Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BY.

P
DENGAN DIAGNOSA ASFIKSIA BERAT DI RUANG TULIP
RSUD KOTA BANJAR

Dosen pembimbing :
Andan Firmansyah, S.Kep., Ners., M. Kep

Di susun oleh :
Enita Angrreaeni 2201277048

STIKES MUHAMMAIYAH CIAMIS


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2022/2023
1. PENGERTIAN
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan dengan tidak segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan
(Nurarif & kusuma, 2015). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur sehingga dapat menurunkan o2 dan semakin meningkatnya co2
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut (ilyas, mulyati & nurlina,
2016).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan melanjutkan
pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan ini biasanya di sertai dengan keadaan
hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis. Kondisi ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan
organ pernafasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru-paru
(sudarti & faiziah, 2013).
Berdasarkan beberapa literature di atas definisi dari afiksia yaitu merupakan kegagalan bayi
bayi baru lahir untuk melanjutkan secara spontan dan teratur dengan segera di sertai dengan
keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis yang terjadi karena kurangnya kemampuan organ
pernafasan dalam mengembangkan paru-paru. Asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak di lakukan dengan sempurna dan segera. Bila asfiksia tidak di tangani
dengan depat maka akan mengakibatkan kerusakan otak dan berujung hingga kematian.

2. ETIOLOGI
Pengembangan paru-paru terjadi pada menit pertama kelahiran dan kemudian di susul dengan
pernafasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran gas atau pengakutan oksigen dari ibu ke
janin akan terjadi asfiksia janin atau neonates. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan segera atau setelah kelahiran. Penyebab kegagalan pernafasan pada
bayi yang terdiri dari faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.

1. Faktor ibu
Terdapat gangguan pada ibu pada aliran darah ke uterus sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran o2 ke plasenta jan janin. Sering di jumpai pada ganguan kontraksi uterus
misalnya pre-eklamsia dan hipertensi eklamsi, perdarahan abnormal (plasenta previa dan
solusio plasenta), partus lama atau macet, demam selama persalinan, infeksi berat, kehamilan
postmatur, dan penyakit ibu.
meliputi hipoksia pada ibu yang terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anastesia, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida 4 atau lebih,
social ekonomi rendah, setiap penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas
janin.

2. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi di karenakan oleh pemakian obat
seperti anestesi atau analgetika yang berlebihan pada ibu yang secara langsung dapat
menimbulkan depresi pada pusat pernafasan janin. Asfiksia yang dapat terjadi tanpa di
dahului dengan tanda gejala gawat janin antara lain adalah bayi premature (sebelum 37
minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distoria bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep/trauma dar9 luar), kelainan kongenital, air ketuban
bercampur meconium (warna kehijauan).
Faktor neonatus dapat meliputi juga tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi
tali pusat antara janin dan jalan lahir. Depresi pusat pernafasan pada bayi dapat terjadi karena
pemakainan obat anasesia/analgetik,yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, maupun karena trauma yang terjadi pada
persalinan.

3. Faktor persalinan
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 1-2 jam pada primi, dan lebih dari
1 jqm pada multi. Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia karena seperti
kita ketahui, bahwa 80% dari persalinan masih di tolong oleh dukun. Baru sedikit sekali dari
dukun beranak yang telah di tatar sekedar mendapatkan kursus dukun.
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin di lahirkan melalui suatu insisi
pada dinding perut dan dinding Rahim dengan sayatan Rahim dalam keadaan utuh serta bera
janin di atas 500 gram.

4. Faktor plasenta
Penurunan pasokan oksigen ke bayi sehinga dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir
antara lain lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, dan prolapsus tali pusat.
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin
dapat dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya plasenta tipis,
plasenta kecil, plasenta tidak menempel, dan pendarahan plasenta.

5. Faktor fetus
Gangguan ini dapat di temukan pada keadaan tali pusat menumbang, tali pusat melilit ke
leher, meconium kental, prematuritas, dan persalinan ganda.
Kompresi umbilicus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Hangguan aliran darah ini
dapat di temukan pada keadaan kompresi tali pusat, dan lain-lain.

3. TANDA DAN GEJALA


Secara umum tanda dan gejala asfiksia perinatal sebelum di lahirkan adalah :
1. Irama atau denyut jantung bayi yang tidak normal
2. Peningkatan kadar asam di dalam aliran darah bayi
Setelah di lahirkan, tanda dan geala asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir adalah :
1. tampak pucat atau berwarna agak kebiruan
2. Susah bernafas, hingga menyebabkan nayi bernafas dengan cepat atau terengah-engah dan
menggunakan perut
3. Detak jantung agak lambat
4. Otot melemah
5. Bayi terlihat lemas
6. Pertumbuhan terhambat
7. Ada meconium (feses pertama bayi) di cairan ketuban, kulit, kuku, atau tali pusar
 Tanda dan gejala ringan atau sedang
1. Kekuatan otot lemah atau tonus otot buruk
2. Bayi mudah marah dan rewel
3. Rasa kantuk ekstrem
4. Bayi susah makan atau menyusu karena tidak mampu menghisap putting susu ibu
 tanda dan gejala berat
1. Tubuh bayi kejang
2. Kulit dan bibir bayi berwarna biru
3. Susah bernafas
Lama waktu bayi tidak mendapatkan persediaan oksigen yang cukup dapat mempengaruhi
ringan dan berat gejala asfiksia neonatorum yang akan di alami oleh bayi. Artinya, selama
bayi tidak memperoleh jumlah oksigen yang cukup, semakin besar pula kemungkinan gejala
di atas akan muncul.

4. PATOFISIOLOGI
Pada proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses ini
perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan primary gasping yang kemudan
berlanjut pernafassan teratur. Sifat asfiksia ini tidak berpengaruh buruk karena reaksi adaptasi
bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan berkurangnya o2 dan
meningkatkannya co2 diikuti oleh asidosis respiratorik. Apabila proses ini berlanjut maka
metabolismee sel akan berlangsung yang berupa glikolosis glikogen sehingga sumber utama
glikogen pada jantung dan hati akan berkurang dan akan menyebabkan asidosis metabolik
(wulandari, 2017).
Pembuluh dara arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan kontraksi dan
hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-paru sehingga darah di
alirkan melakui duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta namun suplai oksigen melalui
plasenta ini terputus ketika bayi memasuki kehidupan ekstrauteri. Hilangnya suplai oksigen
melalui plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru alveolus yang awalnya
berisi cairan keudian di gantikan oleh oksigen. Proses penggantian cairan tersebut terjadi
akibat adanya kompresi dada (thorak) bayi pada saat persalinan kala ll di mana saat
pengeluaran kepala, menyebabkan badan khususnya dada berada di jalan lahir sehingga
terjadi kompresi dan cairan yang terdapat dalam paru-paru di keluarkan. Proses pertukaran
gas terganggu apabila terjadi masalah pada disfusi gas pada alveoli. Disfusi gas merupakan
pertukaran antara oksigen dengan kapiler paru dan co2 kapiler dengan alveoli. Proses disfusi
gas pada alveoli di pengaruhi oleh luas permukaan paru, tebal membrane
respirasi/permeabelitas membrane, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen dan afinitas
gas.
Sehubungan dengan proses tersebut maka fase awal asfiksia ditandai dengan pernafasan cepat
dalam selama tiga menit (periode hiperapnue) diikuti dengan apnea primer kira-kira satu
menit di mana denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai
bernafas (gasping) 10x/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga
akan timbul apneu sekunder. Pada keadaan ini tidak terlihat jelas setelah di lakukannya
pembersihan jalan nafas maka bayi akan bernafas dan menangis kuat (wulandari, 2017).
Pemakaian sumber glikogen untuk energy dalam waktu singkat dapat menyebabkan
hipohlikemi pada bayi, pada asfiksa berat dapat menyebabkan kerusakan membrane sel
terutama susunan sel saraf pusat sehingga menagkibatkan gangguan elektrolit, hiperkalemi
dan penmbengkakan sel. Kerusakan pada sel otak berlangsung setelah asfiksia terjadi 8-10
menit. Manifestasi kerusakan sel otak berlangsung setelah terjadi pada 24 jam pertama di
dapatkan gejala seperti kejang subtel, fokal klonik manifestasi ini dapat muncul sampai hari
ke tujuh maka perlu di lakukannya pemeriksaan penunjang seperti USG kepala dan rekaman
EEG (wulandari,1017).

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut nurarif & kusuma (2015) pemeriksan diagnostik yang dilakukan pada klien asfiksia
yaitu berupa pemeriksaan :
1. Analis gas darah (ADG)
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram (RO dada)
5. USG (kepala)
Pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan untuk menegakkan diagnose asfiksia pada bayi
baru lahir menurut sudarti & fauziah (2013) yaitu :

1. Denyut jantung janin


Frekuensi normal adaah 120-160x/menit. Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his
kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai di bawah 100x/menit di luar his,
dan lebih-lebih jika tidak di atur, hal ini merupakan tanda bahaya.

2. Mekonium dalam air ketuban


Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan
kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentase kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu terjadi dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan darah janin


Alat yang digunakan: amnioskop yang di masukkan lewat serviks di buat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan di ambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya itu turun
sampau di bawah 7,2 hal itu di anggap sebagai tanda bahaya. Selain itu, kelahiran bayi yang
telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin di sertai dengan asfiksia neonatorum,
sehingga perlu di adakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia,
tingkatnya perlu di kenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini di
perlukan cara penilaian menutut APGAR.

4. Labolatorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematocrit (hb/ht) : kadar hb 15-20 gr dan ht
43%-61%) dan serum elektrolit. Hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil
asidosispada darah tali pusat jika : PaO2 < 50 mm H2o, PaCO2 > 55 mm H2.

5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat


Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membrane sel darah merah,
menunjukkan kondisi hemolotik.
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan asfiksia menurut suramsi (2013) adalah :
1. Memberikan jalan nafas dengan penghisapan lendr dan kassa steril
2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan aseptik
3. Apabila bayi tidak menangis, maka lakukan sebagai berikut :
a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut dan
punggung
b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth to mouth
c. Pertahankan nilai APGAR pada meit ke 5 sudah baik (7-10) lakukan perawatan
selanjutnya: bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI sedini
mungkin dan aekuat, melaksanakan antromentri dan pengkajian kesehatan,
memasang pakainan bayi dan mengenakan tanda pengenal bayi.
4. Persapan peralatan dan obat-obatan
Kebutuhan resusitasi tidak selalu dapat di presiksi, tetapi dapat diantisipasi. Karena itu,
peralatan dan obat utuk resusitasi yang lengkap harus tersedia pada setiap persalinan.
Peralatan dan obat-obatan harus di periksa secara leguler. Pada setiap akan berlangsung
persalinan, peralatan untuk resusitasi BBL harus di siapkan dengan baik.
5. Persiapan keluarga
Komunikasi dengan keluarga merupakan hal penting. Pada setiap persalinan resiko tinggi
diperlukan komunikasi antara petugas yang merawat dan bertanggung jawab terhadap ibu
dan bayinya dengan ibu bayi, suami atau keluarga.
6. Persetujuan tindakan medik
Petugas seharusnya mendiskusikan rencana tatalaksana bayi dan memberikan informasi
terhadap keluarga. Apabila keluarga sudah menyetujui tataklaksana atau tindakan yang
akan dilakukan, petugas meminta persetujuan tindakan medis secara terlulis.
7. Persiapan dan antisipasi untuk menjaga bayi tetap hangat
Bayi yang baru lahir mempunyai resiko mengalami hipotermia yang menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen dan keputusan resusitasi. Karena itu, pencegahan
kehilangan panas BBL merupakan hal penting. Bahkan pada bayi kurang bulan
memerlukan upaya tambahan. Lingkungan/ruangan tempat melahirkan harus dijaga
suhunya supaya tidak menyebabkan bayi menderita hipotermia. Bila resusitasi tidak di
perlukan, bayi tidak di letakkan di tubuh ibunya, di dada atau perut dengan cara kontak
kulit ibu dengan kulit bayi. Bayi akan tetap hangat karena sumber panas dari tubuh
ibunya
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncu pada asfiksia neonatorum antar lain (wulandari, 2017) :

1. Hipoksia dan iskemia otak


Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonates. sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.

2. Anuria oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
dengan istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang yang di sertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keaddan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang
seharusnya di alirkan ke ginjal menurun. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya
pengeluaran urine menjadi sedikit.

3. Koma
Apabila pada klien asfeksia berat segera tidak di tangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal di antaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
Komplikasi asfiksia dalam jangka pendek dapat berupa disfungsi multiorgan yang dapat
berjanjut kematian, serta komplikasi jangka panjang berupa kelainan neurologi dan
keterlambatan perkembangan. Komplikasi ini dapat terjadi karena adanya gangguan
pertukaran gas dan pengangkutan oksigen selama [ersalinan yang dapat mempenaruhi fungsi
sel organ-organ vital terutama otak yang dapat mengakibatkan kecacatan ireversibel.
Ketika bayi mengalami kegagalan nafas secara spontan saat lahir, bayi mengalami
kekurangan oksigen dan kadar kaorbondioksida yang meningkat, hal ini menyebabkan
gangguan metabolism asam dan baa (asidosis respiratorik). Gangguan pertukaran gas
menyebabkan suplai oksigen ke organ otak juga menurun dan terjadi ketidakefektifan perfusi
jaringan di otak.
Ketidakefektifan perfusi jaringan di otak akan berakibat terjadi kerusakan otak. Fungsi
stimulasi perkembangn di awali di otak, sehingga efek jangka panjang menyebabkan erjadi
gangguan perkembangan karena perkembangan merupakan interaksi antara kematangan
susunan saraf pusat dengan organ yang di pengaruhinya.
8. PATHAWAY
9. PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menurut hidayat (2008) dan cahyani (2018) pengkajian yang di lakukan pada bayi dengan
asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut :
1. Identitas: nama bayi, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa dan
identitas orang tua. Yang lebih di tekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan
diagnosa asfiksia neonatorum
2. Keluhan utama: sesak nafas di karenakan kesulitan akibat bersihan jalan nafas atau
hipoksia janin akibat otot pernafasan kurang optimal.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan: kaji riwayat prenatal, natal, neonatal, postnatal.
4. Riwayat kesehatan keluarga: apakah keluarga perna mengalami penyakit yang sama
atau penyakit lainnya.
5. Kebutuhan dasar;
a. Pola nutrisi: pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral
karena organ tubuh terutama lambung yang belum sempurna, selain itu bertujuan
untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni.
b. Pola eliminasi: mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan yang belum sempurna pada bayi.
c. Kebersihan dini: perawat dan keluarga bayi harus menjaga kebersihan terutama
saat BAB dan BAK.
d. Pola tidur: biasanya terganggu karena bayi mengalami sesak nafas.

6. Pemeriksaan fisik:
a. Pemeriksaan kepala dan rambut
Pemeriksaan kepala, ubun-ubun (raba adanya cekungan atau cairan dalam ubun-
ubun), sutura (pada perabaan sutura masih terbuka), molase periksa hubungan
dalam letak dengan mata dan kepala. Ukur lingkar kepala di mulai dari lingkar
skdipito sampai frontal.
b. Mata
Buka mata bayi dan lihat apakah ada tanda-tanda infeksi atau pus. Bersihkan
kedua mata bayi dengan lidi kapas DTT. Berikan salf mata kepala.
c. Hidung & mulut
Periksa bibir dan langitan sumbing, reflex hisap, di nilai saat bayi menyususi.
d. Telinga
Periksa hubungan letak dengan mata dan kepala.
e. Dada
Periksa bunyi nafas dan jantung. Lihat adakah tarikan dinding dada dan lihat
puting susu (simetris atau tidak).
f. Abdomen
Palpasi perut apakah ada kelainan dan keadaan tali pusat.
g. Punggung
Untuk mengetahui keadaan tulang belakng periksa reflek di punggung dengan cara
menggoreskan jari kita di punggung bayi, bayi akan mengikuti gerakan dari
goresan jari kita.
h. Genetalia
Untuk laki-laki periksa apakah testis sudah turun kedalam skrotum. Untuk
perempuan periksa labia mayora dan labia minora apakah vagina berlubang atau
uretra berlubang
i. Leher
Periksa adanya pembesaran kelenjar thyroid
j. Ektremitas
Hitung jumlah jari tangan bayi.
k. Integumen
l. Lihat warna kulit dan bibir serta tanda lahir. Lembut, fleksibel, pengelupasan
tangan/kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-
belang menunjukkan memar minor (missal: kelahiran dengan forceps), atau
peubahan warna harlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan
peningkatan tekanan bekenaan dengan kelahiran atau tanda nuchal), bercak
portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal)
atau bercak Mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat.
Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda interbal).

m. Sirkulasi
a. apital dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180x/menit. Tekanan darah 60
dampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
di kiri dari mediastinum pada ruang intercostal lll/lv.
c. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.

n. Neurpsensori
a. tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan reflex menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, seat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetic, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang).

o. Pernafasan
a. Skor APGAR: 1 menit … 5 menit … skor optimal harus antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodic dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik
thorak: kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tergadap respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan.
Menurut asuhan keperawatan yang dapat muncul pada by asfiksia adaah :
1.bersihan jalan nafas tidak efektif bd/ disfungsi neuromuscular
2. pola nafas tidak efektif bd/ hambatan upaya nafas
3. gangguan pertukaran gas bd/ ketidakseimbangan perfugs ventilasi
4. resiko cedera bd/ terpapar zat kimia tiksik
5. resiko termoregulasi tidak efektif bd/ kebutuhan oksigen meningkat
6. resiko infeksi bd/ ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer

C. Rencana keperawatan
Perencanaan di susun untuk menyelesaikan masalah yang di alami oleh klien, masalah
yang di rumuskan dalam diagnosa keperawatan dalam penyesuaian masalah ini juga
harus menggunakan standar. Perencanaan yang di susun terdiri dari : perencanaan tujuan
(outcome) dan perencanaan tindakan (intervention).

No Diagnosa Tujuan SIKI


1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi 1.monitor frekuensi, irama,
efektif bd/ disfungsi keperawatan selama 1x24 jam di kedalaman, dan upaya nafas.
neuromuscular harapkan bersihan jalan nafas 2.monitor pola nafas (bradipneu,
meningkat dengan kriteria hasil: takipneu, hiperventilasi, kussmaul)
1.mekonium menurun 3.palpasi kesimetrisan ekspansi
2.sianosis menurun paru
3.dipsenia menurun 4.auskultasi bunyi nafas
4.frekuensi nafas membaik 5.monitor saturasi oksigen
5.pola nafas membaik 6.monitor nilai AGD
7.lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
8.lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endottrakeal
9.beri oksigen bila perlu
2. pola nafas tidak efektif bd/ Setelah dilakukan intervensi 1.monitor posisi sealng ETT
hambatan upaya nafas keperawatan selama 1x24 jam di terutama setelah mengubah posisi
harapkan pola nafas membaik 2.pasang OPA untuk mencegah
dengan kriteria hasil: ETT tergigit
1.venilasi semenit meningkat 3.berikan pre oksigenasi (bagging
2.kapasitas vital meningkat atau ventilasi meanik) 1,5 kali
3.dipsnea menurun volume tidal.
4.frekuensi nafas membaik 4.tempatkan pada posisi terapeutik
5.kedalaman nafas membaik 5.lakukan [enghisapan lender
kurang dari 15 detik
6.atur posisi untuk meningkatkan
drainage
3. gangguan pertukaran gas Setelah di lakukan intervensi 1.monitor kecepatan aliran oksigen
bd/ ketidakseimbangan keperawatan selama 1x24 jam di 2.monitor posisi alat terapi oksigen
perfugs ventilasi harapkan pertukaran gas meningkat 3.monitor tanda-tanda hipoventilasi
dengan kriteria hasil: 4.monitor status respirasi dan
1.tingkat kesadaran meningkat oksigenasi
2.PCO2 membaik 5.identifikasi adanya kelelahan otot
3.PO2 membaik bantu nafas
4.sianosis membaik 6.fasilitasi mengubah posisi
5.warna kulit membaik senyaman mungkin
7.berikan tambahan oksigen bila
perlu
8.kolaborasi penentuan dosis
oksigen
4. resiko cedera bd/ terpapar Setelah di lakukan intervensi 1.identifikasi resiko biologs,
zat kimia tiksik selama 1x24 jam di harapkan lingkungan dan perilaku
tingkat cedera menurun dengan 2.identifikasi obat yang
kriteria hasil: menyebabkan cedera
1.kejadian cedera menurun 3.anjurkan selalu mengawasi bayi
2.frekuensi nadi membaik 4.ajarkan keluarga tentang tanda
3.frekuensi nafas membaik dan gejala infeksi
4.denyut jantung apical dan radialis 5. bebaskan dari cedera dan
membaik komplikasi
5. resiko termoregulasi tidak Setelah di lakukan intervensi 1.monitor tanda-tanda vital
efektif bd/ kebutuhan keperawatan selama 1x24 jam di (terutama suhu 36,5 -37,5)
oksigen meningkat harapkan termoregulasi membaik 2. monitor perkembangan neonatus
dengan kriteria hasil : 3.ajarkan cara pengukuran suhu
1.pucat menurun 4.anjurkan menciptakan lingkungan
2.takikardia menurun yang nyaman
3.takipneu menurun 5.ajarkan memilih lokasi
4.dasar kuku sianolik menurun pengukuran suhu oral atau aksila
5.hipoksia menurun 6.ajarkan cara membaca hasil
6.suhu tubuh membaik thermometer air raksa ataupun
7.ventilasi membaik elektronik
6. resiko infeksi bd/ Setelah dilakukan intervensi 1.monitor tekanan darah, nadi
ketidakadekuatan keperawatan selama 1x24 jam di (frekuensi, kekuatan, irama)
pertahanan tubuh primer harapkan tingkat infeksi menurun 2.monitor pernafasan (frekuensi,
dengan krteria hasil : kedalaman)
1.nyeri menurun 3.monitor suhu tubuh
2.kemerahan menurun 4.monitor tanda dan gejala infeksi
3.bengkak menurun lokal dan sistemik
5.identifikasi penyebab perubahan
tanda vital
6.cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
7.pertahankan teknik aseptik pada
pasien beresiko tinggi.
8.atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
9.dokumentasi hasil pemantauan.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang di hadapi kedalam suatu kasus
kesehatan yang lebih baik dan menggambarkan kriteria hasil yang di harapkan. Dalam
pelaksanaan implementasi meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi
respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru (ilmi,
saraswati & hartono, 2019).
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang di harapkan oleh perawat. Tapahap implementasi
keperawatan merupakan pelaksanaan yang sesuia rencana yang sudah di susun pada tahap
sebelumnya.
Implementasi keperawatan atau tindakan mandiri merupakan tindakan keperawatan yang
berdasarkan analisis atau kesimpulan perawat, serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan
lain, tindakan kolaborasi merupakan tindakan keperawatan yang di dasarkan oleh hasil
keputusan bersama dokter atau petugas lainnya.

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan akhir yang ada di dalam proses keperawatan di
mana tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah di
lakukan tercapai atau tidak. Untuk mengatasi suatu masalah dari klien pada tahap evaluasi
ini perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah tercapai yang telah di lakukan oleh perawat (ilmi, saraswati & hartono,
2019).
Menurut suarni & apriani 2017, evaluasi keperawatan adalah kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah di tentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Untuk mempermudah
proses mengevaluasi/memantau perkembangan klien dapat menggunakan komponen
SOAP adalah sebagai berikut :

S: data subjektif adalah sumber informasi berupa ungkapan yang di dapat dari klien
setelah melakukan tindakan keperawatan

O: data objektif adalah sumber informasi yang di dapat berupa hasil pemantauan,
penilaian, pengukuran yang di lakukan setelah tindakan di lakukan.

A: analisis adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan
dan kriteria hasil, kemudia di ambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian,
atau tidak teratasi

P: planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan di lakukan bersadarkan hasil
dari analisa

Anda mungkin juga menyukai