Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI PATOLOGIS DARI SISTEM PENCERNAAN


DAN KEMIH PADA ATRESIA ANI

OLEH:

KELOMPOK 7/ KELAS IIA:


1. ALFINA DAMAYANTI GINTING (2021.003)
2. DINDA AZHARI (2021.017)
3. ERNIKA DELVIA SIAGIAN (2021.023)
4. RIZKY ARADEA (2021.051)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM I/BB PEMATANGSIANTAR

TA.2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan tuga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi Patologis Dari Sistem Pencernaan &
Kemih Pada Atresia Ani” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak.


Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Atresia Ani bagi para pembaca dan juga saya.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Derma
Wani Damanik. S Kep., Ns., M.Kep selaku dosen mata kuliah keperawatan anak,
yang telah mengajarkan dan membimbing saya untuk dapat menyelesaikan tugas
makalah yang diberikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan saya. Oleh
karena itu segala bentuk saran dan masukan serta kritik yang membangun. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis dan pada bidang pendidikan.

Pematangsiantar, 14 April 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

A. LATAR BELAKANG....................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................2
C. TUJUAN MASALAH....................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3

A. KONSEP TEORITIS MEDIS..............................................................3


1. DEFENISI ATRIA ANI...................................................................3
2. ETIOLOGI ATRISIA ANI...............................................................3
3. PATOFISIOLOGI ATRISIA ANI....................................................4
4. MANIFESTASI KLINIS ATRISIA ANI............................................6
5. KLASIFIKASI ATRISIA ANI..........................................................6
6. KOMPLIKASI ATRISIA ANI..........................................................7
7. PENATALAKSANAAN ATRISIA ANI............................................7
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ATRISIA ANI...............................9
B. KONSEP TEORITIS KEPERAWATAN..............................................10
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN...................................................10
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN.......................................................13
3. INTERVENSI KEPERAWATAN....................................................13

BAB III PENUTUP.........................................................................................21

A. KESIMPULAN....................................................................................21
B. SARAN...............................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Atresia ani atau banyak dikenal sebagai malformasi anorectal merupakan
kelainan kongenital dimana anus tidak terbentuk secara sempurna sebagaimana
anatomi tubuh pada umumnya (Juliana, 2019). Dengan adanya kelahiran yang
memiliki kelainan kongenital secara tidak langsung akan memberikan dampak psikis
untuk orang tua karena perlunya pengetauan lebih tentang tindakan yang akan
dilakukan sebagai upaya untuk memberikan asuhan terutama yang berfokus pada
keadaan buang air besar pada bayi. Pada kondisi ini orang tua akan dihadapkan
pada keadaan dimana bayi akan dilakukan tindakan pembuatan kolostomi untuk
membantu pengeluaran sisa tinja yang ada (Juliana, 2019)
Atresia ani bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk kecacatan kongenital.
Sayangnya, apa yang menjadi penyebab kondisi ini masih belum diketahui dengan
pasti. Etiologi atresia ani merupakan multifaktorial, dan masih terus diteliti hingga
saat ini. Diduga, etiologinya berhubungan dengan riwayat keluarga dan faktor
genetik. Atresia ani juga erat dihubungkan dengan suatu sindrom yang terdiri dari
vertebral defects, anal defects, cardiac defects, tracheoesophageal fistula, renal
defects, dan limb defects atau disebut sindrom VACTERL (Askar, 2018)
Berdasarkan epidemiologi, atresia ani diperkirakan terjadi dengan jumlah 1 kasus
setiap 5.000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih berisiko mengalami kelainan ini,
dibanding perempuan.Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang cukup sering
terjadi pada pasien pediatrik. Insidensi atresia ani diperkirakan sebanyak 1 dari
4.000–5.000 kelahiran hidup, dan lebih sering ditemukan pada laki-laki. (WHO,
2018)
Berdasarkan data pada presentase jenis kelainan bawaan pada survei sentinel
kelainan bawaan yang terjadi pada bulan September 2014 – bulan Maret 2018
didapatkan prosentase kelahiran dengan kelainan bawaan atresia ani sebanyak
9,7% (Kemenkes RI 2018).
Sebagai care provider, perawat berperan memberi pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien yang membutuhkan sesuai dengan prinsip dan etika
keperawatan. Dengan adanya potensi kelahiran dengan atresia ani / malformsi
anorectal memerlukan penanganan dengan segera. Pada penanganan kelaianan
1
kongenital atresia ani akan sesegera mungkin dilakukan prosedur pembedahan
invasive untuk meminimalisir komplikasi penyakit yang sudah ada (Kemenkes RI
2018).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah yaitu:
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Kebutuhan
Eliminasi Patologis Dari Sistem Pencernaan & Kemih Pada Atresia Ani?”.

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Utama
Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan
Kebutuhan Eliminasi Patologis Dari Sistem Pencernaan & Kemih Pada
Atresia Ani
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan bagaimana konsep medis pada atresia ani
b. Mampu menjelaskan bagaimana pengkajian pada atresia ani
c. Mampu menetapkan/ merumuskan diagnose pada atresia ani
d. Mampu menjelaskan intervensi pada atresia ani

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORITIS MEDIS


1. DEFENISI ATRESIA ANI
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum
(Silalahi, 2021)
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar. Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal. Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana
rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam
kandungan. Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan
kongenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan
feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan
(Eni dan Syiska, 2020)

2. ETIOLOGI ATRESIA ANI


Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh:
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
b. gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
c. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
d. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau 3 bulan.

3
e. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul.

Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak


memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua
orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 %
- 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom,
atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.

3. PATOFISIOLOGI ATRESIA ANI


Kelainan malformasi anorektal terjadi karena kegagalan pembentukan
septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum
berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung ekor dimulai dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan
struktur anorektal. Timbulnya stenosis anal karena adanya penyempitan pada
kanal anorektal. Atresia anal timbul karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi juga dapat terjadi karena kegagalan dalam agenesis sakral
dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak membukanya usus besar yang
keluar melalui anus menyebabkan fekaltidak dapat di keluarkan dan
menyebabkan obstruksi. Obstruksi tersebut menyebabkan tekanan
intraabdominal meningkat, adanya mual dan muntah. Selain itu, hubungan
abnormal antara rektum dan vagina menyebabkan urin mengalir melalui fistel
menuju rektum. Urin yang mengalir tersebut akan diabsorbsi sehingga terjadi
asidosis hiperkloremia. Sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi (Suryaningsih, 2018)

4
Kelainan kongiental

Abnormalitas uretra dan


Gangguan pertumbuhan, Agenesis sacral (tulang
vagina
fusi dan pembentukan anus belakang tumbuh secara
dari tonjolan embionrik kloaka

Perkembangan dari
migrasi kolon pada fetal
usia 7-10

Pembentukan septum

ATRESIA ANI

Tidak ada pembukaan Perkembangan dari


usus melalui anus migrasi kolon pada fetal
usia 7-10

Feses tidak bisa keluar


Hubungan abnormal
rectum dan vagina (vistel
rektrovaginal)
Proses Feses menumpuk KONSTIPASI
peradangan

Kebocoran isi anus


Tekanan intraabdominal Mual dan
Temperatur meningkat muntah
meningkat
Feses masuk uretrta
Penanganan medis/ Kekurangan
Febris Pembedahan cairan
Mikroorganisme masuk
ke saluran kemih
\
HIPETERMI Perubanhan HIPOVOLEMIA
defekasi

Infeksi saluran kemih


Defekasi tidak
terkontrol
GANGGUAN
ELIMINASI URNE

Timbul rasa gatal


pada area Trauma
pemasangan jaringan
kolostomi

GANGGUAN Timbul nyeri Perawatan


INTEGRITAS KULIT inadekuat

NYERI AKUT RISIKO


5
INFEKSI
4. MANIFESTASI KLINIS ATRESIA ANI
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering
ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses
keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.
Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di
kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal.
Gejala yang akan timbul : (Silalahi, 2021)
a. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
d. Perut kembung.
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

5. KLASIFIKASI ATRESIA ANI


Menurut (Wahyu, dkk, 2022) kelainan atresia ani diklasifikasikan menjadi 3
yaitu sebagai berikut:
a. Atresia ani bawah merupakan lubang dubur yang menyempit atau
menutup seluruhnya karena usus rectum menempel pada kulit. Hal ini
biasanya disertai dengan gangguan sistem saraf pusat, jantung, dan
anomaly kaki dan tangan, lebih banyak terjadi pada bayi jenis kelamin
perempuan
b. Atresia ani atas yaitu pada bayi perempuan tampak usus besar berada
pada posisi di rongga panggul atas dan membentuk fistula (lubang
abnormal) antara kandung kemih, uretra, vagina, dan rectum saling
berhubungan. Pada bayi laki-laki tampak fistula ektourinaria. Lebih
banyak terjadi pada bayi jenis kelamin laki-laki

6
c. Kloaka atau lubang posterior menetap merupakan kelainan yang terjadi
saat satu saluran yang sama bertemu yaitu saluran kemih, lubang vagina
dan rectum

6. KOMPLIKASI ATRESIA ANI


Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani menurut (Wahyu, dkk,
2022) antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstriksi jaringan perut dianastomosis).
e. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
f. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan
dan infeksi). (Wahyu, dkk 2022)

7. PENATALAKSANAAN ATRESIA ANI


Penatalaksanaan menurut (Silalahi, 2021) dapat dibagi menjadi
penatalaksaan medis dan non medis
a. Medis
1) Kolostomi Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa mengalami
malformasi anorektal (atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau
beberapa kali operasi untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk
operasi yang pertama dan biasa dilakukan. Kolostomi dilakukan untuk
anomaly jenis kelainan tinggi (High Anomaly), rektovaginal fistula,
rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum, dan jika hasil
jarak udara di ujung distal rektum ke tanda timah atau logam di
perineum pada radiologi invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan
ada 2 : transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang
aman adalah stoma laras ganda. Kolostomi merupakan perlindungan
sementara (4-8 minggu) sebelum dilakukan pembedahan. Pemasangan

7
kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu setelah anoplasty atau bedah
laparoskopi. Kolostomi ditutup 2-3 bulan setelah dilatasi rektal/anal
postoperatif anoplasty. Kolostomi dilakukan pada periode perinatal dan
diperbaiki pada usia 12-15 bulan

2) Dilatasi Anal (secara digital atau manual) Dilatasi anal dilakukan


pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan oleh perawat. Setelah itu
prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian dilakukan mandiri.
Klien dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x sehari selama 10-
14 hari. Dilatasi anal dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke dada.
Dilator anal dioleskan cairan/minyak pelumas dan dimasukkan 3-4 cm
ke dalam rektal. Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal
dilakukan beberapa minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah
pembedahan. Dilatasi anal dilakukan dua kali sehari selama 30 detik
setiap hari dengan menggunakan Hegar Dilator. Ukuran dilator harus
diganti setiap minggu ke ukuran yang lebih besar. Ketika seluruh ukuran
dilator dapat dicapai, kolostomi dapat ditutup, namun dilatasi tetap
dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.
3) Anoplasty Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup
umur dan tanpa kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai
usia 3 bulan jika tidak mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan untuk
kelainan rektoperineal fistula, rektovaginal fistula, rektovestibular fistula,
rektouretral fistula, atresia rektum.
4) Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional Pembedahan ini
dilakukan dengan menarik rectum ke pembukaan anus

b. Non Medis
1) Toilet Training Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan
strategi yang sama dengan anak normal,misalnya pemilihan tempat
duduk berlubang untuk eliminasi dan atau penggunaan toilet. Tempat
duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain
memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki le lantai juga
memfasilitasi defekasi

8
2) Bowel Management Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk
membersihkan kolon.
3) Diet Konstipasi Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan,
jangan terlalu panas/dingin. Sayuran dimasak dengan benar.
Menghindari buahbuahan dan sayuran mentah. Menghindari makanan
yang memproduksi gas/menyebabkan kram, seperti minuman karbonat,
permen karet, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian sedotan.
4) Diet Laksatif/Tinggi serat Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan
mengkonsumsi makanan seperti ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel
dan apricot, buah kering, makanan tinggi lemak, coklat, dan kafein.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ATRESIA ANI


Menurut (Silalahi, 2021) untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
b. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
c.Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang
buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung
kantong rectal.
d. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan
jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar
pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek
tingkat tinggi.
f. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
1) Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di
daerah tersebut.
2) Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru
lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia
reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara
berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
9
3) Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga
pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan
udara tertinggi dapat diukur. (Wong, 2017)

B. KONSEP TEORITIS KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan anak dengan atresia ani meliputi:
a. Identitas pasien
Identitas pasien berupa: nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, suku bangsa.
Identitas orang tua berupa: nama ayah dan ibu, usia ayah dan ibu,
pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan/sumber penghasilan ayah dan ibu,
agama ayah dan ibu, alamat ayah dan ibu.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya ditemui pada diagnose atresi ani adalah
adanya tekanan pada abdomen
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang :Muntah, perut kembung dan
membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina
atau meconium terdapat dalam urin
2) Riwayat kesehatan dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah
24-48 jam pertama kelahiran
3) Riwayat kesehatan keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan
kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota
keluarga yang lain
4) Riwayat kesehatan lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak
mempengaruhi kejadian atresia ani
d. Riwayat tumbuh kembang
1) Berat badan lahir abnormal
10
2) Kemampuan anak, baik motoric kasar, halus, kongnitif dan tumbuh
3) kembang anak (pernah mengalami trauma saat sakit atau trauma
lainnya)
4) Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal

e. Pola nutrisi – Metabolik


Anoreksia, anak akan mengalami penurunan BB hingga malnutrisi.
Hal ini umum terjadi pada penderita atresia ani post colostomy. Keinginan
makan cenderung terganggu oleh mual dan muntah efek samping
anastesi.
f. Pola Eliminasi
Dikarenakan penderita atresia ani tidak terdapat lubang pada
anusnya hingga menyebabkan pasien tidak dapat mengeluarkan sisa
metabolisme yang dapat menyebabkan kesulitan dalam defekas
g. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas dan Latihan ini dipertahankan guna mengindari terjadinya
kelemahan otot
h. Pola Istirahat dan Tidur
Pada pasien atresia ani, pasien cenderung terganggu pola tidur dan
istirahatnya dikarenakan rasa nyeri diarea insisi akibat prosedur operasi

Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus
obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh
jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina

 Pemeriksaan Fisik Head to toe


1. Tanda-tanda vital
2. Kepala

11
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal
hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan
subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus,
conjungtiva tampak agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak
macroglosus, tidak cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago
berbentuk sempurna
7. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak
funnel shest, pernafasan normal
8. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
9. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak
termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus
10. Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
11. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-
kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan
kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar
peristaltic.
12. Ektrimitas atas dan bawah

12
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan
maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
volume urine menurun, suhu tubuh meningkat, merasa lemah
(D.0023)
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi kandung
kemih ditandai dengan desakan berkemih, sering buang air kecil,
mengompol, volume resiud urine meningkat (D.0149)
c. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen ditandai
dengan defekasi kurang dari 2 kali, pengeluaran feses lama dan
sulit, feses keras, peristaltik usus menurun, mengejan saat
defekasi, distensi abdomen, kelemahan umum (D.0049)
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai
dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekensi nadi
meningkat, sulit tidur, nafsu makan berubah (D.0077)
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
morbilitas ditandai dengan kerusakan jaringan, nyeri (D.0129)
f. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh diatas normal, kulit terasa hangat (D.0130)
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
(D.0142)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Hipovelemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia

13
1 berhubungan tindakan keperawatan adalah mengidentifikasi dan
dengan 2X24 jam diharapkan mengelola penurunan
kehilangan keseimbangan cairan volume cairan intravaskuler
cairan aktif meningkat (L.05020) (I.03116)
ditandai Kriteria Hasil:
dengan nadi 1. Kekuatan nadi Observasi
teraba lemah, meningkat 1. Periksa tanda dan gejala
tekanan darah 2. Turgor kulit hipovolemia
menurun, meningkat 2. Monitor intake dan
tekanan nadi 3. Output urine output cairan
menyempit, meningkat Terapeutik
turgor kulit 4. Perasaan lemah 1. Hitung kebutuhan cairan
menurun, menurun 2. Berikan asupan cairan
membrane 5. Frekuensi nadi oral
mukosa kering, membaik Edukasi
volume urine 6. Membran mukosa 1. Anjurkan memperbanyak
menurun, suhu membaik asupan cairan oral
tubuh 7. Kelembapan 2. Anjurkan menghindari
meningkat, membran mukosa perubahan posisi
merasa lemah meningkat mendadak
(D.0023) 8. Tekanan darah Kolaborai
membaik 1. Kolaborasi pemberian
9. Suhu tubuh membaik cairan iv
2. Kolaborasi pemberian
produk darah

2. Gangguan Setelah dilakukan Manajemen eliminasi urine


eliminasi urine tindakan keperawatan adalah mengidentifikasi dan
berhubungan 2X24 jam diharapkan mengelola pada gangguan
dengan iritasi eliminasi urine membaik pola eliminasi urine
kandung kemih (L.04034) (!.04152)
ditandai dengan Kriteria Hasil :
desakan 1. Desakan berkemih Observasi:

14
berkemih, meningkat 1. Identifikasi tanda dan
sering buang 2. Mengompol gejala retensi urine
air kecil, meningkat 2. Identifikasi faktor yang
mengompol, 3. Frekuensi BAK menyebabkan retensi
volume resiud membaik urine
urine meningkat 3. Monitor eliminasi urine
(D.0149)

Teraupetik:
1. Catat waktu haluaran
berkemih
2. Batasi asupan cairan
Edukasi:
1. Anjurkan tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
2. Anjurkan mengukur
asuoan cairan dan
haluaran berkemih
3. Anjurkan terapi
modalitas penguatan
otot-otot pinggul
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat supposutoria uretra
3. Konstipasi Setelah dilakukan Manajemen eliminasi fekal
berhubungan tindakan keperawatan adalah mengidentifikasi dan
dengan 2X24 jam diharapkan mengelola gangguan pola
kelemahan otot eliminasi fekal membaik eliminasi fekal (I.04151)
abdomen (L.13113)
ditandai dengan Kriteria Hasil: Observasi
defekasi kurang 1. Kontrol pengeluaran 1. Identifikasi masalah usus
dari 2 kali, feses meningkat dan penggunaan obat
pengeluaran 2. Keluhan defekasi
15
feses lama dan lama dan sulit pencahar
sulit, feses menurun 2. Identifikasi pengobatan
keras, 3. Mengejan saat yang berefek pada
peristaltik usus defekasi menurun kondisi gastrointestinal
menurun, 4. Distensi abdomen 3. Monitor buang air besar
mengejan saat menurun 4. Monitor tanda dan gejala
defekasi, 5. Teraba masa pada kontipasi
distensi rektal menurun
abdomen, 6. Konsintensi feses Terapeutik
kelemahan membaik 1. Jadwalkan waktu
umum (D.0049) 7. Frekuensi defekasi defekasi Bersama
membaik pasien
2. Sediakan makanan
tinggi serat
Edukasi
1. Anjurkan mencatat
warna ,frekuensi
konsistensi feses
2. Anjurkan meningkatkan
aktivitas fisik
3. Anjurkan pengurangan
asupan makanan yang
meningkatkan
pembentukan gas
4. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat suposituria anal

4. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri adalah


berhubungan tindakan keperawatan mengidentifikasi dan
dengan agen 2X24 jam diharapkan mengelola pengalaman

16
pencedera fisik tingkat nyeri menurun sensorik atau emosional
ditandai (L.12111) yang berkaitan dengan
dengan Kriteria Hasil: kerusakan jaringan atau
mengeluh 1. Keluhan nyeri fungsional dengan
nyeri, tampak menurun mendadak atau lambat dan
meringis, 2. Meringis menurun berinteraksi ringan hingga
gelisah, 3. Kesulitan tidur berat (I.08238)
frekensi nadi menurun
meningkat, 4. Perenieum terasa
sulit tidur, tertekan menurun Observasi
nafsu makan 5. Mual dan muntah 1. Identifikasi lokasi ,
berubah menurun durasi, intensitas nyeri
(D.0077) 6. Uterus teraba 2. Identifikasi skala nyeri
membulat menurun 3. Identifikasi respon nyeri
7. Fungsi berkemih non verbal
membaik 4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
1 memperingan nyeri
. Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan
meberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan
analgetik secar tepat
Kolaborasi
17
1. Kolaborasi pemberian
analgetik

5. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit


integritas kulit tindakan keperawatan adalah mengidentifikasi dan
berhubungan selama 2x24 jam merawat kulit untuk
dengan diharapkan integritas kulit mencapai keutuhan
penurunan dan jaringan meningkat kelembabpan, dan mecegah
morbilitas Kriteria hasil (L.14125): perlembanhan
ditandai 1) Hidrasi meningkat mikroorganisme (I.11353)
dengan 2) Kemerahan menurun
kerusakan 3) Suhu kulit membaik Observasi:
jaringan, nyeri 1. Mengidentifikasi
(D.0129) penyebab gangguan
integritas kulit
Terapeutik:
1. Ubah posisi tiap 2 jam
2. Gunakan produk
berbahan minyak pada
kulit kering
3. Hindari produk berbahan
alcohol pada kulit kering
Edukasi:
1. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
2. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
6. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen hipertemi
berhubungan tindakan keperawatan adalah mengidentifikasi dan
dengan proses selama 2x24 jam mengelola peningkatan
penyakit diharapkan teroregulasi suhu tubuh akibat disfungsi
ditandai dengan membaik (L.14134) termoregulasi (I.15506)
suhu tubuh Kriteria hasil :

18
diatas normal, 1. Suhu tubuh membaik Observasi
kulit terasa 2. Suhu kulit membaik 1. Identifikasi penyebab
hangat hipertermia
(D.0130) 2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor komplikasi
hipertermi

Teraupetik
1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Berikan cairan oral
3. Hindar pemberian
antipirerik
4. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena
7. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi adalah
berhubungan tindakan keperawatan mengidentifikasi dan
dengan efek 2X24 jam diharapkan menurunkan risiko terserang
prosedur invasi tingkat infeksi menurun organisme patogenik
(D.0142) (L.14137) (I.145339)
Kriteria hasil:
1. Kemerahan menurun Observasi:
2. Nyeri menurun 1. Monitor tanda gejala
3. Lelargi menurun infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
1. Batasi jumlah
pengunjung
2. Berikan perawatan kulit
19
pada daerah edema
3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, Jika perlu

20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya. Atresia ani merupakan
kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus dapat pula
dikatakan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik
pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal
Sebagai care provider, perawat berperan memberi pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien yang membutuhkan sesuai dengan prinsip dan etika
keperawatan. Dengan adanya potensi kelahiran dengan atresia ani / malformsi
anorectal memerlukan penanganan dengan segera. Pada penanganan
kelaianan kongenital atresia ani akan sesegera mungkin dilakukan prosedur
pembedahan invasive untuk meminimalisir komplikasi penyakit yang sudah ada

B. SARAN
1. Bagi Perawat
Dalam perawatan sistem pencernaan hendaknya dilakukan dengan hati-hati,
cermat dan teliti agar mempercepat proses penyembuhan. Perawat harus
mampu mengetahui kondisi pasien secara keseluruhan sehingga intervensi
yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan fungsional pasien, perawat
harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga untuk
mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan
keperawatan diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang bagaimana cara melakukan intervensi secara mandiri terkait atresia
ani
2. Bagi Mahasiswa

21
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada kasus ini mahasiswa dapat
melakukan intervensi yang bertujuan memperingan kondisi pasien serta dapat
terciptanya asuhan keperawatan yang sesuai

DAFTAR PUSTAKA

Askar, Muhammad. (2018). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Makassar: Unit


Penelitian Politeknik Kesehatan Makassar
Erni dan Syiska (2019). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Jawa Tengah: PT
Nasya Expanding Management
Juliana (2019). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Yogyakarta:
DEEPUBLISH
Kementrian Kesehatan RI. (2018). Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI. Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
Silalahi, Bernita. (2021). Keperawatan Anak. Medan Timur: UIM Press, Medan

Suryaningsih (2018). Buku Ajar Bayi Baru Lahir DIII Kebidanan Jilid I. Jakarta
Selatan: Mahakrya Citra Utama
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1. Jakarta: Persatuanperawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Wahyu, Dkk. (2022). Buku Ajar Bayi Baru Lahir DIII Kebidanan Jilid II. Jakarta
Selatan: Mahakrya Citra Utama

22
23

Anda mungkin juga menyukai