ASFIKSIA NEONATORUM
Disusun Oleh:
LISA JUNIA SAPITRI
024SYE21
Disusun Oleh:
LISA JUNIA SAPITRI
024SYE21
1. Pengertian
Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan dimana bayi baru lahir yang
mengalami gangguan tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering
berakhir dengan asidosis (Nurarif, 2016).
Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan dalam memulai dan melanjutkan
pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat
sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam keadaan asfiksia yaitu asfiksia primer atau
asfiksia sekunder mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia
beberapa saat setelah lahir (Sudarti dan Fauziah, 2017).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi baru lahir
tidak mendapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran. Asfiksia juga
didefinisikan sebagai kegagalan untuk memulai respirasi biasanya dalam satu menit
kelahiran. Asfiksia dapat menyebabkan hipoksia (penurunan suplai oksigen ke otak
dan jaringan) dan kerusakan otak atau mungkin kematian jika tidak di lakukan
tindakan dengan benar (Mendri, 2018).
2. Tanda dan Gejala asfiksia yaitu :
a. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (kurang dari
30 kali permenit). Menurut Sondakh (2017), Apnea dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
1) Apneu primer : pernapasan cepat, denyut nadi menurun, dan tonus
neuromuskular menurun.
2) Apneu sekunder : apabila asfiksia berlanjut, bayi menunjukkan
pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun,
terlihat lemah (pasif), dan pernapasan makin lama makin lemah.
b. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (perlekukan dada).
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit
1) Puncat dan ada tanda-tanda syok (untuk tanda asfiksia berat)
2) Sianosis (untuk tanda asfiksia ringan)
e. Tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat
1) Bradikardia (kurang dari 100 kali/menit) untuk gejala asfiksia berat
2) Takhikardia (lebih dari 140 kali/menit) untuk gejala asfiksia ringan
3. Etiologi
Proses pengembangan paru-paru pada anak baru lahir terjadi pada menit-menit
pertama kelahiran, yang kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Proses ini
oksigen dari ibu ke anak, sehingga menyebabkan asfiksia janin atau neonatus.
Gangguan tersebut dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera
deteksi dan penilaian terhadap janin selama masa kehamilan, serta persalinan
yang memegang peranan sangat penting bagi keselamatan anak. Harus diingat
bahwa gangguan yang muncul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir
selalu disertai anoksia/hipoksia janin yang berakhir dengan asfiksia neonatus. Jika
ini yang terjadi, maka anak mesti mendapatkan perawatan yang intensif, adekuat
a. Faktor Ibu.
ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau
anastesia dalam.
hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi
mendadak pada ibu karena pendarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi, dan
lain sebagainya.
b. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin bisa terjadi jika terdapat gangguan mendadak pada
c. Faktor Fetus
antara ibu dan janin. Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir.
d. Faktor Neonatus.
pernafasan pada anak baru lahir, diantaranya adalah pemakaian obat anastesi
atau analgetika yang berlebihan pada ibu, yang secara langsung bisa
hipoplasia paru-paru.
4. Patofisiologi.
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada kondisi pada masa kehamilan
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini diaggap sengat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernapasan agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan berlanjut
dengan pernapasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk kerena reaksi
adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia lebih berat. Keadaan dimana akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan fungsi ini dapat reversible atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya
asfiksia. Asfiksia yang dimulai dengan satu periode apnea (primary apneo) disertai dengan
penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha napas (gasping)
yang kemudian diikuti oleh pernapasan teratur.
Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel,
retensi karbon dioksida berlebihan, dan asidosis metabolik. Kombinasi ketiga peristiwa
tersebut menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan
kehidupan. Tujuan resisutasi adalah intervensi tepat waktu yang membalikkan efek-efek
biokimia asfiksia, sehingga mencegah kerusakan otak dan organ yang irreversibel (tidak bisa
kembali), yang akibatnya akan ditanggung sepanjang hidup.
Frekuensi jantung dan tekanan darah akan meningkat dan bayi melakukan upaya
megap-megap (gasping). Bayi kemudian masuk ke periode apnea primer akan mulai
melakukan usaha napas lagi. Stimulasi dapat terdiri atas stimulasi taktil (mengeringkan bayi)
dan stimulasi termal (oleh suhu persalinan yang lebih dingin).
Bayi dengan asfiksia ringan akan mengalami apnea primer yaitu bayi baru lahir dapat
memulai pola pernapasan biasa (walaupun tidak teratur dan mungkin tidak efektif). Bayi
yang mengalami proses asfiksia lebih jauh berbeda dalam tahap apnea sekunder. Apnea
sekunder dapat dengan cepat menyebabkan kematian jika bayi tidak benar-benar didukung
oleh pernapasan buatan, dan bila perlu, dilakukan kompresi jantung. Warna bayi berubah
dari biru ke putih karena bayi baru lahir menutup sirkulasi perifer sebagai upaya
memaksimalkan aliran darah ke organ-organ seperti jantung, ginjal dan adrenal .
Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah di
paru-paru mengalami konstriksi. Keadaan konstriksi ini menyebabkan paru-paru resisten
terhadap ekspansi, sehingga mempersulit kerja resusitasi janin yang persisten. Foramen ovale
terus membuat pirau darah ke aorta, melewati paru-paru yang konstriksi. Bayi baru lahir
dalam keadaan asfiksia tetap memiliki banyak gambaran sirkulasi janin .
Selama hipoksia, perubahan biokimia yang serius menyebabkan penimbunan sampah
metabolik akibat metabolisme anaerob. Akibat ketidakadekuatan ventilasi, maka bayi baru
lahir cepat menimbun karbondioksida. Hiperkabia ini mengakibatkan asidosis respiratorik
yang lebih jauh akan menekan upaya napas .
Kurangnya oksigen menyebabkan metabolisme pada bayi baru lahir berubah menjadi
metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya glukosa yang dibutuhkan untuk sumber
energi pada saat kedaruratan. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat dan asidosis
metabolik. Asidosis metabolik hanya akan hilang setelah periode waktu yang signifikan dan
merupakan masalah sisa bahkan setelah frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung adekuat
Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat. Pada hipoksia awal, aliran darah ke otak
meningkat, sebagai bagian mekanisme kompensasi. Kondisi tersebut hanya dapat
memberikan penyesuaian sebagian. Jika hipoksia berlanjut, maka tidak akan terjadi
penyesuaian akibat hipoksia pada sel-sel otak. Beberapa efek hipoksia yang paling berat
muncul akibat tidak adanya zat penyedia energi, seperti ATP, berhentinya kerja pompa ion-
ion transeluler, akumulasi air, natrium,
Pathway
5. Klasifikasi
Biasanya didapatkan frekuensi jantung >100x/menit, tonus otot kurang baik atau
kadang pucat, refleks tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian secara apgar terdapat pada tabel
Nilai APGAR ini biasanya dimulai satu menit setelah bayi lahir lengkap
dan bayi telah diberi lingkungan yang baik serta pengisapan lendir telah
dilakukan dengan sempurna. Nilai APGAR semenit pertama ini baik sekali
dimulai lima menit setelah bayi lahir dan ini berkorelasi erat dengan kematian dan
kesakitan neonatus. Dalam menghadapi bayi dalam asfiksia berat, dianjurkan
untuk menilai secara tepat, yaitu : (1) menghitung frekuensi jantung dengan cara
meraba hipisternum atau arteri tali pusat dan menetukan apakah jumlah lebih atau
kurang dari 100x/menit, (2) menilai tonus otot baik/buruk, (3) melihat warna
kulit.
6. Pemeriksaan diagnostic
Menurut (Nurarif, A.H., & Kusuma, 2015) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan
2) Elektrolit Darah
3) Gula Darah
5) USG (kepala)
7. Penatalaksanaan.
Tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia neonatorum adalah sebagai
berikut :
3. Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk/kain kering yang bersih dan
hangat.
asfiksia.
a. Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong berdiri
Nilai status pernafasan apabila masih ada tanda asfiksia, caranya dengan
a) Asfikia berat.
umbilikus.
b) Asfiksia sedang.
dengan menepuk telapak kaki, bila dalam waktu 30-60 detik tidak ada
tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit,
segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
dari mulut ke mulut atau ventilasi ke kantong master. Pada ventilasi dari
c) Asfiksia ringan.
Jaga agar bayi tidak kedinginan, lakukan segera intubasi dan lakukan
mouth ke tube atau pulmonator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak bisa,
Biokemial.
Teori perkembangan menurut Erikson ada 8 tahapan yang saling berurutan sepanjang
yaitu:
Pada tahap Trust versus Mistrust (0-1 tahun) dimana tahap ini dimulai dari
usia 0 sampai dengan 18 bulan. Dalam tahap ini bayi berusaha keras untuk
jika ibu berhasil anak akan mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai
dan dapat mengembangkan asa (hope). Menurut sigmand Freud ada 5 tahapan
1. Fase oral Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut,
sehingga refleks menghisap adalah sangat penting. Konflik utama pada tahap ini
adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada parah
menggigitkuku.
2. Fase anal Pada tahap anal, Freud percaya bahwa focus utama dari libido adalah
pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini
Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian pada anak.
3. Fase phalic Pada tahap ini, focus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Freud
juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagaisaingan, karena
4. Fase laten Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan social dan
komunikasi serta kepercayaan diri. Freud mengambarkan fase laten sebagai salah
mengembangkan minat seksual yan kuat pada lawan jenis. Jika tahap lainnya telah
selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan
dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang
kehidupan.
9. Konsep hospitalisasi
Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan kepada anak
keluarga. Upaya tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan langsung pada keluarga
mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara
anak dan keluarga, menjaga keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk
mencapai 35 masa depan anak yang lebih baik, melalui interaksi tersebut dalam
1. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan menurut Budiono (2015) adalah tahap awal dari proses
kesehatan klien. Adapun pengkajian yang akan dikaji dalam asuhan keperawatan
identitas keluarga, yang lebih ditekankan pada hayi karena berkaitan degan
b. Riwayat Kesehatan
bayi.
anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan
sebab partus lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari
kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius
terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak, piacenta
provia. sulitio plasenta, persentase janin abanormal, lilitan tali pusat, dan
kesulitan lahir.
kehamilan dan persalinan, dalam keluarga tidak ada keluarga atau saudara
4) Kebutuhan dasar
pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti
popoknya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
teratur
dan kedalaman
- Saturasi oksigen : 95% - 100% Pada asfiksia nadi menurun < 100
60x/menit
4) kepala Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
7) Telinga Simetris kanan dan kiri, tulang rawan padat dengan bentuk yang
12) Reflek
menggenggam.
b) Reficka leher (tonik neck reflek) pada bayi dalam keadaan tertidur
menunjukkan reflek dengan cepat putar kearah satu sisi respon yang
khas jika bayi menghadap kekiri lengan dan kaki pada sisi itu
yang berlawanan).
akan terjadi reflek lengan dan tangan terbuka serta kemudian diakhiri
2. Diagnosa Keperawat
yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi
aktual / potensial) dari individu atau kelompok tempat anda secara legal
mengidenfikasi dan anda dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan atau mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan.
Menurut Nuranf, Amin Huda (2018) diagnosa pada pasien dengan Asfiksia
menghisap lemah.
Menurut Syahra, (2018). Intervensi keperawatan yaitu suatu rencana tindakan keperawatan
yang dibuat untuk menangani serta mencegah terjadinya komplikasi. Adapun intervensi
Edukasi
(1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan -Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya lendir Tujuan: Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bayi dapat mempertahankan jalan napas dengan
kriteria hasil :
(1) Produksi sputum berkurang
(2) Frekuensi napas berkurang
(3) Pola napas membaik
Intervensii
Observasi
(1) Identifikasi kemampuan batuk
(2) Monitor adanya retensi sputum
(3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
(4) Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
Edukasi
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan adalah realisasi dari intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
keperawatan. Keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan ini antara lain keterampilan
dilakukan tanpa pesanan dokter, Tindakan keperawatan mandiri ditetapkan dengan Standar
Practice American Nurses Association, undang -undang praktek perawatan negara bagian dan
2) Tindakan keperawatan kolaboratif Tindakan yang dilakukan oleh perawat bila perawat
bekerja dengan anggota Kesehatan yang lain dalam membuat keputusan Bersama yang
bertahap untuk mengatasi masalah pasien. Implementasi yang dilakukan mengacu pada
intervensi dan tidak semua dilakukan namun disesuaikan dengan kondisi klien dan telah
disetujui oleh klien dan keluarga. Pada kasus pneumonia neonatus implementasi yang paling
utama dan harus dilakukan dengan baik dan benar yaitu harus selalu melakukan pemantauan
yang terkait dengan kondisi jalan nafas klien. Implementasi itu sendiri dilakukan dengan
mengharapkan keadaan klien dapat mencapai kriteria hasil yang telah di tetapkan.
5.Evaluasi
Evaluasi Keperawatan Menurut Nursalam (2016), Evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu :
1. Evaluasi formatif Evaluasi formatif disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai. Pada evaluasi formatif penulis menilai klien
2. Evaluasi sumatif Evaluasi sumatif disebut juga evaluasi aktif dimana dalam metode
masalah teratasi.
Ikatan Ners Indonesia. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Asfiksia Neonatorum. Tersedia di
Masruroh. (2016). Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. (J. Budi, Ed.) (1st ed.).
Nanny Lia Dewi,Vivian. (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika