Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN

ATRESIA ESOPHAGUS PADA ANAK

Dosen Pembimbing :

Disusun Oleh :

Kelompok 6 / 5D

Bagus Prasetyo 1130015062

Royhanah Diah Kusumawardani 1130015141

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2017 / 2018

27
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok
keperawatan anak II dengan judul “ATRESIA ESOPHAGUS”

Adapun maksut dari penulisan makalah ini, selain merupakan tugas kelompok bagi
kami mahasiswa, juga merupakan pembelajaran bagi komunitas perawat di dalam pelayanan
kritis agar dapat meningkatkan pelayanan secara baik dan maksimal.

Kami sadari makalah ini masih banyak kekurangan, karena itu kritik dan saran yang
membangun dari dosen dan teman-teman sangat kami harapkan. Terimakasih semoga
bermanfaat bagi para pembaca.

Penyusun

27
DAFTAR ISI

Kata pengantar ......................................................................................................................... 1

Daftar isi .................................................................................................................................. 2

BAB I

1.1....................................................................................................................... Latar belakang


............................................................................................................................................ 3
1.2.................................................................................................................. Rumusan masalah
............................................................................................................................................ 4
1.3.................................................................................................................................... Tujuan
............................................................................................................................................ 4

BAB II

2.1. Pengertian ......................................................................................................................... 5

2.2. Etiologi ............................................................................................................................. 5

2.3. Manifestasi Klinis ............................................................................................................. 6

2.4. Patofisiologi ..................................................................................................................... 7

2.5. Pathway ............................................................................................................................. 8

2.6. Pemeriksaan Diagnostik .................................................................................................. 11

2.7. Penatalaksanaan ............................................................................................................... 12

2.8. Asuhan Keperawatan Teori ............................................................................................. 14

BAB III

3.1. Simpulan ......................................................................................................................... 26

3.2. Saran ................................................................................................................................ 26

Daftar pustaka ........................................................................................................................ 27

27
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Atresia Esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia
esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeosofagus, yaitu kelainan kongenital dimana
terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86% kasus
terdapat fistula trakhea oesophogeal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula sementara pada
4% kasus terdapatfistula tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran
hidup. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai
dengan jumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulangkali.
Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion.
Selang nasogastrik masih bisa dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir
dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segera
setelah kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus
selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut (konfirmasi dengan Rongent
dada dan perut).
Angka keselamatan berhubungan dengan langsung terutama dengan berat badan lahir
dan kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, semetara jika ditemukan
adanya salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80% dan bisa
hingga 30-50% jika ada dua faktor resiko.
Atresia Esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan
insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia
esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi
bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di
Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.
Masalah pada Atresia Esofagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan
secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.

27
1.2. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari Atresia Esophagus?
B. Apa etiologi dari Atresia Esophagus?
C. Apa manifestasi klinis dari Atresia Esophagus?
D. Bagaimana patofisiologi dari Atresia Esophagus?
E. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Atresia Esophagus?
F. Apa saja penatalaksanaan dari Atresia Esophagus?
1.3. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui pengertian dari Atresia Esophagus
B. Untuk mengetahui etiologi dari Atresia Esophagus
C. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Atresia Esophagus
D. Untuk mengetahui pastofisiologi dari Atresia Esophagus
E. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Atresia Esophagus
F. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Atresia Esophagus
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisannya adalah :
1. Manfaat teoritis
Untuk memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk dapat memahami materi
tentang Atresia Esophagus pada anak dengan baik dan benar
2. Manfaat Praktis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan penyakit Atresia Esophagus

27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Atresia Esophagus


A. Pengertian
Atresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang
meghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak
memadai yang mencegah perjalanan makanan/sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, Atresia Esophagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara (buntu), pada esofagus (=). Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼-1/3 kasus lainnya esophagus
bagian bawah berhubngan dengan trakhea setinggi karina (disebut sebagai atresia
esophagus dengan fistula). Atresia esophagus adalah malformasi yang disebabkan
oleh kegagalan esophagus untuk mengadakan pasase yang kontinyu. Esophagus
mungkin saja membentuk sambungan dengan trachea (fistula trakheasofagus). (Wong,
Donna L;512)
Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeosofagus.
Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti jantung, kelainan
gastrointestinal (atresia duodeni, atresia ani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea. Atresia
esophagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan esophagus untuk
mengadakan pasase yang kontinyu : esophagus mungkin saja membentuk sambungan
dengan trachea (fistula trakheaesofagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan
esophagus untuk membentuk saluran kontinyu dari faring ke lambung selama
perkembangan embrionik. Adapun pengertian lain yaitu bila sebuah segmen esofagus
mengalami gangguan dalam pertumbuhannya (kongenital) dan tetap sebagai bagian
tipis tanpa lubang saluran.
Fistula trakeoesophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan
esophagus. Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin disertai oleh
anomali lain seperti penyakit jantung kongenital. Untuk alasan yang tidak diketahui

27
esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada
minggu keempat dan kelima. Atresia esophagus termasuk kelompok kelainan
kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esophagus dengan atau tanpa hubungan
persisten dengan trakea.

B. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2% jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esophagus lebih berhubungan
dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik.

Namun saat ini, teori tentang terjadinya Atresia Esophagus menurut sebagian
besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses
embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus


dapat terganggu. Jika pemisahan trakeosofageal tidak lengkap maka fistula
trakeosofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu
sel bagian depan dan belakang jaringan maka trakea akan membentuk atresia
esophagus.

Atresia Esophagus dan fistula trakeosofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki
kelainan kelahiran seperti :

a. Trisomi
b. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal
dan anus imperforata)

27
c. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent
ductus arteriosus)
d. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe
kidney, tidak adanya ginjal dan hipospadia)
e. Gangguan muskuloskeletal
f. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebra, anus, candiac,
tracheosafagealfistula, ginjal dan abnormalitas saluran getah bening)
g. Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki kelainan
lahir lain.

C. Manifestasi Klinis

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain :

a. Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh
dari mulut bayi
b. Sianosis
c. Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan
untuk menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk)
d. Batuk ketika makan/minum dan sesak nafas
e. Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan
regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
f. Perut kembung atau mebuncit, karena udara melalui fistel masuk ke dalam
lambung dan usus
g. Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
h. Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena
kekurangan oksigen (sianosis)
i. Meneteskan air liur
j. Muntah-muntah
k. Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan janutng,
atresia rectum atau anus.
l. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan
bahwa kehamilan ibu disertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi
esophagus. Bila kateter terhenti pada jarak <10cm, maka diduga atresia esophagus.

27
D. Anatomi

Esophagus adalah sebuah saluran yang terdiri dari atas otot yang
menghubungan faring dengan gaster. Pada pangkalnya esophagus terletak pada linea
mediana, ketika masuk kedalam kavum thoraks tergeser sedikit ke sebelah kiri linea
mediana. Disebelah ventral esophagus terdapat trakea, bronkus kiri, pericardium, dan
diafragma. Di sebelah dorsal esophagus terdapat dataran ventral columna vertebralis,
arteri intercostale desktra, duktus torakikus dan vena hemiazigos.

Adapun vascularisasi esophagus diperoleh dari percabangan arteri thyroidea


inferior, aorta descendens, arteria bronchialis, arteri gastrica sinistra, serta arteri
pherenica inferior sinistra. Sedangkan innervasinya diperoleh dari cabang-cabang
nervus recurrens, nervus vagus dan truncus simpaticus.

E. Patofisiologi

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.

27
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan
banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, air liur.
Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea
juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi.
Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan, trakea
juga dipengaruhi oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran
trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini
menyebabkan kelemahan sekunder pada struktu anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi
kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus
ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah
manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus yang dapat menjurus kegagalan
nafas : hipoksia, bahkan apnea.

Patogenesis dan etiologi atresia esofagus tidaklah jelas. Trakea dan esofagus
normalnya berkembang dan terpisah akibat lipatan cranial, ventral, dan dorsal yang
muncul di dalam foregut. Atresia esofagus dengan fistula distal akibat dari invaginasi
ventral yang berlebihan pada lipatan faringo-esofagus bagian atas mencegah lipatan
cranial dari menuju ke bawah ke lipatan ventral. Untuk itu, sambungan dipasangkan
antara esofagus dan trakea.

Terdapat beberapa tipe atresia esofagus, tetapi anomali yang umum adalah
fistula antara esofagus distal dan trakea, sebanyak 80% bayi baru lahir dengan kelainan
esofagus. Atresia esofagus dan tracheoesophageal fistula diduga sebagai akibat
pemisahan yang tidak sempurna antara lempengan paru dari foregut selama masa awal
perkembangan janin. Sebagian besar anomali kongenital pada bayi baru lahir meliputi
vertebra, ginjal, jantung, muskuloskeletal, dan sistem gastrointestinal.

Walaupun kelainan perkembangan pada esofagus merupakan hal yang tidak


umum terjadi, tetapi apabila terjadi ketidaknormalan harus segera dikoreksi, karena
dapat mengancam nyawa. Karena hal ini dapat menyebabkan regurgitasi ketika bayi
diberi makan. Agenesis pada esofagus sangat jarang terjadi, kebanyakan atresia dan
pembentukan fistula. Pada atresia, segmen esofagus hanya berupa thin, noncanalized
cord, dengan kantung proksimal yang tersambung ke faring dan kantung bagian bawah
yang menuju ke lambung. Atresia sering terdapat pada bifurksasi (dibagi menjadi dua

27
cabang) trakea terdekat. Jarang hanya atresia sendiri, tetapi biasanya sering dijumpai
bersamaan dengan fistula yang menyambungkan kantung bawah atau atas dengan
bronkus atau trakea. Anomali yang berhubungan meliputi kongenital heart disease,
neurologic disease, genitourinary disease, dan other gastrointestinal malformations.
Atresia terkadang dihubungkan dengan arteri umbilikus tunggal.

F. Pathway

M K :
B e r s ih a n ja la n n a fa s
M K : tid a k e fe k tif
k e tid a k s e im b a n g a n
M K : n u tr is i k u r a n g d a r i
R e s ik o A s p ir a s i k e b u tu h a n tu b u h

27
G. Klasifikasi
a. Kalasia
Kalasia adalah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak
dapat menutup secara baik, sehingga menyebabkan regurgitasi,
terutama kalau bayi dibaringkan. Pertolongan : memberi makanan
dalam porsi tegak, yaitu duduk dalam kursi khusus. Kalasia adalah
kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus (pada
persambungan dengan lambung yang tidak dapat menutup rapat
sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
b. Akalasia

Akalasia adalah kebalikan kalasia yaitu bagian akhir esophagus


tidak membuka secara baik, sehingga keadaan seperti stenosis atau
atresia. Disebut pula spasmus cardioesophagus. Sebabnya : karena
terdapat kartilage trachea yang tumbuh ektopik dalam esophagus
bagian bawah, berbentuk tulang rawan yang ditemukan secara
mikroskopik dalam lapisan otot.

c. Classification system gross


Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal
adalah tipe yang paling sering terjadi. Varisi anatomi dari atresia
esophagus menggunakan system klasifikasi gross of bostom yang
sudah popular digunakan. Sistem ini berisi antara lain:
1. Tipe A : Atresia esophagus tanpa fistula : atresia esophagus
murni (10%)
2. Tipe B : atresia esophagus dengan TEF proximal (<1%)
3. Tipe C : Atresia esophagus dengan TEF distal (85%)
4. Tipe D : atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal
(<1%)
5. Tipe E : TEF tanpa atresia esophagus : fistula tipe H (4%)
6. Tipe F : stenosis esophagus congenital tanpa atresia (<1%)

27
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pada barium per os, yang patognomonik pada kelainan ini ialah penyempitan
pylorus yang relative lebih panjang.
Diagnosis lainnya :
a. Antenatal
Atresia esophagus dapat dicurigai pada USG bila didapati polihidramion pada ibu,
abdomen yang kecil pada janin, dan pembesaran ujung esophagus bagian atas.
Dugaan juga semakin jelas bila didapati kelainan-kelainan lain yang berkaitan
dengan atresia esophagus.
b. Diagnosis klinis
Bayi dengan sekresi air liur dan ingus yang sering dan banyak harus diasumsikan
menderita atresia esophagus sampai terbukti tidak ada. Diagnosis dibuat dengan
memasukkan kateter/NGT ke dalam mulut, berakir pada sekitar 10 cm dari pangkal
gusi. Kegagalan untuk memasukkan kateter ke lambung menandakan adanya
atresia esophagus. Ukuran kateter yang lebih kecil bisa melilit di kantong proximal
sehingga bisa membuat kesalahan diagnosis adanya kontinuitas esofagus.
Radiografi dapat membuktikan kepastian bahwa selang tidak mencapai lambung.
Selang tidak boleh dimasukkan dari hidung karena dapat merusak saluran napas
atas. Dalam kedokteran modern, diagnosisi dengan menunggu bayi tersedak atau
batuk pada pemberian makan pertama sekali, tidak disetujui lagi.
c. Diagnosis Anatomis
Tindakan penanganan tergantung dari variasi anatomi. Penting untuk mengetahui
apakah ada fistula pada susu atau kedua segmen esophagus. Juga penting untuk
mengetahui jarak antara kedua ujung esophagus. Bila tidak ada fistula distal, pada
foto thorax dengan selang yang dimasukkan melalui mulut akan menunjukkan
segmen atas esophagus berakhir diatas medistinum. Dari posisi lateral dapat dilihat
adanya fistula dan udara di esophagus distal. Dari percabangan trakea bisa dilihat
letak dari fistula.

27
I. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah rutin
Terutama untuk mengetahui apabila terjadi suatu infeksi pada saluran
pernafasan akibat aspirasi makanan ataupun cairan.
2. Elektrolit
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai
3. Analisa Gas Darah Arteri
Untuk mengethaui apabila ada gangguan respiratorik terutama pada bayi
4. BUM dan serum creatinin
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai
5. Kadar Gula darah
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai

J. Penatalaksaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya
seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke
paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk
mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap
pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan dilakukan dengan operasi
2. Penatalaksanaan keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah
terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru. Cairan lambung harus sering
diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi
hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup
hangat. Posisinya sering diubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan.
Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru paru mengembang.
A. Tindakan sebelum operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk
bayi baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :
a. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi
b. Pemberian antibiotik broad-spectrum secara intravena

27
c. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator,
spine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45derajat
d. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin
e. Monitor vital sign

Pada bayi prematur dengan kesulitan bernafas, diperlukan perhatian khusus.


Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai
tambahan, resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun rupture lambung apabila udara
respirasi masuk kedalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi pulmonal.
Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung endotracheal tube
sampai ke pintu masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan
rendah.

Pemeriksaan EKG pada bayi dengan atresi esophagus penting untuk dilakukan
agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan kardiovaskuler yang
memerlukan penanganan segera.

B. Tindakan selama operasi

Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal
yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi prematur dengan gangguan
respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernafasan yang
keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan
mengganggu fungsi pernafasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian
bisa menyebabkan rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension
pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernafasan.

Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yg dianjurkan ialah dengan


melakukan ligasi terhadap fistula trakeasofageal dan menunda tindakan
thoratocomi sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar teratasi.
Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemudian untuk memisahkan fistula
dari memperbaiki esophagus. Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk
memperbaiki abnormalitas anatomi.

Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses


vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang cukup

27
sehingga tidak menyebabkan distensi lambung. Bronkoskopi pra-operatif berguna
untuk mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.

Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan
dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi
dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiki
esophagus.

Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara diikat


dan dijahit kemudian dibuat anastomis esophageal antara kedua ujung proximal
dan distal dan esophagus.

Pada atresia esophagus dengan fistula trakeosofageal, hampir selalu jarak


antara esofagus proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut dengan
primary repair yaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah ruas vertebra.
Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan delaved primary repair. Operasi ditunda
paling lama 12 minggu, sambil dilakukan cuction rutin dan pemberian makanan
melalui gastrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian
dilakukan primary repair. Apabila jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas
vertebrata, maka dicoba dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga maka
esophagus disambung dengan menggunakan sebagai kolon.

C. Tindakan setelah operasi

Pasca operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara
rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam
dan mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan
kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.

Pemberian minum baik oral/enteral merupakan kontraindikasi mutlak untuk


bayi ini. Bayi sebaiknya ditidurkan dengan posisi “prone”/telungkup, dengan posisi
keala 30derajat lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya
dipasang sonde nasogastrik untuk mengosongkan the blind-end pouch. Bila perlu
bayi diberikan dot agar tidak gelisah atau menangis berkepanjangan.

27
K. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada


atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut:

a. Dismotilitas esophagus`
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat
dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah
mulai makan dan minum.
b. Gastroesofagus
Kira-kira 50% bayi yang menjalani operasi ini akan menglami gastroesofagus
refluks pada saat anak-anak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluks
ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medikal) atau
pembedahan.
c. Trakeo esofagus fistula berulang
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini
d. Disfagia atau kesulitas menelan
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki.
Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk terjadinya ulkus
e. Kesulitan bernafas dan tersedak
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertahannya
makanan dan aspirasi makanan ke dalam trakea
f. Batuk kronis
Batuk merupakan gejala yang umum terjadi setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
g. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang
menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin
dan suplemen.

L. Pengobatan pada Atresia Esophagus


Penderita atresia esophagus seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan
isi lambung masuk ke dalam paru-paru. Kantong esophagus haru ssecara teratur dikosongkan
dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan

27
terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan anomali penyerta kadang-
kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara bertahap:
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk
memasukkan makanan.
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima.
Esafagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula
esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif
sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan
refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
Pengobatan pada atresia esophagus setelah dirujuk, yaitu
a. Keperawatan => sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk
mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi
b. Medik => pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini dapat
diberian pengobatan sebagai berikut :
1. Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan koreksi sekaligus
2. Eksisi membran anal

2.2. Asuhan Keperawatan Teori


A. Pengkajian Keperawatan
1. Kaji identitas klien
2. Keluhan klien
3. Riwayat penyakit klien
4. Lakukan pengkajian pada bayi baru lahir
a. Saliva berlebihan
b. Tersedak
c. Sianosis
d. Apnea
e. Peningkatan distress pernafasan setelah makan
f. Distensi abdomen
5. Observasi, manifestasi atresia esofagus terjadi intususepsi :
a. Nyeri abdomen

27
b. Anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada
c. Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode
nyeri
6. Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi
7. Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya : Radiografi dada dan
abdomen, kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang
membentuk tahanan bila lumen tersebut tersumbat
8. Pantau dengan sering tanda-tanda distress pernafasan
9. Laringospasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi
dalam kantung buntu

B. Analisa Data

NO DATA (DS/DO) MASALAH ETIOLOGI


1 DS :klien mengeluh sulit untuk
mencerna makanan dan tidak dapat Resiko aspirasi Penurunan motilitas
menelan gastrointestinal

DO : klien tampaktidak dapat menelan


dan menghasilkan air liur

2 DS : klien mengeluh batuk kering Obstruksi jalan napas


Bersihan jalan napas : spasme jalan napas,
DO : klien mengalami batuk kering tidak efektif sekresi
dan dapat terjadi kolaps parsial pada tertahan,banyaknya
eksirasi penuh mukus

3 DS : klien mengeluh tidak nafsu


terhadap makanan Ketidakseimbangan Ketidakmampuan
nutrisi kurang dari mencerna makanan
DO : klien tampak kurang minatnya kebutuhan tubuh
untuk makan

C. Diagnosa

27
1. Diagnosa yang muncul Resiko Aspirasi domain ke-11 tentang
Keamanan/Perlindungan dalam buku “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia”
2015-2017 edisi 10.

Batasan karakteristik Faktor yang berhubungan


(Nanda,2015) (Nanda, 2015)
Faktor Risiko
a. Adanya selang oral/nasal
(mis, trakea, selang makan)
b. Barier untuk mengangkat
bagian atas tubuh
c. Batuk tidak efektif
d. Gangguan menelan
e. Pembedahan leher
f. Pembedahan mulut
g. Pembedahan wajah
h. Pemberian makan enteral
i. Pemberian medikasi
j. Pengosongan lambung yang
lambat
k. Peningkatan residu lambung
l. Peningkatan tekanan
intragastrik
m. Penurunan motilitas
gastrointestinal
n. Penurunan refleks muntah
o. Penurunan tingkat kesadaran
p. Rahang kaku
q. Sfingter esofagus bawah
inkompeten
r. Trauma leher
s. Trauma mulut
t. Trauma wajah

27
2. Diagnosa yang muncul Bersihan jalan nafas tidak efektif domain ke-1 tentang
fungsi respirasi dalam buku “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia” 2016-
2017 edisi 1.

Batasan karakteristik Faktor yang berhubungan


(Nanda,2015) (Nanda, 2015)
a. Batuk tidak efektif Fisiologis
b. Tidak mampu batuk a. Spasme jalan napas
c. Sputum berlebih b. Hipersekresi jalan napas
d. Mengi, wheezing atau ronkhi c. Disfungsi neuromuskuler
kering d. Benda asing dalam jalan napas
e. Mekonium di jalan napas e. Adanya jalan napas buatan
(pada neonatus) f. Sekresi yang tertahan
f. Gelisah g. Hiperplasia dinding jalan
g. Sianosis (kebiruan pada kulit) napas
h. Bunyi napas menurun h. Proses infeksi
i. Frekuensi napas berubah i. Respon alergi
j. Pola napas berubah j. Efek agen farmakologis
(mis.anastesi)
Situasional
a. Merokok aktif
b. Merokok pasif
c. Terpajan polutan

3. Diagnosa yang muncul pada Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuhterdapat pada domain ke-2 tentang Nutrisi dalam buku NANDA
“Diagnosa Keperawatan”2015-2017 edisi 10. Dalam domain ke-2 dibagi menjadi
5 kelas, yaitu :
Pada kelas 1. Makan
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh-00002

Batasan karakteristik Faktor yang berhubungan


(Nanda,2015) (Nanda,2015)
Tahap ketiga : Esofagus Defisit Kongenital
a. Abnormalitas pada fase a. Abnormalitas jalan napas

27
esofagus pada pemeriksaan atas
menelan b. Gagal bertumbuh
b. Bangun malam hari c. Gangguan dengam hipotonia
c. Batuk malam hari signifikan
d. Bruksisme d. Gangguan neuromuskular
e. Hematemesis e. Gangguan perilaku
f. Hiperekstensi kepala mencederai diri
g. Kegelisahan yang tidak jelas f. Gangguan pernafasan
seputar waktu makan g. Malnutrisi energi-protein
h. Keluhan “ada yang h. Masalah perilaku makan
menyangkut” i. Obstruksi mekanis
i. Kesulitan menelan menelan j. Penyakit jantung kongenital
j. Menelan berulang k. Riwayat makan dengan
k. Menolak makan selang
l. Muntah Masalah Neurologis
m. Muntahan di bantal a. Abnormalitas laring
n. Nyeri epigastrik b. Abnormalitas orofaring
o. Nyeri uluhati c. Akalasia
p. Odinofagia d. Anomali jalan napas atas
q. Pembatasan volume e. cedera otak (mis, gangguan
r. Pernafasan bau asam serebrovaskular, trauma,
tumor)
f. defek anatomik didapat
g. defek laring
h. defek nasal
i. defek rongga nasofaring
j. defek trakea
k. gangguan neurologis
l. gangguansaraf kranial
m. keterlambatan
perkembangan
n. paralisis serebral
o. penyakit refluks
gastroesofagus

27
p. prematuritas
q. trauma

D. Intervensi

N Diagnosa Tujuan & kriteria hasil Intervensi


O Keperawatan (NOC) Keperawatan (NIC)
(Nanda,2015)
1 Resiko Aspirasi NOC:Pencegahan NIC:pencegahan
Definisi : aspirasi. aspirasi
Rentan mengalami Definisi : tindakan personal Aktivitas-aktivitas:
masuknya sekresi untuk mencegah masuknya 1. Monitor tingkat
gastrointestinal, selresi cairan dan partikel padat ke kesadaran,
orofaring, benda cair dalam paru-paru reflek batuk,
atau padat ke dalam Indikator : gangguan
saluran trakeobronkial, 1. Mengidentifikasi menelan
yang dapat mengganggu faktor-faktor risiko 2. Pertahankan
kesehatan. 2. Menghindari faktor- (kepatenan)
Faktor resiko : faktor risiko jalan napas
a. Adanya selang 3. Mempertahankan 3. Monitor status
oral/nasal (mis, kebersihan mulut pernafasan
trakea, selang 4. Memposisikan tubuh 4. Posisikan
makan) untuk tetap tegak kepala pasien
b. Barier untuk ketika makan dan tegak lurus,
mengangkat minum sama dengan
bagian atas 5. Memposisikan tubuh atau lebih
tubuh untuk miring ketika tinggi dari 30
c. Batuk tidak makan dan minum sampai 90
efektif jika dibutuhkan derajat
d. Gangguan 6. Memilih makanan (pemberian
menelan sesuai dengan makan dengan
e. Pembedahan kemampuan NGT) atau
leher menelan sejauh mungkin
f. Pembedahan 7. Memilih makanan 5. Jaga kepala

27
mulut dan cairan dengan tempat tidur
g. Pembedahan konsistensi yang ditinggikan 30
wajah tepat sampai 45
h. Pemberian 8. Menggunakan cairan menit sesudah
makan enteral yang dipadatkan jika makan
i. Pemberian dibutuhkan 6. Periksa posisi
medikasi 9. Mempertahankan NGT atau
j. Pengosongan tubuh dalam posisi selang
lambung yang tegak selama 30 gastronomi
lambat menit setelah makan sebelum
k. Peningkatan pemberian
residu lambung makan
l. Peningkatan
tekanan
intragastrik
m. Penurunan
motilitas
gastrointestinal
n. Penurunan
refleks muntah
o. Penurunan
tingkat
kesadaran
p. Rahang kaku
q. Sfingter
esofagys bawah
inkompeten
r. Trauma leher
s. Trauma mulut
t. Trauma wajah

N Diagnosa Tujuan & kriteria hasil Intervensi

27
O Keperawatan (NOC) Keperawatan (NIC)
(Nanda,2015)
2 Bersihan jalan napas NOC:Pencegahan NIC:pencegahan
tidak efektif aspirasi. aspirasi
Definisi: Definisi : tindakan personal Aktivitas-aktivitas:
ketidakmampuan untuk mencegah masuknya 7. Monitor tingkat
membersihkan sekret cairan dan partikel padat ke kesadaran,
atau obstruksi jalan dalam paru-paru reflek batuk,
napas untuk Indikator : gangguan
mempertahankan jalan 10. Mengidentifikasi menelan
napas tetap paten. faktor-faktor risiko 8. Pertahankan
Batasan 11. Menghindari faktor- (kepatenan)
Karakteristik : faktor risiko jalan napas
1. Batuk tidak 12. Mempertahankan 9. Monitor status
efektif kebersihan mulut pernafasan
2. Tidak mampu 13. Memposisikan tubuh 10. Posisikan
batuk untuk tetap tegak kepala pasien
3. Sputum ketika makan dan tegak lurus,
berlebih minum sama dengan
4. Mengi, 14. Memposisikan tubuh atau lebih
wheezing, atau untuk miring ketika tinggi dari 30
ronkhi kering makan dan minum sampai 90
5. Mekonium di jika dibutuhkan derajat
jalan napas 15. Memilih makanan (pemberian
(pada sesuai dengan makan dengan
neonatus) kemampuan NGT) atau
6. Gelisah menelan sejauh mungkin
7. Sianosis 16. Memilih makanan 11. Jaga kepala
8. Bunyi napas dan cairan dengan tempat tidur
menurun konsistensi yang ditinggikan 30
9. Frekuensi tepat sampai 45
napas berubah 17. Menggunakan cairan menit sesudah
10. Pola napas yang dipadatkan jika makan
berubah dibutuhkan 12. Periksa posisi

27
18. Mempertahankan NGT atau
tubuh dalam posisi selang
tegak selama 30 gastronomi
menit setelah makan sebelum
pemberian
makan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan & kriteria Intervensi


O (NANDA,2015) hasil (NOC) Keperawatan (NIC)
3 Ketidakseimbangan NOC :status nutrisi NIC : manajemen
nutrisi kurang dari (asupan makanan nutrisi
kebutuhan tubuh dan cairan) Definisi :
Definisi : Definisi: jumlah menyediakan dan
Asupan nutrisi tidak cukup makanan dan cairan meningkatkan intake
untuk memenuhi kebutuhan yang masuk kedalam nutrisi yang seimbang
metabolik. tubuh lebih dari suatu Aktivitas-aktivitas:
Batasan karakteristik periode 24 jam 1. Tentukan satus
a. Berat badan 20% Indikator : gizi pasien dan
atau lebih di bawah 1. Asupan kemampuan
rentan berat badan makanan (pasien) untuk
ideal secara oral memenuhi
b. Bising usus 2. Asupan makan kebutuhan gizi
hiperaktif secara tube 2. Identifikasi
c. Cepat kenyang feeding (adanya) alergi
setelah makan 3. Asupan cairan atau intoleransi
d. Diare secara oral makanan yang
e. Gangguan sensasi 4. Asupan cairan dimiliki pasien
rasa intravena 3. Tentukan apa
f. Kehilangin rambut 5. Asupan nutrisi yang menjadi
berlebihan parenteral preferensi
g. Kelemahan otot makanan bagi
pengunyah pasien
h. Kelemahan otot 4. Tentukan
untuk menelan jumlah kalori

27
i. Kerapuhan kapiler dan jenis
j. Kesalahan informasi nutrisi yang
k. Kesalahan persepsi dibutuhkan
l. Ketidakmampuan untuk
memakan makanan memenuhi
m. Kram abdomen persyaratan
n. Kurang informasi gizi
o. Kurang minat pada 5. Lakukan atau
makanan bantu pasien
p. Membran mukosa terkait dengan
pucat perawatan
q. Nyeri abdomen mulut

BAB III

PENUTUP

27
3.1. Simpulan

Atresia esophagus merupakan suatu kelainan kongenital dengan variasi


fistulatrakeosofageal maupun kelainan kongenital lainnya. Atresia esophagus yang dapat
dicurigai sejak kehamilan, dan di diagnosa segera setelah bayi baru lahir. Bahaya utama pada
atresia esophagus adalah resiko aspirasi, sehingga perlu dilakukan suction berulang.
Penatalaksanaannya pada atresia esophagus adalah pembedahan, tetapi tetap dapat
meninggalkan komplikasi lebih lanjut dengan gangguan motilitas esofagus.

3.2. Saran

Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya atresia
esofagus pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu yang memiliki
polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbusa, air liur yang terus keluar,
batuk, dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam perujukan, perlu dilakukan tindakan khusus
saat pemindahan, yaitu untuk mencegah hipotermisa, sumbatan jalan nafas dan aspirasi.
Dengan suction berulang dan gangguan sirkulasi berulang, dan gangguan sirkulasi seperti
dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan pemberian cairan intravena.

Diharapkan mahasiswa dapat memahami mengenai atresia esophagus bagian-bagiannya serta


dapat mengaplikasikan asuhan yang diberikan. Dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan oleh karena itu kami mohon saran yang membangun. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya

DAFTAR PUSTAKA

27
Keliat, Budi Anna. Heni Dwi Windarwati. Akemat Pawirowiyono, dkk. 2015. Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran

Aprisunadi. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan pengurus


pusat PPNI

Bulechek, Gloria. Howard Butcher. Joanne Dochterman, dkk. 2013. NIC edisi bahasa
indonesia. Jakarta : mocomedia

Moorhead, Sue. Marion Johnson. Meridean Maas, dkk. 2013. NOC edisi bahasa Indonesia.
Jakarta : mocomedia

27

Anda mungkin juga menyukai