Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN ANAK

ANALISIS JURNAL
PASIEN DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN PADA ASFIKSIA NEONATORUM

Disusun oleh : Ila Afriliyana (21220024)


Dosen Pembimbing : Marwan Riki Ginanjar, S.Kep., Ns., M.Kep

INSTITUTE KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang emempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan
tidak bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (Sofian, 2012). Asfiksia
neonatorum adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan
pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan karbondioksida (Sarwono, 2010).
Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Asfiksia dalam kehamilan
dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia,
toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan, atau trauma. Sementara itu,
asfiksia dalam persalinan disebabkan oleh partus yang lama, ruptura uteri, tekanan
terlalu kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius yang terlalu
banyak dan pada saat yang tidak tepat, plasenta previa, solusia plasenta, serta plasenta
tua (serotinus) (Nurarif, 2013).

B. Klasifikasi
Menurut Kamarullah (2005) :
1. Asfiksia ringan
Skor APGAR 7-10 , bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tidakan khusus
2. Asfiksia sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung
>100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilits tidak ada.
3. Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
<100x/menit, tonus otot buruk, sianosis buruk, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilits tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantungyaitu bunyi jantung yaitu
bunyi jantung fetus tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi
jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.
C. Etiology
Beberapa kondisi tertentu pada iu hamil dapat menyebakan gangguan sirkulasi
daparah uteroplaasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang
mengakibatkan hipoksia bayi di dala rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi
baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir menurut Nurarif & Kusuma (2013) adalah :
a. Faktor ibu
1. Preeklampsia dan eklampsia
2. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3. Partus lama atau partus macet
4. Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC)
5. Kehamilan lewat waktu (setelah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor tali pusat
1. Lilitan tali pusat
2. Tali pusat pendek
3. Simpul tali pusat
4. Prolapsus tali pusat
c. Faktor bayi
1. Bayi prematur (seelum 37 minggu kehamilan)
2. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kmbar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3. Kelahiran bawaan (kongenital)
4. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

D. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif & Kusumua (2013), asfiksia neonatorum biasanya akibat dari
hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda sebagai berikut :
1. DJJ irreguler dan frekuensi >160x/menit atau <100x/menit. Pada keadaan umum
normal denyut jantung janin berkisar antara 120-160x/menit dan selama his
frekuensi ini bisa turun namun akan kembali normal setelah tidak ada his
2. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala. Kekurangan O2
merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagain tanda janin asfiksia
3. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan PH janin turun sampai <7,2
karena asidosis menyebabkan turunnya PH.
E. Komplikasi
Menurut Karlsson (2008), komplikasi dapat mengenai beberapa organ pada bayi,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Edema otak dan perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi aliran darah ke otak yang menurun. Keadaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat teradinya edema otak.hal
ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak
2. Anuria dan oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia. Keadaan ini
dikenal dengan istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah antung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia pada pembuluh dara mesentrium dan ginjal yang
menyebakan pengeluaran urine sedikit
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2. Hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tidak efektif
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat tidak segera ditangani akan maenyebabkan
koma karena beberapa hal, diantaranya : hipoksemia dan perdarahan pada otak.
Sedangkan akibat tindakan dari pemakaian bag and mask yang berlebihan dapat
maenyebabkan alveolus pecah atau robekan pada mediastinum sehingga udara
akan mengisi rongga pleura/mediastinum.

F. Patofisiologi
Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan
terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi
terganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada
gangguan siste organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal, dan otak yang
mengakibatkan kematian. Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2
bertambah, timbul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung
janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak
dipengaruhi lagi. Maka timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat akhirnya irreguler dan menghilang. Janin akan mengadakan
pernafasan intrauteri dan mekonium dala paru, bronkus tersumbat dan dapat terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernafasan akan ganti dan denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus
neuromuskuler berkembang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki pepriode
apneuprimer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan perlebih cepat akhirnya irreguler
dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauteri dan mekonium dala
paru, bronkus tersumbat dan dapat terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkembang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki pepriode apneuprimer. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan yang dala, denyut jantung menurun, dan bayi akan terlihat
leas. Pernafasan semakin lama semakin lemah sampai bayi measuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan tidak dimulai segera (Manuba, 2008).

G. Implementasi (Penatalaksanaan)
Penatalaksanaan menurut Nurarif & Kusuma (2013) :
a. Tindakan keperawatan :
1. Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendiri mudah
mengalir, bila perlu digunakan laringioskop untuk membantu penghisapan
lendir dari saluran nafas yang lebih dalam
2. Rangsan reflek pernafasan, dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernapas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan
tanda achiles
3. Mempertahankan suhu tubuh
b. Tindakan khusus :
1. Asfiksia berat : berikan oksigen dengan tekanan positif dan interitten melalui
pipa endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya
dengan oksigen. Tekanan O2 yang diberikan tidak lebih dari 30 cmH2O. Bila
pernafasan spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang
menekan pertengahan sternum 80-100x/menit
2. Asfiksia sedang/ringan : pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang
nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (frog
breathing) 1-2 menit, yaitu kepala bayi ekstensi maksimal beri oksigen 1-2
l/menit melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta
gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x.menit. Penghisapan cairan
lambung untuk mencegah regurgitasi.

H. Pemeriksan Diagnostik
Menurut William (2004), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan diantaranya yaitu :
1. Analisa Gas Darah (AGD) : PH kurang dari 7,20
2. Penialaian APGAR score, meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha napas,
tonus otot, dan reflek
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
4. USG kepala
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kasus
By. Ny. D, 0 hari didiagnosis asfiksia neonatorum dengan berat lahir rendah. Pasien
seorang bayi laki-laki berumur 0 hari, lahir spontan pada usia kehamilan 33 minggu,
mengalami hipoksia, saat lahir tidak menangis spontan serta kulit tampak biru
(APGAR Score 4/6), disertai dengan penumpukan lendir dan nafas cuping hidung.
Proses persalinan lama dan didapatkan cairan ketuban bercampur dengan mekonium.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, suhu
tubuh 35,3oC, akral dingin, frekuensi Nadi 60x/menit, RR 66x/m berat badan 1700
gram, panjang badan 48 cm. Tampak pula kelainan mukosa kulit/subkutan
menyeluruh, kulit tampak pucat dan sianosis, bayi terlihat kuning, sklera kuning,
turgor kulit turun. Pada thorax, bentuk simetris dan ditemukan retraksi suprasternal,
substernal, dan interkostalis. Pada pemeriksaan abdomen, ekstremitas, dan genital
dalam batas normal. Pada pemeriksaan hemotologi didapatkan Hb 13gr/dL, eritrosit
3,59x106/uL, leukosit 10.500/uL, hematokrit 41,4%, dan trombosit 283.000/uL, SaO2
75%. Sehingga didiagnosis kerja asfiksia neonatorum dengan BBLR. Penatalaksaan
dengan oksigenasi dan resusitasi, infus D10% pemberian terapi IVFD D 10 % + drip
aminophilin 1cc 4-6 tpm, Ampicillin 2 x 125 mg (i.v), Dexametason 3 x 1/6 ampul
(i.v) dan puasa.

2. Pertanyaan klinis
Terapi apa yang dapat diberikan kepada pasien dengan gangguan pernapasan pada By.
Ny. D ?

3. PICO
P : By. Ny D 0 hari
I : Muscle Pumping
C:-
O : Score APGAR
4. Searching Literature (journal)
Setelah dilakukan Searching literature (journal) di Google Scholar, didapatkan 489
jurnal yang terkait dan dipilih 1 jurnal dengan judul “EFEKTIFITAS MUSCLE
PUMPING DALAM MENINGKATKAN SCORE APGAR PADA BAYI BARU
LAHIR DENGAN ASFIKSIA”
Dengan alasan :
a. Jurnal tersebut sesuai dengan kasus
b. Jurnal tersebut up to date

5. VIA
Validity :
a. Desain : desain penelitian ini menggunakan eksperimental dengan RCT dan
pendekatan case control. Rancangan penelitian ini menggunakan kelompok kasus
dan kelompok kontrol. Jumlah sampel 40 pasien asfiksia dan dilakukan pemilihan
secara random untuk memilih kelompok kasus dan kontrol dengan teknik
randomais control trial.

b. Sampel : responden berjumlah 40 respnden dengan teknik randomais control trial

c. Kriteria inklusi dan ekslusi : bayi yang mengalami asfiksia, Bayi yang
mengalami menangis tidak spontan, bayi dengan APGAR score < 7.

d. Randomisasi : dilakukan randomisasi dalam pengambilan sampel, dilakukan


teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik randomais control trial.
Sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 36 responden. Penelitian ini bertujuan
untuk meneliti efektivitas muscle pumping dalam meningkatkan skor APGAR
pada bayi baru lahir dengan asfiksia.

a. Importance dalam hasil


1) Karakteristik subjek :
Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, berat badan
lahir, paritas.
2) Beda proporsi :
Pada tabel 2, hasil penelitian pada karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin pada pasien asfiksia menunjukkan bahwa bayi baru lahir dengan jenis
kelamin laki-laki berjumlah 22 bayi (55%) dan jumlah bayi dengan jenis kelamin
perempuan 18 bayi (45%). Pada tabel 3, hasil penelitian menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa bayi baru lahir dengan berat lahir < 2.500 gram berjumlah 4
bayi (10%) dan jumlah bayi dengan berat lahir 2.500 – 3.000 gram berjumlah 13
(32,5%) dan jumlah bayi dengan berat >3.000 gram berjumlah 23 (57,5%).
Berdasarkan data tersebut maka prosentase asfiksia tertinggi pada bayi dengan
berat badan > 3.000 gram. Pada tabel 4, hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu
yang sudah pernah melahirkan bayi yang mampu hidup memiliki resiko lebih
tinggi daripada ibu yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu hidup.
Definisi tersebut dijelaskan sebagai berikut paritas adalah seorang wanita yang
pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Jenis paritas bagi ibu yang
sudah partus antara lain yaitu : a) Nullipara adalah wanita yang belum pernah
melahirkan bayi yang mampu hidup; b) Primipara adalah wanita yang pernah satu
kali melahirkan bayi yang telah mencapai tahap mampu hidup; c) Multipara
adalah wanita yang telah melahirkan dua janin viabel atau lebih; d)
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan lima anak atau lebih. Pada
seorang grande multipara biasanya lebih banyak penyulit dalam kehamilan dan
persalinan. Hasil olahan data karakteristik menunjukkan bahwa ibu bersalin
primipara sebesar 17 (42%), ibu bersalin multipara sejumlah 22 (55%) dan
Grandemultipara 1 (2,5%). Hasil penghitungan karakteristik berdasarkan paritas
sejalan dengan pendapat Manuaba tentang paritas yang tinggi memungkinkan
terjadinya penyulit kehamilan dan persalinan yang dapat menyebabkan
terganggunya transport O2 dari ibu ke janin yang akan menyebabkan asfiksia
yang dapat dinilai dari APGAR Score menit pertama setelah lahir tentang paritas
yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan persalinan yang
dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari ibu ke janin yang akan
menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR Score menit pertama
setelah lahir.
3) Beda mean
Pada tabel 5, hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi baru lahir dengan asfiksia
dibagi menjadi dua kelompok dengan system random (pemilihan ganjil genap
disesuaikan dengan urutan kelahiran dengan asfiksia). Pada kelompok kasus
dalam hal ini dengan tindakan resusitasi dan muscle pumping memiliki hasil
100% mengalami kenaikan skor APGAR yang berjumlah 20 responden.
Sedangkan kelompok kasus dalam hal ini dengan tindakan resusitasi tanpa
tindakan Muscle pumping mendapatkan hasil 11 bayi asfiksia mengalami
peningkatan skor APGAR (55%), 8 bayi asfiksia tanpa perubahan skor APGAR
(40%) dan 1 bayi asfiksia mengalami penurunan skor APGAR. Data penelitian
diolah dengan teknik Mann - Whidney dan diawali dengan uji normalitas data
dan uji homogenitas data.

4) Nilai p value
Berdasarkan penghitungan hasil analisis dengan menggunakan SPSS 20
didapatkan hasil nilai Z hitung -4,508 dengan tingkat kepercayaan 95%. Nilai
Ztabel adalah 2,021, sehingga Z hitung > Z tabel karena nilai (-) merupakan nilai
konstan sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil analisis di atas
menunjukan bahwa setelah dilakukan pengolahan data, didapatkan hasil p value =
0,001 dan nilai Z hitung lebih besar dari Z table (4,508 > 2,021), maka Ho ditolak
dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa muscle pumping efektif
dalam meningkatkan skor APGAR pada 20 bayi baru lahir dengan asfiksia.

b. Applicability
1) Dalam diskusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi baru lahir dengan asfiksia dibagi
menjadi dua kelompok dengan system random (pemilihan ganjil genap
disesuaikan dengan urutan kelahiran dengan asfiksia). Pada kelompok kasus
dalam hal ini dengan tindakan resusitasi dan muscle pumping memiliki hasil
100% mengalami kenaikan skor APGAR yang berjumlah 20 responden.
Sedangkan kelompok kasus dalam hal ini dengan tindakan resusitasi tanpa
tindakan Muscle pumping mendapatkan hasil 11 bayi asfiksia mengalami
peningkatan skor APGAR (55%), 8 bayi asfiksia tanpa perubahan skor APGAR
(40%) dan 1 bayi asfiksia mengalami penurunan skor APGAR. Data penelitian
diolah dengan teknik Mann - Whidney dan diawali dengan uji normalitas data
dan uji homogenitas data. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan APGAR
Score dan efektif dalam meningkatkan APGAR Score dengan p value 0,001.

2) Karakteristik klien : Jenis kelamin, berat badan lahir, paritas.

3) Fasilitas biaya : Tidak dicantumkan jumlah biaya yang digunakan

6. Diskusi (membandingkan jurnal dan kasus)


Berdasarkan jurnal yang berjudul “EFEKTIFITAS MUSCLE PUMPING DALAM
MENINGKATKAN SCORE APGAR PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN
ASFIKSIA” , Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suroso
dan Sunarsih (2012), dengan judul penelitiannya yaitu APGAR Score pada Bayi Baru
Lahir dengan Asfiksia Neonatorum Pasca Resusitasi Jantung Paru, dikatakan bahwa
dalam penelitiannya menunjukkan hasil analisis data dengan uji independent t test
<0,05 (p=0,00) membuktikan bahwa ada pengaruh resusitasi jantung paru terhadap
nilai APGAR Score pada bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum. Jadi dapat
dikatakan bahwa terapi Muscle Pumping Efektif dalam Meningkatkan Score Apgar
Pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia dengan p value 0,001.
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan
ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang emempengaruhi kesejahteraan bayi
selama atau sesudah persalinan (Persalinan Normal, 2007). Asfiksia neonatorum adalah
suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak bernapas secara spontan
dan teratur setelah lahir (Sofian, 2012). Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan
dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan
karbondioksida (Sarwono, 2010).
Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti efektivitas muscle pumping dalam
meningkatkan skor APGAR pada bayi baru lahir dengan asfiksia. Asfiksia dapat terjadi
selama kehamilan atau persalinan. Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh
penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum,
anemia berat, cacat bawaan, atau trauma. Sementara itu, asfiksia dalam persalinan
disebabkan oleh partus yang lama, ruptura uteri, tekanan terlalu kuat kepala anak pada
plasenta, prolapsus, pemberian obat bius yang terlalu banyak dan pada saat yang tidak
tepat, plasenta previa, solusia plasenta, serta plasenta tua (serotinus) (Nurarif, 2013).
Kesimpulan penelitian yaitu muscle pumping efektif dalam meningkatkan skor APGAR
pada 20 bayi baru lahir dengan asfiksia.
DAFTAR PUSTAKA

Intarti, Wiwit Desi, Lina Puspita Sari, Restu Ika Pradani. 2016. Efektifitas Muscle Pumping
dalam Meningkatkan APGAR Score pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia. Vol. 3,
No. 1. Cilacap : Jurnal Kebidanan.

Johnson, M., et al. 2008. Nursing Outcomes Clasification (NOC) Fifth Edition. New Jersey :
Saddle River.

Kosim, MS. 1998. Asfiksia Neonatorum dalam Kumpulan Makalah Pelatihan Dokter
Spesialis Anak dalam Bidang NICU untuk RSU Kelas B Tingkat Nasional. Semarang :
IAI.

Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.

Manuba, Ida Bagus Gide. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Mc. Closkey, C. J., et al. 2008. Nusring Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. New
Jersey : Saddle River.

NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2009-2011.


USA : Willey lackwell Publication.

Nurarif, Amir Huda & Hardhi Kusuma 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1 & 2. Yogyakarta : Medical Publishing.

Ralph & Rosenberg. 2006. Nursing Diagnosis : Definition and Classification. Philadelphila,
USA.

Sarwono, Wiknjosastro Hanifa, 2011. Pengantar Ilmu Kandungan Edisi 4. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sofian, Amru. 2012. Rustan Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif, Obstetri Sosial
Edisi 3 Jilid 1 & 2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai