dikeluarkan melalui mulut dengan
sendawa. Namun, sejumlah gas dapat terkumpul di perut, yang menyebabkan
distensi lambung.Gas yang terbentuk di usus besar terutama diabsobsi melalui

11
kapiler usus ke sirkulasi.Flatulens adalah keberadaan flatus yang berlebihan di usus
dan menyebabkan peregangan dan inflasi usus (distensi usus). Flatulens dapat
terjadi di kolon akibat beragam penyebab, seperti makanan (mis., kol, bawang
merah), bedah abdomen, atau narkotik.
Apabila gas dikeluarkan dengan meningkatkan aktivitas kolon sebelum gas
tersebut dapat diabsobsi, gas dapat dikeluarkan melalui anus.Apabila gas yang
berlebihan tidak dapat dikeluarkan melalui anus, mungkin perlu memasukkan slang
rektal untuk mengeluarkannya.
6. Kembung
Kembung merupakan flatus yang berlebihan di daerah intestinalsehingga
menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karenakonstipasi, penggunaan
obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas,penurunan aktivitas intestinal),
mengonsumsi makanan yang banyakmengandung gas dapat berefek ansietas
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
7. Hemoroid
Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerahanus
sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapatdisebabkan karena
konstipasi, peregangan saat defekasi, dan lain-lain (Tarwoto & Wartonah, 2010).

12
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
Pengkajian Eliminasi menurut (Tarwoto & Wartonah, 2015) adalah:
1. Riwayat keperawatan
a) Pola defekasi : frekuensi, perubahan pola
b) Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola,
tempat yang biasa digunakan
c) Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur, jumlah
d) Diet : makanan yang memengaruhi defekasi, makanan yang biasa
dimakan, makanan yang dihindari,dan pola makan yang teratur atau tidak
e) Cairan : jumlah dan jenis makanan per hari
f) Aktivitas : kegiatan sehari-hari
g) Kegiatan yang spesifik
h) Penggunaan medikasi : obat-obatan yang memengaruhi defekasi
i) Stres : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau
bagaimana menerima
j) Pembedahan atau penyakit menetap
2. Pemeriksaan fisik
a) Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltic, adanya massa pada perut
bagian kiri bawah, tenderness
b) Rectum dan anus : tanda tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula,
hemoroid, adanya massa, tenderness
3. Karakteristik Feses Menurut Rosdahl & Kowalski (2014) meliputi:
a) Warna
Normalnya feses berwarna cokelat kekuningan (karena adanya empedu).
Perubahan warna menunjukkan perubahan fungsi gastrointestinal atau
kandungan feses.
b) Konsistensi
Feses normalnya lunak dan berbentuk. Feses keras, kering terjadi ketika
rektum tidak dikosongkan sesuai kebutuhan dan cairan yang berlebih telah
diserap.
c) Bentuk
Secara umum feses memiliki bentuk yang sama seperti interior usus:
bulat, oval, atau silinder. Feses yang panjang dan tipis, seperti pensil
menunjukkan penyempitan rektum atau lubang anus, yang dapat
disebabkan oleh massa atau tumor. Feses yang selalu mengambil bentuk
ireguler yang sama juga menunjukkan adanya pertumbuhan abnormal di
dalam rektum atau anus.
d) Bau
Feses memiliki bau yang khas, catat setiap bau yang tidak biasa atau
sangat kuat. Terkadang medikasi makanan berbumbu kuat atau adanya
mikroorgnisme yang tidak biasa mengubah bau feses. Pengeluaran gas

13
yang menyertai defekasi dapat memiliki bau yang sangat kuat dan disebut
flatus.
e) Densitas
Densitas atau kepadatan feses adalah konsentrasi berat produk sampah
terkait dengan air. Normalnya feses cukup berat hingga dapat tenggelam
di dalam air.
f) Komponen
Abnormal Adanya pus atau mukus di dalam feses mengindikasikam
inflamasi atau infeksi di suatu tempat dalam sistem pencernaan. Adanya
produk makanan yang tidak dicerna dapat menunjukkan malfungsi sistem
pencernaan. Darah merah terang (melena) menunjukkan hemoragi
nasogastrik.
g) Impaksi Feses
Impaksi Feses menunjukkan feses yang sangat keras dan kering atau
seperti dempul yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien, bahkan setelah
pemberian laksatif dan atau enema. Impaksi Feses biasanya merupakan
masalah usus kronis tetapi dapat juga merupakan akibat dari masalah usus
kronis tetapi dapat juga merupakan akibat dari imobilitas, paralisis, atau
dehidrasi. Beberapa klien mengalami impaksi feses setelah prosedur sinar
x (foto rongsen) yang disebut barium enema; jenis impaksi ini terjadi
akibat tertahannya barium. Seorang klien baru diterapi dengan mengalami
impaksi dan akan mengeluarkan feses berwarna hitam.

b. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien menurut Damayanti (2014)
adalah sebagai berikut :
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

c. Rencana tindakan keperawatan

N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
(SLKI) (SIKI)
1. Konstipasi Setelah dilakukan Manajemen Eliminasi Fekal

Definisi tindakan keperawatan, Observasi


maka kriteria hasil yang
Penurunan defekasi 1. Identifikasi masalah usus dan
normal yang disertai diharapkan adalah : penggunaan obat pencahar
pengeluaran feses 2. Pengobatan pengobatan yang
1. Eliminasi fekal
sulit dan tidak berefek pada kondisi saluran
membaik
tuntas serta fases cerna
2. Keluhan eliminasi
kering dan banyak 3. Monitor buang air besar (mis:
sulit dan lama
warna, frekuensi, konsistensi,
menurun
3. Distensi abdomen

14
Penyebab : menurun
4. Konsistensi feses volume)
membaik 4. Pantau tanda dan gejala diare,
1. Penurunan konstipasi, atau impaksi
motilitas 5. Frekuensi defekasi
meningkat
gastrointestinal Terapeutik
2. Ketidakadekuata
1. Berikan air hangat setelah
n pertumbuhan
makan
gigi 2. Jadwalkan waktu defekasi
3. Ketidakcukupan Bersama pasien
diet 3. Sediakan makanan tinggi
4. Ketidakcukupan serat
asupan serat Edukasi
5. Ketidakcukupan
asupan cairan 1. Jelaskan jenis makanan
6. Aganglionik yang membantu
(mis. penyakit meningkatkan keteraturan
peristaltik usus
Hircsprung)
2. Anjurkan mencatat warna,
7. Kelemahan otot frekuensi, konsistensi, feses
abdomen volume
3. Anjurkan peningkatan
Gejala dan Tanda aktivitas fisik, sesuai
Mayor toleransi
4. Anjurkan pengurangan
Subjektif asupan makanan yang
meningkatkan pembentukan
gas
1. Defekasi kurang 5. Anjurkan mengkonsumsi
dari 2 kali makanan yang mengandung
seminggu serat tinggi
2. Pengeluaran 6. Anjurkan tingkatkan asupan
fases lama dan cairan, jika tidak ada
sulit kontraindikasi
Kolaborasi
Objektif
1. Kolaborasi pemberian obat
1. Feses keras supositoria anal, bila perlu
2. Peristalitik usus
Manajemen Konstipasi
menurun
Observasi
Gejala dan Tanda
1. Periksa tanda dan gejala
Minor
konstipasi
2. Periksa pergerakan usus,
Subjektif Fitur feses (konsistensi,
bentuk, volume, dan warna)
1. Mengejan saat 3. Identifikasi faktor risiko

15
konstipasi (mis: obat-
defekasi obatan, tirah baring, dan
diet rendah serat
Objektif 4. Pantau tanda dan gejala
ruptur usus dan/atau
1. Distensi peritonitis
abdomen Terapeutik
2. Kelemahan
umum 1. Anjurkan diet serat tinggi
2. Lakukan masase abdomen,
3. Teraba massa
jika perlu
pada rektal 3. Lakukan evaluasi feses
secara manual, jika perlu
4. Berikan enema atau irigasi,
jika perlu
Edukasi

1. Jelaskan etiologi masalah


dan alasan Tindakan
2. Anjurkan peningkatan
asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
3. Latih buang air besar secara
teratur
4. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi

1. Konsultasikan dengan tim


medis tentang
penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus
2. Kolaborasi penggunaan
obat pencahar, jika perlu
2. Nyeri akut Setelah dilakukan MANAJEMEN NYERI
tindakan keperawatan, (I.08238)
DEFINISI maka kriteria hasil yang Observasi
Pengalaman diharapkan adalah :
1. lokasi, karakteristik, durasi,
sensorik atau 1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
emosional yang menurun intensitas nyeri
berkaitan dengan 2. Meringis menurun
2. Identifikasi skala nyeri
kerusakan jaringan 3. Mual menurun
4. Muntah menurun 3. Identifikasi respon nyeri
aktual atau
5. Frekuensi nadi non verbal
fungsional, dengan
membaik 4. Identifikasi faktor yang
onset mendadak
6. Pola napas memperberat dan
atau lambat dan membaik

16
berintensitas ringan 7. Tekanan darah menambah nyeri
hingga berat yang membaik 5. Identifikasi pengetahuan
berlangsung kurang 8. Nafsu makan dan keyakinan tentang
membaik
dari 3 bulan. nyeri
9. Pola tidur membaik
6. Identifikasi pengaruh
PENYEBAB
budaya terhadap respon
nyeri
1. Agen pencedera
7. Identifikasi pengaruh nyeri
fisiologis (mis.
pada kualitas hidup
Inflamasi,
8. Pantau keberhasilan terapi
iskemia,
komplementer yang sudah
neoplasma)
diberikan
2. Agen pencedra
9. Pantau efek samping
kimiawi (mis.
penggunaan analgetik
Terbakar, bahan
kimia iritan)
Terapeutik
3. Agen pencidra
fisik (mis. 1. Berikan teknik
Abses, trauma, nonfarmakologis untuk
amputasi, mengurangi rasa nyeri (mis.
terbakar, TENS, hipnosis, akupresur,
terpotong, terapi musik, biofeedback,
mengangkat terapi pijat, terapi aroma,
teknik imajinasi
berat,prosedur
terbimbing, kompres
operasi,trauma, hangat/dingin, terapi
latihan fisik bermain)
berlebihan 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Melakukan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan pemantauan nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk

17
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, bila perlu

PEMBERIAN ANALGETIK
(I.08243)

Observasi

1. Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi
obat
3. Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik (mis.
Narkotika, non-narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Pantau tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Pantau efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
2. Melakukan penggunaan
infus kontinu, atau opioid
bolus untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
4. Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan

Edukasi
1. Menjelaskan efek terapi
dan efek samping obat

18
2. Kolaborasi
3. Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

d. Evaluasi
Dokumentasi evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien
terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawat
dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan.
Dokumentasi evaluasi berisikan perkembangan tiap-tiap masalah yang telah dilakukan
tindakan, dan disusun oleh semua anggota yang terlibat dengan menambahkan catatan
perkembangan pada lembar yang sama. Acuan penulisan menggunakan SOAP
(Hidayat, 2011).

19
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.


Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI) , Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI) , Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI) , Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

NANDA. (2012). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2012-2015.


Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


Keperawatan Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta

Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


Keperawatan Edisi 6 Salemba Medika : Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai