Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

Patofisiologi Kelainan Kongenital Sistem Digestive

dan Askep pada Anak (Atresia Esofagus)

Disusun Oleh :

Anita Rahmabangun (203210006)

Badriyah (203210007)

Diana Susilawati (203210008)

Eka Erna Widya Ningrum (203210010)

Fitriani Nabila (203210011)

Dosen pengampu :

Hindayah Ike, S.Kep., Ns., M. Kep.

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDIKIA

MEDIKA JOMBANG PERIODE 2021/2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas
makalah untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah Keperawatan anak II yang berjudul
Patofisiologi kelainan kongenital system digestive dan askep pada anak (atresia esofagus)
tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini. saya mohon
maaf jika ada penulisan yang kurang berkenan dalam penyusunan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat khususnya bagi mahasiswa/i keperawatan Stikes ICME , bagi
penyusun sendiri maupun kepada mahasiswa/i kesehatan lainnya di Indonesia.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.....................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................4

BAB II.......................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.......................................................................................................................5

2.1 Definisi.............................................................................................................................5

2.2 Epidemiologi..................................................................................................................5

2.3 Etiologi.............................................................................................................................6

2.4 Klasifikasi........................................................................................................................8

2.6 Diagnosis.........................................................................................................................9

2.7 Komplikasi....................................................................................................................10

2.8 Patofisiologi...................................................................................................................11

2.9 Penatalaksanaan...........................................................................................................11

2.10 Pengobatan..................................................................................................................12

BAB III....................................................................................................................................14

ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................................14

BAB IV....................................................................................................................................34

PENUTUP...............................................................................................................................34

4.1 Kesimpulan...................................................................................................................34

4.2 Saran.............................................................................................................................34

3
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................35

4
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus
dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea. Atresia Esofagus meliputi kelompok
kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan
dengan trakhea. Pada 86%  kasus terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7%
kasus tanpa fistula Sementara pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa
atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu untuk
menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan
suction berulangkali.

Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion.


Selang nasogastrik masih bisa  dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan
ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah
kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang
tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut  (konfirmasi dengan Rongent dada dan
perut). Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan
kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan
adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%  dan bisa hingga
30-50 % jika  ada dua faktor resiko.
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan
insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia
esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi
bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia
yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup. Masalah pada atresia esophagus adalah
ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena
saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Atresia Esophagus ?

5
2. Apa saja penyebab dan Etiologi dari Atresia Esophagus ?
3. Apa saja kasifikasi, Tanda dan gejala pada Atresia Esophagus ?
4. Bagaimana mendiagnosa dan komplikasi apa saja dari Atresia Esophagus ?
5. Bagaimana Patofiologi Atresia Esophagus
6. Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan pada Atresia Esophagus ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Atresia Esophagus
2. Untuk mengetahui apa saja penyebab dan Etiologi dari Atresia Esophagus
3. Untuk mengetahui apa saja kasifikasi, Tanda dan gejala pada Atresia Esophagu
4. Untuk mengetahui bagaimana mendiagnosa dan komplikasi apa saja dari Atresia
Esophagus
5. Untuk mengetahui bagaimana Patofiologi Atresia Esophagus
6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan pada Atresia
Esophagus

6
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau
muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus
buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan
trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen
esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagaus sering
disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia
duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk
mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja atau mungkin juga tidak
membentuk sambungan dengan trakea  ( fistula trakeoesopagus) atau atresia esophagus
adalah kegagalan esophagus untuk membentuk  saluran kotinu dari faring ke lambung selama
perkembangan embrionik adapun pengertian lain yaitubila sebua segmen esoofagus
mengalami gangguan dalam pertumbuhan nya( congenital)  dan tetap sebaga bagian tipis
tanpa lubang saluran.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan esofagus . Dua
kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh anomaly lain seperti
penyakit jantung congenital. Untuk alas an yang tidak diketahui  esophagus dan trakea gagal
untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan kelima. Atresia
Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus
dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

2.2 Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirschprung seorang ahli anak dan
Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus
atresia esophagus. Kelainan ini sudah diduga sebagai suatu malformasi dari traktus
gastrointestinal. Meskipun sejarah penyakit atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus telah
dimulai pada abad ke 17, namun penanganan bedah terhadap anomali tersebut tidak berubah
sampai tahun 1869. Baru pada tahun 1939, Leven dan Ladd telah berhasil menyelesaikan

7
penanganan terhadap atresia esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron
Haigjit dad Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu
pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran
hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara
Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup.
Atresia Esofagus 2-3 kali  lebih sering pada janin yang  kembar. Kecenderungan peningkatan
jumlah kasus atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu
penelitian didapatkan bahwa insiden atresia esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi
kulit putih (1 kasus per10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55
kasus per 10.000 kelahiran).
            Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk
mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang
dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian menemukan
insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan
usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan
peningkatan resiko atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu.
2.3 Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya
kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari
saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan dengan sindroma
trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang
terjadinya atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan
kelainan genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih terus berlanjut.
Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus dapat
terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula trakeoesofagus akan
terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan
belakang jaringan maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki
kelainan kelahiran seperti :

8
a. Trisomi
b. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal,
dan anus imperforata).
c. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent
ductus arteriosus).
d. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe
kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
e. Gangguan Muskuloskeletal
f. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac,
tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
g. Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki kelainan
lahir
Atresia Esophagus dapat disebababkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :
a. Faktor obat => Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu
thali domine .
b. Faktor radiasi => Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen
c. Faktor gizi           
d. Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing –masing
menjadi esopagus dan trachea .          
e. Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya
atresia.          
f. Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula
trachea esophagus
g. Tumor esophagus.
h. Kehamilan dengan hidramnion
i. Bayi lahir prematur,
Tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit ini. Dan ada alasan yang
tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama
gestasi pada minggu ke empat dan ke  lima.

9
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi asli oleh Vogt tahun 1912 masih digunakan sampai saat ini . Gross pada
tahun 1953 memodifikasi klasifikasi tersebut, sementara Kluth 1976 menerbitkan "Atlas
Atresia Esofagus" yang terdiri dari 10 tipe utama, dengan masing-masing subtipe yang
didasarkan pada klasifikasi asli dari Vogt. Hal ini terlihat lebih mudah untuk menggambarkan
kelainan anatomi dibandingkan memberi label yang sulit untuk dikenali.
Atresia Esophagus diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC)
Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan
penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal
III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding
posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus
proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian
yang overlap hingga yang berjarak jauh.
b. Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A) Esofagus distal dan
proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen esofagus proksimal,
dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior
sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang
berbeda diatas diagframa.
c. Fistula trakheo esofagus tanpa atresia ( 4 %, Groos E) Terdapat hubungan seperti
fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang
seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan umumnya
berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan
dua bahkan tiga fistula.
d. Atresia esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).
Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis
terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung
dinding depan esofagus.
e. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal Pada
kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai
atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan
berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan

10
dan diperbaiki keseluruhan. Seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak
keluar dari kantong atas selama membuat/ merancang anastomose.
2.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:
a. Batuk ketika makan atau minum
b. Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan untuk
menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk
c. Gelembung berbusa putih di mulut bayi
d. Memiliki kesulitan bernapas
e. Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan
oksigen (sianosis)
f. Meneteskan air liur
g. Muntah-muntah
h. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa
kehamilan ibu diertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila
kateter terhenti pada jarak ≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
i. Bila pada bbl Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh keluar, di
curigai terdapat atresia esofagus.
j. Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena
aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
k. Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru, oleh
karena itu bayi sering sianosis
2.6 Diagnosis
Atresia Esophagus dapat di diagnosa dari beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari ananese ditetapkan
keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion, hendakla dilakukan
kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang dari 10 cm , maka harus didiga
adanya  atresia esophagus.
2. Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar,
harus dicurigai adanya atresia esfagus.

11
3. Segera setlah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi
cairan kedam jalan nafas.
4. Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran
kateter terhenti pada tempat  atresia. Pemberian kontras kedalam esophagus  dapat
memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
5. Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong
untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus.  Hal ini
dapat terlihat pada foto abdomen.
2.7 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus => Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin
esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini.
Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk => Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana
mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana
asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan
obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang => Pembedahan ulang adalah terapi untuk
keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan => Disfagia adalah tertahannya makanan pada
tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air
untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak => Komplikasi ini berhubungan dengan proses
menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis => Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan
atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan => Pencegahan keadaan ini adalah
dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan
daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

12
2.8 Patofisiologi
Patogenesis dan etiologi atresia esofagus tidaklah jelas. Trakea dan esofagus
normalnya berkembang dan terpisah akibat lipatan cranial, ventral, dan dorsal yang muncul di
dalam foregut. Atresia esofagus dengan fistula distal akibat dari invaginasi ventral yang
berlebihan pada lipatan faringo-esofagus, yang menyebabkan kantung esofagus bagian atas
mencegah lipatan cranial dari menuju ke bawah ke lipatan ventral. Untuk itu, sambungan
dipasangkan antara esofagus dan trakea.
Terdapat beberapa tipe atresia esofagus, tetapi anomali yang umum adalah fistula
antara esofagus distal dan trakea, sebanyak 80% bayi baru lahir dengan kelainan esofagus.
Atresia esofagus dan tracheoesophageal fistula diduga sebagai akibat pemisahan yang tidak
sempurna antara lempengan paru dari foregut selama masa awal perkembangan janin.
Sebagian besar anomali kongenital pada bayi baru lahir meliputi vertebra, ginjal, janutng,
muskuloskeletal, dan sistem gastrointestinal.            
Walaupun kelainan perkembangan pada esofagus merupakan hal yang tidak umum
terjadi, tetapi apabila terjadi ketidaknormalan harus segera dikoreksi, karena dapat
mengancam nyawa. Karena hal ini dapat menyebabkan regurgitasi ketika bayi diberi makan.
Agenesis pada esofagus sangat jarang terjadi, kebanyakan atresia dan pembentukan fistula.
Pada atresia, segmen esofagus hanya berupa thin, noncanalized cord, dengan kantung
proksimal yang tersambung ke faring dan kantung bagian bawah yang menuju ke lambung.
Atresia sering terdapat pada bifurksasi (dibagi menjadi dua cabang) trakea terdekat. Jarang
hanya atresia sendiri, tetapi biasanya sering dijumpai bersamaan dengan fistula yang
menyambungkan kantung bawah atau atas dengan bronkus atau trakea. Anomali yang
berhubungan meliputi congenital heart disease, neurologic disease, genitourinary disease, dan
other gastrointestinal malformations. Atresia terkadang dihubungkan dengan arteri umbilikus
tunggal.
2.9 Penatalaksanaan
Pasang sonde lambung no. 6 – 8 F yang cukup halus. Dan radioopak sampai di
esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10 – 15 menit.
Pada Gross type II, tidur terlentang kepala lebih tinggi. Pada Gross type I, tidur
terlentang kepala lebih rendah. Bayi dipuasakan dan diinfus. Kemudian segera siapkan
operasi.(FKUI.1982). 

13
Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontra indikasi mutlak untuk bayi ini.
Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/ telungkup, dengan posisi kepala 30o lebih
tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya dipasang sonde nasogastrik
untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu bayi diberikan dot agar tidak gelisah
atau menangis berkepanjangan.
Penatalaksanaan oleh bidan adalah sebagai berikut :
1. Pasang sonde lambung antara No 6-8 F yang cukup kalen dan radio opak sampai di
esophagus yang buntu. Lalu isap air liur secara teratur setiap 10-15 menit.    
2. Pada groos II bayi tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi.      
3. Pada groos I bayi tidur terlentang dengan kepala lebih rendah.     
4. Bayi di puasakan dan di infuse       
5. Konsultasi dengan yang lebih kompeten     
6. Rujuk ke rumah sakit           
2.10 Pengobatan
Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi
kemungkinan isi lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat
harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan anomaly
penyerta kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara
bertahap:
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi
untuk memasukkan makanan,        
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat
diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus.
Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif sering
ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan refluks
gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
Pengobatan pada atresia etsophagus setelah dirujuk, yaitu antara lain:
a. Keperawatan => Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk
untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan
lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.

14
b. Medik => Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini
dapat diberikan pengobatan sebagai berikut :          
1) Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan koreksi sekaligus  
2) Eksisi membran anal

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan pada Pasien An.P


Dengan Diagnosa Atresia Esofagus
di Ruang Cempaka RSUP SANGLAH

I. PENGKAJIAN
A. Tanggal Masuk : 25 Oktober 2021
B. Jam masuk : 12.00 WIB
C. Tanggal Pengkajian : 27 Oktober 2021
D. Jam Pengkajian : 09.00 WIB
E. No.RM : 001314XXX
F. Identitas
1. Identitas pasien
a. Nama : An.P
b. Umur : 3 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Hindu
e. Pendidikan :-
f. Pekerjaan :-
g. Alamat : Br. Babakan, Kerobokan Kaja, Kuta Utara
h. Status : Anak
2. Penanggung Jawab Pasien
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 39 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Hindu
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Alamat : Br. Babakan, Kerobokan Kaja, Kuta Utara
h. Hub. Dengan PX : Ibu Kandung

16
G. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan anaknya memiliki air liur yang berlebihan dan batuk, memiliki
rencana operasi kedua repair atresia esofagus
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dan ibunya dating ke RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 24/10/2021 untuk
control penyakit atresia esofagus yang sudah dimiliki sejak lahir. Ibu pasien
mengeluhkan anaknya rewel, air liur yang banyak dan sering batuk. Dokter
menyarankan untuk dilakukannya operasi repair atresia esofagus tahap kedua setelah
sebelumnya dilakukan pemasangan gastrotomy pada tanggal 11/042021 lalu dan MRS
mulai tanggal 25/10/2021. Pada tanggal 25/10/2021 MRS di RSUP Sanglah ruang
cempaka III dengan persiapan operasi tahap kedua
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Penyakit yang pernah di derita oleh anggota keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki Riwayat penyakit yang sama seperti
pasien.
b. Persepsi keluarga terhadap penyakit
Ny.A mengatakan ayah pasien menderita penyakit hipertensi
1. Genogram 3 generasi

17
2. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
a. Merokok : Jumlah : - Jenis: - Ketergantungan: -
b. Alkohol : Jumlah : - Jenis: - Ketergantungan: -
c. Obat-obatan : Jumlah : - Jenis: - Ketergantungan: -
d. Alergi : Tidak memiliki alergi obat maupun makanan
e. Harapan dirawat di RS : ingin segera sembuh dan pulang
f. Pengetahuan tentang keamanan dan keselamatan : Ibu Pasien mengatakan untuk
mengubah pola hidup sehat.
g. Data lain : -
2. Nutrisi dan Metabolik
a. Jenis diet : cair
b. Diet/Pantangan : diet susu cair
c. Jumlah porsi : makan 4-5 kali sehari
d. Nafsu makan : Cukup baik
e. Kesulitan menelan : pasien makan dan minum melalui selang gastrotomy
f. Jumlah cairan/minum : Diberi susu cair
g. Jenis cairan : susu

18
h. Data lain : -
3. Aktivitas dan Latihan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Mobilisasi di tempat tidur & ambulasi ROM √
0: Mandiri 2: Dibantu orang 4: Tergantung total
1: Menggunakan alat bantu 3: Dibantu orang lain dan alat
a. Alat bantu : tidak menggunakan alat abntu
b. Data lain : -
4. Tidur dan Istirahat
a. Kebiasaan tidur : SMRS : 21.00 WIB- 05.00 WIT, MRS : 23.00 WIB-04.00 WIT
b. Lama tidur: SMRS : 8 jam, MRS: 5jam
c. Masalah tidur : -
d. Data lain : -
5. Eliminasi
a. Kebiasaan defekasi : SMRS : defekasi pada pagi, siang, sore, malam hari
MRS : defekasi pada pagi,siang,sore, malam hari
b. Pola defekasi : SMRS : empat kali sehari, MRS : empat kali sehari
c. Warna urine: Kuning kecoklatan
d. Kolostomi : Tidak terdapat kolostomi
e. Kebiasaan miksi : Pagi, siang, sore, malam hari
f. Pola miksi : 4 kali sehari
g. Warna urine : Kuning kecoklatan
h. Jumlah urine :
i. Data lain : -
6. Pola Persepsi Diri (Konsep Diri)
a. Harga diri : Tetap percaya diri

19
b. Peran : Anak ke 3
c. Identitas diri : Anak
d. Ideal diri : berharap ingin segera sembuh
e. Penampilan : Baik
f. Koping : Cukup baik
g. Data lain : -
7. Peran dan Hubungan Sosial
a. Peran saat ini : Anak
b. Penampilan peran : Baik
c. Sistem pendukung : Orang Tua
d. Interaksi dengan orang lain : Sangat Baik
e. Data lain : -
8. Seksual dan Reproduksi
a. Frekuensi hubungan seksual : -
b. Hambatan hubungan seksual : -
c. Periode menstruasi : -
d. Masalah menstruasi : -
e. Data lain : -
9. Kognitif Perseptual
a. Keadaan mental : Tidak Baik
b. Berbicara : belum bisa berbicara
c. Kemampuan memahami : belum bisa memahami
d. Ansietas : Cemas
e. Pendengaran : Baik
f. Penglihatan : Cukup Baik
g. Nyeri : -
h. Data lain : -
Nilai dan Keyakinan
a. Agama yang dianut : Hindu
b. Nilai/keyakinan terhadap penyakit : menganggap bahwa penyakit yang diderita
adalah ujian dari Tuhan
c. Data lain : -

20
3. Pengkajian
a. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/80 mmHg Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,5ºC RR : 34 x/menit
b. Kesadaran : Compos metis
c. Composmentis
GCS : E=4 M=6 V=5
d. Keadaan Umum
a. Status gizi : Normal
Berat Badan :
Tinggi Badan : 80 cm
b. Sikap : Cemas
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
a. Warna rambut : Hitam
b. Kuantitas rambut : Penuh, distribusi merata
c. Tekstur rambut : Lembut
d. Kulit kepala : Tidak terdapat lesi, tidak terdapat benjolan maupun nyeri tekan
e. Bentuk kepala : Simetris`
f. Data lain : -

2) Mata
a. Konjungtiva : Tidak anemis
b. Sclera : Tidak ikterik
c. Reflek pupil : Miosis apabila terkena rangsang cahaya
d. Bola mata : Normal, pergerakan kanan dan kiri sama
e. Data lain : -
3) Telinga
a. Bentuk telinga : Simetris
b. Kesimetrisan : Simetris kanan dan kiri
c. Pengeluaran cairan : Tidak terdapat pengeluaran cairan
d. Data lain : -

21
4) Hidung dan Sinus
a. Bentuk hidung : Simetris
b. Warna : sawo matang
c. Data lain : -
5) Mulut dan tenggorokan
Bibir : Simetris
Mukosa :lembab banyak saliva
Gigi : -
Lidah : Bersih
Palatum : Bersih, tidak terdapat stomatitis
Faring : Tidak terdapat tonsilitis
Data lain : -
6) Leher
Bentuk : Simetris
Warna : Sawo matang
Posisi trakea : Berada di tengah
Pembesaran tiroid : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
JVP : tidak terdapat distensi vena jugularis
Data lain : -
7) Thorax
 Paru-Paru
a. Bentuk dada: Simetris
b. Frekuensi nafas : 34 x/menit
c. Kedalaman nafas : Normal
d. Jenis pernafasan : Normal
e. Pola nafas : Baik
f. Retraksi dada : Baik
g. Irama nafas : Baik
h. Ekspansi paru : Baik
i. Vocal fremitus : Baik
j. Nyeri : -
k. Batas paru : Baik

22
l. Suara nafas : Baik
m. Suara tambahan : Tidak terdapat suara tambahan
n. Data lain : _
 Jantung
a. Ictus cordis : Tidak tampak
b. Nyeri : Tidak terdapat nyeri tekan
c. Batas jantung : Normal, tidak melebar
d. Bunyi jantung : Murmur
e. Suara tambahan : Tidak terdapat suara tambahan
f. Data lain : -
8) Abdomen
a. Bentuk perut: Simetris, sedikit buncit
b. Warna kulit : Kuning langsat
c. Lingkar perut : 45 cm
d. Bising usus : 5x/menit
e. Massa : Tidak ada
f. Acites : Tidak ada
g. Nyeri : Ada
h. Data lain : -
9) Genetalia :
a. Kondisi meatus : Tidak terkaji
b. Kelainan skrotum : Tidak terkaji
c. Odem vulva : -
d. Kelainan : -
e. Data lain : -
10) Ekstremitas
a. Turgor : Normal
b. Odem : Tidak terdapat odem
c. Nyeri : Tidak terdapat nyeri
d. Warna kulit : sawo matang
e. Akral : Hangat
f. Sianosis : Tidak terdapat sianosis

23
g. Parese : Tidak terdapat parese
h. Alat bantu : Tidak menggunakan alat bantu
i. Data lain : Terpasang infus
f. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
2. Foto thorax AP
g. Terapi Medis
1. Infus D5 ½ NS 15 Tpm
2. Epitromisin Syrup kering 200mg/5ml tiap hari
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 Ds: Batuk, Hipersekresi Bersihan jalan nafas
Ibu pasien mengeluh pasein Saliva tidak efektif
terkadang rewel menangis, air liur
pasien banyak dan sering batuk
Do:
- Terdapat banyak saliva di
mulut pasien
- SpO2: 97%
- RR: 34x/Menit
- Terdengar suara ronchi
2 Ds: Esofagus Buntu Resiko infeksi
Ibu pasien mengatakan gastrotomy
sudah dirawat dengan rutin dan sudah
rutin kontrol kerumah sakit dan
terkadang anaknya menangis sambil
memegang perut
Do:
Terdapat gastrotomy pada perut
pasien
3 Ds: Nusea vommiting Resiko defisi nutrisi
Ibu pasien mengatakan bahwa susu

24
pasien masuk dari selang gastronomy intake tidak adekuat
Do:
- Terdapat gastrotomy pada
perut pasien
- Pasien hanya diit susu cair

DIAGNOSA KEPERAWATAN PASIEN

ATRESIA ESOFAGUS MENURUT NANDA (NIC-NOC)

NO DIAGNOSA NOC (TUJUAN) NIC (INTERVENSI)


1 Bersihan Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas
jalan nafas keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor pola nafas
tidak efektif maka berssihan jalan nafas (frekuensi,
tidakefektif teratasi dengan irama,kedalamandan upaya
kriteria hasil: nafs)
a. Produksi sputum 2. Monitor bunyi nafas
menurun tambahan
b. Sianosis menurun 3. Posisikan semi fowler atau
c. Gelisah menurun fowler
d. Frekuensi nafas 4. Lakukan penghisapan lendir
membaik kurang dari 15 detik
e. Pola nafas membaik Pemantauan Respirasi
1. Monitor saturasi oksigen
2 Resiko Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
infeksi keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala
maka berssihan jalan nafas infeksi lokal dan
tidakefektif teratasi dengan sitematik
kriteria hasil: 2. Berikan jumlah
a. Kebersihan tangan pengunjung
meningkat 3. Berikan perawatan kulit
b. Kebersihan badan pada area luka
meningkat 4. Cuci tangan sebelum dan

25
c. Nafsu makan sesudah kontak dengan
meningkat pasien dan lingkungan
pasien
5. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
6. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
7. Anjurkan cara
memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
3 Resiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen gangguan makanan
defisit keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor asupan dan
nutrisi maka berssihan jalan nafas keluarnya makanan serta
tidakefektif teratasi dengan kenutuhan kalori
kriteria hasil: 2. Anjurkan diit yang tepat
a. Porsi makanan yang 3. Kolaborasidengan ahli
dihabiskan meningkat gizi tentang target
b. Frekuensi makan beratbadna , kebutuhan
membaik kalori, dan pilih makanan
c. Nafsu makan membaik

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

26
Tgl/Hari No Dx Implementasi Evaluasi Paraf
25/10/202 1 Memonitor pola napas frekuensi irama, S:
1 kedalaman dan upaya nafas) dan bunyi Ibu pasien mengatakan
09.00 nafas tambahan air liur pasien banyak
WITA dan terkadang batuk
O:
- Mulut pasien
tampak banyak
saliva
- Tampak pasien
sesekali batuk
- RR;34x/menit
- Terdengar suara
ronchi
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
Dilanjutkan
09.30 1 1. Memposisikan pasien dalam posisi S:-
WITA semi fowler O:
2. Melakukan penghisapan lendir Pasien dalam posisi semi
kurang dari 15 detik pada daerah fowler
mulut pasien A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
Dilanjutkan
10,00 1 Memonitor saturasi oksigen S:-
WITA O:

27
Sp02: 7%
A : Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan

15.00 3 Mengkolaborasikan dengan ahli gizi S:-


WITA tentang target berat badan, kebutuhan O:
kalori, dan pilih makanan Pasien mendapatkan
program diit cair dengan
6x50 ml susu pediasure
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
16.00 3 Menganjurkan diit yang tepat S:
WITA Ibu pasein mengatakan
bahwa ia mengerti dan
paham
O:
Keluarga pasien tampak
paham dan kooperatif
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
18.00 2 Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal S:
WITA dan sistemik Ibu pasien mengatakan
pasien tidak ada demam
ataupun nyeri

28
O:
- Suhu: 36,2 C
- Tidak ada tanda-
tanda infeksi pada
gastronomy
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
Dilanjutkan
18.30 2 Membatasi jumlah pengunjung S:
WITA Ibu pasien mengatakan
pasien hanya ditemani
olehnya saja dan
terkadang bergiliran
dengan suaminya
O:
Tampak hanya ada ibu
pasien yang menemani
pasien
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
Dilanjutkan
26/10/202 2 Mengajarkan cara mencuci tangan S:
1 pkl dengan benar Ibu mengtakan sudah
08.00 paham cara mencuci
WITA tangan dengan benar
O:

29
Ibu mampu
memperagakan kembali
cara mencuci tangan
dengan benar
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
Dilanjutkan
Pkl 08.15 2 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi S:
WITA Ibu pasien mengatakan
mengerti mengenai tanda
dan gejala infeksi
O:
Ibu pasien tampak
kooperatif
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
Dilanjutkan
Pkl 08.30 2 Mengajarkan cara memeriksa kondisi S:
WITA luka pada tempat pemasangan gastrnomy Ibu pasien mengatakan
mengerti cara memeriksa
kondisi luka pada tempat
pemasangan gastronomy
O:
- Mulut pasien
tampak banyak
saliva
- Tampak pasein
sesekali batuk
- RR: 36x/menit
- Terdengar suara

30
ronchi
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
Dilanjutkan
Pkl 09.30 1 1. Melakukan penghisapan lendir S :-
WITA kurang dari 15 detikpada daerah O:
mulut pasien Saliva (+)
A:
Masalah belum
teratas
P:
Intervensi
Dilanjutkan
Pkl 11.00 2 Memonitor pola napas frekuensi irama, S:-
WITA kedalaman dan upaya nafas) dan bunyi O:
nafas tambahan Cuci tangan sudah
dilakukan sebelum
melakukan tindakan
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan

pkl 11.15 2 memberikan perawatan kulit pada area S:


WITA luka gastronomy Ibu pasien mengatakan
setuju untuk dilakukan
tindakan

31
O:
Gastronomy sudah
dirawat dan tidak ada
tanda tanda infeksi
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi dihentikan
Pkl 19.00 1 Memonitor pola napas frekuensi irama, S:
kedalaman dan upaya nafas) dan bunyi Ibu pasien air liur masih
nafas tambahan banyak dan masih batuk
O:
- Mulut pasien
tampak banyak
saliva
- Tampak pasien
batuk
- RR:34x/menit
- Terdengar
suararonchi
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan

Pkl 19.30 Melakukan penghisapan lendir kurang S:


WITA dari 15 detikpada daerah mulut pasien -
O:
Saliva (+)
A:
Masalah

32
belum
teratasi
P:
Intervensi
Dilanjutkan
Pkl 20.00 1 Memonitor saturasi oksigen S;
WITA -
O:
Sp02:98%
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan

27/10/202 Menjelaskan kepada keluarga mengenai S:


1 persiapan operasi Keluarga pasien
Pkl 08.00 mengatakan paham dan
WITA setuju
O:
Keluarga tampak
kooperatif
A : Masalah
belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan

Pkl 0.00 1 Memonitor pola napas frekuensi irama, S:


WITA kedalaman dan upaya nafas) dan bunyi Ibu pasien mengtakan
nafas tambahan banyak air liur dan batuk
O:
- Mulut pasien

33
sudah tidak
tampak banyak
saliva
- Tampak pasien
sudah batuk
- RR:34x/menit
- Masih terdengar
suara ronchi
A:
Masalah sebagian
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan

Pkl 09.20 2 Mengajarkan cara mencuci tangan S :-


WITA dengan benar O:
Cuci tangan sudah
dilakukan sebelumnya
A:
Masalah belum
teratasi
P:
ntervensi
dilanjutkan

Pkl. 09.30 1 Melakukan penghisapan lendir kurang S :-


WITA dari 15 detikpada daerah mulut pasien O:
Saliva (-)
A : masalah sudah
teratasi
P : intervensi

34
dihentikan

Pkl 2 memberikan perawatan kulit pada area S:


10.00 luka gastronomy Ibu pasien mengatakan
WITA setuju untuk dilakukan
tindakan perawatan luka
O:
Gastronomy sudah
dirawat dan tidak ada
tanda- tanda infeksi
A:
Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Pkl Memonitorasupan dan keluarnya S; ibu pasien
12.00 makanan serta kebutuhan kalori mengatakan susu masuk
WITA melalui selang
O:
- Pasien tampak
terpasang
gastronomy
- Pasien diet susu
cair sesuai
anjuran gizi
A: masalah teratasi
P; intervensi dihentkan

35
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Atresia esofagus merupakan suatu kelainan kongenital dengan variasi
fistulatrakeoesofageal maupun kelainan kongenital lainnya. Atresia  esofagus yang dapat
dicurigai sejak kehamilan, dan di diagnosa segera setelah bayi baru lahir. Bahaya utama pada
atresia esofagus adalah resiko aspirasi, sehingga perlu dilakukan suction berulang.
Penatalaksanaanya pada atresia esofagus adalah pembedahan, tetapi tetap dapat
meninggalkan komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan gangguan motilitas
esofagus.

4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami mengenai atresia esophagus bagian-
bagiannya serta dapat mengaplikasikan asuhan yang diberikan. Dalam penulisan makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan  oleh karena itu Kami mohon saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

36
DAFTAR PUSTAKA
Madanick R, Orlando RC. Developmental anomalies of the esophagus. In: Feldman M,
Friedman LS, Brandt LJ, eds. Sleisenger and Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease:
Pathophysiology/Diagnosis/Management. 10th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders;
2016:chap 42.
Rothenberg SS. Esophageal atresia and tracheoesophageal fistula malformations. In:
Holcomb GW, Murphy JP, Ostlie DJ, eds. Ashcraft's Pediatric Surgery. 6th ed. Philadelphia,
PA: Elsevier; 2014:chap 27.

37

Anda mungkin juga menyukai