Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

PENYAKIT ATRESIA ANI

Disusun Oleh :
Vica Meidika B.P (1440118063)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

KRIKLAN - BANYUWANGI

2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi Maha penyayang, kami
panjtakan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nyakepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan “ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN PASIEN ATRESIA ANI” pada anak.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan asuhan keperawatan ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasihkepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari seuaitu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengantangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki asuhan keperawatan ini.

Akhir kata kami berharap bahwa laporan asuhan keperawatan ini dapat memberikan
manfaat dan inspirasi terhadap pembaca.

Banyuwangi, 16 Oktober 2020

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. KONSEP PENYAKIT.............................................................................................................2
1. DEFINISI.............................................................................................................................2
2. ETIOLOGI...........................................................................................................................2
3. TANDA DAN GEJALA......................................................................................................2
4. PATOFISIOLOGI...............................................................................................................3
5. PATHWAY..........................................................................................................................4
6. KLASIFIKASI.....................................................................................................................5
7. KOMPLIKASI.....................................................................................................................6
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................................................7
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................................8
1. Pengkajian Keperawatan........................................................................................................8
2. Pemeriksaan Fisik (Fokus).....................................................................................................9
3. Diagnosis Keperawatan (Nanda, 2010)................................................................................10
4. Perencanaan/Intervensi........................................................................................................10
BAB III................................................................................................................................................18
PENUTUP...........................................................................................................................................18
A. KESIMPULAN......................................................................................................................18
B. SARAN...................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................19

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukan keadaan tanpa
anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Malformasi anorektal merupakan
kelainan kongenital yang sering kita jumpai pada kasus bedah anak. Diagnosis
penyakit kongenital ini sangat mudah ditegakkan melalui pemeriksaan fisik yang
cermat dan teliti sehingga hal ini harus diketahui oleh para dokter [ CITATION Adr13 \l
1057 ]
Kelemahan pada anak usia prasekolah yaitu memiliki imunitas yang lebih rendah
dari pada orang dewasa sehingga akan mengalami resiko infeksi yang lebih tinggi dari
pada orang dewasa, anak rentan mengalami jatuh dan cidera sehingga menyebabkan
anak masuk ke rumah sakit, Deskidel, et al.,2011).
Perawatan anak sakit selama dirawat dirumah sakit atau selama hospitalisasi
menimbulkan krisis kecemsan tersendiri bagi anak dan keluarganya.Di rumah sakit
anak harus menghadapi lingkungan yang asing dan pemberi asuhan yang tidak
dikenal.Seringkali anak harus berhadapan dengan prosedur yang menimbulkan nyeri,
kehilangan mandiri, dan berbagai hal yang tidak diketahui, Hockenbery dan Wilson
(2013). Reaksi anak terhadap stress yang muncul akibat hospitalisasi pada semua
rentang usia anak masing-masing berbeda. Pada anak usia prasekolah, reaksi muncul
adalah merintih dan merenggek, marah, menarik diri dan bermusuhan, tetapi pada
sebagian [ CITATION Adr13 \l 1057 ]
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan atresia ani ?
C. Tujuan
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada anak
dengan atresia ani.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Atresia ani, yang kini dikenal sebagai malformasi anorektal (MAR) adalah
suatu kelainan kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan
anus yang tidak sempurna. Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital
yang sering kita jumpai pada kasus bedah anak. Lebih dari setengah abad terakhir
terjadi perkembangan terapi bedah untuk malformasi anorektal dari cut back
sederhana sampai dengan yang sering dikerjakan saat ini, yaitu posterior sagittal
anorectoplasty (PSARP). Karena malformasi anorektal merupakan kasus bedah
anak yang paling sering dijumpai dan berhubungan dengan tingginya morbiditas
maka perlulah para ahli medis dan orang awam segera mengenali diagnosis
penyakit kongenital ini. (Lokananta and Gadjah 2012)
Dalam istilah kedokteran atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal. Atresia anin adalah malformasi congenital
dimana rectum tidak mempunyailubang keluar. [CITATION Abd121 \l 1057 ]
2. ETIOLOGI
Etiologi atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan
bawaan anus dari tonjolan embrionik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
a. Puutusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayilahir tanpa dubur
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia12 minggu atau 3
bulan
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriogenik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis. Yang terjadi antara minggu
keempat sampai minggu keenam usiakehamilan [CITATION Abd121 \l 1057 ]
3. TANDA DAN GEJALA
Menurut [ CITATION Nga11 \l 1057 ] gejala yang menunjukan timbulnya penyakit
atresia ani atau anus imperforate terjadi dalam waktu 24-48 jam, gejala ini dapat
berupa:
a. Perut kembung
b. Muntah
2
c. Tidak bisa buang air besar
d. Dengan pemeriksaan radiologidengan posisi tegak maupun terbalik dapat
dilihat sampai dimana terjadi penyumbatan
e. Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium
f. Perut,membuncit
g. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
h. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
i. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam l.
j. Pada pemeriksaan rectal touché adanya membrane anal
4. PATOFISIOLOGI
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang
anus.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin
akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir
kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya
akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan,
90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada
laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika)
bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra
(rektouretralis) (Faradilla, 2009).

3
5. PATHWAY

4
Kelainan kogenital

 Gangguan Pertumbuhan
6. KLASIFIKASI  Fusi
a. Anomali Letak Rendah Pembentukan anus dari
tonjolan embrionik
1) Rectum melewati M. Puborectalis.anus terletak pada posisi yang normal
dengan lubang yang sempit (stenosis) atau tertuutp oleh mebrane
ATRESIA ANI
(imperforate anal membran)
2) Anus bisa tertutup secara komplit (atresia) dan bisa juga mempunyai
Feses Tidak Keluar
lubang Vistel Rektovaginal
keluar (fistula) yang berjalan ke depan dan bermuara dipangl penis,
vestibulum dan kadang-kadang ditemukan dianus dengan letak di depan
Feses Menumpuk Feses Masuk Ke Uretra
dan posisinya (anterior anus)
b. Anomali Inter Mediet
Mikroorganisme masuk
Reabsorbsi sisa Rectum sampai dipuborectalis (tapi tidak melewati) bias berakhir buntu atau
Peningkatan Tekanan ke saluran kemih
metabolisme mempunyai fistiulaIntraabdominal
antara rectum dan bulbus uretra atau bagian atas vagina
c. Anomali Letak Tinggi Dysuria
Keracunan Kelainan lesi tipe Operasi Anoplasti terjadi hampir selalu pada laki-laki dan
tinggi supralevator
biasanya terdapat vistula rekrouretra antara rectum yang berakhir
Gang. buntu
Rasa nyaman
Mual, muntah
disebalah Ansietas
proksimal uretra prostatika.
PerubahanSedangkan
Defekasi: kalu pada wanita, biasnya
terdapat hubungan di fistula antara rectum Tak
Pengeluaran dengan forniks
Gang.posterior
Eliminasi vagina.
Urine
Ketidakseimbangan Terkontrol Nyeri
Pada bayi perempuan umumnya (90%) ditemukan adanya fistia yang
Nutrisi < Kebutuhan Iritasi Mukosa
Tubuh menghubungkan usus dengan perinium atau vagina/rectovaginaldan jarang
rektoperineal serta tidak pernah rektourinarius.
Resiko kerusakan
Sedangkan padakulit Abnormalitas
bayi laki-laki spingter
pada umumnya Trauma jaringan
fistula menghubungkan bagian
rektal
ujung kolon yang buntu dengan traktus urinarius dan berakhir dikandung
Nyeri Inkontinensia Defekasi
kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Perawatan tidak adekuat
Gang. Rasa Nyaman
Sedangkan menurut [ CITATION Abd121 \l 1057 ] atresia dibagimenjadi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin yaitu :
Resiko Infeksi
a. Pada laki-laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu, kelainan fistel
urine, atesia rectum, perineum datar dan fistel tiak ada.jika ada fistel urine,
tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin
terdapat fistel ke uretra atau ke vesika urinaria. Cara praktis menetuka
letak fistel dengan memasang katetr urine. Bila kateter terpasang dan urin
jernih berarti fister terletak di uretra karena fistel tertutup kateter.

5
Biladenan kateter urine mengandung mekonium maka fistel ke vesika
urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar penderita memerlukan kolostomi
segera.
b. Pada Golongan II laki-laki dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel
perinium,membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistelperinium
sama dengan wanita lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal.
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium dibawah
selaput. Bilaevakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit
secapat mungkin. Pada stenosisanus sama dengan perempuan tindakan
devinitif harus di lakukan. Bila tidak ada fisel dan udara.
c. Pada perempuan golongan I, dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan
kloaka, fistel vagina, fistel rectovestibular, atresia rectum, dan fistel tidak
ada. Pada fistel vagina mekoniium tampak keluar dai vagina, evakuasi
feses tampak tidak lancar sehingga sebaiknya di lakukan kolostomi. Pada
fistel vestibulum muara fistel terdapat di vulva, umunya efakuasi fese
lancar selam penderita hanya minum susu, evakuasimulai terhambat pada
saat penderita mengkonsums imakanan padat, kolostomi dapat di lakukan
apabilapenderita dalam keadaan optimal. Pada atresia rectum anus tampak
normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih
dri 1-2cm.
d. Sedangkan golongan II pada perempuan dikelmpokkan menjadi tiga
kelainan yaitu, kelainan fistel perinium, stenosis anus, dan fistel tidak ada.
Lubang fistel perinium biasnya terdapat diantatr avulva dan tempat anus
normal. Tetapi karena anus yang bunru menyebabkan obstipasi. Pada
stenosisi anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya tetapi
sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasnya harus segera
dilaukan terapi difnitif. Bila tidak ada fistel pada invertogram udara
[ CITATION Abd121 \l 1057 ]
7. KOMPLIKASI
a. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
b. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
c. Komplikasi jangka panjang :
1) Eversion mukosa anal
2) Stenosis (akibat dari jaraingan parut dan anastomosis)

6
3) Impaksi dan konstipasi
4) Masalah dengan toilet training
5) Inkontinensia (akibat stenosis anal)
6) Prolaps mukosa analrekal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten) [ CITATION Rit10 \l 1057 ]
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi internal
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
megetahui jarak pemanjangan kantung rektum dan sfingternya
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor
d. CT scan digunakan untuk menentukan lesi
e. Pyelografi intra vena
Digunkaan untuk menilai pelviokalises dan ureter
f. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang
atau jari
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius [ CITATION Ali08 \l 1057 ]
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dalam tindkan tresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuatoleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon illaka. Untuk anomali
tinggi, dilakukan kolstomi beberapa hari setelah lahir
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah difinitifnya, yaitu anoplasty dan uumnya ditindan 9-12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untk membesardan
7
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini jga memungkinkan bayi untuk
menambah berat badan bayi dan bertambah baik status gizinya
c. Tutupkolostomi
Yang terakiradalah atresia ani, biasnya setelah beberapa hari operasi anak
akan memulai BAB melalui anus. Pertama BAB akan sering tetapi seminggu
setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat [ CITATION Rit10 \l
1057 ]
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien
dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan
keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teoridigunakan
penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data
dapat di kelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :
1) Persepsi Kesehatan-Pola manajemen Kesehatan.
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan dirumah.

2) Pola Nutrisi-Metabolik.
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umum terjadi pada pasien dengan
atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu
oleh mual dan munta dampak dari anestesi
3) Pola Eliminasi.
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.
Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien
akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong, 1996)
4) Pola Aktivitas dan Latihan.
Pola latihan dan aktivitas di pertahankan untuk menghindari kelemahan oto.
5) Pola Persepsi Kognitif.
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan
masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri paka luka
inisisi.

8
7) Konsep Diri dan persepsi Diri.
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.
Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi
(Doenges, 1993).
8) Peran dan Pola Hubungan.
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran (Doenges, 1993).
9) Pola reproduksi dan seksual.
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi social sebagai alat reproduksi (Doenges,
1993).
10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi.
Adnya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,
1993).
11) Pola Keyakinan dan Nilai.
Untuk menenrangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang di
peluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini di harapkan perawat
dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya
pelaksanaan ibadah (Abdul, 2012).

2. Pemeriksaan Fisik (Fokus)


a. Bayi Baru Lahir/pre Operatif
1) Pemeriksaan anus dengan menggunakan :
a) Thermometer
b) Jari kelingking dengan sarung tangan. Bila tidak ada anus maka
thermometer / jari kelingking tidak dapat masuk
2) Bila anus terlihat ormal dan penyembuhan terdapat lebih tinggi dari perineum,
gejala akan timbul 24-28 jam setelah lahir perut kembung, muntah berwarna
hijau.
3) Bial fistula (+) (antara rectum, traktus urinarius, scrotum atau perineum pada
bayi maka akan terlihat pada urinnya yaitu terdapat meconium pada urine
bayi.

9
4) Pada bayi dengan fistula urogenital (fistula antara rectum, vagina atau
perineum) di dapatkan adanya meconium pada vagina.
5) Pemeriksaan Radiologi `` Tegak serta terbali`` untuk melihat sampai di mana
terdapat penyumbatan.
b. Post Operatif
1) Luka operasi : koreksi/repair colostomy
2) Informasi tentang :
a) Perawatan luka koreksi/repair
b) Perawatan colostomy.
3. Diagnosis Keperawatan (Nanda, 2010)
a. Pre Operatif
1) Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah.
2) Ansietas pada orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
b. Post Operatif
1) Ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan post anestesi.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, ketidakmampuan mentoleransi per oral.
3) Gangguan eliminasi berhubungan dengan perubahan defekasi melalui
colostomy.
4) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan,
seringnya defekasi.
6) Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan efek dari kondisi (biofisik; defek
kongenital), pembedahan pada tubuh.

4. Perencanaan/Intervensi
a. Perencanaan pre-op Diagnosis keperawatan resiko kekurangan volume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan muntah
Tujuan :

1. Kekurangan volume cairan akan teratasi.


2. Keseimbangan elektrolit dan asam-basa akan di capai. Di buktikan dengan
indicator gangguan sebagai berikut :
1. : Berat.

10
2. : Substansial.
3. : Sedang.
4. : Ringan.
5. : Tidak ada gangguan.

Kriteria hasil :

1. Tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebihan.


2. Haemoglobin dan hematokrit dalam batas normal.
3. Tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang di harapkan.
4. Tidak mengalami haus yang abnormal.
5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
6. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembab, mampu
berkeringat)
7. Asupan cairan oral / intreavena adekuat.

Intervensi keperawatan :

1. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan


2. Observasi khusus terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misalnya
diare, drainase luka, penghisapan nasogastric, diaforesisi dan drainase
ileustomi).
3. Pantau pendarahan (misalnya, periksa semua sekresi dari adanya darah nyata
atau darah samar)
4. Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya
dehidrasi (misalnya obat-obatan, demam, stress, dan program pengobatan).
5. Pantau ulug elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida dan kreatinin.
6. Kaji adanya hipotensi postural.
7. Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
8. Pengelolaan cairan (NIC) :
a. Pantau status hidrasi (misalnya kelembaban membrane mukosa,
keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik).

11
b. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
(misalnya kadar hemtokrid, BUN, albumin, protein total, osmolalitas
serum dan berat jenis urine).
c. Timbang berat badan dan pantau kemajuannya.
d. Hitung dan timbang popok.
e. Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran.
9. Pengaturan cairan (NIC) :
a. Tingkatkan asupan oral sesuai keinginannya.
b. Pasang kateter urine bila perlu.
c. Berikan cairan sesuai kebutuhan.
10. Kolaborasi :
a. Berikan terapi intravena sesuai anjuran.

b. Perencanaan pre-op diagnosis keperawatan ansietas pada orang tua berhubungan


dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
a. Ansietas berkurang ditunjukkan dengan kontrol ansietas : kemampuan untuk
menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir dan tegang.
b. Menunjukkan kontrol ansietas, dibuktikan dengan indikator
pendemonstrasian sebagai berikut :
1. : pernah
2. : jarang
3. : kadang-kadang
4. : sering
5. : konsisten
Kriteria hasil :

Keluarga/pasien.

1. Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun ada kecemasan.


2. Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan
keterampilan baru.
3. Mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif secara cepat.

12
Intervensi keperawatan :

1. Pengurangan ansietas (NIC) : menentukan kemampuan pengambilan


keputusan pada pasien.
2. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
3. Kaji teknik mengurangi ansietas yang telah di iliki dan yang belum di miliki.
4. Berikan pendidikan untuk pasien atau keluarga : sediakan informasi factual
menyangkut diagnosis, perawatan dan diagnosis.
5. Instruksikan pasien/keluarga tentang teknik relaksasi.
6. Jelaskan semua prosedur keperawatan pada keluarga.
7. Kolaborasi dengan medis: berikan pengobatan untuk mengurangi ansietas
sesuai dengan kebutuhan.
8. Beri motivasi kepada orang tua / pasien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan untuk mengeksternalisasikan perasaan, gunakan pendekatan yang
tenang den meyakinkan.
9. Bantu pasien untuk memfokskan pada situasi saat ini, sebagai alat untuk
mengidentifikasi mekanisme koping yang di butuhkan untuk mengurangi
ansietas; beri dorongan kepada orang tua untuk menemani anak, sesuai
dengan kebutuhan.
10. Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan serta okupasi untuk
mengurangi ansietas dan memperluas focus.
11. Sediakan penguatan yang positif ketika pasien mampu untuk meneruskan
aktifitas sehari-hari dan lainnya meskipun ansietas.
12. Yakinkan pasien kembali dengan menyentuh, saling memberi empatik secara
verbal dan nonverbal, dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan
iritasi, serta izinkan pasien untuk menangis.
13. Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan lingkungan yang
tenang, kontak yang terbatas dengan orang lain jika di butuhkan serta
pembatasan penggunaan kafein dan stimulant lain.
14. Sarankan terapi alternative untuk mengurangi ansietas yang diterima oleh
pasien.

13
c. Perencanaan post-op diagnosis efektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan edema anestesi.
Tujuan :
1) Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif di buktikan dengan status
pernafasan : pertukaran gas dan ventilasi tidak berbahaya.
2) Menunjukkan status pernafasan : pertukaran gas, di tandai dengan indicator
gangguan sebagai berikut :
1. : ekstrem
2. : berat
3. : sedang
4. : ringan
5. : normal
Kriteria evaluasi :
a) Mudah untuk bernafas, mempunyai jalan nafas yang paten.
b) Memiliki irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang yang normal.
c) Fungsi paru dalam batas normal.
d) Kegelisahan, siniosis dan dispnea tidak ada.
e) Situasi O2 dalam batas normal.
f) Temuan sinar-X dada pada rentang yang di harapkan.
Intervensi Priorita (NIC) :
1. Pengelolaan jalan nafas : fasilitas untuk kepatenan jalan nafas :
a. Kaji dan dokumentasi hal-hal berikut :
1) Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
2) Keefektifan pengobatan yang diresepkan.
b. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui adanya
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
2. Penghisapan jalan nafas :
a. Tentukan kebutuhan penghisapan oral dan/atau trakeal.
b. Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status
hemodinamik dan irama jantung segera sebelum, selama dan setelah
pengisapan.
c. Catat tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan.
3. Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir.
4. Perhatikan posisi bayi saat memberikan makan, tegak atau setengah duduk.

14
5. Beri makan secara perlahan-lahan.
6. Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum.
7. Rubah posisi sesuai kebutuhan atau 2 jam sekali setelah pembedahan untuk
memudahkan drainage.
8. Lakukan hisap lender bila perlu.
9. Bersihkan mulut setelah makan atau minum.

d. Perencanaan postop diagnosis keperawatan perubahan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, ketidakmampuan
mentoleransi per oral.
Tujuan :
Menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi adekuat yang di
tandai dengan indicator berikut:
1. : tidak adekuat.
2. : ringan.
3. : sedang.
4. : kuat.
5. : Adekuat total
Kriteria evaluasi :
Pasien akan :
1) Mempertahankan berat badan normal (__kg atau petambahan __kg pada
(sebutkan tanggalnya).
2) Toleransi terhadap diet yang di anjurkan.
3) Nilai lab. (albumin, elektrolit) dalam batas normal.
4) Adaptasi dengan metode makan yang sesuai.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan menenlan dan menghisap.
2) Gunakan dot botol yang lunak yang besar atau dot khusus dengan lubang
yang sesuai untuk pemberian minum.
3) Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong
makan atau minuman ke dalam.
4) Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan.
5) Tepuk punggung bayi setiap 15-30 ml.

15
6) Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan.
7) Edukasi keluarga pasien : berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaiman memenuhinya.
8) Ajarkan pada keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
9) Kolaborasi : diskusikan dengan dokter pemberian makan melalui slang, atau
nutrisi parental total agar asupan kalori yang adekuat di pertahankan.

e. Perencanaan post-op diagnosis keperawatan gangguan citra tubuh berhubungan


dengan efek dari kondisi (biofisik; defek kongenital), pembedahan pada tubuh.
Tujuan :
a. Gangguan citra tubuh berkurang.
b. Menunjukkan citra tubuh, di tandai dengan indicator kekonsistenan sebagai
berikut:
1. : tidak pernah.
2. : jarang.
3. : kadang-kadang.
4. : sering.
5. Positif.
Kriteria hasil/evaluasi :
a. Puas terhadap penampilan fungsi tubuh.
b. Kongruen antara realitas tubuh, ideal tubuh dan wujud tubuh.
c. Keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
d. Memelihara hubungan social yang dekat dan hubungan personal.
Intervensi keperawatan (prioritas NIC) :
1. Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan nonverbal pasien tetang tubuh
pasien.
2. Tentukan harapan pasien tentang gambaran tubuh berdasarkan tahap
perkembangan.
3. Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin dan usia dari orang penting
bagi pasien menyangkut citr tubuh.
4. Patau frekuensi pernyataan yang mengkritik.
5. Edukasi keluarga/pasien tentang pentingnya respon mereka terhadap
perubahan tubuh anak dan penyesuaian di kemudian hari, sesuai dengan
kebutuhan.

16
6. Kolaborasi :
a. Rujuk ke layanan social untuk merencanakan perawatan dengan
pasien/keluarga.
b. Tawarkan untuk melakukan panggilan pada sumbe-sumber komunitas
yang tersedia untuk pasien/keluarga.
7. Dengarkan pasien/keluarga secara aktif dan akui realitas adanya perhatian
terhadap perawatn, kemajuan dan prognosis.
8. Beri dorongan kepada pasien/keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
9. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi mekanisme koping dan
kekuatan personal dan pengakuan keterbatasan.
10. Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, pelihara privasi dan
martabat pasien.
11. Beri dorongan kepada pasien untuk :
a. Pertahankan kebiasaan berpakaian sehari-hari yang rutin dilakukan.
b. Mengungkapkan perhatian tentang hubungan personal yang dekat.
c. Mengungkapkan konsekuensi perubahan fisik dan emosional yang dapat
mempengaruhi konsep diri.

17
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital) dimana terjadi pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna (abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum yang terjadi pada masa kehamilan.
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
(1) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur;
(2) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan;
(3) Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia  kehamilan;
(4) Berkaitan dengan sindrom down.
Penanganan pada atresia ani tergantung bagaimana kondisi klien apabila atresia ani
terlalu tinggi maka dilakukan operasi anoplasti dan pemasangan kolostomi sedangkan
pada yang rendah dilakukan dilatasi rutin.

B. SARAN
Atresia ani merupakan kelainan bawaan yang diderita oleh bayi. Biasanya terjadi
ketika organgenesis pada trisemester I. Sebagai perawat, kita harus senantiasa untuk
memingatkan kepada ibu untuk selalu berpola hidup sehat, menjaga pola makan, dan
memeriksakan masalah kehamilan kepada ahli kesehatan. Dan ketika bayi lahir dalam
keadaan atresia ani, maka perawat harus dapat melakukan asuhan keparatan
sebagaimana mestinya agar dapat mengatasi masalah yang timbul.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, W. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kelainan Konginetal. Jakarta:
Trans Info Media.

Adriana. (2013). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Alimul, H. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Lokananta, Irene, and Medicine Gadjah. 2012. “Malformasi Anorektal.” Malformasi


Anorektal.

Ngastiyah. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rita, S. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV. Agung Setio.

19

Anda mungkin juga menyukai