1. DEFINISI/PENGERTIAN.
2. PENYEBAB/FAKTOR RISIKO.
Penyebab yang nyata tidak diketahui namun beberapa factor risiko telah
teridentifikasi antara lain;
Ø Riwayat kanker kolon atau polip pada keluarga (faktor genetik).
Ø Riwayat/kelainan pada kolon : penyakit usus inflamasi kronis (colitis ulseratifa),
polip
Ø Diet tinggi lemak,protein dan daging serta rendah serat
DAFTAR PUSTAKA
- Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta.
- Carpenito, L.J., (2006), Buku Saku Diagnosa Keperawatan,EGC, Jakarta.
- Doengoes,M.E.,(1998), Dokumentasi & Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
- Guyton, A.C., (1995), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta.
- Mansyur,A., (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Media Aeskulapius, Jakarta.
- Price,S.A. & Wilson,L.M.,(1995), Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, EGC, Jakarta.
- Suyono, S., (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit, Jakarta.
LP DAN ASKEP KANKER KOLON
KANKER KOLON
A. Definisi
Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak
normal akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan
tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga
sebagai kanker (cancer). (SylviaA Price, 2005).
Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering
ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon
sigmoid. Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan
Martin Tucker, 1998).
Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah di bagian sekum, asendens, dan
kolon sigmoid, salah satu penatalaksanaannya adalah dengan membuat kolostomi
untuk mengeluarkan produksi faeces. Kanker colon adalah penyebab kedua
kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru ( ACS 1998 ).
B. Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu
peredaran pada usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif.
Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The
National Cancer Institute, dan organisasi kanker lainnya.
Faktor resiko telah teridentifikasi. Faktor resiko untuk kanker kolon :
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Darah dalam feses
3. Riwayat polip rektal atau polip kolon
4. Adanya polip adematosa atau adenoma villus
5. Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga
6. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
7. Diit tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.
Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang
menyebabkan kanker pada usus besar Makanan tersebut juga mengurangi waktu
peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya
kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging
merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya
kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat
berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni
yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu
peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang
mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan ( e.g
Mormons,seventh Day Adventists ).
C. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan
defekasi. Pasase darah dalam feses gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga
anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksi, atau penurunan berat badan
dan keletihan. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah
nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi
(nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya
darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungakan dengan lesi rektal
adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare
bergantian, serta feses berdarah.
D. Patofisiologi
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan
merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi
dengan faktor makanan yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi,
kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam usus besar
dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh
minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma
(muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor biasanya
dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup,
serta merusak; jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor
dapat berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat
meluas ke sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih
sering terjadi pada bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih
sering terjadi pada sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
1. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria).
2. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan
mesokolon.
3. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan
darah balik ke sistem portal.
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:
1. Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding
usus besar (lapisan mukosa).
2. Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah
lapisan mukosa.
3. Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe yang
banyak terdapat di sekitar usus.
4. Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar
limfe atau bahkan ke organ-organ lain.
E. Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar
kolon yang menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6. Pembentukan abses
F. Pencegahan
Pencegahan Kanker Kolon.
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan
menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi
dalam usus besar.
2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk
buang air besar.
6. Hidup rileks dan kurangi stress.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terjadi perdarahan yang cukup bermakna terapi komponen
darah dapat diberikan.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung
atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah.
Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering
dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi.
Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan
leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya
dilakukan radiasi dan kemoterapi
2. Penatalaksanaan bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal,
pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu
sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan
polipektomi merupakan suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk
meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan
sebagai pedoman dalam membuat keputusan dikolon, massa tumor kemudian di
eksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas
B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon
kelas D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor
sudah menyebar dan mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat
dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Dukungan adaptasi dan kemandirian.
b) Meningkatkan kenyamanan.
c) Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
d) Mencegah komplikasi.
e) Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan.
4. Penatalaksanaan Diet
a) Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat
dapat melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi
menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang
terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
b) Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
c) Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
terutama yang terdapat pada daging hewan.
d) Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal
tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
e) Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
f) Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur
H. Pemeriksaan penunjang
a) Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi
maupun kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat
dilihat dengan jelas pada endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu
dilakukan biopsi.
b) Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah :
foto dada dan foto kolon (barium enema).
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor
dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya
kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen.
Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium
secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari
penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang
jauh yang sudah metastasis.
Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis
kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan.
Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau
suatu striktura.
c) Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada
tidaknya metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.
d) Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di
beberapa tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis.
Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu
ditentukan differensiasi sel.
e) Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal,
walaupun demikian setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb.
Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih
dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut.
Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini
karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada
sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu
diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
f) Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan
diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.
g) Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan
menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit,
organ dan sebagainya.
h) Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan
anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat
atau berkurang.
i) Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan
lelah adanya nyeri abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi,
berhubungan dengan makan atau defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini,
deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau
mukus. Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu tentang penyakit usus
inflamasi kronis atau polip kolorektal; riwayat keluarga dari penyakit kolorektal;
dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet diidentifikasikan mencakup masukan
lemak dan atau serat serta jumlah konsumsi alkohol. Riwayat penurunan berat
badan adalah penting.
Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan
palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi dan masa padat. Specimen feses
diinspeksi terhadap karakter dan adanya darah.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada
survei umum terlihat lemah. TTV biasanya normal, tetapi dapat berubah sesuai
dengan kondisi klinik. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen dan
rektum akan didapatkan:
Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan
rektum dan feses akan didapatkan adanya perubahan bentuk dan warna feses.
Sering didapatkan bentuk feses dengan kaliber kecil seperti pita. Gejala yang
sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan
melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi
sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram,
penipisan feses, konstipasi, dan distensi), serta adanya darah merah segar dalam
feses.
Auskultasi : biasanya normal.
Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : nyeri tekan abdomen pada area lesi.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup
sebagai berikut:
a. Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi.
b. Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
c. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan, respon
pembedahan.
d. Keletihan berhubungan dengan anemia dan anoreksia.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
anoreksia.
f. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi.
g. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan diagnosis kanker.
h. Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan
perawatan diri setelah pulang.
i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan
perianal), pembetukan stoma dan kontaminasi fekal terhadap kual periostoma.
j. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi.
3. Intervensi
Nyeri b.d iritasi intestinal, respon pembedahan
Tujuan :
dalam waktu 2x24 jam pasca bedah nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria :
- Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
- Skala nyeri (0-4)
- TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvansif Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi :
• Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
• Beri oksigen nasal apabila skal nyeri ≥ 3 ( 0-4).
• Ajarkan teknik relaxasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab sebab nyeri dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien
terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
• Analgetik melalui intravena
Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang adekuat
Tujuan :
Setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pasca bedah, intake
nutrisi dapat optima dilakukan.
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makan yang tepat.
- Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi : odinovagia berkurang,
pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 kali/menit
- Berat badan pada hari ke7 pasca bedah meningkat minimal 0,5kg
Intervensi Rasional
Intervensi nonbedah
• Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan
saksama.
• Sajikana makanan dengan cara yang menarik.
• Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa dengan kandungan serat tinggi.
• Pantau intake dan output anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik
(sekali seminggu)
Makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.
Kandungan serat tinggi dapat membentuk massa feses yang optimal dan
menurunkan kondisi diverkolosis menjadi divertikulatis. Komponen buah-buahan
dan sayuran dapat meningkatkan asupan tinggi serat .
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
Intervensi dengan pembedahan:
• Berikan diet prabedah.
• Kolaborasi dengan ahli gizi jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.
Diet tinggi kalori, rendah residu biasanya diberikan selama beberapa hari sebelum
pembedahan, bila waktu dan kondisi pasien memungkinan.
Apabila tidak terdapat situasi kedaruratan, tindakan praoperatif dilakukan serupa
den gan pembedahan abdomen umumnya.
Parameter penting adalah dengan melakukan auskultasi bising usus artinya untuk
fungsi gastrointestinal sudah pulih pasca anestesi umum.
Kembalinya diet kepola normal berlangsung sangat cepat.
Sebaiknya 2 liter cairan/hari dianjurkan.
Intervensi ini untuk menurunkan resiko oral.
Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan
diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entrée dari luka pembedahaan
Tujuan : Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada
integritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi:
— Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area luka pembedahan
— Leukosit dalam batas normal
— TTV dalam batas normal
Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah adanya order khusus dari
tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka. Mengidentifikasi kemajuan
atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering. Kondisi bersih dan
kering akan menghindari kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respons
inflamasi lokal, serta akan memperlama penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka:
• Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pasca bedah dan diulang setiap
dua hari sekali pada luka abdomen
• Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptic, jenis iodine providium
dengan caraswabbing dari arah dalam keluar.
• Bersihkan bekas sisa iodine providium dengan alcohol 70% atau normal salin
dengan cara swabbing dari arah dalam keluar.
• Tutup luka dengan kasa steril dan tuutp dengan plester adhesive yang
menyeluruh menutupi kasa.
Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak tikndakan
dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke
luka bedah.
Drain pasca bedah merupakan material yang menjadi jalan masuk kuman.
Perawat melakukan perawatan luka setiap hari atau disesuaikan dengan kondisi
pembalut drain, apabila kotor maka harus diganti.
Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka
dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine providium sebagai antiseptic dan
dengan arah dari dalam keluar sehingga dapat mencegah kontaminasi kuman ke
jaringan luka.
4. Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
1. Mempertahankan eliminasi usus adekuat.
2. Mengalami sedikit nyeri.
3. Meningkatkan toleransi aktivitas.
4. Mencapai tingkat nutrisi optimal.
a. Makan diet rendah residu, tinggi protein, dan tinggi kalori.
b. Kram abdomen berkurang.
5. Keseimbangan cairan tercapai.
a. Membatasi masukan makanan dan cairan oral bila terjadi mual.
b. Berkemih sedikitnya 1½ liter per 24 jam.
6. Mengalami penurunan ansietas.
a. Mengungkapkan masalah dan rasa takut dengan bebas.
b. Menggunakan tindakan koping untuk menghadapi stress.
7. Memerlukan informasi tentang diagnosis, prosedur bedah, dan perawatan diri
setelah pulang.
a. Mendiskusikan diagnosa, prosedur bedah, dan perawatan diri pascaoperatif.
b. Mendemonstrasikan teknik perawatan ostomi.
8. Mempertahankan insisi tetap bersih, stoma, dan luka perineal.
a. Secara bertahap meningkatkan partisipasi dalam perawatan stoma.
9. Mengungkapkan perasaan dan masalah tentang diri sendiri secara verbal.
10. Tidak mengalami komplikasi.
a. Menggunakan antibiotic oral sesuai resep.
b. Bekerjasama dalam protocol pembersihan usus.
c. Tidak demam.
d. Bisisng usus ada.
e. Lingkar abdomen dalam batas normal atau menurun.
f. Tidak ada bukti perforasi atau pendarahan.
STUDI KASUS
PADA KANKER KOLON
Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama Perawat : Ns. Cindra
Tanggal Pengkajian : 05 Mei 2012
Jam Pengkajian : 08.00 WIB
1. Biodata :
Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 35 th
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Kalirejo, Lampung Tengah
Tanggal Masuk RS : Sabtu, 05 Mei 2012
Diagnosa Medis : Ca. Colon
Penanggung Jawab
Nama : Ny. B
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Kalirejo, Lampung Tengah
Hubungan dengan klien : Istri
2. Keluhan utama :
Nyeri hebat pada bagian perut
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk ke Rumah Sakit tanggal 5 Mei 2012 akibat mengalami penyakit Ca.
Colon. Klien datang ke RSUD Pringsewu diantar oleh keluarganya melalui IGD,
pada tanggal 5 Mei 2012, dengan keluhan nyeri pada abdomen, kram perut, pola
defekasi bermasalah, sering sembelit, feses berwarna kehitaman dan kadang
disertai darah merah segar, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, dan cepat
letih.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan atau obat-obatan,
hanya saja tidak terlalu suka sayuran. + 4 tahun yang lalu klien pernah terkena
penyakit thypoid sampai diopname. Klien pernah mengalami kecelakaan motor
namun tidak fatal. Keluarga klien mengatakan bahwa klien hampir setiap hari
mengkonsumsi daging hewan, jarang makan sayur, dan klien mempunyai riwayat
peminum / alkoholic.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien menjelaskan anggota keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit keturunan yang umumnya menyerang, seperti DM, Asma, Hipertensi.
4. Basic Promoting physiology of Health
a. Aktifitas dan latihan
Pekerjaan Tn. A yaitu seorang PNS dan waktu luangnya diisi dengan beristirahat
di rumah dan berkumpul bersama keluarga. Klien jarang berolahraga. Saat sakit,
klien hanya bisa berbaring di tempat tidur, aktifitas terbatas, dan klien dibantu
oleh keluarganya.
b. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit lama tidur klien 7-8 jam/hari, hanya dipergunakan untuk tidur
malam karena klien jarang sekali tidur siang dan tidak ada gangguan dalam tidur.
Saat sakit lama tidur klien hanya 5 jam dengan tidur siang selama 1 jam. Klien
kadang-kadang kesulitan tidur di rumah sakit karena nyeri yang dialami klien,
klien tampak lemah.
c. Kenyamanan dan nyeri
Klien merasakan nyeri pada perutnya dalam 2 bulan belakangan ini. Nyeri akan
lebih terasa menyakitkan jika beraktifitas dan saat defekasi, dan akan berkurang
saat klien beristirahat. Region nyeri yaitu pada abdomen bagian bawah
(dessendens bawah). Skala nyeri klien 8, raut muka klien tampak menahan nyeri.
d. Nutrisi
Sebelum sakit, frekuensi makan Tn. A tidak teratur dikarenakan kesibukan jam
kerja yang mengakibatkan sering telat makan. Berat badan klien 68 kg. Berat
badan dalam 2 bulan terakhir turun drastis menjadi 57 kg. Jenis makanan yang
paling sering dikonsumsi klien yaitu daging hewan dan makanan cepat saji (sate
& gulai). Klien tidak suka sayuran, dan tidak memiliki pantangan terhadap
makanan apapun. Klien tidak pernah mengalami operasi gastrointestinal. Saat
sakit, klien hanya mengkonsumsi nasi lembek, sayuran hijau, buah tapi jarang
habis karena klien mual, tidak nafsu makan, & klien tidak makan yang pedas &
berminyak. Diet di rumah sakit adalah diet rendah lemak hewani dan tinggi serat.
Kebutuhan pemenuhan nutrisi dibantu oleh keluarganya.
e. Cairan, elektrolit, dan asam basa
Sebelum sakit frekuensi minum klien 7-8 gelas/hari. Saat sakit, frekuensi minum
klien + 2-3 gelas/hari. Turgor kulit tidak elastis. Klien mendapat support IV Line
jenis RL 20 tetes/menit.
f. Oksigenasi
Klien tidak mengalami sesak, tidak ada keluhan saat bernafas, irama teratur, klien
tidak batuk, klien tidak merokok, klien tidak terpasang oksigen.
g. Eliminasi fekal/bowel
Frekuensi BAB klien sebelum sakit 1x sehari di pagi hari. Feses berwani kuning,
konsistensi padat, berbau khas, warna kuning kecoklatan, dan tidak ada keluhan.
Saat sakit, klien kesulitan BAB, mengalami sembelit, baru 1x selama dirawat di
RS, feses berwarna kehitaman, konsistensi keras, kadang disertai darah merah
segar, berbau anyir.
h. Eliminasi urin
Frekuensi BAK klien 2x sehari. Klien tidak mengalami perubahan pola berkemih.
Klien tidak menggunakan kateter, kebutuhan pemenuhan ADL dengan bantuan
keluarga.
i. Sensori, persepsi, dan kognitif
Klien tidak memiliki gangguan dan riwayat penyakit yang menyangkut sensori,
persepsi, dan kognitif
6. Pemeriksaan Penunjang
Tes Diagnostik : (05 Mei 2012)
Hematologi Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hb 11,5 12-18 g/dL Turun
Ht/PVC 42 40-52% Normal
Leukosit 7.000 4.000-10.000 /uL Normal
Trombosit 253.000 150.000-450.000 /uL Normal
Masa protrombin 13.0 11.0-17.0 detik Normal
Radiologi :
Foto colon ( Barium Enema)
Colonoscopy
7. Terapi Medis
• Bed rest
• IVFD RL 20 tetes/menit
• Th/oral :
• Th/inj :
• Kemoterapi
• Leukovorin
• 5-FU, Levamisol, Leuvocorin
• Pembedahan / Laparaskopi
ANALISA DATA
Nama Klien : Tn. A No. Register : 123
Umur : 35 tahun Diagnosa Medis : Ca. Colon
Ruang Rawat : Paviliun Asri 3 Alamat : Kalirejo
TGL/JAM DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
05/05/12
08.00 WIB DS :
- Klien mengatakan perutnya sangat sakit bagian bawah
- Klien mengatakan perutnya bertambah sakit saat bergerak
- Klien mengatakan nyeri hilang timbul
DO :
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri klien 8
- Klien tampak tidak nyaman dengan perutnya Nyeri akut Obstruksi
tumor pada usus dengan kemungkinan menekan organ yang lain
06/05/12
13.00 WIB DS :
- Klien mengatakan nyeri pada daerah yang di insisi
- Klien mengatakan tubuhnya masih lemah
DO :
- Klien tampak lemah
- Klien tampak menahan nyeri
- Ekspresi wajah klien cemberut
- Tampak kemerahan pada daerah bekas operasi Nyeri akut Agen cedera
fisik (insisi pembedahan)
06/05/12
13.30 WIB
DS :
- Klien mengatakan gatal pada daerah yang di insisi
- Keluarga klien mengatakan badan klien hangat
DO :
- Daerah pembedahan tampak masih baru dan terfiksasi
- Leukosit : 15.000 /Ul
- Suhu : 37,5 C Risiko infeksi
Tindakan invasif, insisi post pembedahan
06/05/12
14.00 WIB
06/05/12
15.00 WIB DS
- Klien mengatakan punggungnya terasa panas
- Klien mengatakan susah bergerak
- Klien mengatakan tidak mampu beraktifitas secara mandiri
DO :
- Klien terlihat berbaring di tempat tidur
- Klien tampak terpasang kateter
- Aktifitas klien terlihat dibantu keluarga
- Klien tampak lemah
- Tampak adanya luka insisi pada perut klien
DS :
- Klien mengatakan tidak nafsu makan
- Klien mengatakan tubuhnya lemas
- Keluarga klien mengatakan klien belum memakan apapun pasca operasi
- Klien mengatakan lidahnya terasa pahit
DO :
- Klien tampak lemas
- Bibir klien tampak kering & pucat
- BB turun + 11 kg selama sakit
Intoleransi aktifitas
A. Pengertian
Tumor (berasal dari bahasa latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah satu
dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan untuk
menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal.
Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign)
(Brooker, 2001).
Tumor kolon adalah tumor yang berada di dalam kolon.
B. Etiologi
1. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat
berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak
bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang
paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan
juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil beberapa cm
tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital yang sering terjadi di
daerah leher antara lain adalah hygroma colli, kista branchial, kista ductus
thyroglosus.
2. Genetik
3. Gender / jenis kelamin
4. Usia
5. Rangsangan fisik berulang
Gesekan atau benturan pada salah satu bagian tubuh yang berulang dalam waktu
yang lama merupakan rangsangan yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker
pada bagian tubuh tersebut, karena luka atau cedera pada tempat tersebut tidak
sempat sembuh dengan sempurna.
6. Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang fungsinya adalah
mengatur kegiatan alat-alat tubuh dan selaput tertentu. Pada beberapa penelitian
diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker seperti payudara,
rahim, indung telur dan prostat (kelenjar kelamin pria).
7. Infeksi
8. Gaya hidup
9. Karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
Zat yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan kanker paru pada perokok
dan perokok pasif (orang bukan perokok yang tidak sengaja menghirup asap
rokok orang lain) dalam jangka waktu yang lama.Bahan kimia untuk industri serta
asap yang mengandung senyawa karbon dapat meningkatkan kemungkinan
seorang pekerja industri menderita kanker.
Beberapa virus berhubungan erat dengan perubahan sel normal menjadi sel
kanker. Jenis virus ini disebut virus penyebab kanker atau virus onkogenik. Sinar
ultra-violet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker kulit. Sinar
radio aktif sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi dapat menimbulkan kanker
kulit dan leukemia.
C. Patofisiologi
Kelainan congenital, Genetic, Gender / jenis kelamin, Usia, Rangsangan fisik
berulang, Hormon, Infeksi, Gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat
bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya
secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka
pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada
umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan
sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-
kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat
membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat
asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker
baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh
lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi
terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak
teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya,
baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau
dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak
teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang
mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991).
Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA,
berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel,
duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini
sel tidak melakukan pembelahan).
D. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan
defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala
dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksia,
penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi
sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter).
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang
berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses,
konstipasi dan distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang
dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah
defekasi, konstipasi dan diare bergantian serta feses berdarah.
Ada tujuh gejala yang perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih lanjut ke dokter
untuk memastikan ada atau tidaknya kanker, yaitu :
1. Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau gangguan.
2. Alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
3. Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh.
4. Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor).
5. Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya, mejadi makin besar dan
gatal.
6. Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh.
7. Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.
E. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan
pembentukan abses. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Bersamaan dengan pemeriksaan abdomen dan rektal, prosedur diagnostik paling
penting untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema barium,
proktosigmoidoskopi, dan kolonoskopi. Sebanyak 60% dari kasus kanker
kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi dengan biopsi atau apusan
sitologi.
Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan, meskipun
antigen karsinoembrionik mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam
mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi menyekresi CEA.
Pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis
prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat harus kembali
ke normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA pada tanggal selanjutnya
menunjukkan kekambuhan.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terpai komponen
darah dapat diberikan.Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi
yang berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti
berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif. Metode
pentahapan yang dapat digunakan secara luas adalah klasifikasi Duke:
a. Kelas A – tumor dibatasi pada mukosa dan sub mukosa
b. Kelas B – penetrasi melalui dinding usus
c. Kelas C – Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regional
d. Kelas D – metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung
atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah.
Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau imunoterapi.Terapi ajufan
standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program
5-FU/ Levamesole. Pasien dengan kanker rektal Kelas B dan C diberikan 5-FU
dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.Terapi radiasi sekarang digunakan
pada periode praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif untuk memperkecil
tumor, mencapai hasil yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi
resiko kekambuhan. Untuk tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat disekresi,
radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala secara bermakna.
Alat radiasi intrakavitas yang dapat diimplantasikan dapat digunakan.Data paling
baru menunjukkan adanya pelambatan periode kekambuhan tumor dan
peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien yang mendapat beberapa bentuk
terapi ajufan.
2. Penatalaksanaan Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebnayakan kanker kolon dan rektal.
Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu
sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan
polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan
luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai
pedoman dalam menbuat keputusan di kolon; massa tumor kemudian di eksisi.
Laser Nd: YAG telah terbukti efektif pada beberapa lesi. Reseksi usus
diindikasikan ntuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker koon kelas D. Tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor telah menyebar dan
mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993) :
a. Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus
pada sisis pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan
tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan
persiapan usus sebelum reseksi)
d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang
tidak dapat direseksi)
H. Proses Keperawatan Tumor Kolon
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan lelah;
adanya nyeri abdomen atau rektal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi,
berhubungan dengang makan atau defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini,
deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau
mukus. Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu tentang penyakit usus
inflamasi kronis atau polip kolorektal; dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet
diidentifikasi mencakup masukan lemak dan/ atau serat serta jumlah konsumsi
alkohol. Riwayat penurunan berat badan adalah penting.
Pengkajian objektif adalah mencakup auskultasi abdomen terhadap bisisng usus
dan palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat. Spesimen
feses diinspeksi terhadap karakter dan adanya darah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Pre Operatif
(Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
a. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping
penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan
penampilan.
c. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,
keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
d. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
e. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker),
ketidakberdayaan.
f. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kerusakan saraf/otot, dan nyeri.
b. Diagnosa II:
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
Kriteria hasil : - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
- memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
- menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
Intervensi :
Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang
tubuhnya.
R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga
pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian
terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi
kecemasan.
Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien.
R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan
berarti dalam diri pasien.
c. Diagnosa III:
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil : - pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi
waktu luang.
- mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping
yang efektif.
- menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
- berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
d. Diagnosa IV:
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran
keluarga.
Kriteria hasil : - pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
- paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan
berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.
Intervensi:
Ø Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Ø Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat
pengobatan.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
Ø Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping
yang digunakan.
R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .
Ø Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang
normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota
keluarga.
e. Diagnosa V:
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil : - mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
- menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
- mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
Intervensi:
Ø Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Ø Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat
menurunkan atau mengurangi takut.
R : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
Ø Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.
Ø Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
f. Diagnosa VI :
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang.
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi:
Ø Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Ø Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
Ø Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ø Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Ø Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
DAFTAR PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar
(kolon) atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan
sel yang tidak ganas terdapat adenoma atau berbentuk polip. Kanker kolon adalah
suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan
epithelial dari colon (Brooker, 2001 : 72). Kanker kolon/usus besar adalah
tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum
(Boyle & Langman, 2000 : 805). Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang
bersifat ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya
(Tambayong, 2000 : 143).
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon
adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan
jaringan sehat disekitar kolon (usus besar).
Adenoma atau polip pada kolorektal dapat diangkat dengan mudah hanya saja
jarang menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi dalam waktu cukup
lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah
suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix. Distribusi
kanker pada kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di kolon
transversum, 15% di kolon desenden, dan 50 % di rektosigmoideus.
Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling sering didiagnosis pada
pria dan wanita dan tertinggi kedua penyebab kematian akibat kanker di Amerika
Serikat. Namun, bila ditemukan lebih awal, sangat dapat disembuhkan. Jenis
kanker ini terjadi ketika sel abnormal tumbuh di lapisan usus besar (kolon) atau
dubur.
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip
kolon harus dicurigai. Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau
kolitis amuba kronik dapat beresiko tinggi menjadi kanker kolorektal. Faktor
risiko lainnya antara lain:
1. Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.
2. Riwayat keluarga.
3. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit
keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan
polip dalam jumlah sedikit.
4. Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang
jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.
5. Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar
lemak tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan
rektal meningkatkan risiko kanker kolorektal.
6. Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
7. Rokok dan alkohol
8. Riwayat polip atau kanker kolorektal
C. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari dari 95% ca kolorektal adalah adenokarsinoma. Kanker ini berasal
dari sel glandula yang terdapat di lapisan dinding kolon dan rektum. ca kolorektal
di dunia menempati urutan nomor 3 dalam frekuensinya dan merupakan penyebab
kematian nomor 4 dari kematian karena kanker di dunia. WHO mengestimasikan
terjadi 945.000 kasus baru setiap tahun dengan 492.000 kematian.
Ca kolorektal ini lebih sering terjadi di negara maju dibandingkan dengan
negara berkembang. Di negara maju merupakan penyebab tersering kedua dari
seluruh tumor dengan insiden pada semua usia adalah 5%, walaupun sekarang
insiden dan mortalitasnya sudah berkurang. Insidensinya relatif tinggi pada negara
yang intake daging tinggi seperti Kanada dan Australia sedangkan negara di
Mediterania lebih rendah insidensinya karena lebih banyak mengkonsumsi buah,
sayuran, dan ikan.
Ca kolorektal menempati urutan ke-5 kanker terbanyak di Amerika Utara
bahkan di seluruh dunia menempati urutan ke-6 dari keganasan yang paling
dominan di dunia. Berdasarkan survei WHO, di USA, ca kolorektal merupakan
penyebab kematian kedua terbesar akibat kanker. Pada tahun 2002 ditemukan
139.534 orang dewasa yang didiagnosa menderita kanker usus besar, sebanyak
56.603 di antaranya meninggal dunia.
Survival di seluruh dunia sangat bervariasi tergantung dari fasilitas dan obat-
obatan yang tersedia. Ketahanan hidup sampai 5 tahun (5 years survival rates) di
USA lebih dari 60% tetapi kurang dari 40% di negara berkembang.
Begitu juga insiden di negara-negara Asia yang kecenderungannya juga
meningkat. Insiden paling tinggi di Jepang dan Korea dibandingkan negara-negara
Asia lainnya.
D. PATOFIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal
tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit
mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan
organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan
langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.
Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum,
usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga
dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar
yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker
dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem
sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal.
“Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila
tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan.
Polip adenoma
¯
Polip maligna
¯
Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur
sekitarnya
¯
Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang
lain.
Feses Normal/diare
Normal Perub bentuk
Dispepsi Sering
Jarang Jarang
Memburuknya Hampir selalu
keadaan umum Lambat Lambat
Anemia Hampir selalu
Lambat Lambat
Keterangan
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina
propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke
dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
2. Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal. Tipe
pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan, sebagai berikut:
a. Pada tumor sekum dan kolon asenden
Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di
fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian
kolon yang diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri kolika kanan, arteri kolika
media termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri mesentrika superior.
b. Pada tumor transversum
Dilakukan reseksi kolon transversum (transvesektomi) kemudian dilakukan
anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika dan mesentrium daerah
arteria kolika media termasuk kelenjar limfe.
c. Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis
Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri dengan
kelenjar limfe sampai dengan di pangkal arteri mesentrika inferior.
d. Tumor rectum
Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari
garis anokutan) dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah
dilakukan reseksi dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor
1/3 distal dilakukan reseksi bagian distal sigmoid, rektosigmoid, rektum melalui
abdominal perineal (Abdomino Perineal Resection/APR), kemudian dibuat end
colostomy. Reseksi abdoperineal dengan kel. retroperitoneal menurut geenu-mies.
Alat stapler untuk membuat anastomisis di dalam panggul antara ujung rektum
yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari
anus pneternaturalis. Reseksi anterior rendah (Low Anterior Resection/LAR) pada
rektum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk
membuat anastomisis kolorektal/koloanal rendah.
Holdstock,H. Ahli bahasa : Petrus Andrianto. 1991. Atlas Bantu Gastroenterologi dan
Penyakit Hati. Jakarta : Hipokrates
Smeltzer and Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarrth Volume 2 Edisi
8. Jakarta: EGC.