Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut SDKI tahun 2007 angka kematian bayi di Indonesia 35 per 1000
kelahiran hidup yaitu hamper 5 kali lipat bandingkan dengan angka
kematian bayi di Malaysia, sedangkan angka kematian di perinatal di Negara
berkembang termasuk Indonesia masih menjadi masalah utama.Angka
kematian di rumah sakit berkisar antara 77,3 sampai 137,7 per 1000
kelahiran hidup.Oleh Hans E Mountja menyimpulkan angka kematian
perinatal sebagai berikut: bayi ahir mati,berat badan lahir rendah dan
kematian dalam 24 jam pertama kira-kira 37% dari angka kematian
dini.Faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal meliputi
perdarahan,hipertensi,infeksi,kelahiran fireterm(berat bayi lahir
rendah),asfiksia dan hipotermi.
Angka kematian bayi neonatal (usia 0-28 hari) akibat asfiksia (tidak
menangis dan tidak bernapas pada waktu lahir) di Indonesia masih tinggi.
Penyebab asfiksia pada bayi antara lain karena faktor pada bayi maupun
faktor pada ibu. Jika asfiksia pada bayi tidak segera ditangani maka dapat
mengakibatkan kerusakan otak bahkan kematian pada bayi,sedangkan
asfiksia pada masa yang akan datang dapat berdampak kecerdasannya
berkurang.
Di Indonesia penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas
adalah asfiksia neonaturum sekitar 50-60% (Manuaba,1988 : 19). Dalam
Seminar Nasional Akademi Kebidanan Aisyiyah, Solo 26 juli 2003
dijelaskan angka kematian perinatal (AKP) pada tahun 1984 diperkirakan
45/1000 kelahiran. Penyebab utama kematian perinatal adalah asfiksia,
komplikasi pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), tetanus neonaturum dan
trauma kelahiran,kematian tersebut sebenarnya dapat dicegah apabila
kesehatan ibu selama kehamilan terjaga dengan baik dan pertolongan

1
persalinan yang diberikan bersih dan aman sehingga sumbatan jalan napas,
trauma persalinan dan perdarahan tidk akan terjadi.

B. Rumusan Masalah
Penulis membatasi makalah ini agar pembaca dapat dengan mudah
menelaah dan memahami.Dengan ini penulis mencoba merumuskan masalah
sebagai berikut :
Bagaimana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulis dalam membuat makaah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada bayi baru lahir
dengan asfiksia sedang.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. (Prawiroharjo Sarwono,
1999)

B. Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan
perlukaran gas atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini dapat
timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia
janin.
b. Gangguan aliran darah uterus Mengurangnya aliran darah pada uterus
akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan
kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
1) Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani
uterus akibat penyakit atau obat.
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
3) Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.

3
2. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-
lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan :
tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar
janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena
a. Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.

4
b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial.
Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika
atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

C. Tanda dan Gejala


1. Pernafasan cepat >60x/menit
2. Nadi cepat 100x/menit
3. Sianosis/ pucat
4. AS <6

D. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia
transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor
pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan
berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama
kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak
tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai
dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan
frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas
(gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita
asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada
dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan
metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi.
Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan
asidoris respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi

5
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang. Asam organik
terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler
yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber
glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya
asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk
otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara
alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya
resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan
kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.
Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya.

E. Klasifikasi
Tabel penilaian APGAR SCORE
Skor APGAR
Tanda
0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Jantung
Usaha Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat
bernafas
Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan
kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, eks Seluruh tubuh
biru kemerahan
Klasifikasi klinis APGAR SCORE
1. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
2. Asfiksia ringan – sedang (Nilai APGAR 4 – 6)
3. Bayi normal atau  sedikit asfiksia 7 – 9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

6
F. Komplikasi
Asiodosis metabolic, hipaglikemia dan ensefalopati hipoksia iskemik serta
gagal ginjal.

G. Penatalaksanaan
Sebelum bayi lahir dicatat data penyakit ibu, obat yang didapat ibu, tanda-
tanda gawat janin (bila ada) keadaan air ketuban. Segera setelah lahir, bayi
diletakkan diatas meja resusitasi yang datar, kemudian keringkan dengan kain
secara cepat (kurang dari 20 menit) resusitasi bayi asfiksia tergantung dari
hasil evaluasi : pernafasan, denyut jantung dan warna kulit bayi.
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah asfiksia pada bayi :
1. Tindakan Umum
Tindakan ini dikerjakan pada setiap bayi tanpa memandang nila
APGAR. Segera setelah bayi lahir, diusahakan agar bayi mendapat
pemanasan yang baik. Harus dicegah atau dikurangi kehilangan panas
dari tubuhnya. Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk 
mengeringkan tubuh bayi mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan
saluran pernapasan bagian atas segera dilakukan. Hal ini harus dikerjakan
dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya kerusakan-kerusakan
mukosa jalan napas, spasmus laring, atau kolaps paru-paru. Bila bayi
belum memperlihatkan usaha bernapas, rangsangan terhadapnya harus
segera dikerjakan. Hal ini dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara
memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles, atau pada bayi-
bayi tertentu diberi suntikan vitamin K.
2. Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan
tanpa hasil prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia
yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar.
a. Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3)
Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan.
Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru-paru dengan

7
memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Cara
yang terbaik ialah melakukan intubasi endotrakeal dan setelah kateter
dimasukkan ke dalam trakea, O2 melalui kateter tadi. Untuk mencapai
tekanan 30 ml air peniupan dapat dilakukan dengan kekuatan kurang
lebih 1/3 – ½ dari tiupan maksimal yang dapat dikerjakan.
Secara ideal napas buatan harus dilakukan dengan terlebih dahulu
memasang manometer. Dapat digunakan pompa resusitasi. Pompa ini
dihubungkan dengan kateter trakea, kemudian udara dengan O2
dipompakan secara teratur dengan memperhatikan gerakan-gerakan 
dinding toraks, bila bayi telah memperlihatkan pernapasan spontan,
kateter trakea segera dikeluarkan.
Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis yang
membutuhkan perbaikan segera; karena itu,  bikarbonas natrikus 7,5%
harus segera diberikan dengan dosis 2 – 4 ml/kg berat badan. Obat-
obatan ini harus diberikan secara berhati-hati dan perlahan-lahan.
Untuk menghindari efek samping obat, pemberian harus diencerkan
dengan air steril atau kedua obat diberikan bersama-sama dalam satu
semprit melalui pembuluh darah umbilikus.
Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan tidak timbul dan
frekuensi jantung menurun (kurang dari 100 permenit) maka
pemberian obat-obatan lain serta massage jantung sebaiknya segera
dilakukan. Massage jantung dikerjakan  dengan melakukan penekanan 
diatas tulang dada secara teratur 80-100 kali permenit. Tindakan diikuti
dengan satu kali pemberian napas buatan. Hal ini bertujuan untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoraks
atau pneumomediastinum apabila tindakan dilakukan secara
bersamaan. Disamping massage jantung ini obat-obat yang dapat
diberikan antara lain ialah larutan 1/10.000 adrenalin dengan dosis 0.5
– 1cc secara intravena / intrakardial (untuk meningkatkan frekuensi
jantung) dan kalsium glukonat 50 – 100 mg/kg berat badan secara
perlahan-lahan melalui intravena berupa plasma, darah atau cairan
pengganti lainnya (volume expander) harus segera diberikan.

8
Bila tindakan-tindakan tersebut diatas tidak memberi hasil yang
diharapkan, keadaan bayi harus dinilai lagi karena hal ini mungkin
disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam dan basa yang belum
diperbaiki secara semestinya, adanya gangguan organik seperti hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis jalan napas, dan lain-lain.
b. Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6)
Disini dapat dicoba melakukan rangsangan untuk menimbulkan
refleks pernapasan. Hal ini dapat dikerjakan selama 30 – 60 detik
setelah penilaian menurut Apgar 1menit. Bila dalam waktu tersebut
pernapasan tidak timbul, pernapasan buatan harus segera dimulai.
Pernapasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan
kodok (frog breathing). Cara ini dikerjakan dengan memasukkan pipa
ke dalam hidung, dan O2 dialirkan dengan kecepatan 1 – 2 liter dalam
satu menit. Agar saluran napas bebas, bayi diletakkan dengan kepala
dalam dorsofleksi. Secara teratur dilakukan gerakan membuka dan
menutup lubang hidung dan mulut dengan disertai menggerakan dagu
ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 kali semenit. Tindakan ini
dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding toraks dan
abdomen. Bila bayi mulai memperlihatkan gerakan pernapasan,
usahakanlah supaya gerakan tersebut diikuti. Pernapasan ini dihentikan
bila setelah 1 – 2 menit tidak juga dicapai hasil yang diharapkan. Dan
segera dilakukan pernapasan buatan dengan tekanan positif secara
tidak langsung. Pernapasan ini dapat dilakukan dahulu dengan
pernapasan dari mulut ke mulut. Sebelum tindakan dilakukan, kedalam
mulut bayi dimasukkan pharyngeal airway yang berfungsi mendorong
pangkal lidah ke depan, agar jalan napas berada dalam keadaan
sebebas-bebasnya. Pada pernapasan dari mulut ke mulut, mulut
penolong diisi terlebih dahulu dengan O2 sebelum peniupan. Peniupan
dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20 -30 kali semenit dan
diperhatikan gerakan pernapasan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat, terjadi

9
penurunan frekuensi jantung atau pemburukan tonus otot. Dalam hal
demikian bayi harus diperlakukan sebagai penderita asfiksia berat.

10
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA BAYI NY. W


UMUR O HARI DENGAN ASFIKSIA SEDANG
DI RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO

Tanggal masuk : 20 Desember 2011 Jam 22.30 WIB


Tanggal pengkajian : 20 Desember 2011 Jam 22.30 WIB

I. Pengumpulan Data Dasar


A. Biodata
 Nama Bayi : By . Ny. W
 Umur : 0 hari
 Jenis kelamin : Laki-laki
Ibu Suami
 Nama : Ny. W T n .D
 Umur : 28 Tahun 31
Tahun
 Alamat : Pageraji 20/10 Cilongok
Pageraji 20/10
 Pekerjaan : IRT
Wiraswata
 Status Perkawinan : Sah Sah
 Lama Perkawinan : 3 Tahun 3
Tahun
 Agama : Islam Islam
 Pendidikan : SMP SMA
 Kewarganegaran : Indonesia Indonesia

11
B. Riwayat kesehatan
Riwayat Persalinan
Anak ke Tgl lahir Jenis Penolong Penyulit
Persalinan
Persalinan
ini

C. Riwayat kesehatan keluarga


Penyakit:
 Asma : tidak ada
 Paru : tidk ada
 DM : tidak ada
 Jantung : tidak ada
 Keturunan kembar : tidak ada
 Lain-lain : tidak ada
D. Data Kebiasaan Sehari-hari
1. Nutrisi
-
2. Eliminasi
Bayi belum BAK dan BAB
E. Pemeriksaan umum
 Keadaan umum : cukup
 Kasadaran : Compos mentis

12
 Apgar Score
No Aspek yang dinilai 1‘ 5’ 10’
1. Appearance ( warna kulit) 1 2 2
2. Pulse (denyut nadi) 1 2 2
3. Grimace ( reflek thd 1 1 2
rangsang)
4. Activity (tonus otot) 1 1 1
5. Respiratory (pernafasan) 1 2 2
Jumlah 5 7 9

 Suhu : 35,8 º C
 Respirasi : 34 kali / menit
 Ukuran Antropometri
PB : 42 cm
BB : 2070 cm
LK / LD : 30 cm/29 cm
LILA : 9 cm

F. Pemeriksaan fisik
 Kepala
- Bentuk : simetris antara bagian kanan dan
kiri,bulat,tidak ada kelainan
- Sutura : bersuaian
- Caput succedanium : tidak ada
- Cephal hematoma : tidak ada

13
 Mata
- Tanda infeksi : tidak ada
- konjungtiva : tidak pucat
- Posisi : simetris kanan dan kiri
- perdarahan : tidak terdapat perdarahan
 Hidung dan Mulut
- Bibir & langit-langit : tidak ada tanda kelainan dan
peradangan
- Sumbing : tidak ada
- Reflek hisap : belum ada
 Leher
- Pembengkakan : tidak ada pembengkakan pada kelenjar
tyroid,kelenjar parathyroid,kelenjar parotis
- Benjolan :tidak ada
 Dada
- Bentuk : simetris antara kanan dan kiri
 Abdomen
- Bentuk : simetris
- Benjolan sekitar tali pusat saat menangis : tidak ada
- Perdarahan tali pusat : tidak ada
- Benjolan : tidak ada
 Ekstremitas superior
- Gerakan : lemah
- Kelainan : tidak ada
 Ekstremitas inferior
- Gerakan : lemah
- Kelainan : tidak ada
 Anus
- Lubang : berlubang
- Kelainan : tidak ada
- Pembengkakan : tidak ada

14
 Genitalia
1. Laki-laki
- Dua testis dalam skrotum : ada
- Kelainan : tidak ada
- Ujung penis berlubang : berlubang
 Kulit
- Vernik : ada(kulit tipis transparan ,terlihat
pembuluh darah)
- lanugo : banyak ( terlihat pada daerah
dahi,telinga dan lengan serta kaki)
- Warna : pucat
- Pembengkakan : tidak ada
- Turgor kulit : kurang ( seelah pemeriksaan
turgoditas elama 3 detik)
Kelainan Bawaan
 Pes Equinus Varus : tidak ada
 Pes Equinus Vagus : tidak ada
 Tortikolis : tidak ada
 Genu Varus : tidak ada
 Genu Vagus : tidak ada
 Atresia ani : tidak ada

Kelainan Patologi
 Erb’s Paralyse : tidak ada
 Fracture : tidak ada
Reflek
 Rooting reflek (mencari) : belum ada
 Sucking reflek (menghisap) : belum ada
 Swallowing reflek (menelan) : belum ada
 Moro reflek (memeluk) : belum ada
 Plantar / graph (menggenggam): belum ada
 Stepping / walking (kaki menendang): belum ada

15
II. Interprestasi data
A. Diagnosa Kebidanan
Bayi Ny.W BBL, lahir spontan ,aterm ( UK 37 minggu 4 hari) presentasi
belakang kepala dengan asfiksia sedang.
Dasar Obyektif:
1. Warna kulit pucat
2. Denyut jantung : 100x/ menit
3. Pernafasan : 34x/menit
B Masalah
Tidak ada

III.Diagnosa/ Masalah Potensial( bila ada)


Tidak ada

IV. Kebutuhan Langsung / Konsul/ Kolaborasi ( bila ada)


Kebutuhan langung:
Melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir

V. Rencana Tindakan
Tanggal 20 Desember 2011 pukul 22.30 WIB
 Tujuan
Bayi bernafas spontan
 Cara
Memperlancar jalan nafas
 Teknik
Resusitasi bayi baru lahir

16
VI. Pelaksanaan Tindakan
Tanggal pengkajian 20 Desember 2011, pukul 22.31 WIB
Langkah awal resusitasi, dilakukan selama 30 detik
1. Menjaga bayi tetap hangat
a. Meletakkan bayi diatas kain bersih dan kering
b. Menyelimuti tubuh bayi dengan kain tersebut sambil membersihkan
verniks pada tubuh bayi
c. Memotong tali pusat dan mengikatnya dengan benang tali pusat
2. Mengatur posisi tubuh bayi
a. Membaringkan bayi terlentang
b. Mengganjal bahu dengan kain yang dilipat 5 cm, sehingga kepala
sedikit ekstensi
3. Menghisap lender
Menggunakan section, sebagai alat pengisap lender:
a. Menghisap lender didalam mulut, kemudian lender dihidung
b. Menghisap lender sambil menarik keluar pengisap
4. Mengeringkan dan merangsang bayi
a. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya dengan memberikan sedikit tekanan
b. Menepuk dan menyentil telapak kaki bayi, serta menggosok punggung,
perut, dada, bayi dengan telapak tangan
5. Mengatur kembali posisi kepala bayi dan menyelimuti bayi
a. Mengganti kain yang tadi dikenakan dengan pakaian yang bersih dan
kering
b. Menyelimuti bayi dan membiarkan bagian muka dan dada sedikit
terbuka
c. Mengatur posisi kepala bayi agar sedikit ekstensi
6. Penilaian pasaca resusitasi
a. Bayi bernafas spontan
Pernafasan : 42 kali/menit
Frekuensi denyut jantung : 100 kali/menit
b. Bayi menangis spontan dan kuat

17
c. Warna kulit kemerahan

VII. Evaluasi
Tanggal 20 Desember 2011 pukul 22.32 WIB
Hasil
Setelah dilakukan tindakan, kemudian dilakukan evaluasi pada pukul 22.32
WIB dengan hasil:
1. Bayi bernafas normal, tidak megap-megap
Pernafasan : 42 kali/menit
Frekuensi denyut jantung : 100 kali/ menit
2. Bayi menangis spontan dan kuat
3. Warna kulit kemerahan
4. Suhu : 36,2 0C

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan pada By. Ny.W Asfiksia sedang
dapat ditarik kesimpulan :
1. Dalam melakukan pengkajian perlu diperlakukan adanya ketelitian, kepekaan,
dan diperlukan peran ibu sebagai orang tua sehingga diperoleh data yang
menunjang untuk menerangkan diagnose kebidanan.
2. Dalam analisa data dan menegakan diagnose kebidanan pada dasarnya
mengacu pada tinjauan pustaka. Adanya perubahan dan kesenjangan dengan
tinjauan pustaka tergantung pada kondisi ibu bersalin dan keadaan bayinya.
3. Pada dasarnya perencanaan yang ada pada tinjauan pustaka tidak semuanya
dapat direncanakan pada kasus nyata. Karena pada perencanaan disesuaikan
dengan masalah yang ada pada saat itu sehingga masalah yang ada pada
tinjauan kasus tidak direncanakan.

19
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Penatalaksanaan asfiksia ringan
dapat dilakukan dengan rangsangan untuk menimbulkan refleks pernapasan.
Hal ini dapat dikerjakan selama 30 – 60 detik setelah penilaian menurut
Apgar 1menit. Bila dalam waktu tersebut pernapasan tidak timbul,
pernapasan buatan harus segera dimulai. Pernapasan aktif yang sederhana
dapat dilakukan secara pernapasan kodok (frog breathing)
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Meningkatkan peranan bidan dalam fungsinya sebagai pelaksana lebih
meningkatkan kemampuan yang dimiliki. Bidan meningkatkan kerja sama
yang baik dengan petugas kesehatan yang lain, pihak lain dan keluarga.
2. Bagi Klien
Untuk keberhasilan dalam asuhan kebidanan diperlukan kerjasama yang
baik dari klien dalam usaha memecahkan masalah klien.
3. Bagi tempat praktek
Mempertahankan pelayanan yang sudah dan berusaha memberikan
pelayanan yang lebih baik lagi bagi klien.

Purwokerto, Desember 2011


Pembimbing lahan Penulis

(Nurkhasanah, Amd. Keb) (Endang Setia Rahayu)

20

Anda mungkin juga menyukai