Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA NEONATORUM

Disusun Oleh:
LISA JUNIA SAPITRI
024SYE21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
KASUS ASPIKSIA

Disusun Oleh:
LISA JUNIA SAPITRI
024SYE21

Laporan Pendahuluan telah dikonsultasikan dan disetujui.

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Klinik

Haryani, SST., Ners., M.Kes Mulyaningsih, S.Kep, Ners.


A. Konsep Medis

1. Pengertian
Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan dimana bayi baru lahir yang
mengalami gangguan tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.
Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering
berakhir dengan asidosis (Nurarif, 2016).
Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan dalam memulai dan melanjutkan
pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat
sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam keadaan asfiksia yaitu asfiksia primer atau
asfiksia sekunder mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia
beberapa saat setelah lahir (Sudarti dan Fauziah, 2017).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi baru lahir
tidak mendapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran. Asfiksia juga
didefinisikan sebagai kegagalan untuk memulai respirasi biasanya dalam satu menit
kelahiran. Asfiksia dapat menyebabkan hipoksia (penurunan suplai oksigen ke otak
dan jaringan) dan kerusakan otak atau mungkin kematian jika tidak di lakukan
tindakan dengan benar (Mendri, 2018).
2. Tanda dan Gejala asfiksia yaitu :
a. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (kurang dari
30 kali permenit). Menurut Sondakh (2017), Apnea dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
1) Apneu primer : pernapasan cepat, denyut nadi menurun, dan tonus
neuromuskular menurun.
2) Apneu sekunder : apabila asfiksia berlanjut, bayi menunjukkan
pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun,
terlihat lemah (pasif), dan pernapasan makin lama makin lemah.
b. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (perlekukan dada).
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit
1) Puncat dan ada tanda-tanda syok (untuk tanda asfiksia berat)
2) Sianosis (untuk tanda asfiksia ringan)
e. Tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat
1) Bradikardia (kurang dari 100 kali/menit) untuk gejala asfiksia berat
2) Takhikardia (lebih dari 140 kali/menit) untuk gejala asfiksia ringan

3. Etiologi
Proses pengembangan paru-paru pada anak baru lahir terjadi pada menit-menit

pertama kelahiran, yang kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Proses ini

bisa terganggu apabila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan

oksigen dari ibu ke anak, sehingga menyebabkan asfiksia janin atau neonatus.

Gangguan tersebut dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera

setelah anak dilahirkan.

Hampir sebagian besar asfiksia pada anak baru lahir merupakan

kelanjutan asfiksia janin. Itulah sebabnya, sangat penting untuk melakukan

deteksi dan penilaian terhadap janin selama masa kehamilan, serta persalinan

yang memegang peranan sangat penting bagi keselamatan anak. Harus diingat

bahwa gangguan yang muncul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir

selalu disertai anoksia/hipoksia janin yang berakhir dengan asfiksia neonatus. Jika

ini yang terjadi, maka anak mesti mendapatkan perawatan yang intensif, adekuat

dan maksimal saat dilahirkan.

Secara umum, ada beberapa penyebab kegagalan pernafasan pada anak.

Diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Faktor Ibu.

Apabila seorang ibu hamil mengalami hipoksia, maka janin yang

dikandungnya juga menderita hipoksia dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu

ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau

anastesia dalam.

Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada

uterus, sehingga menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan


janin. Hal ini sering dijumpai pada gangguan kontraksi uterus, misalnya

hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi

mendadak pada ibu karena pendarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi, dan

lain sebagainya.

b. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi

plasenta. Asfiksia janin bisa terjadi jika terdapat gangguan mendadak pada

plasenta, seperti solusio plasenta, pendarahan plasenta, dan lain sebagainya.

c. Faktor Fetus

Gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus juga

disebabkan oleh kompresi umbilikus, sehingga menghambat pertukaran gas

antara ibu dan janin. Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat

melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir.

d. Faktor Neonatus.

Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya depresi pusat

pernafasan pada anak baru lahir, diantaranya adalah pemakaian obat anastesi

atau analgetika yang berlebihan pada ibu, yang secara langsung bisa

menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, trauma yang terjadi pada

persalinan, misalnya pendarahan intra-cranial, kelainan kongenital pada anak,

seperti hernia diafragmatika, atresia, atau stenosis saluran pernafasan,

hipoplasia paru-paru.

4. Patofisiologi.
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada kondisi pada masa kehamilan
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini diaggap sengat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernapasan agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan berlanjut
dengan pernapasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk kerena reaksi
adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia lebih berat. Keadaan dimana akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan fungsi ini dapat reversible atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya
asfiksia. Asfiksia yang dimulai dengan satu periode apnea (primary apneo) disertai dengan
penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha napas (gasping)
yang kemudian diikuti oleh pernapasan teratur.
Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel,
retensi karbon dioksida berlebihan, dan asidosis metabolik. Kombinasi ketiga peristiwa
tersebut menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan
kehidupan. Tujuan resisutasi adalah intervensi tepat waktu yang membalikkan efek-efek
biokimia asfiksia, sehingga mencegah kerusakan otak dan organ yang irreversibel (tidak bisa
kembali), yang akibatnya akan ditanggung sepanjang hidup.
Frekuensi jantung dan tekanan darah akan meningkat dan bayi melakukan upaya
megap-megap (gasping). Bayi kemudian masuk ke periode apnea primer akan mulai
melakukan usaha napas lagi. Stimulasi dapat terdiri atas stimulasi taktil (mengeringkan bayi)
dan stimulasi termal (oleh suhu persalinan yang lebih dingin).
Bayi dengan asfiksia ringan akan mengalami apnea primer yaitu bayi baru lahir dapat
memulai pola pernapasan biasa (walaupun tidak teratur dan mungkin tidak efektif). Bayi
yang mengalami proses asfiksia lebih jauh berbeda dalam tahap apnea sekunder. Apnea
sekunder dapat dengan cepat menyebabkan kematian jika bayi tidak benar-benar didukung
oleh pernapasan buatan, dan bila perlu, dilakukan kompresi jantung. Warna bayi berubah
dari biru ke putih karena bayi baru lahir menutup sirkulasi perifer sebagai upaya
memaksimalkan aliran darah ke organ-organ seperti jantung, ginjal dan adrenal .
Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah di
paru-paru mengalami konstriksi. Keadaan konstriksi ini menyebabkan paru-paru resisten
terhadap ekspansi, sehingga mempersulit kerja resusitasi janin yang persisten. Foramen ovale
terus membuat pirau darah ke aorta, melewati paru-paru yang konstriksi. Bayi baru lahir
dalam keadaan asfiksia tetap memiliki banyak gambaran sirkulasi janin .
Selama hipoksia, perubahan biokimia yang serius menyebabkan penimbunan sampah
metabolik akibat metabolisme anaerob. Akibat ketidakadekuatan ventilasi, maka bayi baru
lahir cepat menimbun karbondioksida. Hiperkabia ini mengakibatkan asidosis respiratorik
yang lebih jauh akan menekan upaya napas .
Kurangnya oksigen menyebabkan metabolisme pada bayi baru lahir berubah menjadi
metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya glukosa yang dibutuhkan untuk sumber
energi pada saat kedaruratan. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat dan asidosis
metabolik. Asidosis metabolik hanya akan hilang setelah periode waktu yang signifikan dan
merupakan masalah sisa bahkan setelah frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung adekuat
Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat. Pada hipoksia awal, aliran darah ke otak
meningkat, sebagai bagian mekanisme kompensasi. Kondisi tersebut hanya dapat
memberikan penyesuaian sebagian. Jika hipoksia berlanjut, maka tidak akan terjadi
penyesuaian akibat hipoksia pada sel-sel otak. Beberapa efek hipoksia yang paling berat
muncul akibat tidak adanya zat penyedia energi, seperti ATP, berhentinya kerja pompa ion-
ion transeluler, akumulasi air, natrium,
Pathway

5. Klasifikasi

Asfiksia dapat diklasifikasikan menurut penilaian skor APGAR. APGAR


adalah penilaian yang dilakukan pada bayi baru lahir. Adapun yang dinilai pada
penilaian APGAR adalah warna kulit (appearance), denyut jantung (pulse),
refleks bayi (grimace), tonus otot (actifity), dan usaha bernafas (respiratory
effort). Asfiksia pada bayi baru lahir dibagi menjadi:
1. Asfiksia ringan nilai APGAR 7-10.

Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

2. Asfiksia sedang nilai APGAR 4-6.

Biasanya didapatkan frekuensi jantung >100x/menit, tonus otot kurang baik atau

baik, biru, refleksi masih ada.

3. Asfiksia berat nilai APGAR 0-3.

Didapatkan frekuensi jantung <100x/menit, tonus otot buruk,biru dan kadang-

kadang pucat, refleks tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung fetus

menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung

menghilang post partum. Pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.

Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian secara apgar terdapat pada tabel

dibawah ini (Abdullah Royyan, 2012).

Tabel 2.1 Penilaian APGAR


Tanda 0 1 2 Nilai
Frekuensi Tidak ada <100x/menit >100x/menit
jantung
Usaha Tidak ada Lambat,tidak teratur Menangis kuat
bernafas
Tonus Lumpuh Ekstermitas fleksi Gerakan aktif
otot sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Warna Biru pucat Tubuh kemerahan, Tubuh
extermitas biru kemerahan

Nilai APGAR ini biasanya dimulai satu menit setelah bayi lahir lengkap

dan bayi telah diberi lingkungan yang baik serta pengisapan lendir telah

dilakukan dengan sempurna. Nilai APGAR semenit pertama ini baik sekali

sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Mulai apgar berikutnya

dimulai lima menit setelah bayi lahir dan ini berkorelasi erat dengan kematian dan
kesakitan neonatus. Dalam menghadapi bayi dalam asfiksia berat, dianjurkan

untuk menilai secara tepat, yaitu : (1) menghitung frekuensi jantung dengan cara

meraba hipisternum atau arteri tali pusat dan menetukan apakah jumlah lebih atau

kurang dari 100x/menit, (2) menilai tonus otot baik/buruk, (3) melihat warna

kulit.

6. Pemeriksaan diagnostic

Menurut (Nurarif, A.H., & Kusuma, 2015) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan

pada pasien asfiksia berupa pemeriksaan:

1) Analisa Gas Darah (AGD)

2) Elektrolit Darah

3) Gula Darah

4) Baby gram (RO dada)

5) USG (kepala)

7. Penatalaksanaan.

Tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia neonatorum adalah sebagai

berikut :

1. Bersihkan jalan nafas dengan penghisap lendir dan kasa steril.

2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik.

3. Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk/kain kering yang bersih dan

hangat.

4. Nilai status pernafasan, lakukan hal-hal berikut bila ditemukan tanda-tanda

asfiksia.

a. Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong berdiri

disisi kepala bayi dari sisa air ketuban.


b. Miringkan kepala bayi

c. Bersihkan mulut dengan kasa yang dibalut pada jari telunjuk.

d. Isap cairan dari mulut dan hidung.

5. Lanjutkan menilai status pernafasan.

Nilai status pernafasan apabila masih ada tanda asfiksia, caranya dengan

menggosok punggung bayi (melakukan rangsangan taktil). Bila tidak ada

perubahan segera berikan nafas buatan.

Adapun penatalaksaan menurut klasifikasi Asfiksia adalah sebagai berikut:

a) Asfikia berat.

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan dengan cara membersihkan jalan

napas sambil pompa melalui amubag, kemudian memperbaiki ventilasi

paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik

dengan intubasi endotrakhea lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.

Asfiksia berat hampir selalu disertai asidosis. Koreksi atau berikan

natrium bikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc, dektrasa 40 % sebanyak 4 cc,

kedua obat ini disuntikan kedalam intravena perlahan-lahan melalui vena

umbilikus.

b) Asfiksia sedang.

Bersihkan jalan napas, kemudian stimulasi agar timbul refleks pernapasan

dengan menepuk telapak kaki, bila dalam waktu 30-60 detik tidak ada

timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,

ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2

liter/menit, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala, kemudian

dilakukan gerakan membuka dan menutup napas dan mulut disertai

gerakan dinding dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 x/menit


sambil diperhatikan gerakan dinding dada dan abdomen, bila bayi

memperlihatkan gerakan napas spontan usahakan mengikuti gerakan

tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit,

sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung

segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan

dari mulut ke mulut atau ventilasi ke kantong master. Pada ventilasi dari

mulut kemulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2,

ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 x/menit dan perhatikan

gerakkan napas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak

berhasil jika terjadi penurunan frekuensi jantung atau tonus otot

memburuk, pemberian intubasi endotrakhea harus segera dilakukan,

bikarbonat natrium dan dekstrosa dapat segera diberikan.

c) Asfiksia ringan.

Jaga agar bayi tidak kedinginan, lakukan segera intubasi dan lakukan

mouth ke tube atau pulmonator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak bisa,

lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU; Ventilasi

Biokemial.

8. Konsep tumbuh kembang

Teori perkembangan menurut Erikson ada 8 tahapan yang saling berurutan sepanjang

hidup. Berikut merupakan delapan tahap perkembangan psikososial menurut Erikson,

yaitu:

a. Trust versus Mistrust (0-1 tahun),

b. Autonomy vs Shame Doubt (18 bulan -3 tahun),

c. Initiative vs Guilt (3-6 tahun),

d. Industry vs Inferyority (6-12 tahun).


e. Identity vs Role Cunfusion (12-18 tahun

f. Intimac vs Isolation (18-35 tahun),

9. Generativity vs Stagnation (35-64 tahun),

h. Integrity vs Despair (65 tahun keatas).

Pada tahap Trust versus Mistrust (0-1 tahun) dimana tahap ini dimulai dari

usia 0 sampai dengan 18 bulan. Dalam tahap ini bayi berusaha keras untuk

mendapatkan pengasuhan dan kehangatan, memenuhikebutuhan 14 anaknya, sang

jika ibu berhasil anak akan mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai

dan dapat mengembangkan asa (hope). Menurut sigmand Freud ada 5 tahapan

tumbuh kembang psikoseksual yaitu sebagai berikut:

1. Fase oral Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut,

sehingga refleks menghisap adalah sangat penting. Konflik utama pada tahap ini

adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada parah

pengasuh. Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan,

fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, makan atau

menggigitkuku.

2. Fase anal Pada tahap anal, Freud percaya bahwa focus utama dari libido adalah

pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini

adalah pelatihan toilet-anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya.

Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian pada anak.

3. Fase phalic Pada tahap ini, focus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Freud

juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagaisaingan, karena

ibu harus berbagi kasi saying dengannya.

4. Fase laten Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan social dan
komunikasi serta kepercayaan diri. Freud mengambarkan fase laten sebagai salah

satu yang relative stabil.

5. Fase genital pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu

mengembangkan minat seksual yan kuat pada lawan jenis. Jika tahap lainnya telah

selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan

dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang

kehidupan.

9. Konsep hospitalisasi

Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan kepada anak

dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dengan melibatkan

keluarga. Upaya tersebut dapat tercapai dengan keterlibatan langsung pada keluarga

mengingat keluarga merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara

efektif dan keluarga sangat berperan dalam menentukan keberhasilan asuhan

keperawatan, di samping keluarga mempunyai peran sangat penting dalam

perlindungan anak dan mempunyai peran memenuhi

kebutuhan anak. Peran lainnya adalah mempertahankan kelangsungan hidup bagi

anak dan keluarga, menjaga keselamatan anak dan mensejahterakan anak untuk

mencapai 35 masa depan anak yang lebih baik, melalui interaksi tersebut dalam

terwujud kesejahteraan anak.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian Keperawatan menurut Budiono (2015) adalah tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan


data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien. Adapun pengkajian yang akan dikaji dalam asuhan keperawatan

pada asfikisa neonatorum sebagai berikut :

a. Biodata Biodata terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin,

agama, anak ke berapa, jumlah saudara, dan tanggal masuk, no,MR,

identitas keluarga, yang lebih ditekankan pada hayi karena berkaitan degan

diagnosa Asfiksia Neonatorum.

