Anda di halaman 1dari 48

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DAN ANAK DENGAN

GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI PATOLOGIS DARI SISTEM


PENCERNAAN DAN KEMIH/KELAINAN KONGENITAL/PERI OPERATIF
CARE

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 13

1. M. ZULFA RAMADHANI (PO7120119055)


2. MIRANDA SARI (PO7120119060)
3. TIARA PUSPITA (PO7120119089)

DOSEN PENGAMPU :
REHANA, S.Kep, M.Kes

DIII KEPERATAN PALEMBANG


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dan Anak Dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi
Patologis Dari Sistem Pencernaan Dan Kemih/Kelainan Kongenital/Peri Operatif
Care". kami membuat makalah ini adalah dalam rangka memenuhi tugas pada mata
kuliah Keperawatan Anak. Dalam penyusunan makalah ini kami banyak menemukan
kesulitan maupun hambatan dalam hal materi yang akan dibahas, buku referensi yang
akan digunakan, keterbatasan buku referensi yang ada di perpustakaan, dan
keterbatasan waktu dalam penyusunan makalah ini. Walaupun ditemukan kesulitan
maupun hambatan dalam penyusunan makalah ini, kami tetap berusaha dan bekerja
keras untuk menghadapi berbagai kesulitan maupun hambatan tersebut, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan maksimal.
Selain mengikuti bimbingan dan arahan, kami juga memperoleh bantuan dan
dukungan dari orang tua penulis di dalam menyusun makalah ini, baik dukungan
secara material maupun non material. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Rehana, S.Kep, M.Kes, selaku Dosen Mata Keperawatan Anak yang telah
mendukung dan membantu, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran serta koreksi yang bersifat
membangun dari para pembaca makalah ini untuk perbaikan di masa yang akan
datang.

Palembang, 5 September 2020

Kelompok 13

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................iii

A. Latar Belakang ....................................................................................................iii


B. Rumusan Masalah................................................................................................iii
C. Tujuan...................................................................................................................iii

BAB II KONSEP DASAR


A. Defisi Atresia Ani.......................................................................................................6
B. Klasifikasi Atresia Ani...............................................................................................7
C. Anatomi Fisiologi Atesia Ani.....................................................................................8
D. Etiologi Atresia Ani.................................................................................................16
E. Patofisiologi..............................................................................................................17
F. Pohon Masalah.........................................................................................................18
G. Manifestasi Klinis Atresia Ani.................................................................................19
H. Komplikasi...............................................................................................................19
I. Klasifikasi.................................................................................................................20
J. Pemeriksaan Penunjang............................................................................................20
K. Penatalaksaan............................................................................................................21
L. Pengkajian Fokus......................................................................................................22

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI.....................................31

BAB IV PENUTUP.........................................................................................................44

A. Kesimpulan..........................................................................................................44
B. Saran...................................................................................................................45
C. Daftar Pustaka......................................................................................................46

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
berhubungan langsung dengan rectum (sumber Purwanto, 2001 RSCM)

Atresiani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup sering dijumpai, menunjukkan


suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Frekuensi seluruh
kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran,
sedangkan atresiani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus
Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna, sedangkan
pada negro bantu frekuensi paling rendah .

Secara embriologis atresiani terjadi akibat gangguan perkembangan pada


minggu 4-6 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal yang
menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresiani letak tinggi, dan gangguan
perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan letak atreasiani
letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya abnormal, sedang otot
sefingterani eksterna dan interna dapat tidak ada atau rudimenter.

Waktu penanganan Atresia ani tergantung pada jenis atresia ani, semakin tidak ada
anus maka penanganan atresi ani semakin cepat dan segera mungkin, penanganan
pasien atresia ani membutuhkan waktu yang lama karena operasi yang dilakukan
untuk pasien atresia ani > 2 kali, operasi pembentukan coloctomi, PSA dan penutupan
colostomi. Sehingga dalam penanganannya membutuhkan perawatan pra dan post
colostomi.

Dalam merawat pasien pra dan post colostomy membutuhkan ketelitian kebersihan
dan kesiapan yang baik karena jika tidak maka akan menimbulkan komplikasi infeksi
yang mengakibatkan penyembuhan menjadi lama bahkan bertambah parah.

Mengingat begitu besar peran dan fungsi perawat dalam merawat pasien Atresia ani
baik pre dan post operasi. Kelompok merasa tertarik untuk membahas asuhan
keperawatan pada pasien dengan Atresia Ani dengan harapan bahasan ini akan lebih
meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca

4
B. Tujuan

a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan teoritis
pada pasien dengan atresia ani.

b. Tujuan khusus
- Untuk mengetahui tinjauan teoritis pada paisen dengan atresia ani
yag meliputi definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi,
manifestasi klinis, WOC, pemeriklsaan penunjang dan
penatalaksanaan.
- Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis pada pasien dengan
atresia ani yang meliputi, pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, dan intervensi keperawtan teoritis.

C. Manfaat

a. Menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam menerapkan


asuhan keperawatan pada pasien dengan atresia ani.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca

D. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Atresia Ani ?
2. Bagaimana Konsep asuhan keperawatan pada bayi dan anak dengan
gangguan Atresia Ani ?
3. Bagaimana penatalaksanaan proses keperawtan pada bayi dan anak
yang mengalami gangguan Atresia Ani ?

5
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber
Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital),
tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi
atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat
yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa
terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit
yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh,
misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani
memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir
selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya.
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus
imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian
endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus
tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun
tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).

6
Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan kongenital dimana
anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

B. Klasifikasi Atresia Ani


Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi
yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik
dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.
Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral
(pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum
sampai kulit perineum lebih dari1 cm.

7
C. Anatomi dan Fisiologi

Gambar : Susunan Saluran Pencernaan (Syaifuddin, 2006).

Susunan saluran pencernaan terdiri dari :


1. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi,
bibir dan pipi.

8
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah
belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di
bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir.
Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir
saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi
oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator
anguli oris mengangkat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum
dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2
tulang palatum.
b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak di
belakang yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan fibrosa
dan selaput lendir. Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di
sebelah kanan dan kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir
menembus ke tonsil.
2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja
otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah.
Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum
lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah
yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas
pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan
nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecap atau
ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang
terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas
nampak selaput lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan

9
frenulum lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada
pertengahan flika sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis,
submaksilaris, dan glandula sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat
pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.
3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit
merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut
dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas bagian depan
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara lubang bernama
koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan
perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian
superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut
orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan
bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian
depan sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di
depan dari ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui
ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara.
Gerakan menelan mencegah masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada
waktu yang sama jalan udara ditutup sementara.
4. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk

10
kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan
selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler,
dan lapisan otot memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung.
Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita,
warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas
2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah
diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan
fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri
hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati,
masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan
kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang
terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5
darahnya ke hati.
Fungsi hati :
a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan
di suatu tempat dalam tubuh.
b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam
empedu dan urine.
c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem
retikuloendotelium.
e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.

11
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri
dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui
orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa,
menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan
terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf
menimbulkan rangsang kimiawi yang menyebabkan dinding lambung
melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung di
halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan
emosi seperti marah dan rasa takut.
Fungsi lambung :
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan
makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
1) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton).
2) Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai
antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjaddi pepsin.
3) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
4) Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam
lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
7. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke
limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan
rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya.

12
Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya
dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor pankreas,
bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.
8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum
panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses
pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus
halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot melingkar
(M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan lapisan serosa
(sebelah luar)).
Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di
dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan
seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi
lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama
oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh
epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan
makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian
berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di
vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa
perubahan.
Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk
sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas.
Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit

13
disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu
(duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus
koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang
menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi
asam amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner,
berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima
bagian atas adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan
panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen
posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
dikenal sebagai mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang
tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan
perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini
diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan
dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
11. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 56 cm.
Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti
cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya

14
ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai
mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang
masih hidup.
13. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan,
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke
kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon
transversum.
14. Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea
terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal
dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang
apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan
perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.
15. Kolon transversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah
abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat
fleksura lienalis.
16. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur
dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri,
bersambung dengan kolon sigmoid.
17. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S,
ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

15
18. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sacrum dan os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan
feses sementara.
19. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya
diperkuat oleh sfingter :
a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam
rektum yang mengakibatkan ketegangan dinding rektum
mengakibatkan rangsangan untuk reflex defekasi sedangkan otot usus
lainnya berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara volunter dan
tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.

D. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi,
dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau
3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

16
4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan
gejala mental dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana
terdapat ekstra salinan kromosom 21)
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital
saat lahir, seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali
pada gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

E. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak
ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10
mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak
ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak
dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula

17
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah
fistula menuju ke uretra (rektourethralis).

F. Pohon Masalah
G.Path ways
 Gangg – pertumbuhan
 Fusi
 Pembentukan anus dari tonjolan emriogrnik

Atresia Ani

Feses tidak keluar Vistel rektovaginal

Feses menumpuk Feses masuk ke uretra

Peningkatan tekanaan Reabsorbsi sisa Mikroorganisme


masuk intra abdominal metabolism oleh tubuh saluran kemih

Dysuria
Operasi Mual, muntah Keracunan
Anoplasi,
Colostommi
Resiko nutrisi G3 rasa Resti nyeri
nyaman
Perubahan defekasi G3 Eliminasi BAK

Pengeluaran tdk terkontrol Trauma jaringan

18
Iritasi mukosa

Nyeri Perawatan tidak adekuat

Resti kerusakan
Integritas kulit Gangguan rasa nyaman Resti infeksi

G. Manifestasi Klinis
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering
ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses
keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.
Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di
kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada
fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
1. Asidosis hiperkloremia.
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

19
4. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstriksi jaringan perut dianastomosis).
5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
7. Prolaps mukosa anorektal. h. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare,
pembedahan dan infeksi). (Ngastiyah, 2005).

I. Klasifikasi
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum
dengan anus.
4. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.

J. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang
umum dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :

20
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di
daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir
dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus
impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-
tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga
pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan
udara tertinggi dapat diukur.

K. Penatalaksanaan
1. Pembedahan Terapi
Pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya.
Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian
anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum
abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan
pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status
nutrisnya. Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong rectal melalui
afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal
membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
2. Pengobatan
a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3
bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf
Pengajar FKUI. 205).

21
3. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk
anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
4. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik
status nutrisinya.
5. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak
padat.

J. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi :
a. Pola Persepsi Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan
di rumah.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada
pasien dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien untuk
makan mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anastesi.

22
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan
dari produk buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani tidak
terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami
kesulitan dalam defekasi.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari
kelemahan otot.
e. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman
dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab
pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena
nyeri pada luka insisi.
g. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image,
body comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan
karena dampak luka jahitan operasi.
h. Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat
reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan,
dan rumah.

23
k. Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini
diharapkan perawat memberikan motivasi dan pendekatan terhadap
klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan
melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir,
tinja dalam urine dan vagina.
a. Pre Operasi
1) Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
3) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan


perawatan dirumah.
3. Intervensi keperawatan
a. Pre Operasi
1) Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus.

24
a) Tujuan
Terjadi peningkatan fungsi usus.
b) Kriteria Hasil
- Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek
- Terbentuknya tinja
- Tidak ada nyeri saat defekasi
- Tidak terjadi perdarahan
c) Intervensi
- Lakukan dilatasi anal sesuai program.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.
- Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.
- Ukur lingkar abdomen klien.
Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.
- Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai
fungsi usus normal.
Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
a) Tujuan
Volume cairan terpenuhi
b) Kriteria Hasil
- Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
- TTV dalam batas normal
c) Intervensi
- Awasi masukan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang
keseimbangan cairan.
- Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan
nadi.

25
Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi
jantung, TD dan nadi turun.
- Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post
operasi.
Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan
pada jaringan.
- Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai
indikasi.
Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.
3) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
a) Tujuan
Rasa cemas dapat hilang atau berkurang.
b) Kriteria Hasil
- Ansietas berkurang
- Klien tidak gelisah
c) Intervensi
- Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan
keluarga.
Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana
informasi tersebut diterima.
- Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum
dilakukan operasi.
Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika
tindakan operasi tersebut dilakukan.
- Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran
dan perasaan takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka
dimana rasa takut dapat ditujukan.
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

26
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi
ansietas.
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
a)Tujuan
Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang
b) Kriteria Hasil
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Skala nyeri 0-1
- Ekspresi wajah terlihat rileks
c) Intervensi
- Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas
nyeri.
Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai
temuan dalam pengkajian.
- Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi
dan distraksi.
Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi
persepsi atau respon nyeri.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien
untuk istirahat.
Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat
istirahat.
- Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.

27
a) Tujuan
Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan
perbaikan usus.
b) Kriteria Hasil
- Tidak terjadi penurunan BB.
- Klien tidak mual dan muntah
c) Intervensi
- Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah
makanan.
Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga
mencegah terjadinya aspirasi.
- Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan
nutrisi.
- Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti
kepala sedikit fleksi saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan
mengurangi rasa nyeri pada saat menelan.
- Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasioanl : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan
distress gaster.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
a) Tujuan
Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi
b) Kriteria Hasil
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
peningkatan leukosit.
- Luka post operasi bersih

28
c) Interversi
- Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.
- Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan
menggunakan sabun anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling
penting untuk mencegah infeksi di rumah sakit.
- Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
- Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.
- Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya
infeksi.
4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.
a) Tujuan
Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.
b) Kriteria Hasil
- Kelurga menunjukkan kemampuan untuk memberikan
perawatan untuk bayi di rumah.
- Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan
perawatan pada klien.
c) Intervensi
- Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam
perawatan.
Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.
- Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang
perlu dilaporkan perawat.
Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.

29
- Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.
Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga
- Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.
Rasional : untuk melatih pasien.
- Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya
serat).
Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.

30
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama
b. Tempat tgl lahir
c. Umur
d. Jenis Kelamin
e. Alamat
f. Agama
g. Suku Bangsa
h. Pendidikan
i. Pekerjaan
j. No. CM
k. Tanggal Masuk RS
l. Diagnosa Medis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/ penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan

31
Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian atresia ani
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan Klien belum bisa mengungkapkan
secara verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan dan apa yang
diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan Pasien belum bisa melakukan aktifitas
apapun secara mandiri karena masih bayi.

AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi 
Berpakaian 
Eliminasi 
Mobilitas ditempat 
tidur
Pindah 
Ambulansi 

Makan 

Keterangan :
0 = Mandiri
1 = Dengan menggunakan alat bantu
2 = Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 = Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 = Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolik Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada
meconium.
f. Pola kognitif perseptual Klien belum mampu berkomunikasi, berespon,
dan berorientas i dengan baik pada orang lain
g. Pola konsep diri

32
1) Identitas diri
Belum bisa dikaji
2) Ideal diri
Belum bisa dikaji
3) Gambaran diri
Belum bisa dikaji
4) Peran diri
Belum bisa dikaji
5) Harga diri
Belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan Belum bisa dikaji karena klien belum
mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan Belum bisa dikaji karena klien belum mampu
berinteraksi dengan orang lain secara mandiri
k. Pola koping Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum
mampu berespon terhadap adanya suatu masalah
4. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah
anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi,
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah
bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
a. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1) Tanda-tanda vital
a) Nadi : 110 X/menit.
b) Respirasi : 32 X/menit.
c) Suhu axila :37º Celsius.

33
2) Kepala Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih,
tidak ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada
chepal hematom.
3) Mata Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan
subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus,
conjungtiva tampak agak pucat.
4) Hidung Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
5) Mulut Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak
macroglosus, tidak cheilochisis.
6) Telinga Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago
berbentuk sempurna
7) Leher Tidak ada webbed neck.
8) Thorak Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak
funnel shest, pernafasan normal
9) Jantung Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
10) Abdomen Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak
termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus
11) Getalia Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis
tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12) Anus Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar,
kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang
dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi
terdengar peristaltic.
13) Ektrimitas atas dan bawah Simetris, tidak fraktur, jumlah jari
lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak
pucat
14) Punggung Tidak ada penonjolan spina gifid
15) Pemeriksaan Reflek
a) Suching +

34
b) Rooting +
c) Moro +
d) Grip +
e) Plantar +

B. Diagnosa Keperawatan
1. Dx pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
intake, muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
2. Dx Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf
jaringan.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Pre Operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Konstipasi Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Evaluasi
b/d ganglion tindakan enema atau bowel
keperawatan irigasi rectal meningkatkan
selama 1x 24 jam sesuai order kenyaman pada
Klien mampu 2. Kaji bising anak
mempertahankan usus dan 2. Meyakinkan
pola eliminasi abdomen berfungsinya
BAB dengan setiap 4 jam usus

35
teratur KH : 3. Ukur 3. Pengukuran
Penurunan lingkar lingkar abdomen
distensi abdomen, abdomen membantu
meningkatnya mndeteksi
kenyamanan trjadinya distensi
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Dapat
kekurangan tindakan intake – mengidentifikasi
volume keperawatan output cairan status cairan
cairan b/d selama 1x 24 jam 2. Lakukan klien
menurunnya Klien dapat pemasangan 2. Mencegah
intake, mempertahankan infus dan dehidrasi
muntah keseimbangan berikan cairan 3. Mengetahui
cairan KH: IV kehilangan
Output urin 1-2 3. Observasi cairan melalui
ml/kg/jam, capill TTV suhu tubuh yang
ary refill 3-5 4.Monitor tinggi
detik, trgor kulit status hidrasi 4. Mengetahui
baik, membrane (kelembaban tanda-tanda
mukosa lembab membran dehidrasi
mukosa, nadi takanan darah
adekuat, ortostatik)
3. Cemas Setelah dilakukan 1. Jelaskan dg 1. Agar orang
orang tua tindakan istilah yg tua mengerti
b/d kurang keperawatan dimengerti kondisi klien
pengetahuan selama 1x 24 jam tentang 2. Pengetahuan
tentang Kecemasan orang anatomi dan tersebut
penyakit tua dapat fisiologi diharapkan dapat
dan berkurang KH: saluran membantu
prosedur Klien tidak lemas pencernaan menurunkan
perawatan normal. kecemasan

36
2. Gunakan 3. Membantu
alat, media mengurangi
dan gambar kecemasan klien
Beri jadwal
studi diagnosa
pada orang
tua
3. Beri
informasi
pada orang
tua tentang
operasi
kolostomi

2. Diagnosa post operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan Setelah 1. Hindari 1. Mencegah
integritas dilakukan kerutan pada perlukaan pada
kulit b/d tindakan tempat tidur kulit
kolostomi. keperawatan 2. Jaga 2. Menjaga
selama 1 x 24 kebersihan kulit ketahanan kulit
jam diharapkan agar tetap 3. Mengetahui
integritas kulit bersih dan adanya tanda
dapat dikontrol. kering kerusakan
KH : - 3. Monitor kulit jaringan kulit
temperatur akan adanya 4. Menjaga
jaringan dalam kemerahan kelembaban
batas normal, 4. Oleskan kulit
sensasi dalam lotion/baby oil 5. Menjaga
batas normal, pada daerah keadekuatan

37
elastisitas dalam yang tertekan nutrisi guna
batas normal, 5. Monitor penyembuhan
hidrasi dalam status nutrisi luka
batas normal, klien
pigmentasi
dalam batas
normal, perfusi
jaringan baik.
2. Resiko Setelah 1. Monitor 1. mengetahui
infeksi b/d dilakukan tanda dan tanda infeksi
prosedur tindakan gejala infeksi lebih dini
pembedahan keperawatan sistemik dan 2. menghindari
selama 1 x 24 lokal kontaminasi dari
jam diharapkan 2. Batasi pengunjung
klien bebas dari pengunjung 3. mencegah
tandatanda 3. Pertahankan penyebab infeks
infeksi KH : teknik cairan 4. mengetahui
bebas dari tanda asepsis pada kebersihan luka
dan gejala klien yang dan tanda
infeksi beresiko infeksi
4. Inspeksi 5. Gejala infeksi
kondisi dapat di deteksi
luka/insisi lebih dini
bedah 6. Gejala infeksi
5. Ajarkan dapat segera
keluarga klien teratasi
tentang tanda
dan gejala
infeksi
6. Laporkan

38
kecurigaan
infeksi

D. Implementasi Keperawatan
1. Diagnosa Pre Operasi

Tangga Jam Diagnosa Implementasi TTD


l
Konstipasi b/d 1. Enema atau irigasi rectal
ganglion sesuai order
2. Mengauskultasi bising
usus dan abdomen
3. Mengukur lingkar
abdomen
Resiko 1. Memonitor intake –
kekurangan output cairan
volume cairan 2. Memasang infus
b/d 3. Mengobservasi TTV
menurunnya 4. Memonitor status
intake, hidrasi (kelembaban
muntah membran mukosa, nadi
adekuat, takanan darah
ortostatik)
Cemas orang 1. Menjelaskan dengan
tua b/d kurang istilah yg dimengerti
pengetahuan tentang anatomi dan
tentang fisiologi saluran
penyakit dan pencernaan normal.
prosedur 2. Menggunakan alat,
perawatan media dan gambar
3. Memberi jadwal studi

39
diagnosa pada orang tua
4. Memberi informasi
pada orang tua tentang
operasi kolostomi

2. Diagnosa Pre Operasi

Tangga Jam Diagnosa Implementasi TTD


l
Gangguan 1. Menghindarkan kerutan
integritas kulit pada tempat tidur
b/d kolostomi. 2. Menjaga kebersihan
kulit agar tetap bersih
dan kering
3. Memonitor kulit akan
adanya kemerahan
4. Mengoleskan
lotion/baby oil pada
daerah yang tertekan
5. Memonitor status nutrisi
klien
Resiko infeksi 1. Memonitor tanda dan
b/d prosedur gejala infeksi sistemik
pembedahan dan lokal
2. Membatasi pengunjung
3. Mempertahankan teknik
cairan asepsis pada klien
yang beresiko
4. Menginspeksi kondisi
luka/insisi bedah
5. Mengajarkan keluarga

40
klien tentang tanda dan
gejala infeksi
6. Melaporkan kecurigaan
infeksi

E. Evaluasi Keperawatan
1. Diagnosa Pre operasi

Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD


Konstipasi b/d S : Klien mampu
ganglion mempertahankan pola
eliminasi BAB dengan teratur
O : distensi abdomen
menurun
A : Diagnosa keperawatan
konstipasi teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko S : Klien dapat
kekurangan mempertahankan
volume cairan keseimbangan cairan
b/d O : Output urin 1-2
menurunnya ml/kg/jam, capillary refill 3-5
intake, muntah detik, turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab
A : Diagnosa keperawatan
Resiko kekurangan volume
cairan teratasi
P : Intervensi dihentikan
Cemas orang S : orang tua mengatakan
tua b/d kurang sudah tua b/d kurang

41
pengetahuan pengetahuan tentang penyakit
tentang dan prosedur perawatan tidak
penyakit dan cemas
prosedur O : klien tidak lemas
perawatan A : Diagnosa Keperawatan
Cemas orang tua Teratasi
P : Intervensi dihentikan

2. Diagnosa Post Operasi

Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD


Gangguan S : integritas kulit klien dapat
integritas kulit terkontrol
b/d kolostomi O : Temperatur jaringan
dalam batas normal, sensasi
dalam batas normal,
elastisitas dalam batas
normal, hidrasi dalam batas
normal, pigmentasi dalam
batas normal, perfusi
jaringan baik.
A : Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit
teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko infeksi S : Klien sudah tidak
b/d prosedur mengalami infeksi
pembedahan O : tanda gejala infeksi tidak
ada
A : Diagnosa Keperawatan
Resiko infeksi teratasi

42
P : Intervensi dihentikan

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal.

43
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan
anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya
membran anal dan fistula eksternal pada perineum. Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul adalah Diagnosa keperawatan pre operasi :

 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia

- Inkontinen bowel tidak efektif fungsi eksretorik


berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus
- pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan
secret berlebih
- Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi bayi
 Diagnosa keperawatan post operasi

- Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan


- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostom
- Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma
saraf jaringan
- Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan
kebutuhan perawatan di rumah

B. Saran

Bagi masyarakat yang mempunyai bayi yang kesulitan buang air besar
sejak lahir segera diperiksa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan tindakan
pengobatan lebih lanjut.

44
DAFTAR PUSTAKA

Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC


Ngastiyah.1995. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC Syamsuhidajat, R. 2004. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Jakatra : EGC
Wong, Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatric. Jakatra : EGC www.

45
Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC

Soal Kasus

1. Seoarang bayi laki-laki 2 bulan dibawa oleh ibunya dengan Labiopalatozkisis


dengan keluhan kesulitan menyusu dan berat badan menurun. Berdasarkan
kasus tersebut, diharapkan bayi akan mengkonsumsi nutrisi secara adekuat.

46
Apa tindakan keperawatan prioritas utama yang diberikan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan ?
a. Sendawakan dengan sering
b. Dorong ibu menyusui sesegera mungkin
c. Beri diet sesuai usia
d. Gunakan alat makan khusus
e. Posisikan semi fowler

2. Pada remaja ditemukan gejala kesalahan pada saat peralihan dalam suplai
darah pada masa embrio juga bertambahnya umur si ibu yang dapat
memberikan ketidakebalan embrion terhadap terjadinya celah, adanya
abnormalitas dari kromosom yang menyebabkan terjadinya malformasi
congenital yang multiple dan adanya tripel sidrom termasuk juga celah
disekitarnya rongga mulut yang selalu diikuti oleh anomaly kongenital lain
yang menyebbakan pada orang tersebut ?
a. Celah pada bibir (Labiochisis)
b. Celah pada langit – langit (Palatoschisis)
c. Celah pada bibir dan langit-langit ( Labiopalatoschisis)
d. Pulpatitis
e. Tertutupnya lubang anus (Atresia Ani )

3. An. F umur 2 3 bulan dibawa ke rumah sakit oleh ibunya dengan keluhan
perut kembung dan tidak bisa BAB. Setelah dilakukan pemeriksaan ibu
mengatakan anaknya bisa BAB bila diberi obat melalui dubur. Dari
pemeriksaan diagnostic ditemkan pembesaran pada abdomen, pembesaran
pada colon desenden, dan terlihat urat nadi dibagian abdomen
Diagnosa keperawatan apa yang dapat muncul pada anak yang menderita
penyakit hisprung ?
a. Kurang nya volume cairan
b. Kostipasi

47
c. Gangguan tumbuh dan berkembang
d. Ganggguan kebutuhan nutrisi
e. Semua benar

4. Pada soal nomor 6, pemeriksaan diagnostik apa yang harus dilakukan pada
kasus An.F ?
a. Rotgen abdomen
b. Analisa gas darah
c. CT – scan
d. USG
e. Foto toraks

5. Pada pemeriksaan genetalia, seorang bayi tampak penisnya melengkung ke


bawah dan lubang uretra terdapat pada ventral. Apakah kelainan kongenital
yang dialami bayi tersebut ?
a. Ecyspadia
b. Parafimosis
c. Fimosis
d. Epyspadia
e. Hypospadia

48

Anda mungkin juga menyukai