Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II ATRESIA ANI

Untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu: Natalia Devi Oktrarina,S.Kep.,Ns,M.Kep.,Sp.Kep.

Disusun Oleh :

1. Fira Ila Mafa Ida (010117A034)


2. Liyan Andriani (010117A050)
3. Luluk Fuadah (010117A051)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur terhadap kehadirat Allah swt, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Makalah yang berjudul “makalah asuhan keperawatan anak II atresia ani”
tugas ini dibuat untuk memenuhi syarat pembelajaran Mata Kuliah Keperawatan
Anak II.
Penulis menyadari bahwa makalah yang ditulis ini masih banyak
kesalahan dan kekurangannya. Oleh sebab itu penulis penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga tugas ini dapat memberikan maanfat bagi pembaca dan terutama
bagi penulis sendiri. Apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan bagi
pembaca kami mohon maaf sebesar-besarnya.

Ungaran, 13 September 2019

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan ......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi fisiologi ........................................................................ 3
B. Pengertian .................................................................................... 6
C. Etiologi ........................................................................................ 6
D. Manifestasi Klinis ....................................................................... 7
E. Klasifikasi ................................................................................... 9
F. Patofisiologi ................................................................................ 11
G. Phatway ....................................................................................... 13
H. Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 14
I. Komplikasi .................................................................................. 15
J. Penatalaksanaan .......................................................................... 15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian .................................................................................. 21
B. Diagnosa keperawatan ............................................................... 22
C. Intervensi .................................................................................... 23
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 30
B. Saran ........................................................................................... 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1: 5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan
syndrom VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat
kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi
saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat
atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan
saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan
atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang tergolong rendah angka
kejadiannya dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian
di Amerika Serikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang didapatkan
kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran hidup,
dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil,
maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia
ani. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap
tahunnya ke RSUPN CiptoMangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki:
perempuan adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk
Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian 1,5 dalam
10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran. Menurut catatan

1
Swenson,81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan
Richardson danBrown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit
ini yakni ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga.

B. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian
2. Menjelaskan tentang tanda gejala
3. Menjelaskan tentang klasifikasi
4. Menjelaskan tentang etiologi
5. Menjelaskan tentang manifestasi klinis
6. Menjelaskan tentang patofisiologi
7. Menjelaskan tentang komplikasi
8. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang
9. Menjelaskan tentang penatalaksanaan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi fisiologi
Pencernaan adalah proses pemecahan molekul-molekul zat makanan
dari yang lebih besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga
dapat diserap oleh dinding usus halus. Proses pencernaan makanan dibantu
oleh HCl, garam empedu dan berbagai enzim pencernaan yang disekresikan
oleh kelenjar pencernaan. Selain kelenjar pencernaan, proses ini juga
memerlukan alat-alat pencernaan.

Berikut dijelaskan proses pencernaan makanan secara berurutan dari mulut


hingga usus besar:
1. Mulut
Di dalam rongga mulut, makanan dicerna secara mekanik dan kimiawi.
Pencernaan mekanik dibantu beberapa organ yaitu gigi dan lidah. Gigi
berfungsi untuk memotong dan penghalus makanan. Lidah digunakan
untuk mengatur letak makanan dalam mulut, sebagai indra perasa dan
mendorong makan masuk ke kerongkongan. Adanya kelenjar ludah di
sekitar mulut dapat membantu pencernaan secara kimiawi. Kelenjar

3
tersebut menghasilkan enzim ptialin yang berfungsi memecah amilum
menjadi disakarida.
2. Kerongkongan (Oesophagus)
Organ ini berfungsi menghubungkan mulut dengan lambung (panjang:
sekitar 20 cm). Selama di kerongkongan makanan tidak mengalami proses
pencernaan, karena di kerongkongan hanya terjadi gerak peristable.
3. Lambung (Gaster)
Lambung berbentuk seperti kantung yang terdiri dari fundus, kardiak dan
pilorus. Di organ ini makanan dicerna secara kimiawi dengan bantuan
getah lambung. Sekresi getah lambung dipacu oleh hormon Gastrin.
4. Usus Halus (Intestin)
Saluran usus halus merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari
duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus kosong) dan ileum (usus
penyerapan). Dalam usus duodenum bermuara dua saluran dari pankreas
dan hepar. Hepar akan mengirimkan getah empedu ke duodenum untuk
mengemulsikan lemak. Usus halus juga bisa mensekresi enzim antara lain
erepsinogen dan enterokinase. Enterokinase adalah enzim pengaktif, yang
dapat mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin dan erepsinogen menjadi
erepsin.
Hasil pencernaan di usus halus akan diserap oleh jonjot usus (villi) yang
ada di illeum dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Sebelum beredar,
sari makanan dialirkan dulu ke hepar melalui vena porta hepatica. Khusus
untuk lemak dan vitamin yang larut dalam lemak tidak diangkut melalui
darah tapi melalui pembuluh getah bening.
5. Usus Besar (Colon)
Di dalam colon tidak ada lagi proses pencernaan. Dengan adanya
Escherichia coli, sisa pencernaan akan dibusukkan dan diperoleh vitamin
K dari proses tersebut. Fungsi utama colon adalah mengatur keadaan air
sisa makanan.

4
6. Rektum
Rektum ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari
pertengahan sakrum sampai kanalis anus.
Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan os sarkum dan os koksigis.
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
1) Rektum propia : bagian yang melebar disisa sebut ampula rekti, jika
terisi makanan akan timbul hasrat defekasi
2) Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos
(muskulus spingter ani internus dan muskulus sfingter ani eksternus).
Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum
mengandung pembuluh darah, jaringan mukosa dan jaringan otot yang
membentuk lipatan disebut kolumna rektalis. Bagian bawah terdapat
vene rektalis (hemoroidalis
superior dan inferior) yang sering mengalami pelebaran atau varises
yang disebut wasir (ambeyen).
7. Anus
Anus merupakan saluran pencernaan yag berhubungan dengan dunia luar
terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh spingter ani yang terdiri
atas :
1) Spingter ani internus : terletak disebelah dalam bekerja tidak menurut
kehendak
2) Spingter lefatomi : bagian tengaah bekerja tidak menurut kehendak
3) Spingter ani eksternus : sebelah luar bekerja menurut kehendak
Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan feses masuk kedalam
rektum, dinding rektum akan meregang menimbulkan impuls aferens
disalurkan melalui pleksus mesentrikus sehingga menimbulkan
gelombang peristaltik pada kolon desenden dan kolon sigmoid yang akan
mendorong feses ke arah anus. Apabila gelombang peristaltiik sampai di
anus, spfingter ani internus akan menghambat feses sementara dan
sfingter ani eksternus melemas sehingga terjadi defekasii.

5
B. Defenisi Atresia Ani
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang keluar (Walley,1996)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 2003).

C. Etiologi
Atresia ani terjadi karena adanya kelainan kongenital dimana saat
proses perkembangan embrionik di dalam janin tidak sempurna pada proses
perkembangan anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya, ujung
ekor belakang berkembang menjadi kloaka yang juga akan berkembang
menjadi genitourinaria dan struktur anorektal. Atresia ani disebabkan karena
tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10
minggu selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut juga terjadi
karena gagalnya agenesis sacral dan abnormalitas pada daerah uretra dan
vagina atau juga pada proses obstruksi ada anus imperforate yang dapat terjadi
karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan. (Hidayat,2009)
Secara pasti belum diketahui penyebab atresia ani namun ada sumber
yang mengatakan kelainan anus bawaan disebabkan oleh, kegagalan
pembentukan septum urorektal secara komplit karenan gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Putusnya
saluran pencernaan dari atas sampai dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa

6
lubang anus. Gangguan urogenesis dalam kandungan menyebabkan atresia
ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu. Kelainan bawaan, dimana sfingter internal mungkin tidak memadai.
(Betz,2009)
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun
ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini.
Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang
mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto,
2001).

D. Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejala menurut Betz tahun 2009 yaitu:
a. Mekonium tidak keluar dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran.
Mekonium adalah feses pertama bayi. Normalnya, feses ini
akan dikeluarkan bayi setelah lahir, kira-kira 24 jam pertama setelah
bayi lahir. Feses pertama bayi mengandung bahan-bahan yang
terdapat dalam cairan ketuban yang ditelan bayi saat dalam

7
kandungan. Beberapa yang dapat Anda temukan dalam mekonium
adalah sel-sel kulit yang telah dibuang, sel-sel usus, lendir, empedu,
air, dan lanugo (bulu halus yang menutupi bayi).
b. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya.
c. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (apabila
tidak ada fistula).
Obstruksi usus adalah terjadinya sumbatan pada saluran cerna.
Secara umum gejala dari obstruksi usus halus adalah nyeri abdominal
periumbilikal, muntah (berwarna hijau apabila obstruksi terjadi di
bagian proksimal usus halus, berwarna gelap jika obstruksi terjadi di
bagian bawah distal usus halus), konstipasi/diare, serta kembung.
Adapun gejala dari obstruksi usus besar antara lain nyeri di daerah
pinggang, kembung, dan diare.
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membrane anal.
g. Perut kembung.
(Betz,2009)
2. Tanda dan gejala yang dikutip dalam jurnal Penanganan kejadian atresia
ani pada anak yaitu :
a. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
c. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi (bila tidak ada
fistula)
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membrane anal
g. Perut kembung

8
E. Klasifikasi Atresia Ani
Menurut Ladd dan Gross anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di
mana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau
tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang
secara tetap pada daerah anus. Anus imperforata ini dapat meliputi bagian
anus, rektum, atau bagian diantara keduanya.

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu:
1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula
rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini
sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus
yang adequate sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan
keluar tinja.

9
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok
anatomi yaitu :
 Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan
saluran genitourinarius.
 Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
 Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.
Hal ini biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
Klasifikasi anatomic anomaly anorektum :
Atresia ani biasanya mencakup kelainan di area tubuh yang lain, termasuk
kelainan yang terjadi pada organ-organ pencernaan, saluran kemih, hingga
kelamin. Tingkat anomali yang terjadi pun berbeda-beda dan umumnya
dikategorikan sebagai berikut:
a. Kelainan Tingkat Tinggi
Posisi usus besar yang terletak di rongga panggul bagian atas dan
terbentuknya fistula yang menghubungkan rektum dan kandung kemih,
uretra, atau vagina. Fistula adalah terowongan abnormal yang muncul
antara dua saluran normal seperti antara pembuluh darah, usus, atau
organ tubuh. Pada bayi perempuan sering ditemukan fistula
rektovaginal dengan gejala bila bayi buang air besar/feses keluar dari
vagina. Jika pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius.

10
b. Kelainan Tingkat Bawah
Berupa lubang anus yang menyempit atau sama sekali tertutup akibat
usus rektum yang masih menempel pada kulit. Lubang anus yang
tertutup umumnya disertai dengan cacat lahir lain, seperti gangguan
jantung, masalah pada sistem saraf pusat, atau anomali pada tangan
dan kaki.
c. Lubang posterior atau kloaka yang persisten
Pada kelainan ini, rektum, saluran kemih, dan lubang vagina bertemu
pada satu saluran yang sama.

F. Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat
proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan
anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang
berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan
struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan
perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin.
Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina,
atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses
tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula.
Obstuksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia,
sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate

11
(rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).
(Mediana,2011)

12
Faktor kongenital dan faktor lain Yang
G. Pathway tidak diketahui / Idiopatik

ATRESIA ANI

Ujung rektum buntu

Ketidakmampuan fekal dikeluarkan

Pre operasi Fekal menjadi menumpuk diatas Dilakukan tindakan operasi

Kurang pengetahuan Obstruksi


Colostomy Terputusnya kontinuitas Pembuatan lubang anus
ttg tindakan Operasi
Distensi abdomen jaringan
Perubahan
Respon psikologis Waktu lama tidak terkontrol
Mendorong diafragma Merangsang peningkatan Konsep diri
Pot de entri Merangsang mediator Penutupan anus
Pasien dan keluarga Peristaltik usus mikroorganisme
Complience paru terganggu HDR kimia ( BHSP ) ujung-
cemas ujung saraf bebas Distensi abdomen
Memudahkan masuknya
Kebutuhan O2 tidak adekuat Penumpukan feses
Pergerakan makanan Mk : Body kuman kedalam tubuh Radix Dorsalis Penumpukan Feses
Mk : Ansietas Pernafasan tdk optimal lambat Image
Proses peradangan Infeksi Impuls / rangsangan
Sesak Rasa penuh diperut Mk: Gangguan Eliminasi
Pengeluaran Medulla spinalis
Thalamus
Peningkatan HCL inter Leukin I Mk : Resiko Alvi
(asam lambung) Infeksi Korteks serebri
Mk: Ketidakefektifan Pola Set point Temperature
Nafas Anoreksia, mual , meningkat Persepsi nyeri Merangsang RAS
muntah
Febris Tidur terjaga
Mk: Nyeri Akut
Muntah berlebihan
Mk : Peningkatan Mk: Gangguan
Mk: Ketidakseimbangan
suhu tubuh / Istirahat Tidur
nutrisai kurang dari
Hipertermi 13
kebutuhan tubuh Mk : Deficit
Volume Cairan Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma , 2015
H. Pemeriksaan penunjang
1. Untuk memperkuat dan menambah yakin dalam mengambil diagnosis
sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rektum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan
ureter.
f. Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok
dubur dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.
(Betz,2009)
2. Pemeriksaan penunjang pada atresia ani adalah:
a. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan ketinggian
kantong rectum. Ultrasonografi perineum bermanfaat untuk
menentukan jarak antara kantong rectum dan kulit anus, walaupun
ultrasonografi juga dapat terpengaruh oleh hal-hal yang
mempengaruhi invertogram. Secara umum, lesi dapat dianggap
terletak rendah apabila jarak antara kantong rectum ke kulit,
berdasarkan ultrasonografi kurang dari 1 cm.

14
b. Pemeriksaan Radiografi
Evaluasi anomaly terkait harus mencakup radiografi foto polos toraks
dan tulang belakang untuk menyingkirkan kelainan jantung serta
vertebra dan sacrum.
c. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan untuk melihat keadaan jantung
jika dicurigai adanya defek jantung, dan dilakukakn pemeriksaan
ekokardiograi sebelum prosedur pembedahan apapun.
(Rudolph,Abraham M,2006)

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Asidosis hiperkioremia.
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
Infeksi saluran kemih terjadi sebelum dilakukan tindakan operasi apabila
terdapat fisula ke saluran kemih.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Konstipasi
Dapat diatasi dengan diet tinggi serat. Obat pencahar juga terkadang
diberikan untuk mencegah menumpuknya feses di dalam usus, yang akan
membuat usus melebar dan mengakibatkan gerakannya menjadi
berkurang
5. Komplikasi jangka panjang.
a. Eversi mukosa anal
b. Stenosis anus (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
Anus yang baru dapat membentuk jaringan parut dan menyempit
(stenosis). Bila terjadi, kondisi ini akan membutuhkan tindakan
operaasi lanjutan. Untuk mencegah stenosis anus, dokter akan
melakukan dan mengajarkan kepada orang tua pengidap untuk
melakukan tindakan meregangkan atau melebarkan anus yang baru
secara berkala (dilatasi anus)
c. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

15
d. Inkontinensia urine dan feses (akibat stenosis awal atau impaksi)
Pada beberapa kasus, inkontinensia urine dan feses dapat terjadi,
walaupun operasi berjalan mulus dan tanpa komplikasi
e. Prolaps mukosa anorectal
f. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

(Nayastiyah,2005)

Factor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi pada atresia ani


adalah kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak
adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, dan keterampilan operator yang
kurang serta perawatan post operasi yang buruk.

J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pada klien dengan atresia Ani :
a. Penatalaksanaan medis
 Terapi pembadahan pada bayi yang baru lahir bervariasi sesuai
dengan keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan
colostomy beberapa hari setelah lahir, pembedahan definitifnya
yaitu anoplasti parineal (prosedur penarikan perineum
abdominal). Untuk lesi rendah diatasi dengan menarik kantong
rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula bila
ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan
pembedahan yang minimal yaitu membrane tersebut dilubangi
dengan hemostat atau scalpel.
 Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
 Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk
mencegah infeksi pada pasca operasi.
 Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
b. Ada beberapa penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani, meliputi :
 Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter
ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses.
Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari usus

16
besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir.
 PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9
sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi
waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk
menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
 Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari
setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama,
BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB
berkurang frekuensinya dan agak padat.

c. Penanganan pembedahan :
1) Neonates dengan lesi letak rendah dapat menjalani prosedur
perbaikan primer satu tahap di perineum tanpa memerlukan
kolostomi. Dapat digunaakan tiga pendekatan dasar.
 Dilatasi Sederhana
Untuk stenosis anus dengan lokasi lubang anus yang normal
yang diperlukan hanyalah dilatasi sederhana. Hal ini harus
dilakukan setiap hari, dan ukuran dilator harus diperbesar
secara progresif. Setelah beberapa bulan, anus akhirnya akan
dapat menerima telunjuk dengan mudah, dan dilatasi dapat
dihentikan.
 Anoplasti penyusutan
Apabila lubang anus terletak anterior dari sfingter eksternus
(anus yang tergeser ke anterior dengan jarak anatara lubang
dan pusat sfingter eksternus pendek, sedangkan korpus
perineum juga utuh, maka dilakukan anoplasti penyusutan.
Dibuat sebuah sayatan dari orifisium anus kebagian tengah

17
sfingter anus sehingga lubang anus diberlebar.
 Transposisi dan Rekontruksi
Apabila jarak anatara lubang anus dan bagian tengah sfingter
anus eksternus jauh, lubnag anus yang menyimpang tersebut
ditransposisikan ke posisi yang benar dan dilakukan
rekontruksi korpus perineum.
2) Bayi dengan lesi terletak sedang atau tinggi memerlukan
kolostomi sebagai bagian pertama dari rekontruksi tiga tahap :
 Tahap pertama ( kolostomi )
Kolon dipotong putus di region sigmoid, dengan usus bagian
proksimal sebagai kolostomi, sedangkan usus distal sebagai
fistula mukosa. Pemutusan total usus memperkecil
kontaminasi feses ke dalam daerah fistula rektourinaria serta
mengurangi risiko utosepsis, selain itu usus distal dapat di
evaluasi secara radiografis untuk menentukan local fistula
rektourinaria.
 Tahap kedua (Pemotongan Fitsula)
Prosedur tahap kedua biasanya dilakukan 3 sampai 6 bulan
kemudian setelah kolostomi. Tahap ini terdiri dari
pemotongan fistula rektourinaria atau rektovagina disertai
pull throught ujung kantong rectum kedalam posisi anus
normal. Pendekatan sagittal posterior memungkinkan kita
mengidentifikasi posisi sentral sfingter anus dengan
stimulasi listrik terhadap perineum. Dibuat sebuah insisi
digaris tengah dari koksigeus sampai ke sfingter eksternus.
Rectum diidentifikasi dan fistula ke vagina atau saluran
kemih dipotong. Rectum kemudian dimobilisasi dan otot
perineum rekontstruksikan.
 Tahap Ketiga (Penutupan kolostomi)
Dilakukan setelah beberapa bulan stelah tahap kedua
dilakukan, dan berupa penutupan kolostomi. Dilatasi anus

18
dimulai 2 minggu stelah prosedur pull through dan
dilanjutkan selama beberapa bulan setelah kolostomi ditutup.
3) Pada pasien dengan kloaka persisten, pendekatan bedah pada
umumnya sama dengan pendekatan pada anus imperforatus letak
tinggi. Uretra diciptakan dari sinus urogenetalis lama, dan vagina
serta rectum secara hati-hati dipisahkan dan diletakkan
dilokasinya sesuai. Vagina sering tidak dapat mencapai kulit
perineum, dan dapat dilakukan prosedur penambahan vagina
dengan menggunakan flap kulit perineum atau labium atau
sebuah segmen usus halus.
(Rudolph,Abraham M,2006)

2. Penatalaksanaan Pasca Pembedahan


Penatalaksanaan pasca pembedahan pada klien :
a. Melakukan pemantauan bising usus, apabila sudah mulai terdengar
suaranya, berikan cairan.
b. Memberikan diet lanjutan lengkap sesuai dengan toleransi
c. Memantau asupan parenteral atau oral
d. Melakukan pemantauan berat badan
e. Melakukan penggantian pada balutan dan perhatikan adanya drainase,
kemerahan serta inflamasi
f. Membersihkan daerah anus untuk mencegah kontaminasi fekal
g. Mengganti posisi bayi setiap 2 jam
h. Memantau tanda-tanda vital
i. Melakukan pemberian antibiotic
j. Memberikan rendam duduk pasca bedah 1 minggu lebih
k. Memberikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan pasien
l. Memberikan zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi
m. Pemberian analgetik
(Hidayat,2009)

19
3. Penatalaksanaan yang dikutip dalam jurnal Penanganan kejadian atresia
ani pada anak yaitu :
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur
pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah
lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur
penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan.
Pembedahan dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi
waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot – otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badan dan bertambah baik status nutrisinya.
Penanganan secara preventif antara lain :
4. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk
berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan pengawet dan alcohol yang
dapat meningkatkan resiko terjadi atresia ani.
5. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam,
jika sampai 3 hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini
dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-
parunya.
6. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari
konstipasi.

20
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan sekarang.
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus
tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi
muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki dengan
fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi perempuan
dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
2. Riwayat Kesehatan dahulu
a) Riwayat Parental
Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir
(HPHT), imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan atau
perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi perkembangan dan
pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok, minum kopi, minum
minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara
sembarang.
b) Riwayat Intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan
persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya
pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.
c) Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang
berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital, kesulitan
menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.
3. Riwayat kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami
gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang
berhubungan langsung dengan gangguan system gastrointestinal.

21
a) Riwayat Psikologis.
Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
b) Riwayat tumbuh kembang anak.
1) BB lahir abnormal.
2) Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
3) Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
4) Saat kelahiran tidak keluar mekonium.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak bermasa/tumor,
tidak terdapat perdarahan pada umbilicus, usus melebar, kadang –
kadang tampak ileus obstruksi, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik
b. Genetalia
Pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada
urin, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan
mekonium pada vagina.
c. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah,. Thermometer yang
dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.
(FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
5. Penatalaksanaan keperawatan :
a. Monitor status hidrasi (keseimbangan cairan tubuh intake dan output)
dan pengukuran TTV setiap 3 jam.
b. Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit,
bising usus, jumlah asupan parental dan enteral
c. Lakukan perawatan kolostomi, ganti kolostomi bag, bila ada
produksi, jaga kulit tetap kering.
d. Atur posisi tidur bayi kearah letak kolostomi.

22
e. Berikan penjelasan kepada keluarga tentang perawatan kolostomi
dengan cara membersihkan dengan kapas air hangat kemudian
keringkan dan daerah sekitar ostoma diberi zing zalf, kolostomi bag
diganti segera setiap ada produksi.
(Azis Alimul,2010)

B. Diagnose keperawatan
1. Pre operasi
a. Ketidakseimbangan Nutrisi : kurang daari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan makan
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan denga menurunnya
intake, muntah
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penekanan
diafragma
2. Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik
b. Pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

C. Intervensi Keperawatan
1. Pre operasi
No Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakseimbangan Status Nutrisi (1004) Manajemen
Nutrisi : kurang Setelah dilakukan Nutrisi (1100)
daari kebutuhan tindakan 2 x 24 Definisi:
tubuh (00002) b.d diharapkan: Menyediakan dan
ketidakmampuan  Asupas gizi meningkatkan
makan 12345 intake nutrisi yang
 Asupan makan seimbang
12345  Tentukan
 Asupan Cairan status gizi
12345 pasien dan

23
 Energy kemampuan
12345 untuk
memenuhi
kebutuhan
gizi
 Tentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan
untuk
memenuhi
persyaratan
gizi
 Ciptakan
lingkunagn
yang aman
pada saat
mengkonsums
i makanan
 Atur diet yang
diperlukan
2. Resiko kekurangan Keseimbangan cairan Monitor cairan
volume cairan (0601) (1130)
(00028) Setelah dilakukan Definisi :
berhubungan denga tindakan 2 x 24 Pengumpulan dan
menurunnya intake, diharapkan: analisis data
muntah  Tekanan darah pasien dalam
12345 pengaturan
 Denyut nadi keseimbangan
radial cairan
12345  Tentukan

24
 Keseimbangan jumlah dan
intake dan output jenis intake/
dalam 24 jam asupan cairan
12345 serta kebiasaan
 Turgor kulit eliminasi
12345  Monitor berat
badan
 Batasi
alokasikan
asupan cairan
 Catat dengan
akurat asupan
dan
pengeluaran
3. Ketidakefektifan Status pernafasan Monitor
pola napas (00032) (0415) pernafasan (3350)
Berhubungan Setelah dilakukan Definisi:
dengan penekanan tidakan 2x24 jam sekumpulan data
diafragma diharapkan : dan analisis
 Frekuensi keadaan pasien
pernafasan untuk memastikan
12345 kepatenan jalan
 Irama pernafasan nafas dan
12345 kecukupan
 Kedalaman pertukaran gas
inspirasi  Monitor
12345 kecepatan
 Perasaan kurang irama,
istirahat kedalaman dan
12345 kesulitan
bernafas
 Catat

