Anda di halaman 1dari 14

ATRESIA ANI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Aditya Arizal Fadilah

Amelia Maharani

Erlika Garliana Aditia

Febi Febriyati

Imas Khodijah

Iyang Teguh Pratama

Nani Sulistyaningsih

Nurhayati

Siti Fitriyani

Zikri Azi Al-Ghifari

STIKES YPIB MAJALENGKA

PRODI S1 KEPERAWATAN
0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat,hidayah dan
inayah-Nya suatu kebahagiaan yang tiada terkira, satu ke agungan dari sang pencipta Allah SWT
melalui tangan dan pikiran kami Insya Allah dengan ijin- Nya kami dapat menyelesaikan serta
menyajikan makalah ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Majalengka,20 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... i


Daftar Isi .............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ........................................................................................................................... 2
B. Klasifikasi ....................................................................................................................... 2
C. Etiologi ........................................................................................................................... 3
D. Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 3
E. Komplikasi ..................................................................................................................... 3
F. Patofisiologi .................................................................................................................... 4
G. Penatalaksanaan .............................................................................................................. 4
H. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................. 5
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ...................................................................................................................... 6
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan ..................................................... 6
C. Implementasi .................................................................................................................. 8
D. Evaluasi .......................................................................................................................... 9
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan
kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani
didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai
penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak
ditemukan dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga
menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus
imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina
pada perempuan (Alpers, 2006).
Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang didapatkan
penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar 50
% dari tahun 2007-2009.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Atresia Ani ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Atresia Ani ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui Atresia Ani beserta Asuhan Keperawatannya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
Jadi dapat disimpulkan bahwa atresia ani adalah kelainan kongenital dimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka
yang terjadi saat kehamilan.

B. Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator. Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet. Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis,
lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator. Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter
internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum
sampai kulit perineum lebih dari1 cm.

2
C. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai
gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier
saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai 19
sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).

D. Manifestasi Klinik
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3
hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal
(dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal,
tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius
dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan
timbul (Ngastiyah, 2005) :
1. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung.
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

E. Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
3
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.

F. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara
7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus
besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan
bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator
biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rektum paling jauh 1 cm.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
1. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara
atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir.

4
2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
3. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak
akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah
operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis. Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen. Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel
dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen. Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama
dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4. CT Scan. Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena. Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum. Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis. Digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula
yang berhubungan dengan traktus urinarius.

5
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata klien
2. Riwayat keperawatan :
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang.
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
3. Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
4. Riwayat tumbuh kembang BB lahir abnormal.
a. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma saat sakit.
b. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
c. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
5. Riwayat sosial
6. Pemeriksaan fisik.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak
merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina.

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


1. Inkontinensia bowel (tidak efektif fungsi eksretorik b.d tidak lengkapnya pembentukan
anus.
Intervensi :
a. Dilatasikan anal sesuai program.
b. Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.

2. Resiko kerusakan intregitas kulit b.d kolostomi.


Intervensi :
a. Kaji area stoma.
b. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakian lembut dan longgar pada area stoma.
c. Sebelum terpasang kolostomi bag ukur dulu sesuai stoma.

6
d. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 dari
ukuran stoma.
e. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.

3. Resiko infeksi b.d prosedur pembedahan.


Intervensi :
a. Pertahankan teknik septik dan aseptik secara ketat pada prosedur medis atau
perawatan.
b. Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
c. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
d. Pantau dan batasi pengunjung, beri isolasi jika memungkinkan.
e. Beri antibiotik sesuai resep dokter.

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah dan anoreksia.
Intervensi :
a. Pantau masukan/pengeluaran makanan atau cairan.
b. Kaji kesukaan makanan anak.
c. Beri makan sedikit tapi sering.
d. Pantau BB secara periodik.
e. Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak untuk
makan.
f. Beri perawatan mulut sebelum makan.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi.

5. Kecemasan keluarga b.d prosedur pembedahan dan kondisi bayi.


Intervensi :
a. Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
b. Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan.
c. Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien.
d. Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan pada pasien.
e. Jelaskan terapi IV, NGT, pengukuran TTV dan pengkajian.

6. Ganggaun rasa nyaman (nyeri) b.d trauma saraf jaringan.


Intervensi :
a. Cari lokasi sumber nyeri.
b. Catat kemungkinan penyebab nyeri.

7
c. Anjurkan pemakaian obat benar untuk mengontrol nyeri.
d. Ajarkan dan anjurkan tekhnik relaksasi.

7. Gangguan citra diri b.d adanya kolostomi.


Intervensi :
a. Kaji persepsi pasien tentang stoma.
b. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Observasi perilaku pasien.
d. Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan positif.

8. Kurangnya pengetahuan keluarga b.d kebutuhan perawatan di rumah.


Intervensi :
a. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat
melakukan perawatan secara mandiri.
b. Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan.
c. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi
pada anal secara tepat.
d. Ajarkan cara perawatan luka dengan tepat.
e. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
f. Ajarkan pasien dan keluaarga untuk memodifikasi diit, misalnya serat.

C. Implementasi
Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri dari:
1. Validasi rencana keperawatan
Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah menekan
serendah mungkin terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi. Karena adanya potensi
manusia berbuat salah dalam proses penilaian.
2. Dokumentasi rencana keperawatan
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus mempunyai
landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat hendaknya mengadakan
pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk membahas data, masalah,
tujuan sertarencana tindakan.
3. Tindakan keperawatan
Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan yang maksimal,
kadang timbul situasi yang bertentangan dengan tindakan yang direncanakan, maka
kemampuan perawat diuji untuk memodifikasi alat maupun situasi.

8
D. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus dengan melibatkan klien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya. Evaluasi respon klien dari implementasi yang dilakukan
sesuai kriteria hasil yang ada pada Intervensi, dalam hal ini diperlukan pengetahuan
kesehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari evaluasi adalah menilai apakah tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak.

9
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia ani adalah kelainan kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Atresia ani diklasifikan menjadi 4 tetapi, pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3
sub kelompok anatomi. Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti,
namun ada sumber yang mengatakan bahwa ada kelainan bawaan anus di sebabkan oleh
beberapa faktor. Atresia ani mempunyai tanda dan gejala, salah satunya perut kembung.

B. Saran
Apabila ada kritik serta saran untuk penulisan makalah ini yang bersifat membangun
sangatlah kami harapkan agar penulisan makalah menjadi lebih baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unimus.ac.id/dwonload.php?id=4892

https://www.academia.edu/25868756/ATRESIA_ANI

Anda mungkin juga menyukai