Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Kelompok 6 / 5D
PRODI S1 KEPERAWATAN
2017 / 2018
27
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok
keperawatan anak II dengan judul “ATRESIA ESOPHAGUS”
Adapun maksut dari penulisan makalah ini, selain merupakan tugas kelompok bagi
kami mahasiswa, juga merupakan pembelajaran bagi komunitas perawat di dalam pelayanan
kritis agar dapat meningkatkan pelayanan secara baik dan maksimal.
Kami sadari makalah ini masih banyak kekurangan, karena itu kritik dan saran yang
membangun dari dosen dan teman-teman sangat kami harapkan. Terimakasih semoga
bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
27
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
BAB III
27
BAB I
PENDAHULUAN
27
1.2. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari Atresia Esophagus?
B. Apa etiologi dari Atresia Esophagus?
C. Apa manifestasi klinis dari Atresia Esophagus?
D. Bagaimana patofisiologi dari Atresia Esophagus?
E. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Atresia Esophagus?
F. Apa saja penatalaksanaan dari Atresia Esophagus?
1.3. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui pengertian dari Atresia Esophagus
B. Untuk mengetahui etiologi dari Atresia Esophagus
C. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Atresia Esophagus
D. Untuk mengetahui pastofisiologi dari Atresia Esophagus
E. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Atresia Esophagus
F. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Atresia Esophagus
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisannya adalah :
1. Manfaat teoritis
Untuk memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk dapat memahami materi
tentang Atresia Esophagus pada anak dengan baik dan benar
2. Manfaat Praktis
Makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan penyakit Atresia Esophagus
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
27
esophagus dan trakea gagal untuk berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada
minggu keempat dan kelima. Atresia esophagus termasuk kelompok kelainan
kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esophagus dengan atau tanpa hubungan
persisten dengan trakea.
B. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2% jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esophagus lebih berhubungan
dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik.
Namun saat ini, teori tentang terjadinya Atresia Esophagus menurut sebagian
besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses
embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
Atresia Esophagus dan fistula trakeosofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki
kelainan kelahiran seperti :
a. Trisomi
b. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal
dan anus imperforata)
27
c. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent
ductus arteriosus)
d. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe
kidney, tidak adanya ginjal dan hipospadia)
e. Gangguan muskuloskeletal
f. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebra, anus, candiac,
tracheosafagealfistula, ginjal dan abnormalitas saluran getah bening)
g. Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki kelainan
lahir lain.
C. Manifestasi Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain :
a. Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh
dari mulut bayi
b. Sianosis
c. Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau ketidakmampuan
untuk menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan yang buruk)
d. Batuk ketika makan/minum dan sesak nafas
e. Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan
regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
f. Perut kembung atau mebuncit, karena udara melalui fistel masuk ke dalam
lambung dan usus
g. Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
h. Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena
kekurangan oksigen (sianosis)
i. Meneteskan air liur
j. Muntah-muntah
k. Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan janutng,
atresia rectum atau anus.
l. Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan kenaikan
frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis didapatkan keterangan
bahwa kehamilan ibu disertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi
esophagus. Bila kateter terhenti pada jarak <10cm, maka diduga atresia esophagus.
27
D. Anatomi
Esophagus adalah sebuah saluran yang terdiri dari atas otot yang
menghubungan faring dengan gaster. Pada pangkalnya esophagus terletak pada linea
mediana, ketika masuk kedalam kavum thoraks tergeser sedikit ke sebelah kiri linea
mediana. Disebelah ventral esophagus terdapat trakea, bronkus kiri, pericardium, dan
diafragma. Di sebelah dorsal esophagus terdapat dataran ventral columna vertebralis,
arteri intercostale desktra, duktus torakikus dan vena hemiazigos.
E. Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
27
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan
banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, air liur.
Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea
juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi.
Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan, trakea
juga dipengaruhi oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran
trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini
menyebabkan kelemahan sekunder pada struktu anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi
kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus
ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah
manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus yang dapat menjurus kegagalan
nafas : hipoksia, bahkan apnea.
Patogenesis dan etiologi atresia esofagus tidaklah jelas. Trakea dan esofagus
normalnya berkembang dan terpisah akibat lipatan cranial, ventral, dan dorsal yang
muncul di dalam foregut. Atresia esofagus dengan fistula distal akibat dari invaginasi
ventral yang berlebihan pada lipatan faringo-esofagus bagian atas mencegah lipatan
cranial dari menuju ke bawah ke lipatan ventral. Untuk itu, sambungan dipasangkan
antara esofagus dan trakea.
Terdapat beberapa tipe atresia esofagus, tetapi anomali yang umum adalah
fistula antara esofagus distal dan trakea, sebanyak 80% bayi baru lahir dengan kelainan
esofagus. Atresia esofagus dan tracheoesophageal fistula diduga sebagai akibat
pemisahan yang tidak sempurna antara lempengan paru dari foregut selama masa awal
perkembangan janin. Sebagian besar anomali kongenital pada bayi baru lahir meliputi
vertebra, ginjal, jantung, muskuloskeletal, dan sistem gastrointestinal.
27
cabang) trakea terdekat. Jarang hanya atresia sendiri, tetapi biasanya sering dijumpai
bersamaan dengan fistula yang menyambungkan kantung bawah atau atas dengan
bronkus atau trakea. Anomali yang berhubungan meliputi kongenital heart disease,
neurologic disease, genitourinary disease, dan other gastrointestinal malformations.
Atresia terkadang dihubungkan dengan arteri umbilikus tunggal.
F. Pathway
M K :
B e r s ih a n ja la n n a fa s
M K : tid a k e fe k tif
k e tid a k s e im b a n g a n
M K : n u tr is i k u r a n g d a r i
R e s ik o A s p ir a s i k e b u tu h a n tu b u h
27
G. Klasifikasi
a. Kalasia
Kalasia adalah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak
dapat menutup secara baik, sehingga menyebabkan regurgitasi,
terutama kalau bayi dibaringkan. Pertolongan : memberi makanan
dalam porsi tegak, yaitu duduk dalam kursi khusus. Kalasia adalah
kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus (pada
persambungan dengan lambung yang tidak dapat menutup rapat
sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
b. Akalasia
27
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pada barium per os, yang patognomonik pada kelainan ini ialah penyempitan
pylorus yang relative lebih panjang.
Diagnosis lainnya :
a. Antenatal
Atresia esophagus dapat dicurigai pada USG bila didapati polihidramion pada ibu,
abdomen yang kecil pada janin, dan pembesaran ujung esophagus bagian atas.
Dugaan juga semakin jelas bila didapati kelainan-kelainan lain yang berkaitan
dengan atresia esophagus.
b. Diagnosis klinis
Bayi dengan sekresi air liur dan ingus yang sering dan banyak harus diasumsikan
menderita atresia esophagus sampai terbukti tidak ada. Diagnosis dibuat dengan
memasukkan kateter/NGT ke dalam mulut, berakir pada sekitar 10 cm dari pangkal
gusi. Kegagalan untuk memasukkan kateter ke lambung menandakan adanya
atresia esophagus. Ukuran kateter yang lebih kecil bisa melilit di kantong proximal
sehingga bisa membuat kesalahan diagnosis adanya kontinuitas esofagus.
Radiografi dapat membuktikan kepastian bahwa selang tidak mencapai lambung.
Selang tidak boleh dimasukkan dari hidung karena dapat merusak saluran napas
atas. Dalam kedokteran modern, diagnosisi dengan menunggu bayi tersedak atau
batuk pada pemberian makan pertama sekali, tidak disetujui lagi.
c. Diagnosis Anatomis
Tindakan penanganan tergantung dari variasi anatomi. Penting untuk mengetahui
apakah ada fistula pada susu atau kedua segmen esophagus. Juga penting untuk
mengetahui jarak antara kedua ujung esophagus. Bila tidak ada fistula distal, pada
foto thorax dengan selang yang dimasukkan melalui mulut akan menunjukkan
segmen atas esophagus berakhir diatas medistinum. Dari posisi lateral dapat dilihat
adanya fistula dan udara di esophagus distal. Dari percabangan trakea bisa dilihat
letak dari fistula.
27
I. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah rutin
Terutama untuk mengetahui apabila terjadi suatu infeksi pada saluran
pernafasan akibat aspirasi makanan ataupun cairan.
2. Elektrolit
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai
3. Analisa Gas Darah Arteri
Untuk mengethaui apabila ada gangguan respiratorik terutama pada bayi
4. BUM dan serum creatinin
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai
5. Kadar Gula darah
Untuk mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai
J. Penatalaksaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya
seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke
paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk
mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap
pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan dilakukan dengan operasi
2. Penatalaksanaan keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah
terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru. Cairan lambung harus sering
diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi
hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup
hangat. Posisinya sering diubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan.
Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru paru mengembang.
A. Tindakan sebelum operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk
bayi baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :
a. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi
b. Pemberian antibiotik broad-spectrum secara intravena
27
c. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan incubator,
spine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45derajat
d. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin
e. Monitor vital sign
Pemeriksaan EKG pada bayi dengan atresi esophagus penting untuk dilakukan
agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan kardiovaskuler yang
memerlukan penanganan segera.
Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal
yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi prematur dengan gangguan
respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernafasan yang
keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan
mengganggu fungsi pernafasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian
bisa menyebabkan rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension
pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernafasan.
27
sehingga tidak menyebabkan distensi lambung. Bronkoskopi pra-operatif berguna
untuk mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.
Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di depan
dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-fistula, operasi
dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa memperbaiki
esophagus.
Pasca operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara
rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam
dan mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan
kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
27
K. Komplikasi
a. Dismotilitas esophagus`
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat
dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah
mulai makan dan minum.
b. Gastroesofagus
Kira-kira 50% bayi yang menjalani operasi ini akan menglami gastroesofagus
refluks pada saat anak-anak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluks
ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medikal) atau
pembedahan.
c. Trakeo esofagus fistula berulang
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini
d. Disfagia atau kesulitas menelan
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki.
Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk terjadinya ulkus
e. Kesulitan bernafas dan tersedak
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertahannya
makanan dan aspirasi makanan ke dalam trakea
f. Batuk kronis
Batuk merupakan gejala yang umum terjadi setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
g. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang
menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin
dan suplemen.
27
terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi dan pengelolaan anomali penyerta kadang-
kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara bertahap:
Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk
memasukkan makanan.
Tahap kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima.
Esafagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis.
Malformasi struktur trakhea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula
esophagus. Trakeomalasia, pneumonia aspirasi berulang, dan penyakit saluran nafas reaktif
sering ditemukan. Perkembangan trakheanya normal jika ada fistula, stenosis esophagus dan
refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
Pengobatan pada atresia esophagus setelah dirujuk, yaitu
a. Keperawatan => sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk
mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah
aspirasi
b. Medik => pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini dapat
diberian pengobatan sebagai berikut :
1. Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan koreksi sekaligus
2. Eksisi membran anal
27
b. Anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada
c. Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode
nyeri
6. Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi
7. Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya : Radiografi dada dan
abdomen, kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang
membentuk tahanan bila lumen tersebut tersumbat
8. Pantau dengan sering tanda-tanda distress pernafasan
9. Laringospasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi
dalam kantung buntu
B. Analisa Data
C. Diagnosa
27
1. Diagnosa yang muncul Resiko Aspirasi domain ke-11 tentang
Keamanan/Perlindungan dalam buku “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia”
2015-2017 edisi 10.
27
2. Diagnosa yang muncul Bersihan jalan nafas tidak efektif domain ke-1 tentang
fungsi respirasi dalam buku “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia” 2016-
2017 edisi 1.
27
esofagus pada pemeriksaan atas
menelan b. Gagal bertumbuh
b. Bangun malam hari c. Gangguan dengam hipotonia
c. Batuk malam hari signifikan
d. Bruksisme d. Gangguan neuromuskular
e. Hematemesis e. Gangguan perilaku
f. Hiperekstensi kepala mencederai diri
g. Kegelisahan yang tidak jelas f. Gangguan pernafasan
seputar waktu makan g. Malnutrisi energi-protein
h. Keluhan “ada yang h. Masalah perilaku makan
menyangkut” i. Obstruksi mekanis
i. Kesulitan menelan menelan j. Penyakit jantung kongenital
j. Menelan berulang k. Riwayat makan dengan
k. Menolak makan selang
l. Muntah Masalah Neurologis
m. Muntahan di bantal a. Abnormalitas laring
n. Nyeri epigastrik b. Abnormalitas orofaring
o. Nyeri uluhati c. Akalasia
p. Odinofagia d. Anomali jalan napas atas
q. Pembatasan volume e. cedera otak (mis, gangguan
r. Pernafasan bau asam serebrovaskular, trauma,
tumor)
f. defek anatomik didapat
g. defek laring
h. defek nasal
i. defek rongga nasofaring
j. defek trakea
k. gangguan neurologis
l. gangguansaraf kranial
m. keterlambatan
perkembangan
n. paralisis serebral
o. penyakit refluks
gastroesofagus
27
p. prematuritas
q. trauma
D. Intervensi
27
mulut dan cairan dengan tempat tidur
g. Pembedahan konsistensi yang ditinggikan 30
wajah tepat sampai 45
h. Pemberian 8. Menggunakan cairan menit sesudah
makan enteral yang dipadatkan jika makan
i. Pemberian dibutuhkan 6. Periksa posisi
medikasi 9. Mempertahankan NGT atau
j. Pengosongan tubuh dalam posisi selang
lambung yang tegak selama 30 gastronomi
lambat menit setelah makan sebelum
k. Peningkatan pemberian
residu lambung makan
l. Peningkatan
tekanan
intragastrik
m. Penurunan
motilitas
gastrointestinal
n. Penurunan
refleks muntah
o. Penurunan
tingkat
kesadaran
p. Rahang kaku
q. Sfingter
esofagys bawah
inkompeten
r. Trauma leher
s. Trauma mulut
t. Trauma wajah
27
O Keperawatan (NOC) Keperawatan (NIC)
(Nanda,2015)
2 Bersihan jalan napas NOC:Pencegahan NIC:pencegahan
tidak efektif aspirasi. aspirasi
Definisi: Definisi : tindakan personal Aktivitas-aktivitas:
ketidakmampuan untuk mencegah masuknya 7. Monitor tingkat
membersihkan sekret cairan dan partikel padat ke kesadaran,
atau obstruksi jalan dalam paru-paru reflek batuk,
napas untuk Indikator : gangguan
mempertahankan jalan 10. Mengidentifikasi menelan
napas tetap paten. faktor-faktor risiko 8. Pertahankan
Batasan 11. Menghindari faktor- (kepatenan)
Karakteristik : faktor risiko jalan napas
1. Batuk tidak 12. Mempertahankan 9. Monitor status
efektif kebersihan mulut pernafasan
2. Tidak mampu 13. Memposisikan tubuh 10. Posisikan
batuk untuk tetap tegak kepala pasien
3. Sputum ketika makan dan tegak lurus,
berlebih minum sama dengan
4. Mengi, 14. Memposisikan tubuh atau lebih
wheezing, atau untuk miring ketika tinggi dari 30
ronkhi kering makan dan minum sampai 90
5. Mekonium di jika dibutuhkan derajat
jalan napas 15. Memilih makanan (pemberian
(pada sesuai dengan makan dengan
neonatus) kemampuan NGT) atau
6. Gelisah menelan sejauh mungkin
7. Sianosis 16. Memilih makanan 11. Jaga kepala
8. Bunyi napas dan cairan dengan tempat tidur
menurun konsistensi yang ditinggikan 30
9. Frekuensi tepat sampai 45
napas berubah 17. Menggunakan cairan menit sesudah
10. Pola napas yang dipadatkan jika makan
berubah dibutuhkan 12. Periksa posisi
27
18. Mempertahankan NGT atau
tubuh dalam posisi selang
tegak selama 30 gastronomi
menit setelah makan sebelum
pemberian
makan
27
i. Kerapuhan kapiler dan jenis
j. Kesalahan informasi nutrisi yang
k. Kesalahan persepsi dibutuhkan
l. Ketidakmampuan untuk
memakan makanan memenuhi
m. Kram abdomen persyaratan
n. Kurang informasi gizi
o. Kurang minat pada 5. Lakukan atau
makanan bantu pasien
p. Membran mukosa terkait dengan
pucat perawatan
q. Nyeri abdomen mulut
BAB III
PENUTUP
27
3.1. Simpulan
3.2. Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya atresia
esofagus pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu yang memiliki
polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbusa, air liur yang terus keluar,
batuk, dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam perujukan, perlu dilakukan tindakan khusus
saat pemindahan, yaitu untuk mencegah hipotermisa, sumbatan jalan nafas dan aspirasi.
Dengan suction berulang dan gangguan sirkulasi berulang, dan gangguan sirkulasi seperti
dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan pemberian cairan intravena.
DAFTAR PUSTAKA
27
Keliat, Budi Anna. Heni Dwi Windarwati. Akemat Pawirowiyono, dkk. 2015. Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran
Bulechek, Gloria. Howard Butcher. Joanne Dochterman, dkk. 2013. NIC edisi bahasa
indonesia. Jakarta : mocomedia
Moorhead, Sue. Marion Johnson. Meridean Maas, dkk. 2013. NOC edisi bahasa Indonesia.
Jakarta : mocomedia
27