Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASKEPN ATRESIA ANI

Disusun Oleh : Kelompok 2


Aulia Fitri
Lola Herlina Fitri
Nurhofifah Hidayati
Salika aprianti
Thiansy bernika roza

Dosen Pembimbing :
Etry Yanti,S.Kp, M.Biomed

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDZA SAINTIKA PADANG


2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ASKEP ATRISIA ANI ini
tepat pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas ibu Etry Yanti,S.Kp, M.Biomed pada mata kuliah Keperawatan Maternitas 2. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Askep Atrisia Ani bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kamia
tekuni.kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 27 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................2
A. Anatomi dan Fisiologi..............................................................................................................2
B. Definisi......................................................................................................................................3
C. Klasifikasi.................................................................................................................................3
D. Etiologi......................................................................................................................................4
E. Patofisiologi..............................................................................................................................5
F. Manifestasi Klinis....................................................................................................................5
G. Komplikasi...............................................................................................................................6
H. Penatalaksanaan Medis...........................................................................................................6
I. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................................8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................................10
A. Pengkajian..............................................................................................................................10
B. Pemeriksaan fisik...................................................................................................................11
C. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................11
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................14
A. Kesimpulan............................................................................................................................14
B. Saran.......................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Angka kejadian kasus di Indonesia sekitar 90%.didapatkan data kasus atresia ani di

Jawa Tengah, khususnya di Semarang yaitu sekitar 50% dalam kurun waktu tahun 2007-

2009, di RS Dr. Kariadi Semarang terdapat 20% pasien dengan kasus atresia ani, Menyikapi

kasus yang demikian serius akibat dari komplikasi penyakit atresia ani, maka penulis

mengangkat kasus atresia ani untuk lebih memahami perawatan pada pasien dengan atresia

ani. (WHO, 2001).

Di indonesia atresia ani merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar.

Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita atresia ani berkisar antara 5-25%.

Penelitian dari berbagai daerah di indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi

tergantung pada tingkat atresia ani di tiap-tiap daerah. ( soemoharjo, 2008).

B. Rumusan Masalah

       Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah Bagaimana Cara Pelaksanaan Asuhan

Keperawatan atresia ani.

C. Tujuan

1.      Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang Asuhan keperawatan pada klien

dengan atresia ani.

2.      Mengetahui pengkajian keperawatan yang tepat pada klien dengan atresia ani.

3.      Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan atresia ani.

4.      Mengetahui perencanaan keperawatan pada klien dengan atresia ani

5.      Mengetahui Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan atresia ani.

6.      Mengetahui Evaluasi keperawatan pada klien dengan atresia ani.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi


Struktur dan fungsi Anatomi fisiologi Usus Besar Usus besar berisi kuman dengan
jumlah mencapai triliunan. Mikroba ini berfungsi dalam proses pembusukan. Ada beberapa
bakteri yang dapat menghasilkan vitamin B dan K. Kegiatan bakteri-bakteri ini dalam
mencerna sisa-sisa protein dapat menghasilkan bau busuk yang keluar dalam bentuk
gas dari dubur. Gas yang dihasilkan dapat mencapai 2 liter setiap hari. Proses penyerapan air
dan mineral ini ibarat menimba air bersih di dalam saluran got yang airnya sangat kotor
karena di dalam usus besar ini hanya terdapat makanan dalam bentuk sisa-sisa yang akan
dibusukkan dan dibuang ke luar tubuh. Di dalam usus besar, makanan hanya akan mengalami
penyerapan air dan beberapa garam mineral. Syafudin.2006.
Di dalam usus ini makanan sudah berwujud dalam bentuk ampas. Adanya bakteri saprofit, yaitu
Eschericia coli menyebabkan ampas makanan akan membusuk yang selanjutnya akan dikeluarkan
dalam bentuk feses. Jika dalam dinding usus besar seseorang terinfeksi, akibatnya penyerapan air
akan terganggu, sehingga wujud feses dalam keadaan cair yang disebut dengan gejala diare. Apabila
seseorang menahan buang air besar, maka akan menyebabkan penyerapan air yang berlebihan
sehingga feses menjadi keras yang disebut dengan konstipasi (sembelit) yang dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah vena sekitar anus yang gejalanya disebut dengan hemoroid
(ambeien).Beberapa makanan dapat merangsang bakteri untuk menghasilkan lebih banyak gas di
dalam usus besar, di antaranya adalah kol, ubi, bawang, dan kacan gmerah. (Smeltzer, S.C., dan Bare,
B.G. 2002)

Struktur dan fungsi Anatomi fisiologi Anus. Feses akan didorong oleh otot-otot polos

di sekitarnya menuju ke anus dan tertimbun di situ dan akhirnya menyebabkan seseorang

merasa ingin buang air besar. Proses buang air besar ini disebut defekasi. Otot-otot di sekitar

anus berkontraksi sehingga anus membuka dan mengeluarkan feses dari anus. Feses yang

dihasilkan dari organ pembuangan dipengaruhi oleh jenis makanan. Makanan yang banyak

mengandung serat tumbuhan lebih banyak menghasilkan feses, karena sulit dicerna. Makanan

yang lain umumnya 95% dapat diserap oleh usus halus dan 5% menjadi kotoran dalam

bentuk feses. Sekitar 75% kandungan feses terdiri dari air. Sisanya adalah berupa zat.

(Gilroy, Richard K. 2008.)

2
B. Definisi

Importa anus (atresia ani)  adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal usus

(anus ) atau tertutupnya anus secara abnormal (suriadi 2006). Atresia Ani adalah kelainan

kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya

(Betz. Ed 3 tahun 2002)

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau

makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau

tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.

Harjono, RM.2000.

 Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau

buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi

kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada

seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur.

Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu

memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. 

            Anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1.    Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus

2.    Membran anus yang menetap

3.    Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam macam jarak

dari peritoneum

4.    Lubang anus yang terpisah dengan ujung

C. Klasifikasi

Klasifikasi atresia ani :

1.    Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat

keluar.

2.    Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3
3.    Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.

4.    Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

D. Etiologi

            Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa

lubang dubur

2.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3.      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum

bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam

usia kehamilan.

4.      Rektum berupa kelainan letak tengah di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim

terdapat lekukan anus (analdimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang

ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu

dengan uretra pars bulbaris.

5.      Kelainan letak tinggi Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki,

sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan
dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina.

Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan

fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada

daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat

kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika

berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai

fistula. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi.

Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital. (Mansjoer, A.2002).

4
E. Patofisiologi

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit

karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,

Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang

dubur, Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada

kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga

bulan, Berkaitan dengan sindrom down, Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

Terdapat tiga macam letak atresia ani :

1.      Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis)

dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak

upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital

2.      Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya

3.      Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan

ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke

vagina/perineum Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus

urinarius. Prince A Sylvia.2006.

F. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :

1.      Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2.      Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3.      Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya

4.      Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5.      Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6.      Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

7.      Perut kembung.

5
G. Komplikasi

     Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:

1.      Asidosis hiperkioremia.

2.      Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

3.      Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

4.      Komplikasi jangka panjang.

-          Eversi mukosa anal

-          Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

5.      Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

6.      Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

7.      Prolaps mukosa anorektal.

8.      Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

Sjamsu HR, 2005

H. Penatalaksanaan Medis

1)      Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.

Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan

kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur

penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini

dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk

membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi

untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas

dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada

6
harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal

membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.

2)      Pengobatan

a.       Aksisi membran anal (membuat anus buatan).

b.      Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan

korksi sekaligus (pembuat anus permanen).

3)      Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra,

dilatasi hegar,atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan

dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah

stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.

4)      Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi

pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.

5)      Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti

pada masa neonatus

6)      Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:

a.    Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)

b.   Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)


c.    Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)

         Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan

operasi"abdominalpull-through"manfaat kolostomi adalah antara lain:

a)      Mengatasi obstruksi usus

b)      Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan

operasi yang bersih

c)      Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap

dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan

yang lain.

           Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto

Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.

7
Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT).

Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut. Perlu

dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya atresia pada bayi baru lahir

terutama dengan faktor resiko ibu yang memiliki polihidramnion ataupun tanda dari bayi

seperti mulut berbuih, air liur yang terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun kembung.

Dalam perujukan, perlu dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk mencegah

hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang, dan gangguan

sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan pemberian cairan

intravena.

Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat

dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:

   Tidak merokok dan menghindari asap rokok

   Menghindari alcohol

   Menghindari obat terlarang

   Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal

   Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup

   Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin

   Mengkonsumsi suplemen asam folat.


I. Pemeriksaan Penunjang

1)        Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum

dilakukan pada gangguan ini.

2)        Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel

mekonium.

3)        Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan

adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah

udara sampai keujung kantong rectal.

4)        Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

8
5)        Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut

sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm

Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6)        Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan

-          Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah

tersebut.

-          Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan

gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus,

pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah

sigmoid, kolon/rectum.

