“ATRESIA DOUDENI”
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
TAHUN AKADEMIK
2022/2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun Makalah “Atresia Doudeni”, sebagai salah satu
syarat untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanaan Neonatus, Bayi dan Balita.
Dalam hal ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diperlukan guna tersusunnya
makalah yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setengah dari semua bayi baru lahir denganatresia duedenal juga mempunyai
anomali kongenital pada sistem organ lainnya.Lebih dari 30% dari kasus kelainan ini
ditemukan pada bayi dengan sindromdown. Adapun kelainan lain yang dapat ditemui
diantaranya pancreas annulare (23%), Penyakit jantung congenital (22%), malrotasi (20%),
atresia esophagus(8%) dan lainnya (20%).
Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus bayi dengan atresia duodenum dariaspek
teori, penatalaksanaan, serta kesesuaian teori dengan penatalaksanaannya.
B. Rumusan masalah
Untuk memudahkan dalam pembuatan makalah ini penulis mencoba untuk merumuskan
masalah diantaranya :
1
1. Apa pengertian dari Atresia Duodeni?
2. Apa embriologi dari Atresia Duodeni?
3. Bagaimana epidemiologi dari atresia duodeni?
4. Sebutkan etiologi dari Atresia Duodeni!.
5. Apa saja patologi yang terjadi pada atresia duodeni?
6. Bagaimana klasifikasi dari Atresia Duodeni?
7. Apa saja patofisiologi dari atresi doudeni?
8. Bagaimana diagnose atresia doudeni?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Atresia Duodeni?
10. Bagaimana tatalaksanan dari atresia doudeni?
11. Apa saja komplikasi yang terjadi pada atresia doudeni?
12. Bagaimana prognosa dari atresia doudeni?
C. Tujuan Masalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan kemampuan kepada mahasiswi
untuk memahami kelainan kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dariusus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbukadari lambung
yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung keusus.
B. Embriologi
Minggu 4 pertumbuhan lapis epitel usus lebih cepat dibandingkan panjanglempeng
usus,shg terdapat sumbatan usus. Seiring pertumbuhan usus, mulai pula proses vakuolisasi
sehingga terjadi rekanalisasi usus. Rekanalisasi berakhir minggu 8-10. Penyimpangan
rekanalisasi menyebabkan, stenosis, atresia, web/diafgrama mukosa. Penyimpangan
rekanalisasi paling sering di daerah papilaVateri.
Atresia duodenum disebabkan kegagalan rekanalisasi duodenal pada fase padat
intestinal bagian atas, terdapat oklusi vascular dalam duodenum. Terdapat hubungan
kelainan perkembangan khususnya dengan pancreas dalam bentuk bajiyang interposisi
antara bagian proksimal dan distal atresia; pancreas anulare.
3
Pendapat lain mengungkapkan bahwa pancreas bagian ventral
duodenummengadakan putaran ke kanan dan fusi dengan bagian dorsal. Bila saat putaran
berlangsung ujung pancreas bagian ventral melekat pada duodenum maka berbentuk cincin
pancreas (jari manis) yang melingkari duodenum. Duodenum tidak tumbuh sehinnga
terbentuk stenosis atau atresia. Akhir saluran empedu umumnyaduplikasi, masuk ke
duodenum di atas dan bawah atresia sehingga empedu dapat dijumpai baik diproksimal
ataupun distal atresia.
C. Epidemiologi
Insiden atresia duodenum adalah 1 per 5000-10.000 kelahiran. Obstruksiduodenum
kongenital intrinsik merupakan dua pertiga dari keseluruhan obstruksiduodenum
kongenital (atresia duodenum 40- 60%, jaringan duodenum 35-45%, pancreas Ganti 10-
30%, stenosis duodenum 7-20%). Tidak terdapat predileksi rasial dangender pada penyakit
ini. Sekitar setengah dari bayi yang lahir dengan obstruksiduodenal mempunyai kelainan
congenital dari sistem organ lain.
4
trakheaesofageal (9%), Kelainan traktus Genitourinaria (8%),Anomalies anorektal (4%),
kelainan usus lainnya (4%) dan anomali lainnya (11%).
D. Etiologi
E. Patologi
Dapat disebabkan faktor intrinsik didalam duodenum, dapat total atau parsial, atau
tanpa diafragma mukosa. Diameter bukaan dapat kecil sekali atau besar, mendekati
diameter lumen normal. Faktor ekstrinsik tekanan laur duodenum seperti pita Ladd. Ladd
mengklasifikasikan obstruksi duodenal menjadi Intrinsik dan Ekstrinsiklesi.
Beberapa penyebab paling umum diperlihatkan pada table di bawah ini.
F. Klasifikasi
Gray dan Skandalakis membagi atresia duodenum menjadi tiga jenis, yaitu:
5
1) Tipe I (92%) Mukosal web utuh atau intak yang terbentuk dari mukosa dan
submukosa tanpa lapisan muskularis. Lapisan ini dapat sangat tipis mulai dari satu
hingga beberapa millimeter. Dari luar tampak perbedaan diameter proksimaldan
distal. Lambung dan duodenum proksimal atresia mengalami dilatasi (Web mukosa
Tipe I atresia). Arteri mesenterika superior intak.
2) Tipe II (1%) Dua ujung buntu duodenum dihubungkan oleh pita jaringan ikat
(Berseratcord Tipe II atresia). Arteri Mesenterika intak.
3) Tipe III (7%) Dua ujung buntu duodenum terpisah tanpa hubungan pita jaringan
ikat (Atresia Tipe III pemisahan lengkap).
G. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermalyang
tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi
pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan
bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan
terhubung ke lumen duodenal secarasempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan
vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya
terjadi melalui proses apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang timbul selama
perkembangannormal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum
6
berkaitandengan pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling
duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal dari pada
suatu perkembangan dan/atau berlebihan dari pancreatic buds. Pada tingkat seluler, traktus
digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas epitel yang merupakan
perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel
antara kedua lapisanembrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam
mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum.
H. Diagnosa
1. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal
letaktinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam
pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-
biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang sekali,
bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas salurancerna dan
bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga dewasatanpa diketahui
mengalami obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntahdengan tampilan
biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga
terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.
Distensi abdominal tidak sering terjadi dan terbatas pada abdomen
bagianatas. Banyak bayi dengan atresia duodenal mempunyai abdomen scaphoid,
sehingga obstruksi intestinal tidak segera dicurigai. Kadang dapat dijumpai
epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal.
Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu.
Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segeraterjadi
kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jikahidrasi
intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis
metabolikhipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti
padaobstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan
suspekobstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa)
dalam jumlah bermakna. Jaundice terlihat pada 40% pasien, dan diperkirakan
karena peningkatan resirkulasi enterohepatik dari bilirubin.
7
Riwayat kehamilan dengan penyulit polihidramnion dan bayi
dengansindroma Down harus dicurigai menderita atresia duodenal.
Polihidramnionterlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.
I. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto tiang perut
Pada pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam keadaan posisi tegakakan
terlihat gambaran 2 bayangan gelembung udara (gelembung ganda), gelembung
lambung dan duodenum proksimal atresia. Bila 1 gelembung mungkin duodenum
terisi penuh cairan, atau terdapat atresia pylorus atau membrane prapilorik. Atresia
pilorik sangat jarang terdapat dan harus ditunjang muntah tidak hijau. Bila 2
gelembung disertai gelembung udarakecil kecil di distal, mungkin stenosis
duodenum, diafgrama membranemukosa, atau malrotasi dengan atau tanpa
volvulus.
8
Gambar 4. Foto polos abdomen posisi AP dan lateral yang memperlihatkan
gambaran Tanda gelembung ganda pada atresia Duodenum.
b) USG Perut
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan
obstruksiduodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort
besaruntuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayidengan
obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksiduodenum ditandai khas
oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal. Gelembung
pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu pada loop
duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal
memungkinkan ibu mendapatkonseling prenatal dan mempertimbangkan untuk
melahirkan di saranakesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi
dengananomali saluran cerna.
J. Tatalaksana
1. Persiapan Prabedah
9
Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT)
danlakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk mencegah muntah
danaspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa, hiponatremia dan
Hipokalemia patut mendapat perhatian khusus. Operasi elektif di pagi hari
berikutnya.
2. Pembedahan
Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk
dilakukantindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif emergensi dan
harus dikoreksi dengan tindakan pembedahan selama hari pertama setelah bayi
lahir. Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi
pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah
dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang
invasif minimal. Atau dapat dilakukan tindakan pembedahan Anastomosis
duodenoyeyunostomi. Tidak dilakukan reseksi bagian atresia, karena dapat terjadi
pemotongan ampula vateri dan saluran Wirsungi.
Prosedur pembedahan dimulai dengan insisi tranversal pada supra
umbilikalabdominal, 2 cm di atas umbilikus dengan cakupan mulai dari garis
tengah sampaikuadran kanan atas. Setelah membuka kavum abdominal, dilakukan
inspeksi didalamnya untuk mencari kemungkinan adanya kelainan anomali
lainnya. Untukmendapatkan gambaran lapang pandang yang baik pada pars
superior duodenum, dengan sangat hati-hati dilakukan penggeseran hati (liver)
selanjutnya kolonasenden dan fleksura coli dekstra disingkirkan dengan perlahan-
lahan.
Gambar 6.
Transverse
supra-sayatan
perutumbilikalis
10
Terdapat dua bentuk anastomosis duodenduodenostomy yang dapat dilakukan yaitu
bentuk 1) Side to side duodenostomy dan 2) Proksimal tranverseke distal
longitudinal (Duodenoduodenostomi berbentuk berlian).
Gambar 7.
Duodeno dari
sisi ke sisi
duodenostomi
dan "berlian-
berbentuk"
anastomosis
11
Gambar 8. Modifikasi pribadi (anastomosis berbentuk berlian terbalik): (a-b)
sayatan longitudinal pada duodenum dilatasi proksimal dan sayatan melintang
padaduodenum distal; (c-d-e-) anastomosis dinding duodenum posterior dalam
satulapisan dengan jahitan terputus; (f-g) anastomosis dinding duodenum anterior.
K. Komplikasi
Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi, terutama bila
tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti
pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks
gastroesofageal.
Penelitian Laura S. dkk (1998) yang dilakukan terhadap 92 neonatus dengan atresia
duodenal (Tipe I 64%, Tipe II 17%, Tipe III 18%) dengan melakukan tindakan bedah
Duodenoduodenostomi (86%), duodenotomidengan eksisi web (7%) dan
duodenojejunostomi (5%), komplikasi yang didapatkan pasca operasi (Komplikasi Pasca
Operasi) yaitu 4 neonatus (3%) dengan obstruksi, congestive heart failure (9%), ileus
paralitik yang berkepanjangan (4%), pneumonia (5%), infeksi luka superfisialis (3%).
Komplikasi lanjut termasuk perlekatan obtruksi usus (9%), dismotilitas duodenal lanjut
yang menghasilkan megaduodenum yang membutuhkan duodenoplasty (4%), dan
gastroesophageal refluks disease yang tidak respon dengan pengobatan dan membutuhkan
pembedahan antirefluk (Operasi Fundoplikasi Nissen) (5%).
Angka kematian (Angka Kematian Operasi) adalah 4% (5/138). 5 Kasus kematian
terjadi dalam 30 hari postoperative dan berhubungan dengan complexcongenital heart
anomalies. 14 kasus (10%) berhubungan dengan sepsis dan Multiorgan system failure
12
termasuk gagal jantung pada 6 kasus (4%), meningitis pada 1kasus (0,7%), gagal hati pada
1 kasus (0,7%) dan penyakit jantung kongenital kompleks pada 4 kasus (3%). 2 kasus (1%)
tidak diketahui penyebab kematiannya.
L. Prognosa
Morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bermakna selama 50 tahun terakhir.
Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi pediatrik, neonatologi, danteknik
pembedahan, angka kesembuhannya telah meningkat hingga 90%.
Mortalitas umumnya berkaitan dengan kelainan anomaly lain yang dialamikhususnya bayi
dengan Trisomi 21 dan kelainan komplek jantung (kompleksanomali jantung). Faktor lain
yang turut mempengaruhi tingkat mortalitas adalah prematuritas, BBLR dan
keterlambatan diagnosis.
13
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : By. Ny R
Umur : 1 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Informasi keagamaan : Islam
Alamat : Rasau Jaya III
Tanggal masuk : 13 Januari 2012
No.MR : 748985
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 15 Januari 2012.
Keluhan Utama:
Muntah hijau
Riwayat Penyakit Sekarang:
Dua belas jam setelah lahir pasien muntah-muntah hebat yang berwarna hijau, muntah
menyemprot dan setiap kali diberikan susu botol selalu dimuntahkan.Perut bagian atas
pasien terlihat kembung. Perut yang kembung tersebutmenjadi kempes kembali setelah
muntah.Dua puluh jam Setelah Masuk Rumah Sakit pasien buang air besar, warna biasa,
tidak ada lendir dan darah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal care pada usia kehamilan 32 minggudengan
mengunakan USG diperoleh informasi bahwa terdapat cairan amnionyang banyak pada
kehamilan ibu pasien (Polihidramnion).
Riwayat Kelahiran
Bayi lahir kurang bulan (36 minggu), ditolong oleh dokter Spesialis kebidanan melalui
operasi seksio sesarea atas indikasi CPD dan langsung menangis. Apgar score 9/10. Air
ketuban berwarna kuning keruh. Berat badan lahir: 2300 gram dengan panjang badan lahir
45 cm.
14
Riwayat Keluarga, Sosial dan Ekonomi
Pasien adalah anak pertama, orangtua pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga, Biaya
perawatan ditanggung oleh pemerintah (Jamkesmas).
Paru
Perut
15
Inspeksi : Abdomen lebih tinggi dari dinding dada, Distensi (+) epigastrium,
luka bekas operasi (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
Atas Bawah
Tangan dan kaki yang pendek serta lebar, jarak yang lebar antara jari kaki I dan II
V. DIAGNOSIS
Atresia Duodenum
BBLR
Sindrom Down
Diagnosis Banding
Stenosis Duodenum
Malrotasi
17
VI. PENATALAKSANAAN
Pre Operasi:
- Cepat
- Dekompresi → Pemasangan OGT
- Medikamentosa
- IVFD D10% 10 gtt mikro
- njeksi Cefotaxime 2x125 mg
- Kereta 3x300 mg prn
- Ranitidin 2x20 mg
- Metronidazol 2x15 mg
- Pro Operasi
Operasi:
Duodenoduodenostomi → Dilakukan tindakan laparotomi yang selanjutnya dilakukan
Duodenoduodenostomi pada tanggal 24 Januari 2012 pada pukul 10.00-12.00 wib.
18
VFD D51/4 NS 200 cc/24 jam (vena seksi di Femoral)
Terapi dari dr. Sp.A lanjut
Injeksi Cefotaxime 2x125 mg
Ranitidin 3x300 mg
Metronidazol 3x15 mg
VII. PROGNOSA
Ke Vitam : dubia ad malam
Ke functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
TINDAK LANJUT
Rabu, 25/01/2012
S : demam (+), menangis kurang kuat, gerak kurang aktif, kembung
bagian atas
O : keadaan umum tampak sakit sedang
Kesadaran kompos mentis, GCS 15FN : 158x/menit, FP : 63x/menit,
suhu 37,4C Mata: Isokor pupil, bulat, Ø : 2 mm/2 mm, RCL/RCTL
: +/+,Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikJantung : Si S2
reguler, irama teratur, bising (-)Paru : vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-Abdomen : distensi(+) epigastrium, Bising usus (+)
normal,Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT 2 detik,Urin
keluaran 4840 ccSaldo + 540cc
- Injeksi Metronodazole 3 x 15 mg
- Cepat
19
- Cek lab rutin
Kamis, 26/01/2012
Kesadaran somnolen
Pemeriksaaan laboratorium
- Injeksi Metronodazole 3 x 15 mg
- Inj Kalnex 2 x 10 mg iv
Jumat, 27/01/12
20
S : demam (+), kembung berkurang, menangis merintih, gerak tidak aktif,
gunting, (+), luka bekas operasi basah dan berbau (+), pus (+)
Sklereema (+)
P :- terapi lanjut
- puasa
21
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Pasien ini didiagnosa menderita atresia duodenal. Diagnosis ini ditentukan dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta dikonfirmasikan dengan hasil pemeriksaan
penunjnag. Dari hasil anamnesis diperoleh bahwa bayi mengalami muntah-muntah
berwarna hijau dalam beberapa jam pertama setelah lahir, perut kembung terutama
abdomen bagian atas (Upper Abdominal Distention) dan terdapat gangguan didalam
pemberian makanan (Feedling Intolerance). Bayi muntah hijau harus dianggap terdapat
obstruksi saluran cerna sampai dapat dibuktikan bahwa tidak terdapat obstruksi.
22
Gambar 9. Anatomi
Saluran empedu
Dari hasil rekam medis, diperoleh informasi bahwa ibu pasien menderita
Polihidramnion (Hidramnion). Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaa antenatalcare pada
usia kehamilan 32 minggu dengan mengunakan USG. Ibu yang mempunyai riwayat
penyulit polihidramnion dalam kehamilannya harus dicurigai menderita atresia duodenal.
Polihidramnion terlihat pada 50% dengan atresiaduodenal. Laura K et al (1998) dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa dari 138 kasus obstruksi duodenal sebanyak 45 kasus
(33%) berhubungan dengan maternal polyhydramnion. Merkel M (2011) melaporkan
sebanyak 16 kasus (40%) dari 40 bayi dengan atresia duodenal telah didiagnosa
polihidramnion sebelumnya.
Gejala dan tanda yang bisa mengarahkan ke diagnosis atresia duodenumadalah bayi
mengalami muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat adanya empedu
(biliosa), muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam,
ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas, hilangnya bising usus setelah beberapa
kali buang air besar mekonium. Tanda dan gejalayang ada adalah akibat dari obstruksi
intestinal tinggi. Atresia duodenum ditandaidengan onset muntah dalam beberapa jam
pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa
karena 15% kelainan initerjadi proksimal dari ampula Vaterii. Sebaiknya pada anak yang
muntah dengantampilan biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna
proksimalhingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan
menyeluruh. Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen
skafoid.Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung
danduodenum proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan
biasanya tidak terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit
23
segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika
hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis
metabolikhipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti
padaobstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan
suspekobstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam
jumlah bermakna. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran double buble tanpa
gas pada distalnya. Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double bubble tanpa gas
pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya gas padausus distal
mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomaliduktus hepatopankreas.
Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiografdengan posisi pasien tegak atau posisi
dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresiaesofageal dan atresia duodenum, disarankan
untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Pada pasien ini juga menderita sindroma down (trisomy 21). Hubungan antara
atresia duodenal dan trisomy 21 diperlihatkan pada grafik di bawah ini. Merke M (2011 )
mengungkapkan bahwa insidensi diantara keduanya meningkatsecara bermakna selama 35
tahun ini. Hasil ini menunjukan adanya hubunganyang kuat antara atresia duodenum
dengan trisomy 21.
24
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat
25
(second day of li ) dan 1 kasus masing-masing pada hari ketiga dan keenam (three and six
day oflife). Sebanyak 2 kasus masing-masing meninggal selama minggu pertama dankedua
perawatan, dan 2 kasus meninggal setelah 5 bulan perawatan. Penyebabutama kematian
adalah sepsis, inoperable congenital heart disease, gagal ginjal dan gagal hati.
Pada kasus pasien ini dilakukan operasi pada minggu pertama kelahiran. Diagnosis
ditegakkan pada hari kedua kelahiran. Mengingat untuk dilakukan tindakan operasi perlu
dilakukan koreksi dan perbaikan keadaan umum, statushidrasi dan hemodinamik serta
keseimbangan elektrolit terlebih dahulu. Untuk alasan ini keterlambatan diagnosis dapat
disingkirkan. Tercatat dari kondisi prenatal bahwa ditemukan adanya polihidramnion
selama pemeriksaan ANC dan tidak terdapatnya kelainan selama pemeriksaan rutin ANC
mengindikasikan bahwa gangguan selama kehamilan dapat disingkirkan. Melihat
perjalanan penyakit dan hasil dari follow up dapat dikatakan bahwa penyebab kematian
utama pada kasus ini adalah sepsis. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi penyebab
kematian adalah prematuritas dan BBLR.
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa: Atresia duodeni
adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usushalus) tidak berkembang
dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka darilambung yang tidak
memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
1. Epidemiologi
Insiden atresia duodenum adalah 1 per 5000-10.000 kelahiran.
Obstruksiduodenum kongenital intrinsik merupakan dua pertiga dari keseluruhan
obstruksiduodenum kongenital (atresia duodenum 40- 60%, jaringan duodenum
35-45%, pancreas Ganti 10-30%, stenosis duodenum 7-20%). Tidak terdapat
predileksi rasial dangender pada penyakit ini. Sekitar setengah dari bayi yang lahir
dengan obstruksiduodenal mempunyai kelainan congenital dari sistem organ lain.
2. Patologi
Dapat disebabkan faktor intrinsik didalam duodenum, dapat total atau
parsial, atau tanpa diafragma mukosa. Diameter bukaan dapat kecil sekali atau
besar, mendekati diameter lumen normal. Faktor ekstrinsik tekanan laur duodenum
seperti pita Ladd. Ladd mengklasifikasikan obstruksi duodenal menjadi Intrinsik
dan Ekstrinsiklesi.
3. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi
endodermalyang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya)
ataukegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam
usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secarasempurna.
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat
mengalami rekanalisasi.
4. Tatalaksana
1) Persiapan Prabedah
27
Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT)
danlakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk mencegah
muntah danaspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa,
hiponatremia dan Hipokalemia patut mendapat perhatian khusus. Operasi
elektif di pagi hari berikutnya.
2) Pembedahan
Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk
dilakukantindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif emergensi
dan harus dikoreksi dengan tindakan pembedahan selama hari pertama
setelah bayi lahir. Prosedur operatif standar saat ini berupa
duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun
dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan
koreksi atresia duodenum dengan cara yang invasif minimal. Atau dapat
dilakukan tindakan pembedahan Anastomosis duodenoyeyunostomi. Tidak
dilakukan reseksi bagian atresia, karena dapat terjadi pemotongan ampula
vateri dan saluran Wirsungi.
28
pengetahuan dan bekal apabila sudah mengabdi dimasyarakat atau di tempat
pelayanan kesehatan, demi kesejahteraan neonatus.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan memberikan pelayanan yang maksimal
terhadap penderita atresia duodeni dan esophagus. Sehingga dapat
meminimalisirkan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada bayi baru lahir yang
mengalami atresia duodeni dan esophagus.
3. Bagi masyarakat
Diharapkan masyarakat memahami tentang kelainan-kelainan pada bayi
terlebih khusus kelainan atresia duodeni dan mampu selalu memperhatikan
kesehatananaknya.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Mirza B, Ijaz L, Saleem M and Sheikh A. Multiple associated anomalies in asingle patient
of duodenal atresia: a case report.
Cases Journal 2008, 1:215
2. Kartono D. Atresia Duodenum dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. EditorReksoprodjo
S. Binarupa Aksara. FKUI.
3. Laura K, Vecchia D, Grosfeld JL, West KW et al. Intestinal Atresia andStenosis:
A 25-Year Experience With 277 Cases. Arch Surg J ,1998;133:490-497
4. Karrer F, Potter D, Calkins C. Duodenal Atresia. Available
athttp://emedicine.medscape.com/article/932917-print. Updated: Mar 3, 2009.Diakses
pada tanggal 12 Februari 2012.
5. Mandell G, Karan J. Imaging in Duodenal Atresia. Tersedia
padahttp://emedicine.medscape.com/article/408582-overview#showall. Diakses pada
tanggal 25 Februari 2012.
6. Hermanto. Atresia dan Stenosis Duodenum. Tersedia
padahttp:///www.bedahanakpontianak.blogspot.com. Updated 24 April 2011.Diakses pada
tanggal 22 Februari 2012.
7. Merkel M. Postoperative Outcome after Small Bowel Atresia. Department ofPediatric and
Adolescent Surgery at Medical University of Graz. Disertasi.2011.
8. Sweed Y. Duodenal obstruction. In Puri P (ed): Newborn Surgery, 2 nd ed,London, Arnold,
2003, p 423.
9. Lewis N.Pediatric Duodenal Atresia and Stenosis Surgery. Tersedia
padahttp://emedicine.medscape.com/article/935748-overview#showall. Diakses pada
tanggal 25 Februari 2012.
10. Anonym. Duodenal Atresia. Available
athttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/print/ency/001131.htm. Updated 7Agustus 2007.
Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.
11. Mandel G. Duodenal Atresia. Available athttp://emedicine.medscape.com/article/408582-
print. Updated 28 Agustus2007. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.
12. Traubici J. The Double Bubble Sign. Radiology 2001; 220:463-464.
30
13. Puri P, Höllwarth M. Pediatric surgery. Berlin: Springer; 2006. p. 205.
14. Zuccarello B, Spada A, Centorrino A, Turiaco N, Chirico MR, and Parisi S.Clinical Study:
The Modified Kimura’s Technique for the Treatment of Duodenal Atresia. International.
Journal of Pediatrics 2009;1-5.
15. Puri P, Höllwarth ME. Pediatric Surgery. Ber lin: Springer; 2006. p. 203-28.
31
DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ATRESIA DUODENUM
ABSTRAK
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang baik. Atresia
intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonatus yang baru lahir. Atresia intestinal
dapat terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Atresia intestinal dapat terjadi pada berbagai tempat pada
usus halus. 50% kasus atresia intestinal terjadi pada duodenum. Gejala yang sering ditimbulkan
yakni obstruksi usus. Gejala akan nampak dalam 24 jam setelah kelahiran. Muntah yang terus
menerus merupakan gejala yang paling sering. Apabila kondisi anak tidak ditangani dengan cepat,
maka anak akan mengalami dehidrasi, penurunan berat badan, gangguan keseimbangan elektrolit.
Jika dehidrasi tidak ditangani, dapat terjadi alkalosis metabolik hipokalemia atau hipokloremia.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen. Pemeriksaan penunjang saat masa prenatal
yakni dengan menggunakan prenatal ultrasonografi. Pemeriksaan penunjang postnatal yakni
roentgen. Pemeriksaan roentgen yang pertama kali dilakukan yakni plain abdominal x-ray. X-ray
akan menujukkan gambaran double-bubble sign tanpa gas pada distal dari usus. Managemen yang
dilakukan meliputi menagemen preoperatif, intraoperatif serta managemen postoperatif. Angka
harapan hidup untuk bayi dengan duodenal atresia yakni 90-95%. Mortalitas yang tinggi
disebabkan karena prematuritas serta abnormalitas kongenital yang multiple.
Duodenal atresia is a condition where the duodenum is not well developed. Atresia
Duodenal is an obstruction that often occur in the neonate after birth. Atresia occurs in 1 of 1000
births. Intestinal Atresia may occur at various places in the small intestine. 50% of cases of
intestinal atresia occurs in the duodenum. Symptoms are often caused the bowel obstruction.
Symptoms will appear within 24 hours after birth. Continuous vomiting are the most frequent
symptoms. If the child's condition is not treated quickly, the child will experience dehydration,
32
weight loss, electrolyte balance disorders. If dehydration is not treated, it can happen or
hipokloremia hypokalemic metabolic alkalosis. On physical examination found abdominal
distension. Investigations at the prenatal period by using prenatal ultrasonography. Investigations
that postnatal use a x-ray. X-ray examination of the first by the plain abdominal x-ray. X-ray image
shows the double-bubble sign without gas in the distal colon. Management options include
menagement preoperative, intraoperative and postoperative management. Life 2 expectancy for
infants with duodenal atresia which is 90-95%. Mortality is high due to prematurity and multiple
congenital abnormalities.
33