Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA

DENGAN KELAINAN BAWAAN

“ATRESIA DOUDENI”

Dosen Pengampu :

Yeti Trisnawati, SST,M.K.M

Disusun Oleh :

Emi Fitria (121007)

AKADEMI KEBIDANAN ANUGERAH BINTAN

TAHUN AKADEMIK

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun Makalah “Atresia Doudeni”, sebagai salah satu
syarat untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanaan Neonatus, Bayi dan Balita.

Dalam hal ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada

kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Ibu Nining Sulistyowati, S.ST.M.Kes selaku direktur


2. Ibu Yeti Trisnawati, SST,M.K.M selaku dosen pengampu
3. Serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diperlukan guna tersusunnya
makalah yang lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.

Tanjungpinang, 19 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Atresia Doudeni ................................................................ 3
B. Embriologi Atresia Doudeni ............................................................... 3
C. Epidemiologi ....................................................................................... 4
D. Etiologi Atresia Doudeni .................................................................... 5
E. Patologi ............................................................................................... 5
F. Klsifikasi ............................................................................................. 6
G. Patofisiologi ........................................................................................ 6
H. Diagnosa ............................................................................................. 7
I. Pemeriksaan penunjang ...................................................................... 8
J. Tatalaksana ......................................................................................... 10
K. Komplikasi .......................................................................................... 12
L. Prognosa .............................................................................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 28
B. Saran .................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Atresia Duodenum adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian


terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus. Atresia
duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasaditemui didalam ahli bedah
pediatrik dan merupakan lokasi yang paling seringterjadinya obstruksi usus di hampir
semua kasus osbtruksi.

Atresia duodenumdijumpai satu diantara 6.000-10.000 kelahiran hidup. Dasar


embriologi terjadinya atresia duodenum disebabkan karena kegagalan rekanalisasi
duodenal pada fase padat intestinal bagian atas dan terdapat oklusi vascular di daerah
duodenum dalam masa perkembangan fetal.

Setengah dari semua bayi baru lahir denganatresia duedenal juga mempunyai
anomali kongenital pada sistem organ lainnya.Lebih dari 30% dari kasus kelainan ini
ditemukan pada bayi dengan sindromdown. Adapun kelainan lain yang dapat ditemui
diantaranya pancreas annulare (23%), Penyakit jantung congenital (22%), malrotasi (20%),
atresia esophagus(8%) dan lainnya (20%).

Laporan lain menyebutkan bahwa atresia duodenum berkaitan dengan prematuritas


(46%), maternal polyhidramnion (33%), down syndrome (24%), pankreas annulare (33%)
dan malrotasi (28%).

Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana mengakibatkan bayi dapatmengalami


asfiksia, dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia yang diakibatkan muntah.

Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus bayi dengan atresia duodenum dariaspek
teori, penatalaksanaan, serta kesesuaian teori dengan penatalaksanaannya.

B. Rumusan masalah
Untuk memudahkan dalam pembuatan makalah ini penulis mencoba untuk merumuskan
masalah diantaranya :

1
1. Apa pengertian dari Atresia Duodeni?
2. Apa embriologi dari Atresia Duodeni?
3. Bagaimana epidemiologi dari atresia duodeni?
4. Sebutkan etiologi dari Atresia Duodeni!.
5. Apa saja patologi yang terjadi pada atresia duodeni?
6. Bagaimana klasifikasi dari Atresia Duodeni?
7. Apa saja patofisiologi dari atresi doudeni?
8. Bagaimana diagnose atresia doudeni?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Atresia Duodeni?
10. Bagaimana tatalaksanan dari atresia doudeni?
11. Apa saja komplikasi yang terjadi pada atresia doudeni?
12. Bagaimana prognosa dari atresia doudeni?

C. Tujuan Masalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan kemampuan kepada mahasiswi
untuk memahami kelainan kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir.

1. Untuk mengetahui pengertian Atresia Duodeni?


2. Untuk mengetahui embriologi dari Atresia Duodeni?
3. Untuk mengetahui epidemiologi dari atresia duodeni?
4. Untuk mengetahui etiologi dari Atresia Duodeni!.
5. Untuk mengetahui patologi yang terjadi pada atresia duodeni?
6. Untuk mengetahui klasifikasi dari Atresia Duodeni?
7. Untuk mengetahui patofisiologi dari atresi doudeni?
8. Untuk mengetahui diagnose atresia doudeni?
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Atresia Duodeni?
10. Untuk mengetahui tatalaksanan dari atresia doudeni?
11. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada atresia doudeni?
12. Untuk mengetahui prognosa dari atresia doudeni?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dariusus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbukadari lambung
yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung keusus.
B. Embriologi
Minggu 4 pertumbuhan lapis epitel usus lebih cepat dibandingkan panjanglempeng
usus,shg terdapat sumbatan usus. Seiring pertumbuhan usus, mulai pula proses vakuolisasi
sehingga terjadi rekanalisasi usus. Rekanalisasi berakhir minggu 8-10. Penyimpangan
rekanalisasi menyebabkan, stenosis, atresia, web/diafgrama mukosa. Penyimpangan
rekanalisasi paling sering di daerah papilaVateri.
Atresia duodenum disebabkan kegagalan rekanalisasi duodenal pada fase padat
intestinal bagian atas, terdapat oklusi vascular dalam duodenum. Terdapat hubungan
kelainan perkembangan khususnya dengan pancreas dalam bentuk bajiyang interposisi
antara bagian proksimal dan distal atresia; pancreas anulare.

Gambar 1. Tipe anomali


rekanalisasiduodenum. Dilatasi segmen proksimalyang normal diperlihatkan
pada masing-masing tipe. A. Diafrag ma; B. Solid corddan atresia; C.
ketidakhadiran segmental.

3
Pendapat lain mengungkapkan bahwa pancreas bagian ventral
duodenummengadakan putaran ke kanan dan fusi dengan bagian dorsal. Bila saat putaran
berlangsung ujung pancreas bagian ventral melekat pada duodenum maka berbentuk cincin
pancreas (jari manis) yang melingkari duodenum. Duodenum tidak tumbuh sehinnga
terbentuk stenosis atau atresia. Akhir saluran empedu umumnyaduplikasi, masuk ke
duodenum di atas dan bawah atresia sehingga empedu dapat dijumpai baik diproksimal
ataupun distal atresia.

C. Epidemiologi
Insiden atresia duodenum adalah 1 per 5000-10.000 kelahiran. Obstruksiduodenum
kongenital intrinsik merupakan dua pertiga dari keseluruhan obstruksiduodenum
kongenital (atresia duodenum 40- 60%, jaringan duodenum 35-45%, pancreas Ganti 10-
30%, stenosis duodenum 7-20%). Tidak terdapat predileksi rasial dangender pada penyakit
ini. Sekitar setengah dari bayi yang lahir dengan obstruksiduodenal mempunyai kelainan
congenital dari sistem organ lain.

Laporan lain menyebutkan (Arnold, 2003) bahwa anomali yang


berhubungandengan obstruksi duodenal adalah Down syndrome (28%), Pankreas annulare
(23%), Penyakit jantung kongenital (23%), Malrotasi (20%), Atresiaesofagus/fistula

4
trakheaesofageal (9%), Kelainan traktus Genitourinaria (8%),Anomalies anorektal (4%),
kelainan usus lainnya (4%) dan anomali lainnya (11%).

D. Etiologi

Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum


diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan dengan baik. Seringnya ditemukan
keterkaitan atresia atau stenosis duodenum dengan malformasineonatal lainnya
menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan oleh gangguan perkembangan pada masa awal
kehamilan. Atresia duodenum berbeda dari atresia usus lainnya, yang merupakan anomali
terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah mesenterik pada perkembangan
selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal sebagai predisposisi yang ditemukan hingga
saat ini. Meskipunhingga sepertiga pasien dengan atresia duodenum menderita pula trisomi
21 (sindrom Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam perkembangan
atresia duodenum

E. Patologi
Dapat disebabkan faktor intrinsik didalam duodenum, dapat total atau parsial, atau
tanpa diafragma mukosa. Diameter bukaan dapat kecil sekali atau besar, mendekati
diameter lumen normal. Faktor ekstrinsik tekanan laur duodenum seperti pita Ladd. Ladd
mengklasifikasikan obstruksi duodenal menjadi Intrinsik dan Ekstrinsiklesi.
Beberapa penyebab paling umum diperlihatkan pada table di bawah ini.

F. Klasifikasi
Gray dan Skandalakis membagi atresia duodenum menjadi tiga jenis, yaitu:

5
1) Tipe I (92%) Mukosal web utuh atau intak yang terbentuk dari mukosa dan
submukosa tanpa lapisan muskularis. Lapisan ini dapat sangat tipis mulai dari satu
hingga beberapa millimeter. Dari luar tampak perbedaan diameter proksimaldan
distal. Lambung dan duodenum proksimal atresia mengalami dilatasi (Web mukosa
Tipe I atresia). Arteri mesenterika superior intak.
2) Tipe II (1%) Dua ujung buntu duodenum dihubungkan oleh pita jaringan ikat
(Berseratcord Tipe II atresia). Arteri Mesenterika intak.
3) Tipe III (7%) Dua ujung buntu duodenum terpisah tanpa hubungan pita jaringan
ikat (Atresia Tipe III pemisahan lengkap).

Gambar 2. Atresia duodenal; 3 tipe anatomis

G. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermalyang
tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi
pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan
bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan
terhubung ke lumen duodenal secarasempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan
vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya
terjadi melalui proses apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang timbul selama
perkembangannormal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum

6
berkaitandengan pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling
duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal dari pada
suatu perkembangan dan/atau berlebihan dari pancreatic buds. Pada tingkat seluler, traktus
digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas epitel yang merupakan
perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel
antara kedua lapisanembrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam
mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum.
H. Diagnosa
1. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal
letaktinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam
pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-
biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang sekali,
bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas salurancerna dan
bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga dewasatanpa diketahui
mengalami obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntahdengan tampilan
biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga
terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.
Distensi abdominal tidak sering terjadi dan terbatas pada abdomen
bagianatas. Banyak bayi dengan atresia duodenal mempunyai abdomen scaphoid,
sehingga obstruksi intestinal tidak segera dicurigai. Kadang dapat dijumpai
epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal.
Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu.
Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segeraterjadi
kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jikahidrasi
intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis
metabolikhipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti
padaobstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan
suspekobstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa)
dalam jumlah bermakna. Jaundice terlihat pada 40% pasien, dan diperkirakan
karena peningkatan resirkulasi enterohepatik dari bilirubin.

7
Riwayat kehamilan dengan penyulit polihidramnion dan bayi
dengansindroma Down harus dicurigai menderita atresia duodenal.
Polihidramnionterlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.