-          Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala

dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto

daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat

diukur.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Biodata klien

b. Riwayat keperawatan

 Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang

 Riwayat kesehatan masa lalu

 Riwayat tumbuh kembang

c. BB lahir abnormal

d. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah

mengalami trauma saat sakit

e. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal

f. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium

g. Pola nutrisi – Metabolik

Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani

post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan

munta dampak dari anestesi.


h. Pola Eliminasi

     Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh

dibersihkan dari bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh

karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami

kesulitan dalam defekasi

i. Pola Aktivitas dan Latihan

j. Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.

k. Pola Persepsi Kognitif

l. Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa

lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

10
m. Pola Tidur dan Istirahat

Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.

n. Konsep Diri dan Persepsi Diri

Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.

Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi

o. Peran dan Pola Hubungan

Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.

Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk

melaksanakan peran

p. Pola Reproduktif dan Sexual

Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi

q. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek

hospitalisasi, masalah keuangan,

r. Pola Keyakinan dan Nilai

Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk

dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam


memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah

(Mediana,1998).

B. Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah,

usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui

anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium

dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina. (Doengoes Merillyn, E. 2000.)

C. Diagnosa Keperawatan

Dx Pre Operasi

a.       Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

11
b.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

c.       Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan

prosedur perawatan.

Dx Post Operasi

a.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari

kolostomi.

b.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Delapan Diagnosa lain yang terkadang muncul antara lain ;

1.      Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria

2.      Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria

3.      Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih

4.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia

5.      Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi

6.      Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi

7)      Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak
terkontrol.

NO DX NOC NIC
1 Konstipasi Setelah dilakukan tindakan  Lakukan enema atau irigasi
berhubungan asuhan keperawatan rectal sesuai order
dengan diharapkan hasil Klien mampu  Kaji bising usus dan abdomen
aganglion. mempertahankan pola setiap 4 jam
eliminasi BAB dengan teratur.  Ukur lingkar abdomen
KH :  Berikan posisi yang nyaman
          Penurunan distensi pada pasien
abdomen.
          Meningkatnya
kenyamanan
2 Risiko Setelah dilakukan tindakan  Monitor intake – output cairan
kekurangan asuhan keperawatan  Lakukan pemasangan infus

12
volume cairan diharapkan hasil Klien dapat dan berikan cairan IV
berhubungan mempertahankan  Pantau TTV
dengan keseimbangan cairan  Ukur dan catat BB klien
menurunnya Kriteria Hasil :  Berikan cairan sedikit tapi
intake, muntah sering
          Output urin 1-2 ml/kg/jam  Berikan perawatan mulut dan
          Capillary refill 3-5 detik bibir dengan sering
          Turgor kulit baik  Observasi membrane mukosa
dan turgor kulit
          Membrane mukosa lembab  Jelaskan agar menghindar
makanan yang berbau dan
merangsang mual.
3 Ansietas orang Setelah dilakukan tindakan  Jelaskan dengan istilah yang
tua asuhan keperawatan dimengerti oleh orang tua
berhubungan diharapkan hasil, Kecemasan tentang anatomi dan fisiologi
dengan kurang orang tua dapat berkurang saluran pencernaan
pengetahuan Kriteria Hasil : normal. Gunakan alay, media
tentang dan gambar
penyakit dan           Klien tidak lemas  Beri jadwal studi diagnosa
prosedur pada orang tua
perawatan.  Beri informasi pada orang tua
tentang operasi kolostomi
 Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan, berikan kesempatan
untuk bertanya dan jawab
dengan jujur.

13
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
tresia ani merupakan suatu penyakit dimana tidak ada lubang anus pada tempat yang
seharusnya. Penyakit ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir. atresia ani ini dapat disebabkan
oleh kelainan genetic dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya atresia ani ini dapat
dilakukan melalui pendidikan kesehatan kepada keluarga khususnya ibu hamilmengenai
informasi kesehatan ibu hamil, pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan,
promosi kesehatan mengenai sanitasi lingkungan, dan menjauhkan ibu hamil dari bahan
beracun seperti asap rokok, nikotin, dan zat yang berbahaya lainnya. Bntuk penanganannya
dapat dilakukan dengan kolostomi ,yaitu pembuatan lubang pada abdomen yang fungsinya
sebagai pengganti anus.

B. Saran
Untuk mencegah penyakit atresia ani ini sebaiknya keluarga dengan ibu hamil
memperbaiki pola nutrisi saat kehamilan, serta menjaga kebersihan lingkungan sekitar dan
bagi perawat, sebaiknya dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional

14
DAFTAR PUSTAKA

Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC


Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC

15

Anda mungkin juga menyukai