DI SUSUN OLEH :
ANAS ERWA PUTRA (1120019094)
Laporan pendahuluan ini dibuat dan disusun sebagai bukti bahwa mahasiswa di
bawah ini telah mengikuti praktik profesi ners
Nama : Anas Erwa Putra
NIM : 1120019094
Kompetensi : Keperawatan Gawat Darurat
Waktu Pelaksanaan :
Tempat/Ruangan : NICU RS TNI AL DR.Ramelan Surabaya
1. Definisi
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan
(sofian, 2012).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Sarwono, 2011)
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana saat saat bayi lahir mengalami
gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan karbondioksida (Sarwono, 2010).
2. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang
mengakibatkan hipoksia bayi di dalam Rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi
baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketauhi dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Nurarif & Kusuma, 2013):
a. Faktor Ibu
1) Preeklamsia dan eklampsia
2) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
1) Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur meconium (wrna kehijauan).
3. Manifestasi Klinis
Asfiksia neonatorum biasanya akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tandatanda
sebagai berikut (Nurarif & Kusuma, 2013):
a. DJJ irregular dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada keadaan umum
normal denyut janin berkisar Antara 120 sampai 160 x/menit dan selama his frekuensi
ini bias turun namun akan akan kembali normal setelah tidak ada his.
b. Terdapat meconium pada air ketuban pada letak kepala. Kekurangan O2 merangsang
usus sehingga meconium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
c. Pada pemeriksaan dengan aminoskopi didapatkan pH janin turun sampai <7,2 karena
asidosis menyebabkan turunnya pH.
4. Komplikasi
Komplikasi ini meliputi beberapa organ sebagai berikut (Perinasia, 2012):
a. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi aliran darah ke otak yang menurun. Keadaan ini akan menyebabkan hipoksia
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak. Hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia. Keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran
CO2. Hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan
tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal, diantaranya : hipoksemia dan perdarahan pada otak. Sedangkan
akibat tindakan pemakaian bag and mask yang berlebihan dapat menyebabkan
pneumotoraks, dimana pada pengembangan paru yang berlebihan dapat menyebabkan
alveolus pecah atau robekan pada mediastinum sehingga udara akan mengisi rongga
pleura/mediastinum.
Apneu Hipoksia organ (jantung, Kerusakan otak Napas cuping hidung, sianosi, hipoksia
. otak paru
Ketidakefektifan Gangguan
perfusi jaringan pertukaran gas
perifer
Proses keluarga terhenti
Ketidakefektifan
Akral dingin Resiko Cidera
pola nafas
Resiko hipotermia
6. Penatalaksanaan
a. Tindakan Keperawatan :
1) Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lebih mudah
mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lender
dari saluran nafas yang lebih dalam.
2) Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan
tanda achiles.
b. Tindakan Khusus :
1) Asfiksia berat : Berikan oksigen dengan tekanan positif dan intermiten melalui
pipa endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya
dengan oksigen. Tekanan O2 yang diberikan tidak lebih dari 30 cmH2O. Bila
pernafasan spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang
menekan pertengahan sternum 80 sampai 100 x/menit.
2) Asfiksia sedang/ringan: Pasangrelkick pernafasan (hisap lender, rangsang nyeri)
selama 30 sampai 60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (frog breathing)
1 sampai 2 menit yaitu : kepala bayi ekstensi maksimal beri oksigen 1 sampai 2
x/menit melalui kateter dalam hidung. Buka tutup mulut dan hidung serta
gerakkan dagu ke atas sampai bawah secara teratur 20 x/menit. Penghisapan
cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Dalam pengkajian bayi baru lahir maka pengkajian yang dilakukan yaitu dengan
menggali data dari data subyektif dan obyektif yang membantu perawat dalam
menentukan permasalahan yang dialami bayi dan mampu menentukan tindakan yang
akan diberikan kepada bayi dan keluarga (Anik, 2013).
a. Biodata
Pada pengkajian ini berisi data tentang identitas bayi, identitas orang tua, keluhan
utama seperti PB < 45cm, LD < 30cm, LK < 33cm, Hipotermi, kemudian riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit dahulu.
b. Bayi pada saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya Antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan pada saat
kelahiran, SGA, atau terlalu besar dibandingkan umur kehamilan, berat biasanya kurang
dari 2500 gram, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada, kepala relative
lebih besar dibandingkan badan, kelainan fisik yang mungkin terlihat.
c. Pengkajian primer
1) Airway
Kepatenan jalan napas, ada lender/ saliva, terdapat lecet pada daerah septm atau tidak.
2) Breathing
Dilihat bayi sesak/tidak, terdapat retraksi dinding dada/ tidak, memakai alat bantu
pernafasan/ tidak, RR, dan SPO2.
3) Circulation
Irama jantung regular/ tidak, ekstremitas teraba hangat/ tidak, ada perdarahan/ tidak,
nadi teraba lemah/ tidak, dan hitung nadi.
4) Disability
Ada nyeri tekan/tidak.
d. Pengkajian sistem B1~B6
1) B1 (Breathing)
Jumlah pernafasan rata rata Antara 40 sampai 60 /menit diselingi dengan periode
apnea, pernafasan yang tidak teratur, dengan faring nasal (nasal melebar), dengkuran,
retraksi (intercostal, suprasternal, substernal), terdengar suara gemerisik.
2) B2 (Blood / Circulation)
Irama jantung reguler / tidak, kongjuntiva, CRT, ukur tekanan darah, nadi, suhu.
3) B3 (Brain / Persyarafan)
Reflek dan gerakan pada tes neurologist tampak tidak resisten, gerak reflex hanya
berkembang sebagian, menelan, mengisap, dan batuk sangat lemah atau tidak efektif,
tidak ada atau menurunnya tanda neurologist, mata mungkin tertutup atau mengatup
apabila umur kehamilan belum mencapai 25 sampai 26 minggu, suhu tubuh tidak
stabil, biasanya hipotermia, gemetar, kejang dan mata berputar, biasanya bersifat
sementara, tetapi mungkin juga ini mengondisikan adanya kelainan neurologist. Pola
Eliminasi : BAB yang pertama kali keluar adalah meconium, produksi urin rendah,
tingkat kesadaran, reflek pupil, reaksi cahaya, dan GCS
4) B4 (Bladder / Perkemihan)
Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk melarutkan ekskresi
di dalam urine. Output urine, kebutuhan cairan dan distensi kandung kemih.
5) B5 (Bowel / Pencernaan)
Penonjolan abdomen: pengeluaran meconium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam,
reflek menelan dan menghisap yang lemah, ada atau tidak ada anus, ketidaknormalan
congenital lain yang mungkin terjadi. Pola istirahat tidur: terganggu oleh karena
hipotermia, peristaltic usu, hitung kebutuhan nutrisi parenteral, terpasang NGT /
tidak.
6) B6 (Bone / Muskuluskeletal)
Tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak, tulang
tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah dan tidak aktif atau alergik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas ditandai dengan
penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal,
pernapasan cuping hidung.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin yang ditandai dengan nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral
teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun.
3. Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan ditandai dengan kulit
teraba dingin, menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal, sianosis, bradikardi,
hipoglikemia, hipoksia, pengisian kapiler > 3detik, vensilasi menurun.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi ditandai dengan
gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran
menurun.
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan
penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal,
pernapasan cuping hidung.
a. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola
napas teratasi
b. Kriteria Hasil :
1. Tekanan ekspirasi dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (meningkat)
2. Tekanan inspirasi dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (meningkat)
3. Penggunaan otot bantu napas dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (menurun)
4. Frekuensi napas dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (membaik)
c. Rencana Tindakan :
Manajemen jalan napas
Observasi
1. Monitor pola napas
2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Monitor sputum
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtill chin lift
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml / hari jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi ditandai
dengan gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal, warna kulit
abnormal, kesadaran menurun.
a. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi.
b. Kriteria Hasil :
1. Gelisah dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (menurun)
2. Napas cuping hidung dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (menurun)
3. Pola napas dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (membaik)
4. Warna kulit dari skala 3 (sedang) menjadi skala 5 (membaik)
5. Tingkat kesadaran dari skala 1 (menurun) menjadi skala 5 (meningkat)
c. Rencana Tindakan
Dukungan Ventilasi
Observasi
1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
3. Monitor status respirasi dan oksigenasi
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi semi fowler atau fowler
3. Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
5. Gunakan bagvalve mask, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
POPULASI Bayi baru lahir yang terdiagnosis asfiksia dan tercatat di buku register
persalinan tahun 2010,2012,2013
HASIL PENELITIAN Hasil uji statistic menggunakan chi square pada tahun 2010 di dapatkan
nilai 0,016 untuk partus lama, 0,000 untuk bayi premature <0,05 artinya
terdapat hubungan Antara faktor partus lama dan bayi premature dengan
kejadian asfiksia neonatorum. Pada tahun 2011 didapatkan nilai 0,016
untuk umur ibu 0,002 untuk partus lama dan lilitan tali pusat <0,05 artinya
terdapat hubungan antara umur ibu , partus lama dan lilitan tali pusat
dengan kejadian asfiksia neonatorum. Pada tahun 2012 didapatkan nilai
0,003 untuk umur ibu, 0,001 untuk partus lama dan 0,024 untuk lilitan tali
pusat 0,05 artinya terdapat hubungan antara umur ibu, partus lama dan
lilitan tali pusat dengan kejadian asfiksia neonatorum.
JUDUL HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DAN KEJADIAN
ASFIKSIA NEONATORUM
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 334 kasus diperoleh data berat
badan lahir berisiko sebesar 17,4 % dan berat badan lahir tidak berisiko
sebesar 82,6%. Kejadian asfiksia neonatorum sebesar 26,3% dan tidak
asfiksia neonatorum sebesar 73,7%. Berdasarkan hasil uji statistic di
dapatkan hasil p 0,674 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dan kejadian asfiksia
neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni 2014 sampai juni
2015
JUDUL ASFIKSIA NEONATORUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO
GAGAL GINJAL AKUT
TAHUN 2016
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan kasus control, dimana kasus dan kontrol
dimiripkan (matching) dalam variable usia kehamilan
2.
Diisi mahasiswa
*) diisi dosen (saran, revisi,acc) Mengetahui,
**) Kaprodi S1 Keperawatan