Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ELIMINASI FEKAL

NAMA : RAMAINI S
NIM : 1907149010265

CI AKADEMIK

Ns.Marlina Andriani,S.kep,M.kep

PROFESI NERS STIKES YARSI SUMBAR


BUKITTINGGI TAHUN 2020/202

1
KATA PENGANTAR

Assamualaikum Wr.wb.

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT


yang telah memberika rahmat,taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan Laporan pendahuluan ini. Shalawat beserta
salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada
umat manusia.

Laporan pendahuluan ini disusun guna memenuhi tugas mata


kuliah KDP dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu
pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.

Laporan pendahuluan ini kami susun dengan segala kemampuan


kami dan semkasimal mungkin. Namun, kami menyadari bahwa
penyusunan laporan pendahuluan ini tentu tidaklah sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami mohon saran dan
masukan dari semua yang membaca laporan pendahuluan ini terutama
dosen mata kuliah KDP yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk
kami.

Payakumbuh, April 2020

Ramaini S

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................1
BAB II PENBAHASAN
A. Pengertian Eliminasi Fekal........................................................3
B. Fisiologi Depekasi Eliminasi Fekal...........................................3
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal................7
D. Masalah-Masalah Yang Terjadi Eliminasi Fekal....................12
E. Proses Keperawatan.................................................................19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................28
B. Saran........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA........................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa

feses (bowel). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal

ini juga disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang

sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.

Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik

mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam

rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk

defekasi.

Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi

tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah

pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus

tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan

masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari

perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit

dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka

menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas

toilet yang normal.

Lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan

perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk

menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi

yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi. Eliminasi

1
produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek penting untuk fungsi

normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem

gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Eliminasi Fekal

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa

urin atau feses. Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau pengeluaran

sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui

anus. Perawat sering kali menjadi tempat konsultasi atau terlibat dalam

membantu klien yang mengalami eliminasi.

B. Fisiologi Defekasi.

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum, sedangkan

fisiologi defekasi adalah mekanisme perjalanan makanan hingga akhirnya

keluar menjadi feses melalui anus dalam proses defekasi. Frekuensi defekasi

sangat bersifat individual, yang beragam dari beberapa kali sehari hingga dua

atau tiga kali seminggu. Jumlah yang dikeluarkan juga bervariasi pada setiap

orang. Jika gelombang peristaltic menggerakkan feses ke kolon sigmoid dan

rektum,saraf sensorik di rektum di stimulasi dan individu menjadi ingin

defekasi. Jika sfingter anal internal relaks, maka feses akan bergerak menuju

anus. Setelah individu di dudukkan pada toilet, sfingter anal eksternal akan

berelaksasi secara volunter. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot

abdomen dan diagfragma, yang meningkatkan tekanan abdomen dan oleh

kontraksi otot dasar panggul, yang memindahkan feses ke saluran anus.

Berikut ini akan dibahas secara singkat organ-organ yang berperan dalam

sistem pencernaan beserta fungsinya.

1. Mulut

3
Proses pertama dalam sistem pencernaan berlangsung di mulut. Makanan

akan dipotong, diiris, dan dirobek dengan bantuan gigi. Makanan yang masuk

ke mulut dipotong menjadi bagian yang lebih kecil agar mudah di telan dan

untuk memperluas permukaan makanan yang akan terkena enzim. Setelah

makanan dipotong menjadi bagian yang lebih kecil, maka selanjutnya

makanan akan diteruskan ke faring dengan bantuan lidah.

2. Faring

Faring adalah rongga dibelakang tenggorokan yang berfungsi dalam

sistem pencernaan dan pernafasan. Dalam sistem pencernaan, faring

berfungsi sebagai penghubung antara mulut dan esofagus.

3. Esofagus

Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus yang terbentang antara

faring dan lambung. Pada saat menelan, makanan akan dipicu oleh

gelombang peristaltik yang akan mendorong bolus menelusuri esofagus dan

masuk ke lambung.

4. Lambung

Lambung adalah organ yang terletak antara esofagus dan usus halus. Di

dalam lambung makanan yang masuk akan disimpan lalu disalurkan ke usus

halus. Sebelum makanan masuk ke usus halus, makanan terlebih dahulu akan

dihaluskan dan dicampurkan kembali sehingga menjadi campuran cairan

kental yang biasa disebut dengan kimus. Lambung menyalurkan kimus ke

usus halus sesuai dengan kapasitas usus halus dalam mencerna dan menyerap

4
makanan dan biasanya satu porsi makanan menghabiskan waktu dalam

hitungan menit.

5. Usus halus

Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan penyerapan

berlangsung.

6. Usus besar

Usus besar adalah organ pengering dan penyimpan makanan. Kolon

mengekstrasi H2O dan garam dari isi lumennya untuk membentuk masa padat

yang disebut feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan feses

sebelum defekasi. Kolon terdiri dari 7 bagian, yaitu sekum, kolon asendens,

kolon transversal, kolon desendens, kolon sigmoid, rektum dan anus.

Usus besar adalah sebuah saluran otot yang dilapisi oleh mukosa. Serat

otot yang dilapisi oleh membrane mukosa. Serat otot berbentuk sikular dan

longitudinal yang memungkinkan usus membesar dan berkontraksi melebar

dan memanjang. Otot longitudinal lebih pendek dibandingkan kolon, oleh

karena itu usus besar membentuk kantung atau yang biasa disebut dengan

haustra. Kolon juga memberi fungsi perlindungan karena mensekresikan

lendir.

Lendir ini berperan untuk melindungi usus besar dari trauma akibat

pembentukan asam di dalam feses dan berperan sebagai pengikat yang akan

menyatukan materi fekal. Lendir ini juga akan melindungi usus besar dari

aktifitas bakteri.

Di dalam usus besar terdapat 3 tipe pergerakan yaitu gerakan haustral

churning, peristalsis kolon, peristalsis masa. Gerakan haustral churning akan

5
menggerakan makanan ke belakang dan ke depan yang berperan untuk

menyatukan materi feses, membantu penyerapan air dan untuk menggerakan

isi usus kedepan. Gerakan peristalsis kolon adalah gerakan yang menyerupai

gelombang yang akan mendorong isi usus kedepan. Gerakan ini sangat

lambat dan diduga sangat sedikit menggerakan materi feses tersebut

disepanjang usus besar. Yang ketiga adalah gerakan peristalsis massa.

Gerakan ini melibatkan suatu gerakan kontraksi yang sangat kuat sehingga

menggerakkan sebagian besar kolon. Biasanya gerakan ini terjadi setelah

makan, distimulasi oleh keberadaan makanan di dalam lambung dan usus

halus. Gerakan peristalsis massa hanya terjadi beberapa kali dalam sehari

pada orang dewasa.

7. Rektum dan Anus

Rektum pada orang dewasa biasanya memiliki panjang 10 – 15 cm

sedangkan saluran anus memiliki panjang 2,5 – 3 cm. Di dalam rektum

terdapat lipatan-lipatan yang dapat meluas secara vertical. Setiap lipatan

vertikal berisi sebuah vena dan arteri. Diyakini bahwa lipatan ini membantu

6
menahan feses di dalam rektum. Jika vena mengalami distensi seperti yang

dapat terjadi jika terdapat tekanan berulang.

Saluran anus diikat oleh otot sfingter internal dan eksternal. Sfingter

internal berada dibawah kontrol involunter dan dipersarafi oleh sistem saraf

otonom, sedangkan sfingter eksternal berada di bawah kontrol volunter dan

dipersarafi ooleh sistem saraf somatik.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal

Pada defekasi bertahap dalam kehidupan yang berbeda. Keadaan diet,

asupan dan haluran cairan, aktivitas, faktor psikologis, gaya hidup,

pengobatan dan prosedur medis, serta penyakit juga mempengaruhi defekasi.

1. Perkembangan

Bayi yang baru lahir, batita, anak – anak,dan lansia adalah

kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam pola eliminasi.

7
a. Bayi yang baru lahir

Mekonium, adalah materi feses pertama yang dikeluarkan oleh bayi

baru lahir, normalnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah lahir. Bayi

sering mengeluarkan feses, sering kali setiap sesudah makan. Karena

usus belum matur, air tidak diserap dengan baik dan feses menjadi

lunak, cair, dan sering dikeluarkan. Apabila usus telah matur, flora

bakteri meningkat. Setelah makanan padat diperkenalkan, feses menjadi

lebih keras dan frekuensi defekasi berkurang.

b. Batita

Sedikit kontrol defekasi telah mulai dimiliki pada usia 1 ½ sampai 2

tahun. Pada saat ini anak – anak telah belajar berjalan dan sistem saraf

dan sistem otot telah terbentuk cukup baik untuk memungkinkan

kontrol defekasi. Keinginan untuk mengontrol defekasi di siang hari

dan untuk menggunakan toilet secara umum dimulai pada saat anak

menyadari ketidaknyamanan yang disebabkan oleh popok yang kotor

dan sensasi yang menunjukkan kebutuhan untuk defekasi. Kontrol di

siang hari umumnya diperoleh pada usia 2 ½ tahun., setelah sebuah

proses pelatihan eliminasi.

c. Anak usia sekolah dan remaja

Anak usia sekolah dan remaja memiliki kebiasaan defekasi yang

sama dengan kebiasaan mereka saat dewasa. Pola defekasi beragam

dalam hal frekuensi, kuantitas, dan konsistensi. Beberapa anak usia

sekolah dapat menunda defekasi karena aktivitas seperti bermain.

8
d. Lansia

Konstipasi adalah masalah umumpada populasi lansia. Ini,

sebagian, akibat pengurangan tingkat aktivitas, ketidakcukupan jumlah

asupan cairan dan serat, serta kelemahan otot. Banyak lansia percaya

bahwa “keteraturan” berarti melakukan defekasi setiap hari. Mereka

yang tidak memenuhi kriteria ini sering kali mencari obat yang dijual

bebas untuk meredakan kondisi yang mereka yakini sebagai konstipasi.

Lansia harus dijelaskan bahwa pola normal eliminasi fekal sangat

beragam.

Bagi beberapa orang dapat setiap dua hari sekali bagi orang lain,

dua kali dalam satu hari. Kecukupan serat dalam diet, kecukupan

latihan, dan asupan cairan 6 sampai 8 gelas sehari merupakan upaya

pencegahan yang essensial terhadap konstipasi. Berespons terhadap

refleks gastrokolik (peningkatan peristalsis kolon setelah makanan

memasuki lambung) juga merupakan pertimbangan yang sangat

penting. Individu paruh baya harus diperingatkan bahwa penggunaan

laksatif secara konsisten akan menghambat refleks defekasi alamiah dan

diduga menyebabakan konstipasi dan bukan menyembuhkannya.

2. Diet

Bagian massa (selulosa, serat) yang besar di dalam diet dibutuhkan

untuk memberikan volume fekal. Diet lunak dan diet rendah serat

berkurang memiliki massa dan oleh karena itu kurang menghasilkan

sisa dalam produk buangan untuk menstimulasi refleks defekasi.

Makanan tertentu sulit atau tidak mungkin untuk dicerna oleh beberapa

9
orang. Ketidakmampuan ini menyebabkan masalah pencernaan dan

dalam beberapa keadaan dapat menghasilkan feses yang encer.

3. Cairan

Bahkan jika asupan cairan atau haluaran (misalnya urine atau

muntah) cairan berlebihan karena alasan tertentu, tubuh terus akan

menyerap kembali cairan dari kime saat bergerak di sepanjang kolon.

Kime jadi lebih lebih kering dibandingkan normal, menghasilkan feses

yang keras. Selain itu pengurangan asupan cairan memperlambat

perjalanan kimedisepanjang usus, makin meningkatkan penyerapan

kembali cairan dari kime.

4. Aktivitas

Aktivitas menstimulasi peristalsis, sehingga memfasilitasi

pergerakan kimedisepanjang kolon. Otot abdomen dan panggul yang

lemah sering kali tidak efektif dalam meningkatkan tekanan intra

abdomen selama defekasi atau dalam mengontrol defekasi.

5. Faktor psikologis

Beberapa orang yang merasa cemas atau marah mengalami

peningkatan aktivitas peristaltik dan selanjutnya mual dan diare.

Sebaliknya, beberapa orang yang mengalami depresi dapat mengalami

perlambatan motilitas usus, yang menyebabkan konstipasi. Bagaimana

seseorang berespons terhadap keadaan emosional ini adalah hasil dari

perbedaaan individu dalam respons sistem saraf enterik terhadap vagal

dari otak.

10
6. Kebiasaan defekasi

Pelatihan defekasi sejak dini dapat membentuk kebiasaan defekasi

pada waktu yang teratur. Banyak orang yang melakukan defekasi

setelah sarapan, saat refleks gastrokolik menyebabkan gelombang

peristaltik massa di usus besar.

7. Obat-obatan

Beberapa orang memiliki efek samping yang dapat mengganggu

eliminasi normal. Beberapa obat menyebabkan diare: obat lain seperti

obat penenang tertentu dalam dosis besar dan pemberian morfin dan

kodein secara berulang, menyebabkan konstipasi karena obat tersebut

menurunkan aktivitas gastrointestinal melalui kerjanya pada sistem

saraf pusat.

8. Proses diagnostik

Sebelum prosedur diagnostik tertentu seperti visualisasi kolon,

klien dilarang sssssmengomsumsi makanan atau minuman. Bilas enema

dapat dilakukan pada klien sebelum pemeriksaan. Dalam kondisi ini,

defekasi normal biasanya tidak akan terjadi sampai klien mengomsumsi

makanan kembali.

9. Anastesia dan pembedahan

Anestesi umum menyebabkan pergerakan kolon normal berhenti

atau melambat dengan menghambat stimulasi saraf parasimpatis ke otot

kolon. Klien yang mendapatkan anastesia regional atau spinal

kemungkinan lebih jarang mengalami masalah ini. Pembedahan yang

melibatkan penanganan usus secara langsung dapat menyebabkan

11
penghentian pergerakan usus secara sementara. Kondisi ini disebut

ileus.

10. Kondisi patologis

Cedera medula spinalis dan cedera kepala dapat menurunkan

stimulasi sensorik untuk defekasi. Hambatan mobilitas dapat membatasi

kemampuan klien untuk merespons terhadap desakan defekasi dan klien

dapat mengalami konstipasi, atau seorang klien dapat mengalami

inkontinensia fekal karena buruknya fungsi sfingter anal.

11. Nyeri

Klien yang tidak mengalami ketidaknyamanan saat defekasi sering

menekan keinginan akibat defekasinya untuk menghindari nyeri.

Akibatnya klien tersebut dapat mengalami konstipasi. Klien yang

meminum analgesik narkotik untuk mengatasi nyeri dapat juga

mengalami konstipasi sebagai efek samping obat tersebut.

D. Masalah-masalah Yang Terjadi Pada Eliminasi Fekal

Berikut ini adalah masalah umum yang terkait dengan eliminasi

fekal, yaitu:

1. Konstipasi

Konstipasi dapat didefinisikan sebagai defekasi kurang dari tiga

kali per minggu. Ini menunjukkan pengeluaran feses yang kering, keras

atau tanpa pengeluaran feses. Konstipasi terjadi jika pergerakan feses di

usus besar berjalan lambat, sehingga memungkinkan bertambahnya

waktu reabsorpsi cairan di usu besar. Konstipasi mengakibatkan

12
sulitnya pengeluaran feses dan bertambahnya upaya atau penekanan

otot-otot volunter defekasi.

Namun, sangat penting untuk mendefinisikan konstipasi terkait

dengan pola eliminasi regular sesorang. Beberapa orang secara normal

melakukan defekasi hanya beberapa kali seminggu; sementara orang

lain melakukan defekasi lebih dari satu kali sehari. Pengkajian cermat

mengenai kebiasaan seseorang dibutuhkan sebelum diagnosa konstipasi

dibuat.

Contoh Batasan Karakter Konstisipasi:

 Penurunan frekuensi defekasi

 Feses keras, kering, memiliki bentuk

 Mengejan saat defekasi; defekasi terasa nyeri

 Melaporkan tentang rasa penuh pada rektum atau mengejan atau

mengeluarkan feses secara tidak komplet.

 Nyeri abdomen, kram, atau distensi

 Penggunaan laksatif

 Penurunan nafsu makan

 Sakit kepala

Banyak penyebab dan faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi,

yaitu:

 Ketidakcukupan asuran serat

 Ketidakcukupan asuran cairan

 Ketidakcukupan aktivitas atau imobilitas

 Kebiasaan defekasi yang tidak teratur

13
 Perubahan rutinitas harian

 Kurangn privasi

 Penggunaan laksatif atau enema kronis

 Gangguan emosional seperti depresi atau kebingungan mental

 Medikasi seperti opiat atau garam zat besi.

Konstipasi dapat berbahaya bagi beberapa klien. Mengejan akibat

konstisipasi seringkali disertai dengan menahan napas. Manuver

Valsava ini dapat menyebabkan masalah serius pada penderita penyakit

jantung, cedera otak, atau penyakit pernapasan. Menahan napas

meningkatkan tekanan intratoraks dan intrakranial.

2. Impaksi Fekal

Impaksi fekal adalah suatu massa atau pengumpulan fese yang

keras didalam lipatan rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan

akumulasi materi fekal yang berkepanjangan. Pada impaksi berat, feses

terakumulasi dan meluas sampai ke kolon sigmoid dan sekitarnya.

Impaksi fekal dapat dikenali dengan keluarnya rembesan cairan fekal

(diare) dan tidak ad feses normal. Cairan feses merembes sampai keluar

dari massa yang terimpaksi. Impaksi dapat juga dikaji dengan

pemeriksaan rektum menggunakan jari tangan, yang sering kali dapat

mempalpasi massa yang mengeras.

Seiring dengan pembesaran cairan feses dan konstipasi, gejala

meliputi keinginan yang sering namun bukan keinginan yang produktif

untuk melakukan defeksi dan sering mengalami nyeri rektal. Muncul

14
perasaan umum menalami suatu penyakit; klien anoreksik, abdomen

menjadi terdistensi, dan dapt terjadi mual dan muntah.

Penyebab impaksi fekal biasanya adalah kebiasaan defekasi yang

bukruk dan konstipasi. Penggunaan barium dalam pemeriksaan

radiologi pada saluran pencernaanatas dan bawah juga menjasi sebuat

faktor penyebab. Oleh karena itu, setelah pemeriksaan ini, laksatif atau

enema biasanya digunakan untuk memastikan pengeluaran barium.

Pemeriksaan impaksi menggunakan jari di rektum harus dilakukan

secara lembut dan hati-hati. Walaupun pemeriksaan digital (jari tangan)

berada dalam ruang lingkup praktik keperawatan, beberapa kebijakan

lembaga memerlukan impaksi fekal secara digital.

Walaupun impaksi fekal secara umum dapat dicegah, kadng kala

dibutuhkan terapi untuk feses yang mengalami impaksi. Jika dicurigai

adanya impaksi fekal, klien sering kali diberikan suatu minyak sebagai

enema retensi, lalu diberikan enema pembersih pada 2 sampai 4 jam

kemudian, dan enema pembersih tambahan setiap hari, supositoria, atau

pelunak feses setiap hari. Jika upaya ini gagal, sering kali dibutuhkan

pengeluaran feses secara manual.

3. Diare

Diare menunjuk pada pengeluaran feses encer dan peningkatan

frekuensi defekasi. Diare merupakan kondisi yang berlawanan dengan

konstipasi dan terjadi akibat cepatnya pergerakan isi fekal di usus besar.

Cepatnya pergerakan kime mengurangi waktu usus besar untuk

menyerap kembali air dan elektrolit. Beberapa orang mengeluarkan

15
feses dengan frekuensi sering, tetapi diare tidak terjadi kecuali feses

relatif tidak terbentuk dan mengandung cairan yang berlebihan.

Seseorang yang mengalami diare sering kali merasa sulit atau tidak

mungkin mengendalikan keinginan defekasi dalam waktu yang sangat

lama. Diare dan ancaman inkontinensia merupakan sumber

kekhawatiran dan rasa malu. Sering kali kram spasmodik dikaitkan

dengan diare. Bising usus meningkat. Dengan diare persisten, biasanya

terjadi iritasi di dareah anus yang meluas ke perineum dan bokong.

Keletihan, kelemahan, lelah dan emasiasi (kurus dan lemah) merupakan

akibar dari diare yang berkepanjangan.

Apabila penyebab diare adalah karena adanya iritan di saluran

usus, diare diduga sebagai suatu mekanisme pembilasan pelindung.

Namun, diare dapat mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit

berat di dalam tubuh, yang dapat terjadi dalam periode waktu singkat

yang menakutkan, terutama pada bayi, anak kecil, dan lansia.

Penyebab utama diare dan respon fisiologi tubuh:

Penyebab Efek Fisiologis


Stress psikologis (mis.,
Meningkatkan motilitas usus dan sekresi lendir
ansietas)
Obat-obatan

Inflamasi dan infeksi mukosa akibat

Antibiotik pertumbuhan mikroorganisme usus yang

berlebihan

Zat Besi Iritasi mukosa usus

16
Katartik Iritasi mukosa usus
Alergi terhadap makanan, Pencernaan makann atau cairan yang tidak

cairan, obat-obatan komplet


Intoleransi terhadap makanan
Peningkatan motilitas usus dan sekresi lendir
atau cairan
Penyakit kolon (mis., Penurunan cairan absorpsi

Sindrom malabsorpsi Inflamasi mukosa sering kali menyebakan

penyakit Crohn) pembentukan tukak


Feses bersifat asam dan mengandug enzim pencernaan yang sangat

mengiritasi kulit. Oleh karena itu, area di sekitar area anus harus dijaga

tetap bersih dan kering dan dilindungi dengan zink oksida atau salep

lain. Selain itu, pengumpul fekal dapat digunakan.

4. Inkontinensia Alvi

Inkontinensia alvi (bowel), atau disebut juga inkontinensia fekal,

adalah hilangnya kemampuan volunter untuk mengontrol pengeluaran

fekal dan gas dari spingter anal. Inkontinensia dapat terjadi pada waktu-

waktu tertentu, seperti setelah makan, atau dapat terjadi secara tidak

teratur. Dua tipe inkontinensia alvi digambarkan: parsial dan mayor.

Inkontinensia parsial adalah ketidakmampuan untuk mengontrol flatus

atau mencegah pengotoran minor.

Inkontinensia mayor adalah ketidakmampuan untuk mengontrol

feses pada konsistensi normal. Inkontinensia fekal secara umum

dihubungkan dengan gangguan fungsi sfingter anal atau suplai sarafnya,

seperti beberapa penyakit neuromuskular, trauma medula spinalis, dan

tumor pada otot sfingter anal eksternal.

17
Inkontinensia fekal adalah masalah yang membuat distres

emosional yang pada akhirnya dapat menyebabkan isolasi sosial.

Penderita dapat menarik diri ke dalam rumahnya, atau jika di rumah

sakit, mereka tetap berada di dalam kamar mereka meminimalkan rasa

malu akibat pengotoran oleh fekal. Beberapa prosedur bedah digunakan

untuk penatalaksanaan inkontinensia fekal. Penatalaksanaan ini

meliputi perbaikan sfingter dan disversi fekal atau kolostomi.

5. Flatulens

Terdapat tiga sumber utama flatus:

a. Kerja bakteria dalam kime di usus besar.

b. Udara yang tertelan

c. Gas yang berdifusi di antara aliran darah dan usus.

Sebagian besar gas yang tertelan akan dikeluarkan melalui mulut

dengan sendawa. Namun, sejumlah gas dapat terkumpul di perut, yang

menyebabkan distensi lambung. Gas yang terbentuk di usus besar

terutama diabsobsi melalui kapiler usus ke sirkulasi. Flatulens adalah

keberadaan flatus yang berlebihan di usus dan menyebabkan

peregangan dan inflasi usus (distensi usus). Flatulens dapat terjadi di

kolon akibat beragam penyebab, seperti makanan (mis., kol, bawang

merah), bedah abdomen, atau narkotik.

Apabila gas dikeluarkan dengan meningkatkan aktivitas kolon

sebelum gas tersebut dapat diabsobsi, gas dapat dikeluarkan melalui

anus. Apabila gas yang berlebihan tidak dapat dikeluarkan melalui

anus, mungkin perlu memasukkan slang rektal untuk mengeluarkannya.

18
E. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan,

perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik

abdomen, menginspeksi karikteristik feses, dan meninjau kembali hasil

pemeriksaan yang berhubungan

a. Riwayat keperawatan

Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan faktor-

faktor yang mempengaruhi eliminasi.

 Penentuan pola eliminasi klien yang biasa, termasuk frekuensi dan

waktu defekasi dalam sehari.

 Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi

normal. Contoh rutinitas tersebut adalah konsumsi cairan panas,

penggunaan laksatif, pengonsumsian makanan tertentu, atau

mengambil waktu untuk defekasi selama kurun waktu tertentu

dalam satu hari.

 Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi

 Deskripsi klien tentang karakteristik feses. Perawat menentukan

wama khas feses, konsistensi feses yang biasanya encer atau padat

atau lunak atau keras

 Riwayat diet. Perawat menetapkan jenis makanan yang klien

inginkan dalam sehari. perawat menghitung penyajian buah-

buahan, sayur-sayuran, sereal, dan roti

19
 Gambaran asupan cairan setiap hari. Hal ini meliputi tipe dan

jumlah cairan

 Riwayat olahraga. perawat meminta klien menjelaskan tipe dan

jumlah olahraga yang dilakukannya setiap hari secara spesifik

 Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan di rumah. Perawat

mengkaji apakah klien menggunakan enema, laksatif, atau

makanan khusus sebelum defekasi.

 Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran

GI. Informasi ini seringkali dapat membantu menjelaskan gejala-

gejala yang muncul.

 Keberadaan dan status diversi usus. Apabila klien memiliki ostomi,

perawat mengkaji frekuensi drainase feses, karakter feses,

penampilan dan kondisi stoma

 Riwayat pengobatan. Perawat menanyakan apakah klien

mengonsumsi obat-obatan (seperti laksatif, antasid, suplemen zat

besi, dan analgesik) yang mungkin mengubah defekasi atau

karakteristik feses.

 Status emosional. Emosi klien dapat mengubah frekuensi defekasi

secara bermakna. Selama pengkajian, observasi emosi klien, nada

suara, dan sikap yang dapat menunjukkan perilaku penting yang

mengindikasikan adanya stres.

 Riwayat sosial. Klien mungkin memiliki banyak aturan dalam

kehidupannya. Tempat klien tinggal dapat mempengaruhi

kebiasaan klien dalam defekasi dan berkemih.

20
 Mobilitas dan ketangkasan. Mobilitas dan ketangkasan klien perlu

dievaluasi untuk menentukan perlu tidaknya peralatan atau

personel tambahan untuk membantu klien.

b. Pengkajian fisik

Perawat melakukan pengkajian fisik system dan fungsi tubuh yang

kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.

 Mulut.

Pengkajian meliputi inspeski gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang buruk

atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah.

 Abdomen.

 Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk

melihat warna, bentuk,kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi

juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang

peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena, stoma,

dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristalis tidak

terlihat. Namun, gelombang peristaltik yang terlihat dapat

merupakan tanda adanya obstruksi usus

 Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan

stetoskop untuk mengkaji bising usus di setiap kuadran.

Bising usus normal terjadi setiap 5 sampai 15 detik dan

berlangsung selama ½ sampai beberapa detik. Sambil

mengauskultasi, perawat. Memperhatikan karakter dan

frekuensi bising usus

21
Peningkatan nada hentakan pada bising usus atau bunyi

"tinkling" (bunyi gemerincing) dapat terdengar, jika terjadi

distensi.

Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif

(bising usus kurang dari lima kali per menit) terjadi jika klien

menderita ileus paralitik, seperti yang terjadi pada klien

setelah menjalani pembedahan abdomen.

Bising usus yang bernada tinggi dan hiperaktif (bising

usus 35 kali atau lebih per menit) terjadi pada obstruksi usus

dan gangguan inflamasi.

 Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa

atau area nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks.

Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi

organ atau masa yang berada di bawah abdomen tersebut

 Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas di dalam abdomen.

 Rektum

Perawat menginspeksi daerah di sekitar anus untuk melihat adanya lesi,

perubahan warna, inflamasi, dan hemoroid. Untuk memeriksa rektum, perawat

melakukan palpasi dengan hati-hati. Setelah mengenakan sarung tangan sekali

pakai, perawat mengoleskan lubrikan ke jari telunjuk. Kemudian perawat

meminta klien mengedan dan saat klien melakukannya, perawat memasukkan

jari telunjuknya ke dalam sfingter anus yang sedang relaksasi menuju

umbilikus klien. Sfingter biasanya berkonstriksi mengelilingi jari perawat.

Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rektum klien dengan metode

22
tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang tidak teratur.

Mukosa rektum normalnya lunak dan halus.

c. Pemeriksaan lab

 Tes Guaiak, yaitu pemeriksaan darah samar di feses (fecal occult

blood testing, FOBT), yang menghitung jumlah darah mikroskopik

di dalam feses. Tes guaiak membantu memperlihatkan darah yang

tidak terdeteksi secara visual

 Visualisasi langsung, Instrumen yang dimasukkan ke dalam

mulut_(memperlihatkan saluran Gllagian atas atau upper GI, UGI)

atau rektum (memperlihatka-n saluran GI bagian bawah)

memungkinkan dokter menginspeksi integritas lendir, pembuluh

darah; dan bagian orgun tubuh

 Endoskop fiberoptik merupakan sebuah instrumen optic yang

dilengkapi dengan lensa pengamat, selang fleksibel yang panjang,

dan sebuah sumber cahaya pada bagian ujungnya. Alat ini

memungkinkun penempatan struktur pada ujung selang dan

pemasukkan instrumen khusus untuk biopsi.

 Visualisasi tidak langsung, apabila visualisasi tidak memungkinkan

(seperti struktur GI yang lebih dalam), dokter mengandalkan

pemeriksaan sinar-X tidak langsung. Klien menelan media kontras

atau media diberikan sebagai enema Salah satu media yang paling

umum digunakan adalah barium, suatu substansi radioopaq

berwarna putih menyerupai kapur, yang diminumkan ke klien

23
seperti milkshake. Barium digunakan dalam pemeriksaan UGI dan

barium enema.

 Media kontras biasanya dilengkapi dengan penyedap rasa agar

rasanya lebih baik.

2. Diagnosa Keperawatan

Contoh diagnose keperawatan menurut SDKI:

a. Konstipasi b.d

 Penurunan motilitas gastrointestinal

 Ketidakcukupan asupan diet /serat / cairan

 Aganglionik ( mis. Penyakit hircsprung )

 Kelemahan otot abdomen

b. Diare yang berhubungan dengan :

 Stress dan ansietas

 Asupan diet

c. Deficit perawatan diri (toileting) yang berhubungan dengan :

 Penurunan kekuatan dan daya tahan tubuh

 Intoleransi aktivitas

3. Intervensi

No Data Dx Keperawatan Intervensi Keperawatan


dan KH
1. Ds: Konstipasi b.d Observasi :
 Defekasi Kurang Dari  Penurunan motilitas  Periksa tanda gejala konstipasi
2 Kali Seminggu gastrointestinal  Periksa peristaltik usus
 Pengeluaran Feces  Ketidakcukupan  Identifikasi masalah usus dan pengunaan obat
Lama Dan Sulit asupan diet /serat / pencahar
 Mengejan Saat cairan  Monitor buang air besar
Defekasi  Aganglionik ( mis.  Monitor tanda dan gejala diare Monitor tanda
 Nyeri Pada Saat Penyakit hircsprung dan gejala ruptur usus dan atau peritonitis
Defekasi  Kelemahan otot Terapeutik :
DO: abdomen
 Feces keras  Berikan air hangat setelah makan

24
 Bising usus menurun  Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
 Distensi abdomen Tujuan :  Sediakan makanan tinggi serat
 Kelemahan umum Proses defekasi klien  Lakukan masase abdomen, jika perlu
 Teraba massa pada normal disertai dengan  Berikan enema, irigasi, jika perlu
rektal pengeluaran feces  Latih BAB secara teratur
mudah dan kosistensi,
frekwensi serta bentuk Edukasi :
normal jangka waktu
………..X 24 jam  Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
 Jelaskan jenis makanan yang membantu
Kriteria Hasil: meningkatkan keteraturan peristaltik usus
 Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
Subjektif: konsistensi, volume feces
Kontrol pengeluaran  Anjurkan meningkatkan aktivitas, sesuai
feces meningkat dengan toleransi
Keluhan defekasi lama  Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi serat
dan sulit menurun  Anjurkan pengurangan makanan yang
Objektif: meningkatkan produksi gas
Mengejan saat  Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika
defekasi menurun tidak ada kontra indikasi
Distensi abdomen
menurun Kolaborasi :
  Kolaborasi pemberian obat sipositoria anal, jika
Tak teraba massa pada perlu
rectal
Urgency menurun
Nyeri abdomen
menurun
Kram abdomen
menurun
Konsistensi feces
normal
Frekuensi feces
normal
eristaltik usus normal

2. Data Subjektif Diare b.d Observasi :


 Identifikasi penyebab diare (mis. Inflamasi,
 Urgensi Fisiologis iritasi gatrointestinal
 Nyeri / kram  profes infeksi, malabsorbsi, ansietas, stres, efek
abdomen Inflamasi obat-o batan)
gabtrointestinal  Identifikasi riwayat pemberian makan
Data Objektif  Malabsorpsi  Indentifikasi gejala invaginasi (mis. Tangisan
Iritasi gastrointestinal keras, kepucatan pada bayi
 Defekasi lebih dari Proses infeksi  Monitor warna, volume, frekuensi dan
tiga kali dalam 24 konsistensi tinja
jam Psikologis  Monitor tanda dan gejala hipovolemia ( mis.
 Feces lembek atau Tchikardi, nadi teraba
cair Kecemasan  lemah, TD turun, turgor kulit turun, mukosa
 Frekuensi Tingkat stres tinggi mulut kering, CRT melambat, BB turun)
Peristaltik  Monitor iritasi dan ulcerasi perineal
meningkat Situasional
 Bising usus Terapeutik :
hiperaktif Terpapar kontaminan
 Turgor kulit buruk Terpapar toksik  Berikan asupan cairan oral (mis. Larutam gula,
 Membran mukosa Penyalahgunaan oralit, pedialyte, dll)
kering laksatif  Pasang jalur intravena, berikan cairan intravena
 Volume urin Penyalahgunaan zat  Ambil sampel darah untuk pemeriksaan labor,
menurun/ pekat Program pengobatan  Ambil kultur feces, jika perlu
Perubahan air dan
makanan Edukasi :
Bakteri pada air

25
 Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara
Tujuan : bertahap
 Anjurkan menghindari makanan pembentuk
Klien melaporkan pola gas, pedas dan mengadung laktosa
normal BAB membaik  Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
dalam jangka waktu
……………... 24 jam Kolaborasi :

Kriteria Hasil  Kolaborasi pemberian antimotilitas


 Kolaborasi pemberian pengeras feces
Subjektif:

Kontrol pengeluaran
feces meningkat
Keluhan defekasi
lama dan sulit
menurun
Melaporkan
pengontrolan
pengeluaran feces
membaik

Objektif:

Mengejan saat
defekasi menurun
Distensi abdomen
menurun
Tak teraba massa pada
rectal
Nyeri abdomen
menurun
Kram abdomen
menurun
Konsistensi feces
normal
Frekuensi feces
normal
Peristaltik usus
normal
Data subjektif : Defisit perawatan Observasi :

diri b.d: Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
 Klien mengatakan
 Gangguan sesusi usia
tidak mampu 
musculoskeletal Monitor tingkat kemandirian
melakukan 
 Gangguan Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri
perawatan diri 
neuromuscular Identifikasi diit dan kemampuan menelan
 Menolak untuk 
Monitor status hidrasi pasien
 kelemahan
melakukan perawatn
diri  Gangguan psikologis
dan atau psikotik Terapeutik :
Data Objektif : 
Sediakan lingkungan yang terapuitik
 Penurunan 
 Tidak mampu mandi motivasi/minat Atur posisi yang nyaman

atau mengenakan Siapkan keperluan pribadi

pakaian Tujuan : Jaga privasi pasien

 Tidak mampu Dampingi saat melakukan perawatan diri
makan, minum, Kebutuhan perawatan sampai mandiri

toliet secara mandiri diri klien terpenuhi Fasilitasi kemandirian

 Minat untuk dalam jangka waktu Jadwalkan rutinitas perawatan

melakukan perawatn ……….. x 24 jam Libatkan keluarga
diri kurang
 Gangguan neurologi Kriteria evaluasi : Edukasi :

berupa….. Ajarkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
 Gangguan Subyektif: 
Verbalisasi Ajarkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu
musculoskeletal

26
berupa….. keinginan Kolaborasi :
melakukan ……………………………………………………
perawatan diri .
meningkat
Verbalisasi minat
melakukan
perawatan diri
meningkat

Objektif:

 Kemampuan mandi
meningkat
 Kemampuan
mengenakan pakaian
meningkat
 Kemampuan makan
meningkat
 Kemampuan ke toilet
meningkat
 Mempertahankan
kebersihan diri /
mulut meningkat

BAB III

27
PENUTUP

A. Kesimpulan

Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh

berupa bowel (feses). Faktor yang mempengaruhi eleminasi fecal yaitu, usia,

diet, asupan Cairan, aktivitas Fisik, faktor Psikologis, kebiasaan pribadi,

Posisi Selama Defekasi, Nyeri, Kehamilan, Pembedahan dan Anestesia, Obat-

obatan, Pemeriksaan Diagnostik. Dengan kita mengetahui faktor-faktor

tersebut akan mempermudah saat kita melakukan asuhan keperawatan.

B. Saran  

Semoga makalahini dapat menjadi bahan pembelajaran agar kita dapat

mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan eliminasi fekal.

DAFTAR PUSTAKA

28
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2.

Jakarta: EGC.

Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Edisi 8. Jakarta : EGC

M. Wilkinson, Judith dan R.A, Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan

Edisi 9. Jakarta: EGC

29

Anda mungkin juga menyukai