25
pergerakan
dada,
kesimetrisan,
penggunaan
oto-otot bantu
nafas dan
literaksi pada
otot
suprakafikula
dan interkosta
 Monitor
peningkatan
kelelahan,
kecemasan dan
kekurangan
udara pada
pasien
 Monitor
keluhan sesak
nafas pasien
termasuk
kegiatan yang
meningkatkan
atau
memperburuk
sesak nafas
tersebut

2. Post operasi
No Diagnose NOC NIC
1. Nyeri akut Kontrol nyeri (1605) Pemberian analgesic
(00132) Setelah dilakukan (2210)

26
berhubungan tindakan 2x24 Definisi: penggunaan
dengan agens diharapakan: agen farmakologi
cidera fisik  Mengenali kapan untuk mengurangi
nyeri terjadi atau menghilangkan
12345 nyeri
 Menggunakan  Tentukan lokasi,
analgesic yang mkarakteristik,
direkomendasikan kualitas, dan
12345 keparahan nyeri
 Laporkan gejala sebelum
yang tidak mengobati pasien
terkontrol pada  Cek perintah
professional pengobatan
kesehatan meliputi obat,
12345 dosis dan
 Melaporkan nyeri frekuensi obat
yang terkontrol analgesic yang
12345 diresepkan
 Dokumentasikan
respon terhadap
analgesic dan
adanya efek
samping
 Kolaborasikan
dengan dokter
apakah obat, dosis,
rute pemberian
atau perubahan
anterfal
dibutuhkan buat
rekomendasi kusus
berdasarkan

27
prinsip analgesik
2. Gangguan pola Tidur (0004) Peningkatan tidur
tidur (00198) Setelah dilakukan (1850)
berhubungan tindakan 2x24 Definisi:
dengan nyeri diharapkan: memfasilitasi tidur
post oprerasi  Jam tidur atau siklus bangun
12345 yang teratur
 Pola tidur  Tentukan pola
12345 tidur
 Tidur yang  Monitor atau catat
terputus pola tidur pasien
12345 atau jumlah jam
 Nyeri tidur
1 2345  Anjurkan pasien
untuk memantau
pola tidur
 Diskusikan dengan
pasien dan
keluarga mengenai
teknik untuk
meningkatkan pola
tidur
3. Resiko infeksi Keparahan infeksi kontrol infeksi (6540)
(00004) (0703) definisi:
Berhubungan Setelah dilakukan meminimalkan
dengan 2x24 diharapkan: penerimaan dan
prosedur  Nyeri transmisi agen infeksi
invasif 12345  Alokasikan
 Demam kesesuaian luar
12345 ruang pasien,
 Ketidak setabilan seperti yang
suhu diindikasikan

28
12345 oleh pedoman
 Kemerahan pusat
12345 pengendalian dan
pencegahan
penyakit
 Bersihkan
lingkungan
dengan baik
setelah
digunakan setiap
pasien
 Ajarkan cara cuci
tangan bagi
tenaga kesehatan
 Ajarkan pasien
dan anggota
keluarga
mengenai dan
bagaiman
menghindari
infeksi

29
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1: 5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan
syndrom VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat
kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi
saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat
atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan
saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan
atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian

30
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat memberikan
informasi tentang asuhan keperawatan atresia ani. Kami mohon kritik dan
saran yang membangun dari pembaca agar dapat memberbaiki karta tulis
dengan lebih baik lagi .

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat A, Aziz Alimul.2009.Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika.

NANDA-I Edisi 11 Diagnosis Keperawatan. 2018 – 2020. Penerbit Buku


kedokteran EGC

Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Sixth Edition. United States of America: Mosby Elsevier

Moorhead, Sue., [et al.]. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC):


measurement of health outcomes, Fifth Edition. United States of
America: Mosby Elsevier

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisike-3. Jakarta : EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta :


Salemba Medika

Suriadi, SKp, Mns. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta, CV Agung
Sentoso.

Anik Maryunani. 2010 Kamus Keperawatan. Jakarta. Trans Info Media.

31
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Ed.5. Jakarta: EGC.

Rudolph,Abraham M.2006.Buku Ajar Pediatrik Rudolph. editor, Abraham M


Rudolph, alih bahasa A.Samik Wahab, Sugiarto;editor edisi bahasa
Indonesia, Natalia Susi … [et al].Ed.20.Jakarta.EGC

Nayastiyah, 2005, perawatan anak sakit. Edisi 2, EGC, jakarta

32

Anda mungkin juga menyukai