b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)

Ketuhan utama Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan

tidak bisa bernafas secara spontan dan teratur segera setelah

dilahirkan. Keadaan bayi ditandai dengan tidak bias bernafas atau

bernafas megap-megap sianosis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis

metabolic, tangisan lemah dan terjadi penurunan kesehatan pada

bayi.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)

a) Prenatal Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi

kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum,

anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan

tejadi trauma pada waktu kehamilan.

b) Intranatal Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan O2

sebab partus lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari

kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius

terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak, piacenta

provia. sulitio plasenta, persentase janin abanormal, lilitan tali pusat, dan

kesulitan lahir.

c) Posnatal Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea.

asidosis metabolic, perubahan fungsi jantung. kegagalan system multi


organ.

3) Riwayat kesehatan keluarga Menurut Mendri (2017), kaji riwayat

kehamilan dan persalinan, dalam keluarga tidak ada keluarga atau saudara

bayi yang mengalami riwayat asfiksia neonatorum sebelumnya dan juga

biasanya faktor ibu meliputi Penyakit kronis, genetik, penyakit selama

kehamilan. persalinan pathologis, infeksi berat. kehamilan lebih bulan.

4) Kebutuhan dasar

a. Pola Nutrisi Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral,

karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna.

b. Pola Eliminasi Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ

tubuh terutama pencernaan belum sempurna.

c. Kebersihan diri Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan

pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti

popoknya.

d. Pola tidur Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Umumnya bayi dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,

tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai, dan pernapasan tidak

teratur

2) Tanda-tanda vital Umumnya (nadi, pernafasan, suhu) tidak normal.

TTV normal pada neonatus :

- Nadi : 100-165 x/menit

a. Takikardia adalah nadi lebih dari normal (nadi cepat).

b. Bradikardia adalah nadi kurang dari normal (nadi lambat)

- Pernafasan : 30-55 x/menit

a. Bradipnea: Nafas teratur namun lambat secara tidak

normal (pernafasan kurang dari 30x/menit).


b. Takipnea: Nafas teratur namun cepat secara tidak normal

(pernafasan lebih dari 55x/menit).

c. Hipernea: Nafas sulit, dalam, lebih dari 20x/menit. Secara

normal terjadi setelah olahraga.

d. Apnea: Nafas berhenti untuk beberapa detik.

e. Hiperventilasi: Frekeunsi dan kedalaman nafas meningkat.

f. Hipoventilasi: Frekuensi nafas abnormal dalam kecepatan

dan kedalaman

g. Pernafasan Cheyne stokes: Frekuensi dan kedalaman nafas

yang tidak teratur ditandai dengan periode apnea dan

hiperventilasi yang berubah ubah

h. Pernafasan Kussmaul: pernafasan dalam secara tidak

normal dalam frekuensi nafas yang meningkat.

i. Pernafasan Biot: Nafas dangkal secara tidak normal diikuti

oleh periode apnea (henti nafas) yang tidak teratur

- Suhu : 36 °C -37,5°C a. Hipotermia yaitu suhu tubuh kurang dari

normal b. Hipertermia yaitu suhu tubuh lebih dari normal

- Saturasi oksigen : 95% - 100% Pada asfiksia nadi menurun < 100

x/menit, suhu tubuh menurun 35,3 o c, dan pernapasan meningkat >

60x/menit

3) Kulit Pucat/sianosis dan ada tanda-tanda syok

4) kepala Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,

sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak.

5) Mata Pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.

6) Hidung Terdapat mukosa dan pergerakan cuping hidung, dan terdapat

deformitas akibat tekanan jalan lahir.

7) Telinga Simetris kanan dan kiri, tulang rawan padat dengan bentuk yang

baik, berespon terhadap suara dan bunyi lain.


8) Mulut Bibir simetris, sianosis, dan terdapat lender

9) Dada Dibagian dada biasanya ditemukan pernapasan yang ireguler,

frekuensi pernapasan yang cepat dan retraksi dinding dada

10) Abdomnen pemeriksaan terhadap membuncit (pembesaran hati, limpa,

tumor aster), scaphoid (kemungkinan bayi menderita diafragmatika).

11) Ekstremitas Inspeksi : warna kulit kebiruan, gerak tidak aktif

12) Reflek

a) Refleks menggenggam (phalmal grap reflek) adalah bila telapak

tangan memberi rangsangan akan memberi reaksi seperti

menggenggam.

b) Reficka leher (tonik neck reflek) pada bayi dalam keadaan tertidur

menunjukkan reflek dengan cepat putar kearah satu sisi respon yang

khas jika bayi menghadap kekiri lengan dan kaki pada sisi itu

sedangkan lengan dan tungkainya akan berada dalam posisi fleksi

(putar kepala kearah kanan dan ekstremitas akan mengambil postur

yang berlawanan).

c) Refleks menghisap dan membuka mulut (rooting refleks)

menimbulkan reflek sentuhan bibir, pipi atau sudut mulut bayi

dengan puting. Respon yang khas bayi menoleh kearah stimulus,

membuka mulut, memasukkan puting dan menghisap.

d) Refleks moro adalah bila di beri rangsangan yang mengagetkan

akan terjadi reflek lengan dan tangan terbuka serta kemudian diakhiri

dengan aduksi lengan.

2. Diagnosa Keperawat

Diagnosa keperawatan menurut Budiono (2017) adalah suatu pertanyaan

yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi

aktual / potensial) dari individu atau kelompok tempat anda secara legal

mengidenfikasi dan anda dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan atau mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan.

Menurut Nuranf, Amin Huda (2018) diagnosa pada pasien dengan Asfiksia

Nconatorum adalah sebagai berikut :

a. Gangguan pertukaran gas berhubugan dengan hipoksia.

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya lendir.

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan reflek

menghisap lemah.

d. Resiko terjadinya infeksi.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Menurut Syahra, (2018). Intervensi keperawatan yaitu suatu rencana tindakan keperawatan

yang dibuat untuk menangani serta mencegah terjadinya komplikasi. Adapun intervensi

yang keperawatan pada bayi atau anak yaitu:

1). Gangguan pertukaran gas berhubugan dengan hipoksia.Tujuan: Setelah dilakukan


asuhan keperawatan diharapkan bayi dapat mempertahankan jalan napas dengan kriteria
hasil :
(1) Dispnea tidak ada
(2) Bunyi napas tambahan berkurang atau tidak ada
(3) Napas cuping hidung berkurang atau tidak ada
(4) Pola napas membaik
(5) Warna kulit membaik
Intervensi
(1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
(2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
Stokes,Biot, ataksik)
(3) Monitor kemampuan batuk efektif
(4) Monitor adanya produksi sputum
(5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
(6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
(7) Auskultasi bunyi napas
(8) Monitor saturasi oksigen
(9) Monitor nilai AGD
(10) Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
(1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
(1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan -Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya lendir Tujuan: Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bayi dapat mempertahankan jalan napas dengan
kriteria hasil :
(1) Produksi sputum berkurang
(2) Frekuensi napas berkurang
(3) Pola napas membaik
Intervensii
Observasi
(1) Identifikasi kemampuan batuk
(2) Monitor adanya retensi sputum
(3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
(4) Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)

Terapeutik

(1) Atur posisi semi-Fowler atau Fowler


(2) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
(3) Buang sekret pada tempat sputumn

Edukasi

(1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif


(2) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
(3) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
(4) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan reflek menghisap.


Tujuan. Setalah dilakukan pemberian asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi membaik.Kriteria hasil
(1) Bayi men-dapatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan
(2) Kadar glukosa darah dalam batas normal
(3) Reflek hisap positif
(4) Menunjuk-kan pening-katan berat badan yang sesuai.
Intervensi
(1) Timbang klien setiap hari.
(2) Kaji asupan nutrisi klien.
(3) Berikan ASI tiap 6 jam
(4) Bantu ibu mengeluarkan ASI atau ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan cara yang
benar.
(5) Puasakan klien jika sesak.
(6) Berikan nutrisi parenteral sesuai instruksi
4) Resiko terjadinya infeksi Tujuan :Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi dengan
kriteria :
(1) Tidak ada tanda-tanda infeksi
(2) Tidak ada gangguan fungsi tubuh
Intervensi
(1) Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
(2) Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis. reaksi anafilaksis terhadap vaksin
sebelumnya dan atau sakit parah dengan atau tanpa demam)
(3) Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan
Terapeutik
(1) Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral
(2) Dokumentasikan informasi vaksinasi (mis. nama produsen, tanggal kedaluwarsa)
(3) Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
Edukasi
(1) Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal, dan efek samping
(2) Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (mis. Hepatitis B, BCG, difteri,
tetanus, pertusis, H. Influenza, polio, campak, measles, rubela)
(3) Informasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah (mis. influenza, pneumokokus)
(4) Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus (mis. rabies, tetanus)
(5) Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengulang jadwal imunisasi
kembali Informasikan penyedia layanan Pekan Imunisasi Nasional yang menyediakan
vaksin gratis

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan adalah realisasi dari intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kegiatan pelaksanaannya juga meliputi 20 pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah memberikan tindakan

keperawatan. Keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan ini antara lain keterampilan

kognitif, keterampilan interpersonal, dan keterampilan psikomotor (Syahra, 2018). Menurut

Fitria (2013), ada komponan tahap implementasi yaitu sebagai berikut:

1) Tindakan keperawatan mandiri Tindakan keperawatan mandiri ini

dilakukan tanpa pesanan dokter, Tindakan keperawatan mandiri ditetapkan dengan Standar

Practice American Nurses Association, undang -undang praktek perawatan negara bagian dan

kebijakan institusi perawatan Kesehatan.

2) Tindakan keperawatan kolaboratif Tindakan yang dilakukan oleh perawat bila perawat

bekerja dengan anggota Kesehatan yang lain dalam membuat keputusan Bersama yang

bertahap untuk mengatasi masalah pasien. Implementasi yang dilakukan mengacu pada

intervensi dan tidak semua dilakukan namun disesuaikan dengan kondisi klien dan telah

disetujui oleh klien dan keluarga. Pada kasus pneumonia neonatus implementasi yang paling

utama dan harus dilakukan dengan baik dan benar yaitu harus selalu melakukan pemantauan
yang terkait dengan kondisi jalan nafas klien. Implementasi itu sendiri dilakukan dengan

mengharapkan keadaan klien dapat mencapai kriteria hasil yang telah di tetapkan.

5.Evaluasi

Evaluasi Keperawatan Menurut Nursalam (2016), Evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis

yaitu :

1. Evaluasi formatif Evaluasi formatif disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi

dilakukan sampai dengan tujuan tercapai. Pada evaluasi formatif penulis menilai klien

mengenai perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan.

2. Evaluasi sumatif Evaluasi sumatif disebut juga evaluasi aktif dimana dalam metode

evaluasi ini menggunakan SOAP (Subjektif, objektif, assement, Perencaan).

Teknik pelaksanaan SOAP :

1) S (Subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari

klien setelah tindakan diberikan

2) O (Objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil

pengamatan, penilain, pengukuran yang dilakukan oleh perawat

setelah tindakan dilakukan

3. A (Assement) adalah membandingkan antar informasi subjektif

dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil

kesimpulan bahwa masalah belum teratasi, teratasi sebagian dan

masalah teratasi.

4. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan

dilakukan berdasarkan hasil analis


DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Pertami. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika

Ikatan Ners Indonesia. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Asfiksia Neonatorum. Tersedia di

https://ikatannersindonesia.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018

Masruroh. (2016). Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. (J. Budi, Ed.) (1st ed.).

Yogyakarta: Nuha Medika.

Nanny Lia Dewi,Vivian. (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai