Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN ANAK


ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NY. HARYANTI DENGAN
NEONATUS ASFIKSIA SEDANG DI RUANG MELATI RSUD DR. H.
SOEWONDO KENDAL

DOSEN PEMBIMBING : Ns. INDRA TRI ASTUTI M. Kep, Sp. Kep. An

DISUSUN OLEH:

NAMA : VIOLITA NUR AISA


NIM : 30902000221

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2022
I. Konsep dasar
A. Pengertian
Asfiksia neonatorum merupakan keadaan darurat pada bayi yang tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan
oksigen dan meningkatkan karbondioksida yang berakibat buruk pada
kehidupan selanjutnya.
Asfiksia neonatorum adalah gagal napas yang terjadi secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau segera setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam kandungan dan hipoksia ini berhubungan dengan factor-
faktor yang timbul pada kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
Akibat asfiksia akan semakin parah jika penanganan bayi tidak dilakukan
dengan sempurna. Tindakan yang akan dilakukan pada bayi tersebut bertujuan
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala lebih
lanjut yang mungkin timbul.
B. Etiologi
Ada beberapa factor yang menyebabkan asfiksia, yaitu:
1. Factor ibu
Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi karena
hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung, sianosis, gagal napas,
keracunan karbon monoksida, dan tekanan darah ibu yang rendah akan
menyebabkan asfiksia janin. Gangguan aliran darah Rahim dapat
menyebabkan berkurangnya pengiriman oksigen ke plasenta dan janin.
Hal ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, misalnya
hipertoni, hypotoni atau tetani uteri karena penyakit atau pengobatan,
hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi dan
eclampsia dan lain-lain.
2. Factor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila ada gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil,
plasenta tidak melekat, dan perdarahan plasenta.
3. Factor fetus
Kompresi umbilicus dapat mengganggu aliran darah di
pembuluh umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah dapat ditemukan pada kondisi: kompresi
tali pusat dan lain-lain.
4. Factor neonates
Depresi pusat pernapasan pada BBL dapat terjadi karena
penggunaan obat anestesi / analgesic yang berlebihan pada ibu yang
secara langsung dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan janin,
serta karena trauma saat persalinan, seperti perdarahan intracranial.
Kelainan bawaan pada bayi, seperti hernia diafragma, atresia atau
stenosis saluran pernapasan, hypoplasia paru dan lain-lain.
5. Factor persalinan
Persalinan lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari
1-2 jam primi, dan lebih dari 1 jam di multi.
Seksio sesarea merupakan persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui sayatan di dinding perut dan dinding Rahim dengan
sayatan Rahim utuh dan berat janin di atas 500 gr.
C. Tanda dan gejala
1. Hipoksia
2. Penurunan kadar PaO2
3. Kenaikan pCO2
4. Penurunan PH darah
5. Gangguan sirkulasi darah
D. Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada
saat masa kehamilan dan persalinan. Saat lahir dan bayi bernafas pertama,
udara memasuki alveoli paru dan cairan paru diserap oleh jaringan paru-paru.
Pada napas kedua dan selanjutnya, udara yang masuk ke dalam alveoli
meningkat dan cairan paru direabsorbsi sehingga seluruh alveoli terisi udara
yang mengandung oksigen. Peningkatan aliran darah ke paru-paru meningkat
secara dramatis. Ini karena ekspansi paru-paru yang membutuhkan tekanan
puncak
tekanan inspirasi dan ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi dan
peningkatan paru-paru tekanan oksigen alveolar menyebabkan penurunan
resistensi pembuluh darah paru dan peningkatan aliran darah paru setelah
lahir. Aliran intrakardial dan perubahan ekstrakardial mulai berubah arah,
yang diikuti oleh penutupan ductus arteriosus. Kegagalan untuk menurunkan
resistensi pembuluh darah paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten
pada bayi baru lahir, dengan aliran darah pulmonal hipoksemia yang tidak
adekuat dan relatif. Ekspansi paru yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan
pernapasan.
Proses kelahiran itu sendiri selalu menyebabkan asfiksia ringan yang
sementara pada masa bayi atau asfiksia transient. Proses ini dianggap sangat
diperlukan untuk merangsang kemoreseptor pusat pernapasan untuk "primary
gasping” yang kemudian akan dilanjutkan dengan pernapasan teratur. Apabila
terjadi gangguan pertukaran gas dan pengangkatan O2 selama kehamilan
persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Situasi ini akan
mempengaruhi fungsi sel-sel tubuh dan jika tidak diatasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan kerusakan ini dapat reversibel/independent untuk
tingkat keparahan dan durasi asfiksia.
Secara klinis, asfiksia dimulai dengan periode apnea atau Apnea primer
disertai dengan penurunan denyut jantung. bayi berikutnya akan menunjukkan
usaha untuk bernapas atau gasping yang kemudian diikuti oleh pernapasan
teratur. Pada pasien dengan asfiksia berat, upaya bernafas ini tidak cukup
muncul dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnea kedua atau sekunder
apnea. Pada tingkat ini, selain bradikardia, penurunan tekanan darah juga
ditemukan darah. Selain perubahan klinis, akan terjadi gangguan metabolism
dan perubahan keseimbangan asam basa dalam tubuh bayi.
E. Manifetasi klinik
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis
sehingga memerlukan perbaikan segera dan resusitasi aktif. Tanda dan
gejala yang muncul pada asfiksia berat antara lain: denyut jantung <40
denyut per menit, tidak ada usaha panas, tonus otot lemah atau hampir
tidak ada, bayi tidak bisa bereaksi ketika diberi rangsangan, bayi
terlihat pucat bahkan sampai abu-abu, ada kekurangan oksigen yang
berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul antara lain:
penurunan denyut jantung menjadi 60-80 denyut per menit, upaya
panas yang lambat, tonus otot biasanya dalam keadaan baik, bayi
masih dapat bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan, bayi terlihat
sianosis, tidak ada kekurangan oksigen yang signifikan selama proses
kelahiran.
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul
antara lain: lebih dari 100 kali per menit, warna kulit bayi terlihat
kemerahan, gerakan/tonus otot bagus, bayi menangis keras.
F. Komplikasi
1. Otak
Hipoksia iskemik ensefalopati, edema serebri, kecacatan cerebral palsy
(CP).
2. Jantung dan paru
Hipertensi pulmonalis persisten pada neonates, perdarahan paru,
edema paru.
3. Gastrointestinal: enterokkolitis nekrotikans.
4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.
5. Hematologi: DIC.
G. Penatalaksanaan
penatalaksanaan resusitasi pada bayi asfiksia Menurut Kosim, S. et al (2008):
1. Persiapan peralatan dan obat-obatan
Kebutuhan akan resusitasi tidak selalu dapat diprediksi, tetapi
dapat diantisipasi. Oleh karena itu, peralatan dan obat-obatan untuk
resusitasi lengkap harus tersedia di setiap persalinan. Peralatan dan
obat-obatan harus diperiksa secara teratur. Pada setiap persalinan akan
berlangsung, peralatan resusitasi BBL harus diperiksa, diuji, dan
dipastikan berfungsi dengan baik. Demikian pula obat untuk resusitasi
BBL harus disiapkan dengan baik.
2. Persiapan keluarga
Komunikasi dengan keluarga itu penting. Pada setiap persalinan
berisiko tinggi membutuhkan komunikasi antara petugas yang merawat
dan bertanggung jawab atas ibu dan bayi dengan ibu bayi, suami atau
keluarga.
3. Persetujuan Tindakan medik
Perawat harus mendiskusikan rencana manajemen bayi dan
memberikan informasi kepada keluarga. Ketika keluarga telah setuju
prosedur atau tindakan yang akan dilakukan, petugas meminta
persetujuan tindakan medis secara tertulis.
4. Persiapan dan antisipasi untuk menjaga bayi tetap hangat
Bayi baru lahir berisiko tinggi terkena hipotermia menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen dan keputusan resusitasi. Oleh karena
itu, pencegahan kehilangan panas pada BBL adalah penting, bahkan
pada bayi prematur membutuhkan upaya tambahan.
Lingkungan/ruangan tempat bersalin harus dijaga suhunya agar tidak
menyebabkan bayi menderita hipotermia. Jika resusitasi tidak
diperlukan, bayi dapat ditempatkan pada tubuh ibu, pada dada atau
perut dengan cara skin to skin contact ibu bayi. Bayi akan tetap hangat
karena sumber panas dari tubuh ibu.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Skor APGAR
Memberikan penilaian cepat tentang kebutuhan untuk resusitasi
neonatus.
2. Rontgen toraks dan abdomen
Untuk menyingkirkan kelainan/cedera struktur dan penyebab masalah
ventilasi.
3. Pemeriksaan ultrasonografi kepala
Untuk mendeteksi kelainan/cedera kranial atau otak atau adanya
malformasi kongenital.
4. Kultur darah
Untuk menyingkirkan atau memastikan adanya bakteremia.
5. Skrining toksikologi
Untuk mengetahui adanya toksisitas obat atau kemungkinan sindrom
alkohol janin.
6. Skrining metabolism
Untuk menyingkirkan gangguan endokrin atau metabolism.
I. Pathways

Asfiksia
Factor pada ibu dan
persalinan
1. Umur ibu Tanda dan gejala
2. Hipertensi
3. Perdarahan 1. Hipoksia
antepartum 2. Penurunan kadar
4. Kehamilan post PaO2
date 3. Kenaikan pCO2
5. Anemia 4. Penurunan PH
6. Partus lama darah
7. Persalinan dengan 5. Gangguan
Tindakan sirkulasi darah

Factor plasenta
1. Plasenta previa
2. Solusia plasenta
Factor bayi
Asfiksia Asfiksia Asfiksia
1. Bayi premature
ringan sedang berat
2. BBLR
3. Kelainan
kongenital
4. Air ketuban
bercampur
meconium
5. Depresi pernapasan
karena obat
anestesi yang
diberikan pada ibu
II. Konsep keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Alasan dirawat
3. Riwayat Kesehatan sekarang
4. Riwayat prenatal
5. Riwayat Kesehatan keluarga
6. Pengkajian status Kesehatan
a. Persepsi Kesehatan/ penanganan Kesehatan
b. Nutrisi/ metabolic
c. Eliminasi
d. Aktivitas/ Latihan
e. Tidur/ istirahat
f. Kognitif/ perseptual
g. Peran/ hubungan
h. Koping/ toleransi stress
i. Nilai/ kepercayaan
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. Apgar score
d. Gestasional age (ballard score)
e. Tanda vital
f. Antopometri
g. Kepala
h. Mata
i. Hidung
j. Mulut
k. Telinga
l. Leher
m. Dada
n. Jantung
o. Paru-paru
p. Abdomen
q. Punggung
r. Genitalia
s. Ekstremitas
t. Kulit
u. Refleks
8. Pemeriksaan penunjang
B. Diagnose keperawatan
Risiko hipotermia
C. Rencana Tindakan
1. Jaga kehangatan
2. Beri injeksi vitamin K
3. Kolaborasi dengan dr. spA
D. Implementasi
1. Memberi edukasi kepada keluarga
2. Memasang oksigen
3. Memasang infus
4. Cek GDS
5. Memasang OGT
6. Memberikan injeksi dexamethasone 0,5%
7. Mengukur TTV
E. Evaluasi
1. S : data subjektif
Keluhan yang dirasakan pasien berkurang
2. O : data objektif
Hasil observasi membaik dan pasien menunjukkan respon
lebih baik
3. A : analisis
Hasil analisis menunjukkan diagnose pasien sudah teratasi
atau belum
4. P : planning
Rencana intervensi yang tetap diberikan untuk pasien

III. References
1. Kosim, S., 2008. Buku Ajar Neonatalogi. 1 ed. Jakarta: IDAI.
2. Maryunani, A., 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
3. M. & I., 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
4. Prawirohardjo, S., 2005. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. 1 ed. Jakarta: Bina Pustaka.
5. Asfiksia Neonatorum dalam BAB_2.pdf (um-surabaya.ac.id)

Anda mungkin juga menyukai