Gambar 3. Pasien dengan Sindrom Down yang menderita atresia duodenal

I. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto tiang perut
Pada pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam keadaan posisi tegakakan
terlihat gambaran 2 bayangan gelembung udara (gelembung ganda), gelembung
lambung dan duodenum proksimal atresia. Bila 1 gelembung mungkin duodenum
terisi penuh cairan, atau terdapat atresia pylorus atau membrane prapilorik. Atresia
pilorik sangat jarang terdapat dan harus ditunjang muntah tidak hijau. Bila 2
gelembung disertai gelembung udarakecil kecil di distal, mungkin stenosis
duodenum, diafgrama membranemukosa, atau malrotasi dengan atau tanpa
volvulus.

8
Gambar 4. Foto polos abdomen posisi AP dan lateral yang memperlihatkan
gambaran Tanda gelembung ganda pada atresia Duodenum.

b) USG Perut
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan
obstruksiduodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort
besaruntuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayidengan
obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksiduodenum ditandai khas
oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal. Gelembung
pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu pada loop
duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal
memungkinkan ibu mendapatkonseling prenatal dan mempertimbangkan untuk
melahirkan di saranakesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi
dengananomali saluran cerna.

Gambar 5. Prenatal sonogram pada potongan sagital oblik memberikan gambaran


Tanda gelembung ganda pada fetus dengan atresia Duodenum. Dalam rahim, perut
(S) dan duodenum (D) terisioleh cairan

J. Tatalaksana
1. Persiapan Prabedah

9
Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT)
danlakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk mencegah muntah
danaspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa, hiponatremia dan
Hipokalemia patut mendapat perhatian khusus. Operasi elektif di pagi hari
berikutnya.
2. Pembedahan
Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk
dilakukantindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif emergensi dan
harus dikoreksi dengan tindakan pembedahan selama hari pertama setelah bayi
lahir. Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi
pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah
dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang
invasif minimal. Atau dapat dilakukan tindakan pembedahan Anastomosis
duodenoyeyunostomi. Tidak dilakukan reseksi bagian atresia, karena dapat terjadi
pemotongan ampula vateri dan saluran Wirsungi.
Prosedur pembedahan dimulai dengan insisi tranversal pada supra
umbilikalabdominal, 2 cm di atas umbilikus dengan cakupan mulai dari garis
tengah sampaikuadran kanan atas. Setelah membuka kavum abdominal, dilakukan
inspeksi didalamnya untuk mencari kemungkinan adanya kelainan anomali
lainnya. Untukmendapatkan gambaran lapang pandang yang baik pada pars
superior duodenum, dengan sangat hati-hati dilakukan penggeseran hati (liver)
selanjutnya kolonasenden dan fleksura coli dekstra disingkirkan dengan perlahan-
lahan.

Gambar 6.
Transverse
supra-sayatan
perutumbilikalis

10
Terdapat dua bentuk anastomosis duodenduodenostomy yang dapat dilakukan yaitu
bentuk 1) Side to side duodenostomy dan 2) Proksimal tranverseke distal
longitudinal (Duodenoduodenostomi berbentuk berlian).

Gambar 7.
Duodeno dari
sisi ke sisi
duodenostomi
dan "berlian-
berbentuk"
anastomosis

Tindakan operasi Ostomi Duodenoduoden Berbentuk Berlian (DSD) dilakukan


sebagai berikut.

 Incisi tranversal pada akhir duodenum proximal


 Insisi longitudinal dibuat pada bagian yang lebih kecil duodenum distal
 Papila Vattery ditempatkan dengan melihat aliran empedu
 Orientasi penyambungan seperti pada gambar di atas (gambar)
 Nellaton cateter yang kecil dimasukkan melalui ujung segmen distal yang
dibuat.
 20-30 ml saline hangat diinjeksikan
 Cateter kemudian dilepas

Biagio Zuccarello et al (2009) melakukan modifikasi teknik Kimura untuktindakan


pembedahan pada atresia duodenal, yaitu sebagai berikut.

11
Gambar 8. Modifikasi pribadi (anastomosis berbentuk berlian terbalik): (a-b)
sayatan longitudinal pada duodenum dilatasi proksimal dan sayatan melintang
padaduodenum distal; (c-d-e-) anastomosis dinding duodenum posterior dalam
satulapisan dengan jahitan terputus; (f-g) anastomosis dinding duodenum anterior.

K. Komplikasi
Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi, terutama bila
tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti
pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks
gastroesofageal.
Penelitian Laura S. dkk (1998) yang dilakukan terhadap 92 neonatus dengan atresia
duodenal (Tipe I 64%, Tipe II 17%, Tipe III 18%) dengan melakukan tindakan bedah
Duodenoduodenostomi (86%), duodenotomidengan eksisi web (7%) dan
duodenojejunostomi (5%), komplikasi yang didapatkan pasca operasi (Komplikasi Pasca
Operasi) yaitu 4 neonatus (3%) dengan obstruksi, congestive heart failure (9%), ileus
paralitik yang berkepanjangan (4%), pneumonia (5%), infeksi luka superfisialis (3%).
Komplikasi lanjut termasuk perlekatan obtruksi usus (9%), dismotilitas duodenal lanjut
yang menghasilkan megaduodenum yang membutuhkan duodenoplasty (4%), dan
gastroesophageal refluks disease yang tidak respon dengan pengobatan dan membutuhkan
pembedahan antirefluk (Operasi Fundoplikasi Nissen) (5%).
Angka kematian (Angka Kematian Operasi) adalah 4% (5/138). 5 Kasus kematian
terjadi dalam 30 hari postoperative dan berhubungan dengan complexcongenital heart
anomalies. 14 kasus (10%) berhubungan dengan sepsis dan Multiorgan system failure

12
termasuk gagal jantung pada 6 kasus (4%), meningitis pada 1kasus (0,7%), gagal hati pada
1 kasus (0,7%) dan penyakit jantung kongenital kompleks pada 4 kasus (3%). 2 kasus (1%)
tidak diketahui penyebab kematiannya.
L. Prognosa
Morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bermakna selama 50 tahun terakhir.
Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi pediatrik, neonatologi, danteknik
pembedahan, angka kesembuhannya telah meningkat hingga 90%.

Mortalitas umumnya berkaitan dengan kelainan anomaly lain yang dialamikhususnya bayi
dengan Trisomi 21 dan kelainan komplek jantung (kompleksanomali jantung). Faktor lain
yang turut mempengaruhi tingkat mortalitas adalah prematuritas, BBLR dan
keterlambatan diagnosis.

13
BAB III

TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : By. Ny R
Umur : 1 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Informasi keagamaan : Islam
Alamat : Rasau Jaya III
Tanggal masuk : 13 Januari 2012
No.MR : 748985

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 15 Januari 2012.
Keluhan Utama:
Muntah hijau
Riwayat Penyakit Sekarang:
Dua belas jam setelah lahir pasien muntah-muntah hebat yang berwarna hijau, muntah
menyemprot dan setiap kali diberikan susu botol selalu dimuntahkan.Perut bagian atas
pasien terlihat kembung. Perut yang kembung tersebutmenjadi kempes kembali setelah
muntah.Dua puluh jam Setelah Masuk Rumah Sakit pasien buang air besar, warna biasa,
tidak ada lendir dan darah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal care pada usia kehamilan 32 minggudengan
mengunakan USG diperoleh informasi bahwa terdapat cairan amnionyang banyak pada
kehamilan ibu pasien (Polihidramnion).
Riwayat Kelahiran
Bayi lahir kurang bulan (36 minggu), ditolong oleh dokter Spesialis kebidanan melalui
operasi seksio sesarea atas indikasi CPD dan langsung menangis. Apgar score 9/10. Air
ketuban berwarna kuning keruh. Berat badan lahir: 2300 gram dengan panjang badan lahir
45 cm.

14
Riwayat Keluarga, Sosial dan Ekonomi
Pasien adalah anak pertama, orangtua pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga, Biaya
perawatan ditanggung oleh pemerintah (Jamkesmas).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis dengan GCS E4M6V5=15
Nadi : 115 x/mnt, isi cukup regular
Suhu : 36,2
Pernapasan : 50 x/mnt
Status generalis
Kepala : oksiput yang datar
Mata : konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-/-)
THT : sekret (-), Efek hipoplastik hidung
Mulut : bibir kering (+), sianosis (-), terpasang OGT dengan residu
berwarna hijau ± 5 cc
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar (-), deviasi trakea (-) Diberikan
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 1 jari lateral Linea Midklavikula kiri
Perkusi : batas jantung kiri di SIC V Linea Midklavikula sinistra,
pembesaran jantung (-)
Auskultasi : SI-SII murni, reguler, murmur (-),gallop (-)

Paru

Inspeksi : Pergerakkan simetris, statis, dinamis kanan dan kiri

Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler + / +, Suara tambahan : - / -

Perut

15
Inspeksi : Abdomen lebih tinggi dari dinding dada, Distensi (+) epigastrium,
luka bekas operasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Ekstremitas :

Atas Bawah

Isi ulang capp <2"/<2" <2"/<2"

Sianosis -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Tangan dan kaki yang pendek serta lebar, jarak yang lebar antara jari kaki I dan II

Alat kelamin : Tidak ada kelainan, testis sudah turun. Anoperineal

Inspeksi : Anus (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tanggal 15 Januari 2012)


Darah rutin:
Hb : 17,2 g/dl
Leukosit : 8,4/m3
Trombosit : 55/m3
Gula darah darah sewaktu : 56 g/dl
Ureum : 26 mg/dl (10-50)
Kreatinin : 0,6 mg/dl (0,6-1,3)
Kimia Darah (17/01/2012)
Bilirubin Jumlah : 6,5 mg/dL (S/D 1,1)
Bilirubin Direk : 0,4 mg/dl (S/D 0,3)

Foto Polos Abdomen


Hasil Foto Polos Abdomen 2 Posisi 17/01/2012
16
Tampak gambaran Double Bubble curiga obstruksi letak tinggi karena Atresia Duodenum

Hasil:Cor Pulmo tidak ada kelainan

V. DIAGNOSIS
Atresia Duodenum
BBLR
Sindrom Down
Diagnosis Banding
Stenosis Duodenum
Malrotasi

17
VI. PENATALAKSANAAN
Pre Operasi:
- Cepat
- Dekompresi → Pemasangan OGT
- Medikamentosa
- IVFD D10% 10 gtt mikro
- njeksi Cefotaxime 2x125 mg
- Kereta 3x300 mg prn
- Ranitidin 2x20 mg
- Metronidazol 2x15 mg
- Pro Operasi
Operasi:
Duodenoduodenostomi → Dilakukan tindakan laparotomi yang selanjutnya dilakukan
Duodenoduodenostomi pada tanggal 24 Januari 2012 pada pukul 10.00-12.00 wib.

Instuksi Post Operasi:

- Monitoring tanda vital


- Hangatkan/selimuti pasien (inkubator)
- Cepat
- Pemasangan OGT dan alirkan, bila kembung hisap dan OGT jangan lepas
- MedikamentosaI

18
VFD D51/4 NS 200 cc/24 jam (vena seksi di Femoral)
Terapi dari dr. Sp.A lanjut
Injeksi Cefotaxime 2x125 mg
Ranitidin 3x300 mg
Metronidazol 3x15 mg
VII. PROGNOSA
Ke Vitam : dubia ad malam
Ke functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad bonam

TINDAK LANJUT
Rabu, 25/01/2012
S : demam (+), menangis kurang kuat, gerak kurang aktif, kembung
bagian atas
O : keadaan umum tampak sakit sedang
Kesadaran kompos mentis, GCS 15FN : 158x/menit, FP : 63x/menit,
suhu 37,4C Mata: Isokor pupil, bulat, Ø : 2 mm/2 mm, RCL/RCTL
: +/+,Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikJantung : Si S2
reguler, irama teratur, bising (-)Paru : vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-Abdomen : distensi(+) epigastrium, Bising usus (+)
normal,Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT 2 detik,Urin
keluaran 4840 ccSaldo + 540cc

A : post Op Duodenoduodenostomi Hari ke-I

P : - IVFD D10% 300 Cc + NaCl 3% 8 Cc + KCl 4 cc = 16 cc/jam

- Injeksi Metronodazole 3 x 15 mg

- Suntik Cefotaxime 2x125 mgr iv

- Monitor tanda vital tiap 15-30 menit

- Cepat

19
- Cek lab rutin

Kamis, 26/01/2012

S : Kembung berkurang, Menangis kurang kuat, gerak tidak aktif,


grunting (-), luka bekas operasi basah dan berbau (+), pus (+)

O : Keadaan umum tampak sakit berat

Kesadaran somnolen

FN : 167 x/menit, FP : 69x/menit, suhu 37,8C Mata: Isokor pupil,


bulat, Ø : 2 mm/2 mm, RCL/RCTL : +/+,Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterikJantung : Si S2 reguler, irama teratur,
bising (-)Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-Abdomen :
distensi berkurang, Bising usus (+) normal,

Ekstrimitas : Sklerema (+), akral hangat, perfusi baik, CRT


<2detik NGT-residu kehitaman

Pemeriksaaan laboratorium

Leukosit 24.200 /µL, Eritrosit 4.690 /µL, Trombosit 48.000 /µ

Hb 17,1 g/dl, Ht 50,9%Sebuah:

A : Post Op Duodenoduodenostomy Hari II Keracunan darah

P : - IVFD D10% 300 Cc + NaCl 3% 8 Cc + KCl 4 cc = 16 cc/jam

- Injeksi Metronodazole 3 x 15 mg

- Suntik Cefotaxime 2x125 mgr iv

- Inj Ranitidin 2 x 2,5 mg iv

- Inj Kalnex 2 x 10 mg iv

- Ganti perban dan wound care

Jumat, 27/01/12

20
S : demam (+), kembung berkurang, menangis merintih, gerak tidak aktif,
gunting, (+), luka bekas operasi basah dan berbau (+), pus (+)

0 : keadaan umum tampak sakit berat

Kesadaran apatis, GCS 3/4/3

FN : 92x/menit, FP : 24x/menit, suhu 35,5 C

Mata : pupil isokor, bulat o : 2 mm/2mm, RCL/RCTL : +/+,

Konjungtiva tidak anemis sclera tidak ikterik

Jantung : Si S2 reguler, irama teratur, bising (-)

Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal.

Ekstremitas : akral dingin, perfusi kurang baik, CRT >3 detik,

Sklereema (+)

A : post op doudenoduodenostomi hari ke-III sepsis

P :- terapi lanjut

- puasa

- observasi ketat tanda-tanda vital

Kamis, 15/09/11 pada pukul 16.36 wib

Keadaan pasien semakin memburuk

Pasien meninggal di Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

21
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

1. Apakah diagnose dan pemeriksaan pasa kasus ini sudah tepat?

Pasien ini didiagnosa menderita atresia duodenal. Diagnosis ini ditentukan dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta dikonfirmasikan dengan hasil pemeriksaan
penunjnag. Dari hasil anamnesis diperoleh bahwa bayi mengalami muntah-muntah
berwarna hijau dalam beberapa jam pertama setelah lahir, perut kembung terutama
abdomen bagian atas (Upper Abdominal Distention) dan terdapat gangguan didalam
pemberian makanan (Feedling Intolerance). Bayi muntah hijau harus dianggap terdapat
obstruksi saluran cerna sampai dapat dibuktikan bahwa tidak terdapat obstruksi.

Muntah (emesis) merupakan tanda kelainan saluran gastrointestinal. Muntah adalah


ekspulsi kuat isi saluran cerna bagian atas (lambung dan kadangduodenum) melalui mulut.
Rangsangan terkuat untuk muntah adalah iritasi dandistensi lambung. Impuls saraf
diteruskan ke pusat muntah di medula oblongata, dan impuls kembali ke organ-organ
saluran cerna bagian atas, diafragma, dan otot perut. Lambung terperas di antara diafragma
dan otot perut, lalu isi perut keluardari sfinkter esofageal yang terbuka. Muntah yang
berwarna hijau (bilious emesis) menandakan kemungkinan adanya ileus atau obstruksi
distal dari insersi commonbile duct ke duodenum. Gejala lain yang mungkin berkaitan
adalah sepsis, perdarahan, rasa sakit, dan gangguan bernapas. Cairan empedu adalah cairan
basa, pahit, dan berwarna kuning-kehijauan yang diproduksi di hati dan disimpan
dikantung empedu. Kantung empedu akan mengeluarkan cairannya melalui cysticduct ke
common bile duct. Sfinkter Oddi mengatur aliran cairan empedu melalui common bile duct
ke duodenum pars desendens. Ketika terdapat obstruksi setelah bukaan common bile duct
di sfinkter Oddi, muntah akan berwarna hijau. Jika obstruksinya proksimal dari bukaan ini,
muntah tidak akan berwarna hijau.

Laura K et al (1998) pada penelitiannya terhadap 152 neonatus denganatresia


duodenal mengungkapkan bahwa manifestasi klinis yang diperoleh diantaranya 126
neonatus dengan muntah hijau (bilious), 13 neonatus masing-masing dengan upper
abdominal distension dan feeding intoleranc.

22
Gambar 9. Anatomi
Saluran empedu

Dari hasil rekam medis, diperoleh informasi bahwa ibu pasien menderita
Polihidramnion (Hidramnion). Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaa antenatalcare pada
usia kehamilan 32 minggu dengan mengunakan USG. Ibu yang mempunyai riwayat
penyulit polihidramnion dalam kehamilannya harus dicurigai menderita atresia duodenal.
Polihidramnion terlihat pada 50% dengan atresiaduodenal. Laura K et al (1998) dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa dari 138 kasus obstruksi duodenal sebanyak 45 kasus
(33%) berhubungan dengan maternal polyhydramnion. Merkel M (2011) melaporkan
sebanyak 16 kasus (40%) dari 40 bayi dengan atresia duodenal telah didiagnosa
polihidramnion sebelumnya.

Gejala dan tanda yang bisa mengarahkan ke diagnosis atresia duodenumadalah bayi
mengalami muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat adanya empedu
(biliosa), muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam,
ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas, hilangnya bising usus setelah beberapa
kali buang air besar mekonium. Tanda dan gejalayang ada adalah akibat dari obstruksi
intestinal tinggi. Atresia duodenum ditandaidengan onset muntah dalam beberapa jam
pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa
karena 15% kelainan initerjadi proksimal dari ampula Vaterii. Sebaiknya pada anak yang
muntah dengantampilan biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna
proksimalhingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan
menyeluruh. Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen
skafoid.Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung
danduodenum proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan
biasanya tidak terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit

23
segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika
hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis
metabolikhipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti
padaobstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan
suspekobstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam
jumlah bermakna. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran double buble tanpa
gas pada distalnya. Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double bubble tanpa gas
pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya gas padausus distal
mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomaliduktus hepatopankreas.
Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiografdengan posisi pasien tegak atau posisi
dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresiaesofageal dan atresia duodenum, disarankan
untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.

Pada pasien ini juga menderita sindroma down (trisomy 21). Hubungan antara
atresia duodenal dan trisomy 21 diperlihatkan pada grafik di bawah ini. Merke M (2011 )
mengungkapkan bahwa insidensi diantara keduanya meningkatsecara bermakna selama 35
tahun ini. Hasil ini menunjukan adanya hubunganyang kuat antara atresia duodenum
dengan trisomy 21.

Gambar 10. Insiden Atresia duodenal dan trisomy 21

24
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat

Pada pasien dilakukan tindakan dekompresi dengan cara pemasangan


sondelambung dan dilakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya aspirasi dan muntah. Tindakan koreksi cairan danelektrolit juga
dilakukan. Berdasarkan kepustakaan hal ini sudah tepat.Secara umum semua bentuk
obstruksi duodenal merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Atresia
duodenal bersifat relatif emergensi danharus dikoreksi dengan tindakan pembedahan
selama hari pertama setelah bayilahir. Walaupun merupakan Relatif Emergency namun
tidak boleh tergesa-gesa dilakukan operasi sebelum Status hemodinamik dan elektrolit
Stabil.

Setelah kondisi pasien membaik maka pasien dipersiapkan untuk


dilakukantindakan pembedahan.. Duodenoduodenostomy merupakan prosedur
pilihan.Setelah tindakan pembedahan selesai, pasien dirawat di ruang perawatanintensif (
Neonatal Intensif Care Unit ) agar mendapatkan perawatan yang lebihmaksimal, akan
tetapi setelah 3 hari paska pembedahan kondisi umum pasienmenjadi semakin buruk dan
akhirnya pasien meninggal pada hari ke-4 paska pembedahan.

3. Apa penyebab kematian pada kasus ini.


Laura K et al (1998) melaporkan angka kematian (Operative Mortality Rate) adalah
4% (5/138). 5 Kasus kematian terjadi dalam 30 hari post operative dan berhubungan
dengan complex congenital heart anomalies. 14 kasus (10%) berhubungan dengan sepsis
dan kegagalan system multi organ termasuk gagal jantung pada 6 kasus (4%), meningitis
pada 1 kasus (0,7%), gagal hati pada 1kasus (0,7%) dan penyakit jantung kongenital
kompleks pada 4 kasus (3%). 2kasus (1%) tidak diketahui penyebab kematiannya.
Merkel M (2011) dalam penelitiannya, dari 40 kasus atresia duodenal yangtelah
menjalani operasi di Department of Pediatric and Adolescent Surgery at Medical
University of Graz selama 30 tahun, 7 pasien dilaporkan meninggal (17,5%). Dari 7 kasus
ini, 5 kasus berhubungan dengan kelainan anomaly lainyaitu 1 kasus dengan complex
cardiac defect, 2 kasus diantaranya menderitatrisomy 21 dan atresia esofagus, 1 kasus
dengan gastroskisis dan 1 kasus dengansindroma usus pendek. 3 kasus telah dilakukan
operasi pada hari pertama kelahiran (first day of life), 2 kasus pada hari kedua kelahiran

25
(second day of li ) dan 1 kasus masing-masing pada hari ketiga dan keenam (three and six
day oflife). Sebanyak 2 kasus masing-masing meninggal selama minggu pertama dankedua
perawatan, dan 2 kasus meninggal setelah 5 bulan perawatan. Penyebabutama kematian
adalah sepsis, inoperable congenital heart disease, gagal ginjal dan gagal hati.
Pada kasus pasien ini dilakukan operasi pada minggu pertama kelahiran. Diagnosis
ditegakkan pada hari kedua kelahiran. Mengingat untuk dilakukan tindakan operasi perlu
dilakukan koreksi dan perbaikan keadaan umum, statushidrasi dan hemodinamik serta
keseimbangan elektrolit terlebih dahulu. Untuk alasan ini keterlambatan diagnosis dapat
disingkirkan. Tercatat dari kondisi prenatal bahwa ditemukan adanya polihidramnion
selama pemeriksaan ANC dan tidak terdapatnya kelainan selama pemeriksaan rutin ANC
mengindikasikan bahwa gangguan selama kehamilan dapat disingkirkan. Melihat
perjalanan penyakit dan hasil dari follow up dapat dikatakan bahwa penyebab kematian
utama pada kasus ini adalah sepsis. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi penyebab
kematian adalah prematuritas dan BBLR.

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa: Atresia duodeni
adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usushalus) tidak berkembang
dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka darilambung yang tidak
memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
1. Epidemiologi
Insiden atresia duodenum adalah 1 per 5000-10.000 kelahiran.
Obstruksiduodenum kongenital intrinsik merupakan dua pertiga dari keseluruhan
obstruksiduodenum kongenital (atresia duodenum 40- 60%, jaringan duodenum
35-45%, pancreas Ganti 10-30%, stenosis duodenum 7-20%). Tidak terdapat
predileksi rasial dangender pada penyakit ini. Sekitar setengah dari bayi yang lahir
dengan obstruksiduodenal mempunyai kelainan congenital dari sistem organ lain.
2. Patologi
Dapat disebabkan faktor intrinsik didalam duodenum, dapat total atau
parsial, atau tanpa diafragma mukosa. Diameter bukaan dapat kecil sekali atau
besar, mendekati diameter lumen normal. Faktor ekstrinsik tekanan laur duodenum
seperti pita Ladd. Ladd mengklasifikasikan obstruksi duodenal menjadi Intrinsik
dan Ekstrinsiklesi.
3. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi
endodermalyang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya)
ataukegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam
usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secarasempurna.
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat
mengalami rekanalisasi.
4. Tatalaksana
1) Persiapan Prabedah

27
Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT)
danlakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk mencegah
muntah danaspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa,
hiponatremia dan Hipokalemia patut mendapat perhatian khusus. Operasi
elektif di pagi hari berikutnya.
2) Pembedahan
Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk
dilakukantindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif emergensi
dan harus dikoreksi dengan tindakan pembedahan selama hari pertama
setelah bayi lahir. Prosedur operatif standar saat ini berupa
duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun
dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan
koreksi atresia duodenum dengan cara yang invasif minimal. Atau dapat
dilakukan tindakan pembedahan Anastomosis duodenoyeyunostomi. Tidak
dilakukan reseksi bagian atresia, karena dapat terjadi pemotongan ampula
vateri dan saluran Wirsungi.

Tindakan operasi Ostomi Duodenoduoden Berbentuk Berlian (DSD) dilakukan


sebagai berikut.

 Incisi tranversal pada akhir duodenum proximal


 Insisi longitudinal dibuat pada bagian yang lebih kecil duodenum distal
 Papila Vattery ditempatkan dengan melihat aliran empedu
 Orientasi penyambungan seperti pada gambar di atas (gambar)
 Nellaton cateter yang kecil dimasukkan melalui ujung segmen distal yang
dibuat.
 20-30 ml saline hangat diinjeksikan
 Cateter kemudian dilepas
B. Saran
1. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa kebidanan harus mempelajari tentang kelainan
bawaan dan penatalaksanannya khususnya atresia duodeni sebagai tambahan ilmu

28
pengetahuan dan bekal apabila sudah mengabdi dimasyarakat atau di tempat
pelayanan kesehatan, demi kesejahteraan neonatus.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan memberikan pelayanan yang maksimal
terhadap penderita atresia duodeni dan esophagus. Sehingga dapat
meminimalisirkan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada bayi baru lahir yang
mengalami atresia duodeni dan esophagus.
3. Bagi masyarakat
Diharapkan masyarakat memahami tentang kelainan-kelainan pada bayi
terlebih khusus kelainan atresia duodeni dan mampu selalu memperhatikan
kesehatananaknya.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Mirza B, Ijaz L, Saleem M and Sheikh A. Multiple associated anomalies in asingle patient
of duodenal atresia: a case report.
Cases Journal 2008, 1:215
2. Kartono D. Atresia Duodenum dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. EditorReksoprodjo
S. Binarupa Aksara. FKUI.
3. Laura K, Vecchia D, Grosfeld JL, West KW et al. Intestinal Atresia andStenosis:
A 25-Year Experience With 277 Cases. Arch Surg J ,1998;133:490-497
4. Karrer F, Potter D, Calkins C. Duodenal Atresia. Available
athttp://emedicine.medscape.com/article/932917-print. Updated: Mar 3, 2009.Diakses
pada tanggal 12 Februari 2012.
5. Mandell G, Karan J. Imaging in Duodenal Atresia. Tersedia
padahttp://emedicine.medscape.com/article/408582-overview#showall. Diakses pada
tanggal 25 Februari 2012.
6. Hermanto. Atresia dan Stenosis Duodenum. Tersedia
padahttp:///www.bedahanakpontianak.blogspot.com. Updated 24 April 2011.Diakses pada
tanggal 22 Februari 2012.
7. Merkel M. Postoperative Outcome after Small Bowel Atresia. Department ofPediatric and
Adolescent Surgery at Medical University of Graz. Disertasi.2011.
8. Sweed Y. Duodenal obstruction. In Puri P (ed): Newborn Surgery, 2 nd ed,London, Arnold,
2003, p 423.
9. Lewis N.Pediatric Duodenal Atresia and Stenosis Surgery. Tersedia
padahttp://emedicine.medscape.com/article/935748-overview#showall. Diakses pada
tanggal 25 Februari 2012.
10. Anonym. Duodenal Atresia. Available
athttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/print/ency/001131.htm. Updated 7Agustus 2007.
Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.
11. Mandel G. Duodenal Atresia. Available athttp://emedicine.medscape.com/article/408582-
print. Updated 28 Agustus2007. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.
12. Traubici J. The Double Bubble Sign. Radiology 2001; 220:463-464.

30
13. Puri P, Höllwarth M. Pediatric surgery. Berlin: Springer; 2006. p. 205.
14. Zuccarello B, Spada A, Centorrino A, Turiaco N, Chirico MR, and Parisi S.Clinical Study:
The Modified Kimura’s Technique for the Treatment of Duodenal Atresia. International.
Journal of Pediatrics 2009;1-5.
15. Puri P, Höllwarth ME. Pediatric Surgery. Ber lin: Springer; 2006. p. 203-28.

31
DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ATRESIA DUODENUM

I Dewa Ayu Widiastuti, I Made Darmajaya

Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang baik. Atresia
intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonatus yang baru lahir. Atresia intestinal
dapat terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Atresia intestinal dapat terjadi pada berbagai tempat pada
usus halus. 50% kasus atresia intestinal terjadi pada duodenum. Gejala yang sering ditimbulkan
yakni obstruksi usus. Gejala akan nampak dalam 24 jam setelah kelahiran. Muntah yang terus
menerus merupakan gejala yang paling sering. Apabila kondisi anak tidak ditangani dengan cepat,
maka anak akan mengalami dehidrasi, penurunan berat badan, gangguan keseimbangan elektrolit.
Jika dehidrasi tidak ditangani, dapat terjadi alkalosis metabolik hipokalemia atau hipokloremia.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen. Pemeriksaan penunjang saat masa prenatal
yakni dengan menggunakan prenatal ultrasonografi. Pemeriksaan penunjang postnatal yakni
roentgen. Pemeriksaan roentgen yang pertama kali dilakukan yakni plain abdominal x-ray. X-ray
akan menujukkan gambaran double-bubble sign tanpa gas pada distal dari usus. Managemen yang
dilakukan meliputi menagemen preoperatif, intraoperatif serta managemen postoperatif. Angka
harapan hidup untuk bayi dengan duodenal atresia yakni 90-95%. Mortalitas yang tinggi
disebabkan karena prematuritas serta abnormalitas kongenital yang multiple.

Kata kunci : Atresia Doudenum

ATRESIA DUODENAL, DIAGNOSIS AND TREATMENT

Duodenal atresia is a condition where the duodenum is not well developed. Atresia
Duodenal is an obstruction that often occur in the neonate after birth. Atresia occurs in 1 of 1000
births. Intestinal Atresia may occur at various places in the small intestine. 50% of cases of
intestinal atresia occurs in the duodenum. Symptoms are often caused the bowel obstruction.
Symptoms will appear within 24 hours after birth. Continuous vomiting are the most frequent
symptoms. If the child's condition is not treated quickly, the child will experience dehydration,

32
weight loss, electrolyte balance disorders. If dehydration is not treated, it can happen or
hipokloremia hypokalemic metabolic alkalosis. On physical examination found abdominal
distension. Investigations at the prenatal period by using prenatal ultrasonography. Investigations
that postnatal use a x-ray. X-ray examination of the first by the plain abdominal x-ray. X-ray image
shows the double-bubble sign without gas in the distal colon. Management options include
menagement preoperative, intraoperative and postoperative management. Life 2 expectancy for
infants with duodenal atresia which is 90-95%. Mortality is high due to prematurity and multiple
congenital abnormalities.

Keyword: duodenal atresia

33

Anda mungkin juga menyukai