Anda di halaman 1dari 24

Asuhan Keperawatan Anak Dengan

“ Atresia Ani ”

Dosen Pembimbing :
Ns. Yossy Utario, M.kep., Sp.Kep.An.

Disusun oleh:
1. Edwin Mardiansyah P00320120046
2. Ririn Dwi Anggesti P00320120060
3. Yevi Sagita Putri P00320120068

Tingkat 2B

Poltekkes Kemenkes Bengkulu


Prodi Keperawatan Curup
Tahun 2020/2021
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang kami
Panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya' yang telah melimpahkan rahmat' hidayah
kepada kami' sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Eliminasi Bowel dengan
baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi matta Kuliah Keterampilan Dasar Dalam Kepera-
atan makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancat pembuatan makalah ini. Untuk tu kami ingin mengucakan
terima kasih kepada :

1).Bunda Ns. Yossy Utario, M.kep.,Sp.Kep.An.sebagai pembimbing dan koordinator yang telah
memberikan bimbingan dan materi kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.

2).Bunda Ns,Misniarti,M.kep dan Bunda Yanti Sutriyanti,M.Kep Pengajar mata Kuliah


Keperawatan Anak dalam keperawatan yang telah memberikan bimbingan dan materi kepada
kami.

3).Rekan-rekan yang ikut membantu dalam penulisan makalah ini.Kami menyadari makalah ini
sangat jauh dari kesempurnaan baik isi maupun bentuk penulisannya' karena keterbatasan
pengetahuan yang kami miliki.olleh karena itu' kamimengharapkan kritik dan saran yang kiranya
dapat kami gunakan sebagai masukan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Curup,09 Agustus 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................................

B. Rumusan Masalah...............................................................................................

C. Tujuan Penulisan.................................................................................................

D. Manfaat Penulisan................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Atresia Ani ............................................................................................

B. Klasifikasi.............................................................................................................

C. Penyebab Atresia Ani...........................................................................................

D. Patofisiologi……………………………….........................................................

E. Manifestasi Klinis.................................................................................................

F. Bagan WOC...........................................................................................................

G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................

H. Penatalaksanaan Medis.........................................................................................

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian..........................................................................................................

B. Diagnosa.............................................................................................................

C. Intervensi............................................................................................................

D. Implementasi......................................................................................................

E. Evaluasi................................................................................................................

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................

B. Saran....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia Ani merupakan salah satu kelainan kongenital yang terjadi pada anak. Atresia ani
(anus imperforate) merupakan suatu keadaan dimana lubang anus tidak berlubang . Atresia ani
berasal dari bahasa Yunani, yaitu berarti tidak ada, dan trepsis yang artinya nutrisi atau makanan.
Menurut istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan atau tidak adanya atau tertutupnya
lubang badan yang normal (Rizema Setatava P,2012). Menurut WHO (Word Health
Organization) diperkirakan bahwa dari seluruh kematian bayi di dunia disebabkan oleh kelainan
kongenital di Eropa, sekitar 25% kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Di asia
Tenggara kejadian kelainan kongenital mencapai 5% dari jumlah bayi yang lahir (Verawati
dkk,2015)

Atresia ani yaitu tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupya anus secara abnormal(Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak
terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm menyebabkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum ( Purwanto, 2001).

Indonesia memiliki angka kematian atresia ani sangat tinggi yaitu 90%. Masyarakat pada
daerah perkotaan sangat erat kaitannya dengan kepadatan penduduk dan lingkungan yang
kumuh. Lingkungan yang kumuh dapat menjadi faktor pendukung terjaadiny atresia ani. Tingkat
pengetahuan serta pendidikan yang rendah dan pola nutrisi yang kurang baik memungkinkan
bahwa keluarga dengan ibu hamil kurang memperoleh informasi mengenai
kesehatan,pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan.. Lingkungan yang terpapar
dengan zat zat racun seperti asap rokok,alkohol, dan nikotin dapat mempengaruhi perkembangan
janin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Atresia ani?
2. Apa saja klasifikasi atresia ani?
3. Apa penyebab terjadinya Atresia ani?
4. Patofisiologi?
5. Manifestasi Klinis ?
6. Bagan WOC ?
7. Pemeriksaan Penunjang?
8. Penataaksanaan medis?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa definisi Atresia Ani
2. Untuk Mengetahui Apa saja klasifikasi Atresia Ani
3. Untuk Mengetahui Penyebab terjadinya Atresia Ani
4. Untuk Mengetahui Patofisiologi Atresia Ani
5. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Atresia Ani
6. Untuk Mengetahui Bagan WOC Atresia Ani
7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani
8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan medis Atresia Ani

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Atresia Ani


Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforatemeliputi
anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).Atresia ini atau anus imperforate adalah
tidak terjadinya perforasi membran yangmemisahkan bagian entoderm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidaksempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam
atau kadang berbentuk anusnamun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber
Purwanto. 2001 RSCM)Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau salurananus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atautertutupnya
lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut jugaclausura. Dengan kata lain
tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga
tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atauterjadi kemudian karena proses penyakit
yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.
Atresia ani yaitu tidak berlubangnyadubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk
membuat saluran seperti keadaan normalnya

Atresia ani atau anus imperforata adalah lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal
atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan
memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara
usus, muskulus levator ani, kulit,uretra dan vagina. (Wong, 2009 ).Dapat menyimpulkan bahwa,
atresia ani atau marformasi anorektal adalah kelainan kongenital dimana anus tidak mempunyai
lubang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan sehingga terjadi ketidak lengkapan perkembangan
embrionik yang menyebabkan neonates tidak memiliki lubang anus untuk mengeluarkan feses.
B. Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Kemudian Kalsifikasi pasien penderita Atresia ani diklasifikasikan lebih lanjut menjadi sub
kelompok anatomi yaitu :

1. Anomali rendah / infralevator

Pada anomaly rendah, rektum mempunyai jalur desenden yang normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi
normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

2. Anomali intermediet

Pada anomaly intermediet, rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis,
lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

3. Anomali tinggi / supralevator

Pada anomaly tinggi ujung rectum di atas otot puborectalis dan


sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih dari 1 cm.

C. Penyebab
Penyebab dari atresia ani masih belum diketahui pasti. Pada beberapa
penelitian, atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan genetic maupun factor lingkungan yang
terpapar oleh zat-zat beracun lingkungan yang kumuh dan pola nutrisi bayi selama dalam
kandungan. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :

1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan


pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier
penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
5. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
6. Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital, biasanya
karena gangguan perkembangan septum urogenital pada minggu ke-5 sampai ke-7 pada
usia kehamilan.(Bets,2012, Purwanto, 2011).

Faktor Predisposisi

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti :

a. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada


gastrointestinal.
b. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

D. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria danstruktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.Terjadi atresia
ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolonantara 7 dan 10
mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karenakegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang
keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkansehingga intestinal mengalami
obstruksi.Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi
inimengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.Apabila
urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehinggaterjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinariusmenyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antararektum dengan organ sekitarnya. Pada
wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-
laki biasanya letak tinggi, umumnya fistulamenuju ke vesika urinaria atau ke prostate.
(rektovesika). Pada letak rendah fistula menujuke uretra (rektourethralis).

E. Manifestasi Klinis
Menurut Ngastiyah, 2005, Betz. Ed 7. 2012 tanda dan gejala neonates menglalami atresia
ani atau anus imperforata antara lain:
1. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
2. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.
3. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
4. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
5. Pengukuran suhu rektal pada bayi tidak dapat dilakukan.
6. Adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) dan distensi
bertahap
7. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
8. Lebih dari 50% pasien dengan atresia ani mempunyai kelainan congenital lain.
9. Perut kembung 4-8 jam setelah lahir.

F. Bagan WOC
G. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaanm penunjang sebagai


berikut:

1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini. Pemeriksaan fisik rectum kepatenan rectal dapat dilakukan
colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknikwangensteen-rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah
udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong. Ultrasound terhadap
abdomen digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa
tumor.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5
cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang
menandakan obstruksi di daerah tersebut. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis
pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus
impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba tiba di daerah
sigmoid, kolon/rectum. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan
kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto
daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
7. Sinar X terhadap abdomen dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel
dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
8. Ultrasound terhadap abdomen digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama
dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
9. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
10. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
11. Pemeriksaan fisik rectumKepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.
12. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya
fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul Hidayat ( 2016 ),
Suriadi dan Rita Yuliani ( 2011 ), Fitri Purwanto ( 2011 ) adalah sebagai berikut :

1. Penatalaksanaan Medis

a. Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek.
Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa hari setelah lahir, bedah definitifnya
yaitu anoplasti perineal ( prosedur penarikan perineum abdominal ). Untuk lesi rendah
diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal,
fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan pembedahan
yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
b. Pembuatan kolostomi, adalah suatu tindakan membuat lubang pada dinding abdomen
untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari
usus besar atau colon iliaka. Saat ini tatalaksana atresia ani yang paling ideal adalah
divided descending colostomy karena kolostomi ini memungkinkan terjadinya
dekompresi yang adekuat, dan segmen kolon distal nonfungsional yang pendek namun
tidak mengganggu proses pullthrough pada tahap terapi definitive. Kolostomi pada
sigmoid juga dianggap lebih menguntungkan dibanding dengan kolostomi transversal,
karena proses pembersihan kolon distal pada proses kolostomi menjadi lebih mudah.
Loop colostomy memungkinkan masuknya feses dari stoma proksimal ke distal, dan
dapat menyebabkan terjadinya infeksi, dilatasi rektal, dan impaksi feses. Kolostomi pada
rektosigmoid bagian bawah sering terjadi kesalahan karena proses ini membuat segmen
distal menjadi terlalu pendek dan sulit untuk dimobilisasi pada proses pull through.
c. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty), adalah suatu tindakan membelah muskulus
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong
rectum dan pemotongan fistel. PSARP umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan untuk
memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan
ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status
nutrisinya.
d. Tutup kolostomi adalah tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari
setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Awalnya BAB akan sering tetapi
seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
e. Perawatan Postoperasi Setelah menjalani operasi, dua minggu kemudian pasien menjalani
anal dilatasi dua kali setiap hari sampai ukuran busi sesuai dengan umur pasien dan saat
businasi terasa lancar dan tidak terasa sakit. Kemudian dilakukan tappering businasi
dengan menurunkan frekuensi sampai beberapa bulan, biasanya sekitar 6 bulan. Orang
tua pasien harus diikutsertakan dalam program ini karena orang tua yang menjalankan
dan orang yang paling dekat dengan anak.
f. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
g. Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada
pasca operasi.
h. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

A. Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output ) dan ukur TTV
tiap 3 jam.
B. Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit, bising usus,
jumlah asupan parental dan enteral.
C. Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi, jaga kulit tetap
kering.
D. Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.
E. Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy dengan cara
membersihkan dengan kapas air hangat kemudian keringkan dan daerah sekitar ostoma
diberi zing zalf, colostomybag diganti segera setiap ada produksi.

Penatalaksanaan atresia ani ini berbeda, tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum
dan ada tidaknya fistula. Leape (1917) menganjurkan pada:

1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion yaitu tindakan pembedahan untuk
membuat lubang anus pada anus malformasi fistel rendah misalnya pada anocutan fistel,
anus vestibular yang tidak adekuat dan pada anus membranaseus
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
a) Keadaan umum
Pada neonatus dengan Atresia ani, keadaannya lemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis
keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada
pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
b) Tanda-tanda Vital
Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh <36,5 °C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37,5 °C.Sedangkan suhu normal
tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normalantara 120-140 kali per menit respirasi
normal antara 40-60 kali permenit (Potter Patricia A, 2010).
c) Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm
terdapat lanugo dan verniks,warna kulit terdapat kekuningan/ikterik
d) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,ubun-ubun
besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
e) Hidung
Tidak terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
f) Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak, reflex menghisap
lemah.
g) Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
h) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaaepada garis
papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah
masa kelahiran bayi.
i) Umbilikus

Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda

infeksi pada tali pusat.

j) Genitalia

Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra
pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.

k) Anus

Pada kasus atresia ani tidak terdapat adanya lubang anus.

l)Ekstremitas

Gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul adalah :
 Gangguan pola eliminasi konstipasi berhubungan dengan abnormalitas organ.
 Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan.
 Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit, vistel retrovaginal,
dysuria, trauma jaringan post operasi.
 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post
operasi.
 Ansietas berhubungan dengan pembedahan dan mempunyai anak yang tidak sempurna.

A. Pengkajian Keperawatan
1.Pengkajian Fokus
a) Pola persepsi kesehatan
Mengkaji kemampuan keluarga pasien untuk melanjutkan perawatan
dirumah.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Anoreksia dan penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada pasien
dengan atresia ani post operasi PSARP. Keinginan pasien untuk minum susu
mungkin terganggu karena mual dan muntah dampak dari anestesi.
c) Pola eliminasi
Pada pasien atresia ani post operasi PSARP pasien membuang defekasi
melalui kolostomi.
d) Pola aktivitas dan latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan
otot.
e) Pola persepsi kognitif
Menjelaskan kepada keluarga tentang fungsi penglihatan, pendengaran,
penciuman dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab
pertanyaan.
f) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat pasien post operasi mungkin akan terganggu
karena nyeri pada luka insisi.
g) Pola konsep diri dan persepsi diri
Pasien post operasi akan tampak gelisah, penarikan diri karena dampak
jahitan operasi.
h) Pola peran dan pola hubungan
Mengetahui peran dan hubungan sebekum dan sesudah sakit.
i) Pola reproduksi dan seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi social sebagai alat.
j) Pola pertahanan diri, stress dan toleransi
Adanya faktor stress karena efek hospitalisasi, masalah keuangan, dan
meninggalkankeluarga dirumah.
k) Pola keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanaka agama yang
dianut dan konsekuensinya dalam keseharian.
b.Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pasien dengan atresia ani post operasi PSARP
terdapat jahitan post op pada daerah anus, terdapat kolostomi, feses keluar melalui
kolostomi dengan frekuensi tidak menentu dan konsistensi cair.

2.Diagnosa Keperawatan
Diagnosakeperawatan adalahpenilaian mengenai masalah kesehatanyang dialaminya
baik yang secara aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada Atresia ani adalah:
a. Diagnosa Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
b. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
c. Resiko infeksi berhubungan dengan efek procedure invasive (Dewi, 2013)& (PPNI,
2017)
3.Intervensi Keperawatan
Intervensi memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis.Intervensi
yang dibuat ada jenis tindakan yaitu observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain. Intervensi pada klien dengan Atresia ani sebagai berikut:

1.Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)


1) Tujuan : Klien setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan
tingkat nyeri menurun.
2) Kriteria Hasil : Nyeri berkurang dengan skala nyeri bayi neonatal:
 Ekspresi wajah : Relaks (wajah tenang, ekpresi netral) Skor 0, Menyeringai (otot
wajah tegang, alis, dagu atau rahang berkerut) Skor 1,
 Menangis : Tidak menangis Skor 0, Merengek (merintih ringan) Skor 1, Menangis
kuat (berteriak dengan kencang, melengking) Skor 2,
 Pola bernafas : Relaks Skor 0, Pernafasan berubah (tidak teratur, lebih cepat dari
biasanyanya) Skor 1,
 Lengan : Relaks (tidak ada kekuatan otot) Skor 0, Fleksi/ekstensi (tegang, lurus,
kaku, atau fleksi ekstensi cepat) Skor1,
 Keadaan terjaga : Tidur/terbangun (tenang, tentram, nyaman) Skor 0, Rewel (terjaga,
gelisah) Skor 1, pasien merasa tenang, tidak ada perubahan tanda –tanda vital.
Intervensi :
1. Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,dan intensitas nyeri R/
Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam pengkajian
b. Identifikasi skala nyeri R/ Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam
pengkajian
c. Identifikasi faktor yang memperberat rasa nyeriR/Bantu klien untuk mengetahui faktor
yang memperberat rasa nyeri.

2. Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri R/ Agar mengurangi rasa
nyeri dan memberikan kenyamanan.
b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeriR/Agar klien merasa lebih tenang
c. Fasilitasi istirahat tidurR/ Agar klien merasa lebih tenang.

3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeriR/Agar klien mengetahui dan dapat
mengurangi hal yang dapat memicu.
b. Jelaskan strategi meredakan nyeriR/Agar mengurangi rasa nyeri dan memberikan
kenyamanan.
c. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetikR/ Untuk mengurangi rasa nyeri.

2). Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi


1) Tujuan : Klien setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
tidak ditemukan tanda –tanda kerusakan kulit.
2) Kriteria Hasil : Tidak ada tanda –tanda kerusakan kulit, mempertahankan integritas
kulit.
Intervensi :
1. Observasi
a. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit R/ Agar mengetahui lebih dini.
2. Terapeutik
a. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kerirng R/ Mencegah
perlukaan pada kulit.
b. Gunakan produk berbahan alami dan hipoalergik pada kulit sensitiveR/Mencegah
perlukaan pada kulit.
3. Edukasi
a. Anjurkan minum air yang cukupR/ Membantu proses penyembuhan.
b. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisiR/Membantu proses penyembuhan.
c. Ajurkan meningkatkan asupan buah dan sayurR/ Membantu proses penyembuhan.
3)Resiko infeksi berhubungan dengan efek procedure invasive
1) Tujuan : Klien setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24jam diharapkan
tingkat infeksi menurun.
2) Kriteria Hasil :Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (demam, terdapat
kemerahan pada daerah luka).
Intervensi:
1. Observasi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sisteik R/ Mengetahui tanda infeksi lebih dini.
2. Terapeutik.
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah konrak dengan pasienR/Agar menjaga kebersihan dan
mecegah resiko infeksi.
b. Pertahankan teknik aseptikpada pasien yang beresiko tinggiR/Agar menjaga kebersihan
dan mecegah resiko infeksi.
3. Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi R/ Agar klien dan keluarga mengetahui tanda dan
gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benarR/Agar klien mampu menjaga kebersihan
c. Ajarkan cara memeriksa kondisi lukaR/Menghindari kontaminasi.
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian imunisasiR/ Agar terbebas dan dari infeksi(PPNI, 2018)& (PPNI,
2019).

4. Implementasi Keperawatan

5.Evaluasi Keperawatan
a. Post Operasi
1) Tingkat nyeri menurundengan skala nyeri bayi neonatal : Ekspresi wajah : Relaks
(wajah tenang, ekpresi netral) Skor 0, Menyeringai (otot wajah tegang, alis,
dagu atau rahang berkerut) Skor 1, Menangis : Tidak menangis Skor 0,
Merengek (merintih ringan) Skor 1, Menangis kuat (berteriak dengan
kencang, melengking) Skor 2, Pola bernafas : Relaks Skor 0, Pernafasan
berubah (tidak teratur, lebih cepat dari biasanyanya) Skor 1, Lengan :
Relaks (tidak ada kekuatan otot) Skor 0, Fleksi/ekstensi (tegang, lurus, kaku,
atau fleksi ekstensi cepat) Skor 1, Keadaan terjaga : Tidur/terbangun
(tenang, tentram, nyaman) Skor 0, Rewel (terjaga, gelisah) Skor 1, pasien merasa
tenang, tidak ada perubahan tanda –tanda vital.
2) Tidak ditemukan tanda –tanda kerusakan kulitdengan tidak adatanda –tanda
kerusakan kulit dan mampu mempertahankan integritas kulit.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia ani atau marformasi anorektal adalah kelainan kongenital dimana anus tidak
mempunyai lubang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan sehingga terjadi ketidak
lengkapan perkembangan embrionik yang menyebabkan neonates tidak memiliki lubang anus
untuk mengeluarkan feses. Atresia Ani adalah kelainan bawaan yang harus segera ditangani dan
sesungguhnya dapat dicegah oleh ibu hamil dan dapat dibati dengan penanganan yang serius dan
sesuai prosedur.
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan setelah bayi lahir
dengan melakukan inspeksi secar tepat dan cermat pada daerah perineum.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis berharap dapat berfikir kritis dalam
mengembangkan penulisan makalah mengenai proses keperawatan pada atresia ani dan
diharapkan hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan penambah
wawasan bagi teman-teman mahasiswa keperawatan maupun yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai