Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN KANKER KOLON (CA COLON)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT.

1. DEFINISI/PENGERTIAN.

Kanker kolon adalah suatu gangguan pertumbuhan seluler dengan


manifestasi yang mengakibatkan kegagalan untuk mengontrol proliferasi dan
maturasi sel pada organ kolon (Doengoes, 1999).

2. PENYEBAB/FAKTOR RISIKO.
Penyebab yang nyata tidak diketahui namun beberapa factor risiko telah
teridentifikasi antara lain;
Ø Riwayat kanker kolon atau polip pada keluarga (faktor genetik).
Ø Riwayat/kelainan pada kolon :  penyakit usus inflamasi kronis (colitis ulseratifa),
polip                        
Ø Diet tinggi lemak,protein dan daging serta rendah serat

3. EPIDEMIOLOGI / INSIDENS KASUS.


         Kanker kolon dan rectum adalah jenis kanker terbanyak kedua di Amerika
Serikat. Penyakit ini dikatakan sebagai penyakit budaya barat. Insidensnya
meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada usia diatas 55 tahun) dan makin
tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit
usus inflamasi kronik atau polip.
         Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah
dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya. Meskipun demikian tiga dari
empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera.
Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 % sampai 50 %, terutama
karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang
asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila
mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defikasi atau perdarahan rectal.
4. PATOFISIOLOGI
Kanker kolon terutama (95%) merupakan adenokarsinoma muncul dari
epitel lapisan sel usus. Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas,
menyusup dan merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur
disekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian
tubuh lain (paling sering ke hati.
Adanya obstruksi kolon akibat pertumbuhan sel kanker dapat menyebabkan
gangguan pola defikasi berupa konstipasi dan distensi abdomen. Sel-sel kanker
juga menekan jaringan disekitarnya juge dapat merangsang reseptor nyeri
sehingga mengakibatkan nyeri abdomen sesuai dengan letak lesi. Obstruksi kolon
juga dapat mengakibatkan efek gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah.
Asupan cairan dan nutrisi menjadi tidak adekuat, dapat menyebabkan masalah
nutrisi dan cairan sehingga dapat muncul keletihan dan penurunan berat badan.
Selain obstruksi juga terjadi ulserasi kolon, menyebabkan pecahnya
pembuluh darah kolon sehingga sering terjadi pasase darah dalam feses.
Perdarahan ini juga dapat memicu anemia.
Skema patofisiologi penyakit dikaitkan dengan munculnya masalah
keperawatan dapat dilihat pada lampiran.
5. KLASIFIKASI.
    Klasifikasi kanker kolon yang digunakan secara luas adalah klasifikasi
menurut Duke
Ø  Kelas A : tumor terbatas pada mukasa dan submukosa.
Ø  Kelas B : penetrasi melalui dinding usus.
Ø  Kelas C : infasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional.
Ø  Kelas D : metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas.
                 (Brunner & Suddarth, 2002)
6. GEJALA KLINIS.
Gejala klinis kanker kolon sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap
penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker terjadi. Gejala yang paling
menonjol adalah perubahan defikasi. Adanya darah pada feses adalah gejala
paling umum kedua. Dapat juga mencakup anemia, anoreksia, penurunan berat
badan dan keletihan.
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri
dangkal abdomen dan melena. Sedangkan lesi sebelah kiri berhubungan dengan
obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta
adanya darah merah segar dalam feses.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG.
Prosedur diagnostik yang paling penting adalah pengujian darah samar,
barium enema, kolonoskopi. Pemeriksaan Antigen karsinoembrionik (CEA) dapat
juga dilakukan meskipun CEA bukanlah indikator yang dapat dipercaya untuk
mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi mensekresi CEA. Pemeriksaan
menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis prediksi. Pada
eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat harus kembali ke normal dalam
48 jam. Peningkatan CEA pada hari selanjutnya menunjukkan adanya
kekambuhan.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS.
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon, dapat
bersifat kuratif atau paliatif. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi
kelas A, kelas B dan C. Bila pasien sudah berada pada kelas D maka tindakan
pembedahan hanya bersifat paliatif. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup
struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan. Kolostomi juga dapat
dilakukan, dimana dilakukan pembuatan lubang pada kolon secara bedah dapat
bersifat sementara atau permanen.
Pasien dengan obstuksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, tranfusi darah
dapat diberikan. Pengobatan sangat tergantung pada tahapan atau stadium
penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Pengobatan medis untuk kanker
kolon paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan
biasanya diberikan selain pembedahan. Pilihannya mencakup : terapi radiasi,
kemoterapi dan atau imunoterapi.
Untuk tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat direseksi, radiasi
digunakan untuk menghilangkan gejala secara bermakna. Data paling baru
menunjukkan bahwa terdapat perlambatan periode kekambuhan tumor dan
peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien yang mendapat beberapa bentuk
terapi ajufan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.


1.  PENGKAJIAN KEPERAWATAN.     
Data-data yang perlu dikaji meliputi :
Ø Riwayat kesehatan : perasaan lelah, nyeri abdomen (PQRST), pola eliminasi
terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi feses,
mencakup adanya darah dan mukus.
Ø Riwayat masa lalu tentang penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolon,
riwayat keluarga dari penyakit kolon dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet
diidentifikasi mencakup masukan lemak dan atau serat serta jumlah konsumsi
alkohol. Penting dikaji riwayat penurunan berat badan.
Ø Auskultasi terhadap bising usus dan palpasi untuk nyeri tekan, distensi dan masa
padat. Specimen feses diinspeksi terhadap karakter dan adanya darah.
  
               2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN / POTENSIAL KOMPLIKASI.
     Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama
mencakup :      a. Diagnosa keperawatan pra operatif :
1)   Konstipasi  berhubungan dengan lesi obstruktif.
2)   Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
3)   Keletihan berhubungan dengan anemia dan anoreksia.
4)   Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
anoreksia.
5)   Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi.
6)   Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang diagnosis,rencana
pembedahan dan rencana perawatan di rumah.
7)   PK : Infeksi.
b.   Diagnosa keperawatan pasca operatif :
8)   Nyeri akut berhubungan dengan terangsangnya nosiseptor akibat luka operasi.
9)   Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entry akibat
luka/pembedahan
10)  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah, tindakan
kolostomi, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal.
11)  Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi.
12)  PK : Komplikasi pasca bedah usus.
 c. Diagnosa keperawatan akibat terapi ajufan :
13)  Kurang pengetahuan tentang efek samping terapi ajufan berhubungan dengan
kurang informasi efek samping.

     3.      RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN.


     Intervensi Keperawatan Praoperatif.
1)      Mengatasi konstipasi :
a)      Pantau frekuensi dan konsistensi defekasi.
b)      Anjurkan hidrasi oral yang adekuat.
c)      Kolaborasi pemberian laksatif dan enema.
d)     Persiapkan pembedahan bila menunjukkan tanda perkembangan kearah
obstruksi total.
2)      Menghilangkan nyeri :
a)      Pantau respons pasien terhadap nyeri.
b)      Ajarkan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan : perubahan posisi, gosokan
punggung dan teknik relaksasi.
c)      Ciptakan lingkungan kondusif untuk relaksasi : meredupkan lampu, mematikan
televisi atau radio bila pasien menghendaki, membatasi pengunjung atau telepon
bila pasien menginginkan.
d)     Kolaborasi pemberian analgetik.
3)      Meningkatkan toleransi aktifitas:
a)      Kaji tentang toleransi aktivitas pasien.
b)      Jadualkan periode tirah baring yang adekuat dalam upaya menurunkan keletihan
pasien.
c)      Tranfusi darah sesuai resep bila pasien mengalami anemia berat.
4)      Memberikan tindakan nutrisional :
a)      Kaji dan pantau jumlah asupan nutrisi.
b)      Berikan diet tinggi kalori, protein dan karbohidrat serta rendah residu selama
beberapa hari sebelum operasi.
c)      Pantau BB setiap hari.
d)     Berikan nutrisi parenteral total sesuai pesanan.
5)      Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit :
a)      Kaji dan pantau tanda-tanda dehidrasi.
b)      Catat intake dan output untuk menyediakan data akurat tentang keseimbangan
cairan.
c)      Batasi masukan cairan oral untuk mencegah muntah.
d)     Berikan anti emetik sesuai resep.
e)      Pasang pipa nasogastrik untuk mengalirkan akumulasi cairan dan distensi
abdomen.
f)       Pantau kadar elektrolit serum untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia
akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
g)      Kaji tanda vital untuk mendeteksi hipokalemia : takikardia, hipotensi,
penurunan jumlah denyut.
h)      Kaji status hidrasi : turgor kulit, membran mukosa kering, urin pekat,
peningkatan berat jenis urin. 
6)      Menurunkan ansietas:
a)      Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan untuk
menghadapi stres.
b)      Tingkatkan privasi bila pasien menginginkan dan instruksikan pasien untuk
latihan relaksasi.
c)      Tingkatkan perhatian dengan mendengarkan ungkapan, kesedihan, atau
pertanyaan yang diajukan pasien.
d)     Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan
dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
e)      Pasien kolostomi lain dapat diminta berkunjung bila pasien mengungkapkan
minat untuk berbicara dengan mereka.
f)       Tingkatkan perilaku empati : jawab pertanyaan dengan jujur, jelaskan semua
prosedur dengan bahasa yang mudah dipahami, setiap informasi dokter dijelaskan
jika perlu.
g)      Kaji pengetahuan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah dan
tingkat fungsi yang diinginkan pascaoperatif.
h)      Jelaskan persiapan fisik sebelum pembedahan, penampilan dan perawatan yang
diharapkan dari luka pascaoperatif, teknik perawatan ostomi, pembatasan diet,
kontrol nyeri dan penatalaksanaan obat.
7)   Mencegah infeksi:
a)      Pantau tanda-tanda infeksi bila ada.
b)      Berikan antibiotik sesuai resep seperti kanamisin sulfat, eritromisin, dan
neomisin untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan pembedahan
usus.
c)      Berikan laksatif, enema atau irigasi kolonis untuk membersihkan usus.
              Intervensi keperawatan pascaoperatif :
1)      Mencegah infeksi / perawatan luka :
a)      Pantau suhu, laporkan bila terjadi peningkatan.
b)      Observasi adanya kemerahan, nyeri tekan dan nyeri di sekitar luka.
c)      Bantu dalam membuat drainase local.
d)     Dapatkan specimen dan material drainase untuk pemeriksaan kultur dan
sensitivitas.

2)      Mengurangi nyeri :


a)      Kaji tingkat toleransi pasien terhadap nyeri.
b)      Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
c)      Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen, selama batuk dan napas dalam
untuk mengurangi tegangan pada tepi insisi.
d)     Kolaborasi pemberian analgetik.
3)      Mengatasi kerusakan integritas kulit :
a)      Pantau tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
b)      Jelaskan cara perawatan kulit pasca operasi.
c)      Berikan barier pelindung kulit sesuai resep.
4)      Meningkatkan citra tubuh yang positif:
a)      Kaji konsep diri pasien tentang citra tubuhnya.
b)      Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan masalah yang dialami dan
mendiskusikan tentang pembedahan.
c)      Dorong pasien untuk memasukkan rencana perawatan kolostomi dalam
kehidupan sehari-hari.
d)     Tingkatkan dukungan lingkungan dan sikap perawat dalam meningkatkan
adaptasi terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.
5)      Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi pasca bedah usus :
a)      Ileus paralitik :
Ø  Mulai dan lanjutkan intubasi nasogastrik.
Ø  Siapkan pasien pemeriksaan sinar X.
Ø  Jamin penggantian cairan dan elektrolit adekuat.
Ø  Berikan antibiotic sesuai resep.
b)      Infeksi intra peritoneal dan infeksi luka abdomen :
Ø  Evaluasi pasien terhadap nyeri kolik intermiten, mual, muntah.
Ø  Pantau nyeri abdomen konstan atau umum nadi cepat dan peningkatan suhu.
Ø  Siapkan untuk selang dekompresi usus.
Ø  Berikan cairan dan elektrolit sesuai program.
Ø  Beri antibiotic sesuai resep.
c)      Peritonitis :
Ø  Evaluasi pasien terhadap adanya mual, cegukan, menggigil, demam tinggi dan
takikardi.
Ø  Beri antibiotic sesuai resep.
Ø  Siapkan pasien untuk prosedur drainase.
Ø  Lakukan terapi cairan dan elektrolit sesuai resep.
Ø  Siapkan untuk pembedahan jika terjadi kegawatan.
d)     Pembentukan abses :
Ø  Beri antibiotic sesuai resep.
Ø  Berikan kompres hangat sesuai pesanan.
Ø  Siapkan untuk drainase
                Intervensi keperawatan bila tidak dilakukan pembedahan (terapi ajufan).
1)      Meningkatkan  pengetahuan tentang efek samping terapi :
a)      Kaji pengetahuan dan pengalaman pasien dan keluarga tentang efek terapi yang
diketahui.
b)      Jelaskan efek samping (anoreksia,muntah,diare,kelelahan) sesuai tingkat
pemahaman pasien / keluarga.
c)      Jelaskan apa yang harus dilakukan pasien / keluarga terhadap efek samping
tersebut.
  
    4.      EVALUASI KEPERAWATAN
     Kriteria hasil yang diharapkan :
a)      Pra bedah
1)      Mempertahankan eliminasi usus adekuat.
2)      Mengalami sedikit nyeri.
3)      Meningkatkan toleransi aktifitas.
4)      Mencapai tingkat nutrisi optimal (diet rendah residu,tinggi kalori dan protein).
5)      Keseimbangan cairan tercapai (membatasi masukan cairan dan makanan oral
bila mual, berkemih sedikitnya 1,5 liter / 24 jam).
6)      Mengalami penurunan ansietas ( mengungkapkan masalah dan rasa takut
dengan bebas, menggunakan tindakan koping dalam menghadapi stres)
7)      Tidak ada tanda-tanda infeksi.
b)      Post bedah
8)      Nyeri dapat terkontrol.
9)      Integritas kulit terjaga.
10)  Infeksi post operasi tidak terjadi.
11)  Memiliki citra tubuh yang positif.
12)  Tidak mengalami komplikasi pasca bedah usus :
c)      Terapi ajufan
13)  Pengetahuan pasien / keluarga tentang efek samping terapi ajufan meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

-          Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta.
-          Carpenito, L.J., (2006), Buku Saku Diagnosa Keperawatan,EGC, Jakarta.
-          Doengoes,M.E.,(1998), Dokumentasi & Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
-          Guyton, A.C., (1995), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta.
-          Mansyur,A., (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Media Aeskulapius, Jakarta.
-          Price,S.A. & Wilson,L.M.,(1995), Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, EGC, Jakarta.
-          Suyono, S., (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit, Jakarta.
LP DAN ASKEP KANKER KOLON

KANKER KOLON

A.    Definisi
Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak
normal akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan
tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga
sebagai kanker (cancer). (SylviaA Price, 2005).
Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering
ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon
sigmoid. Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan
Martin Tucker, 1998).
Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah di bagian sekum, asendens, dan
kolon sigmoid, salah satu penatalaksanaannya adalah dengan membuat kolostomi
untuk mengeluarkan produksi faeces. Kanker colon adalah penyebab kedua
kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru ( ACS 1998 ).
B.    Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu
peredaran pada usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif.
Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The
National Cancer Institute, dan organisasi kanker lainnya.
Faktor resiko telah teridentifikasi. Faktor resiko untuk kanker kolon :
1.    Usia lebih dari 40 tahun
2.    Darah dalam feses
3.    Riwayat polip rektal atau polip kolon
4.    Adanya polip adematosa atau adenoma villus
5.    Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga
6.    Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
7.    Diit tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.
Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang
menyebabkan kanker pada usus besar Makanan tersebut juga mengurangi waktu
peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya
kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging
merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya
kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat
berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni
yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu
peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang
mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan ( e.g
Mormons,seventh Day Adventists ).
C.    Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan
defekasi. Pasase darah dalam feses gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga
anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksi, atau penurunan berat badan
dan keletihan. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah
nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi
(nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya
darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungakan dengan lesi rektal
adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare
bergantian, serta feses berdarah.
D.    Patofisiologi
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan
merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi
dengan faktor makanan yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi,
kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam usus besar
dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh
minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma
(muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor biasanya
dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup,
serta merusak; jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor
dapat berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat
meluas ke sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih
sering terjadi pada bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih
sering terjadi pada sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
1.    Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria).
2.    Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan
mesokolon.
3.    Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan
darah balik ke sistem portal.
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:
1.    Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding
usus besar (lapisan mukosa).
2.    Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah
lapisan mukosa.
3.    Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe yang
banyak terdapat di sekitar usus.
4.    Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar
limfe atau bahkan ke organ-organ lain.
E.    Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1.    Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2.    Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
3.    Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar
kolon yang menyebabkan hemorragi.
4.    Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5.    Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6.    Pembentukan abses
F.    Pencegahan
Pencegahan Kanker Kolon.
1.    Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan
menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi
dalam usus besar.
2.    Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3.    Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4.    Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
5.    Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk
buang air besar.
6.    Hidup rileks dan kurangi stress.
G.    Penatalaksanaan
1.    Penatalaksanaan medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terjadi perdarahan yang cukup bermakna terapi komponen
darah dapat diberikan.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung
atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah.
Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering
dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi.
Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan
leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya
dilakukan radiasi dan kemoterapi
2.    Penatalaksanaan bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal,
pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu
sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan
polipektomi merupakan suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk
meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan
sebagai pedoman dalam membuat keputusan dikolon, massa tumor kemudian di
eksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas
B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon
kelas D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor
sudah menyebar dan mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat
dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor.
3.    Penatalaksanaan Keperawatan
a)    Dukungan adaptasi dan kemandirian.
b)    Meningkatkan kenyamanan.
c)    Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
d)    Mencegah komplikasi.
e)    Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan   
kebutuhan pengobatan.
4.    Penatalaksanaan Diet
a)    Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat
dapat melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi
menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang
terlalu lama mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
b)    Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
c)    Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
terutama yang terdapat pada daging hewan.
d)    Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal
tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
e)    Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
f)    Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur
H.     Pemeriksaan penunjang
a)    Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi
maupun  kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat
dilihat dengan jelas pada endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu
dilakukan biopsi.
b)    Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah :
foto dada dan foto kolon (barium enema).
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor
dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya
kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen.
Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium
secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari
penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang
jauh yang sudah metastasis.
Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis
kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan.
Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau
suatu striktura.
c)    Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada
tidaknya metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.
d)    Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di
beberapa tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis.
Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu
ditentukan differensiasi sel.
e)    Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal,
walaupun demikian setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb.
Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih
dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut.
Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini
karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada
sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu
diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
f)    Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan
diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.
g)    Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan
menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit,
organ dan sebagainya.
h)    Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan
anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat
atau berkurang.
i)    Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

Asuhan Keperawatan pada Pasien Kanker Kolon

1.    Pengkajian
    Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan
lelah adanya nyeri abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi,
berhubungan dengan makan atau defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini,
deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau
mukus. Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu tentang penyakit usus
inflamasi kronis atau polip kolorektal; riwayat keluarga dari penyakit kolorektal;
dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet diidentifikasikan mencakup masukan
lemak dan atau serat serta jumlah konsumsi alkohol. Riwayat penurunan berat
badan adalah penting.
    Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan
palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi dan masa padat. Specimen feses
diinspeksi terhadap karakter dan adanya darah.
    Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada
survei umum terlihat lemah. TTV biasanya normal, tetapi dapat berubah sesuai
dengan kondisi klinik. Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen dan
rektum akan didapatkan:
Inspeksi    :    tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan
rektum dan feses akan didapatkan adanya perubahan bentuk dan warna feses.
Sering didapatkan bentuk feses dengan kaliber kecil seperti pita. Gejala yang
sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan
melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi
sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram,
penipisan feses, konstipasi, dan distensi), serta adanya darah merah segar dalam
feses.
Auskultasi    :    biasanya normal.
Perkusi    :    timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi    :    nyeri tekan abdomen pada area lesi.
2.    Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup
sebagai berikut:
a.    Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi.
b.    Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi.
c.    Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan, respon
pembedahan.
d.    Keletihan berhubungan dengan anemia dan anoreksia.
e.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
anoreksia.
f.    Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi.
g.    Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan diagnosis kanker.
h.    Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan
perawatan diri setelah pulang.
i.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan
perianal), pembetukan stoma dan kontaminasi fekal terhadap kual periostoma.
j.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi.

3.    Intervensi
Nyeri b.d iritasi intestinal, respon pembedahan
Tujuan :
dalam waktu 2x24 jam pasca bedah nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria :
-    Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
-    Skala nyeri (0-4)
-    TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.
Intervensi    Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvansif    Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi :
•    Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
•    Beri oksigen nasal apabila skal nyeri ≥ 3 ( 0-4).

•    Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

•    Atur posisi fisiologis

•    Ajarkan teknik relaxasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul

•    Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

•    Lakukan manajemen sentuhan   

Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien


apabila pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4) , keadaan ini merupakan peringatan
yang perlu perawat waspadai karena memberikan manifestasi klinik yang
bervariasi dari komplikasi pasca bedah reseksi kolon.
Pemberian oksigen dilakukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada saat
pasien mengalami nyeri pasca bedah yang dapat mengganggu kondisi
hemodinamik.
Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
Pengaturan posisi semifowler dapat membantu merelaxasi otot-otot abdomen
pasca bedah sehingga dapat menurunkan stimulus nyeri dari luka pasca bedah.
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari
penurunan oksigen lokal.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab sebab nyeri dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung.    Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien
terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
•    Analgetik melalui intravena   

Analgetik diberikan untuk membantu menghambat stimulus nyeri ke pusat


persepsi nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang.

Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang adekuat
Tujuan :
Setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pasca bedah, intake
nutrisi dapat optima dilakukan.
Kriteria evaluasi :
-    Pasien dapat menunjukkan metode menelan makan yang tepat.
-    Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi : odinovagia berkurang,
pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 kali/menit
-    Berat badan pada hari ke7 pasca bedah meningkat minimal 0,5kg
Intervensi    Rasional
Intervensi nonbedah
•    Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan
saksama.
•    Sajikana makanan dengan cara yang menarik.
•    Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa dengan kandungan serat tinggi.

•    Pantau intake dan output anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik
(sekali seminggu)   
Makanan dapat lewat dengan mudah ke lambung.

Membantu merangsang nafsu makan.

Kandungan serat tinggi dapat membentuk massa feses yang optimal dan
menurunkan kondisi diverkolosis menjadi divertikulatis. Komponen buah-buahan
dan sayuran dapat meningkatkan asupan tinggi serat .
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
Intervensi dengan pembedahan:
•    Berikan diet prabedah.

•    Kaji kondisi dan toleransi gasxtrointestinal pasca reseksi kolon

•    Lakukan perawatan mulut.

•    Kolaborasi dengan ahli gizi jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.
   
Diet tinggi kalori, rendah residu biasanya diberikan selama beberapa hari sebelum
pembedahan, bila waktu dan kondisi pasien memungkinan.
Apabila tidak terdapat situasi kedaruratan, tindakan praoperatif dilakukan serupa
den gan pembedahan abdomen umumnya.
Parameter penting adalah dengan melakukan auskultasi bising usus artinya untuk
fungsi gastrointestinal sudah pulih pasca anestesi umum.
Kembalinya diet kepola normal berlangsung sangat cepat.
Sebaiknya 2 liter cairan/hari dianjurkan.
Intervensi ini untuk menurunkan resiko oral.
Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan
diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.

Kecemasan b.d. promosis penyakit, misinterpretasi informasi


Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam secara subjektif melaporkan rasa cemas
berkurang.
Kriteria evaluasi :
-    Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
-    Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pasca bedah masalahnya dan
perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
-    Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
-    Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar.
-    Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi    Rasional
Monitor respons fisik seperti : kelemahan, perubahan tanda-tanda vital, gerakan
yang berulang-ulang, serta catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama
komunikasi.

Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa


takutnya.
Beri dukungan prabedah.
    Digunakan dalam mengevaluasi derajat/ tingkat kesedaran/ konsentrasi,
khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
Pada kondisi klinik, pasien biasanya merasa sedih akibat diagnosis penyakit dan
rencana pembedahan. Pasien yang mengalami pembedahan untuk kolostomi
sementara dapat mengekspresikan rasa takut dan masalah yang serupa dengan
individu yang memiliki stoma permanen.
Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan
mengurangi cemas yang berlebihan.
Hubungan emosional yang baik antara perawat dan pasien akan memengaruhi
penerimaan pasien dengan pembedahan.
Aktif mendengar semua kekwatiran dan keprihatinan pasien adalah bagian penting
dari evaluasi praoperatif.
Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang akan dilakukan, pilihan anestesi, dan
perubahan atau kejadian pasca operatif yang diharapkan akan menghilangkan
banyak tak berdasar terhadap anestesi.
Bagi sebagian pasien, adalah suatu peristiwa hidup yang bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk memandang pasien dan keluarga sebagai
manusia yang layak didengarkan dan dimintai pendapat, ikut menentukan hasil
pembedahan. Egbert et al. (1963,dikutip gruendamann, 2006). Memperliahatkan
bahwa kecemasan pasien yang dikunjungi dan dimintai pendapat sebelum
dioperasi akan berkurang saat tiba di kamar operasi dibandingkan mereka yang
hanya sekedar diberi pramedikasi dengan fenobarbital. Kelompok yang mendapat
premedikasi melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas.

Bantu pasien meningkatkan citra tubuh memberi kesempatan pasien


mengungkapkan perasaannya.     Perubahan yang terjadi pada citra tubuh dan gaya
hidup sering sangat mengganggu, oleh karena itu pasien memerlukan dukungan
empatis dalam mencoba menyesuaikannya. Oleh karena stoma ditempatkan pada
abdomen pasien dapat berfikir bahwa setiap orang akan melihat ostomi. Perawat
dapat membantu informasi aktual tentang prosedur pembedahan dan
pembentukan, serta penatalaksaan ostomi. Apabila pasien menghendaki, diagram,
foto dan slat dapat digunakan untuk menjelaskan dan memperjelas. Pasien juga
dapat mengalami stres emosional, perawat perlu mengulang beberapa intonasi.
Berikan kesempatan pada pasien untuk mengajukan pertanyaan.

Hadirkan pasien yang pernah dilakukan kolostomi.    Berdiskusi dengan individu


yang berhasil menghadapi kolostomi sering membantu menurunkan kecemasan
pasien pasca prabedah.
Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.    Memberi waktu untuk
mengekplorasikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya
kelurga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktifitas dan pengalihan
(membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
Kolaborasi :
Beriak anti cemas sesuai indikasi contohnya diazepam.    
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

Risiko injuri b.d. pasca-prosedur reseksi kolon


Tujuan : Dalam waktu 2 X 24 jam pascaintervensi reseksi kolon, pasien tidak
mengalami injuri.
Kriteria evaluasi:
-    TTV dalam batas normal
-    Kondisi kepatenan selang dada optimal
-    Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi    Rasional
Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri.    Pascabedah pasien akan
terdapat drain pada tubuh pasien. Keterampilan keperawatan kritis diperlukan agar
pengkajian vital dapat sistematis dilakukan.
Monitor adanya komplikasi pasca bedah.    Perawat memonitor adanya komplikasi
pasca bedah seperti kebocoran dari sisi anastomosis, prolaps stoma, perforasi,
retraksi stoma, inpaksi feka,l dan iritasi kulit, serta komplikasi paru yang
dihubungkan dengan abdomen. Andomen dipantau terhadap tanda kembalinya
peristaltil dan kaji karakteristik feses.
Bantu ambulasi dini.    Paisen yang menjalani kolostomi dibantu turun dari tempat
tidur pada hari pertama pascaoperatif dan didorong untuk mulai berpartisipasi
dalam menghadapi kolostomi.
Beri perhatian khusus pada pasien usia lanjut.    Pasien lansia dapat mengalami
penurunan penglihatan sampai beberapa derajat dan kerusakan pendengaran, serta
kesulitan melakukan keterampilan yang memerlukan koordinasi motorik halus.
Oleh karenanya, membantu pasien memegang alat ostomi pada periode
praoperatif dan simulasi perbersihan kulit periostomal, seta irigasi stoma akan
membantu pasien.
Jatuh akibat ketidaksengajaan sering terjadi pada lansia. Oleh karena itu, pengting
untuk memastikan apakah pasien dapat berjalan tanpa bantuan kekamar mandi.
Perawatan kulit adalah masalah utama untuk para lansia dengan ostoma, karena
pada lansia terjadi perubahan pada kulit akibat proses penuaan. Lapisan lemak
subkutan dan epitel menjadi tipis dan kulit mudah teriritasi. Untuk mencegah
krusakan, perhatian khusus diberikan pada hygiene kulit dan penempatan alat
yang tepat. Arteri sklerosis terjadi akibat penurunan aliran darah pada luka dan
sisi stoma.
Pertahankan status hemodinamik yang optimal.    Pasien akan mendapat cairan
intravena sebagai pemeliharaan status hemodinamik
Monitor kondisi selang nasogatrik.    Secara umum pasien pasca esofagektomi
akan terpasang selang nasogatrik. Perawat berusaha untuk tidak mengubah posisi,
mengangkat, memanipulasi, atau mengirigasi selang, kecuali memang diperlukan
untuk terapi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotic pasca bedah.    Antibiotik menurunkan
risiko infeksi yang akan menimbulkan reaksi inflamasi local dan dapat
memeperlama proses penyembuhan pasca-funduplikasi lambung.

Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entrée dari luka pembedahaan
Tujuan : Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada
integritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi:
—    Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area luka pembedahan
—    Leukosit dalam batas normal
—    TTV dalam batas normal
Intervensi    Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah adanya order khusus dari
tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.    Mengidentifikasi kemajuan
atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering.    Kondisi bersih dan
kering akan menghindari kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respons
inflamasi lokal, serta akan memperlama penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka:
•    Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pasca bedah dan diulang setiap
dua hari sekali pada luka abdomen

•    Lakukan perawatan luka pada sekitar drain

•    Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptic, jenis iodine providium
dengan caraswabbing dari arah dalam keluar.

•    Bersihkan bekas sisa iodine providium dengan alcohol 70% atau normal salin
dengan cara swabbing dari  arah dalam keluar.

•    Tutup luka dengan kasa steril dan tuutp dengan plester adhesive yang
menyeluruh menutupi kasa.   
Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak tikndakan
dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke
luka bedah.
Drain pasca bedah merupakan material yang menjadi jalan masuk  kuman.
Perawat melakukan perawatan luka setiap hari atau disesuaikan dengan kondisi
pembalut drain, apabila kotor maka harus diganti.

Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka
dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine providium sebagai antiseptic dan
dengan arah dari dalam keluar sehingga dapat mencegah kontaminasi kuman ke
jaringan luka.

Antiseptic iodine providium mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses


epitelisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus 
dibersihkan dengan alcohol atau normal salin.

Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau


udara yang bersentuhan dengan luka bedah.
Angkat drainase pascabedah sesuai pesanan medis.    Pelepasan sesuai indikasi
bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi penggunaan antibiotic.    Antibiotic injeksi diberikan selama tiga hari
pascabedah yang kemudian dilanjutkan antibiotic oral sampai jahitan dilepas.
Peran perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotic, serta
memberikan antibiotic sesuai pesanan dokter.

4.    Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
1.    Mempertahankan eliminasi usus adekuat.
2.    Mengalami sedikit nyeri.
3.    Meningkatkan toleransi aktivitas.
4.    Mencapai tingkat nutrisi optimal.
a.    Makan diet rendah residu, tinggi protein, dan tinggi kalori.
b.    Kram abdomen berkurang.
5.    Keseimbangan cairan tercapai.
a.    Membatasi masukan makanan dan cairan oral bila terjadi mual.
b.    Berkemih sedikitnya 1½ liter per 24 jam.
6.    Mengalami penurunan ansietas.
a.    Mengungkapkan masalah dan rasa takut dengan bebas.
b.    Menggunakan tindakan koping untuk menghadapi stress.
7.    Memerlukan informasi tentang diagnosis, prosedur bedah, dan perawatan diri
setelah pulang.
a.    Mendiskusikan diagnosa, prosedur bedah, dan perawatan diri pascaoperatif.
b.    Mendemonstrasikan teknik perawatan ostomi.
8.    Mempertahankan insisi tetap bersih, stoma, dan luka perineal.
a.    Secara bertahap meningkatkan partisipasi dalam perawatan stoma.
9.    Mengungkapkan perasaan dan masalah tentang diri sendiri secara verbal.
10.    Tidak mengalami komplikasi.
a.    Menggunakan antibiotic oral sesuai resep.
b.    Bekerjasama dalam protocol pembersihan usus.
c.    Tidak demam.
d.    Bisisng usus ada.
e.    Lingkar abdomen dalam batas normal atau menurun.
f.    Tidak ada bukti perforasi atau pendarahan.

STUDI KASUS
PADA KANKER KOLON

Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama Perawat            : Ns. Cindra
Tanggal Pengkajian        : 05 Mei 2012
Jam Pengkajian        : 08.00 WIB
1.    Biodata :
Pasien
Nama                 : Tn. A
Umur                 : 35 th
Agama             : Islam
Pendidikan             : Sarjana
Pekerjaan             : PNS
Status Pernikahan         : Menikah
Alamat             : Kalirejo, Lampung Tengah
Tanggal Masuk RS         : Sabtu, 05 Mei 2012
Diagnosa Medis         : Ca. Colon
Penanggung Jawab
Nama                 : Ny. B
Agama             : Islam
Pendidikan             : Sarjana
Pekerjaan             : PNS
Status Pernikahan         : Menikah
Alamat             : Kalirejo, Lampung Tengah
Hubungan dengan klien     : Istri
2.    Keluhan utama :
Nyeri hebat pada bagian perut
3.    Riwayat Kesehatan :
a.    Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk ke Rumah Sakit tanggal 5 Mei 2012 akibat mengalami penyakit Ca.
Colon. Klien datang ke RSUD Pringsewu diantar oleh keluarganya melalui IGD,
pada tanggal 5 Mei 2012, dengan keluhan nyeri pada abdomen, kram perut, pola
defekasi bermasalah, sering sembelit, feses berwarna kehitaman dan kadang
disertai darah merah segar, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, dan cepat
letih.
b.    Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan atau obat-obatan,
hanya saja tidak terlalu suka sayuran. + 4 tahun yang lalu klien pernah terkena
penyakit thypoid sampai diopname. Klien pernah mengalami kecelakaan motor
namun tidak fatal. Keluarga klien mengatakan bahwa klien hampir setiap hari
mengkonsumsi daging hewan, jarang makan sayur, dan klien mempunyai riwayat
peminum / alkoholic.
c.    Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien menjelaskan anggota keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit keturunan yang umumnya menyerang, seperti DM, Asma, Hipertensi.
4.    Basic Promoting physiology of Health
a.    Aktifitas dan latihan
Pekerjaan Tn. A yaitu seorang PNS dan waktu luangnya diisi dengan beristirahat
di rumah dan berkumpul bersama keluarga. Klien jarang berolahraga. Saat sakit,
klien hanya bisa berbaring di tempat tidur, aktifitas terbatas, dan klien dibantu
oleh keluarganya.
b.    Tidur dan istirahat
Sebelum sakit lama tidur klien 7-8 jam/hari, hanya dipergunakan untuk tidur
malam karena klien jarang sekali tidur siang dan tidak ada gangguan dalam tidur.
Saat sakit lama tidur klien hanya 5 jam dengan tidur siang selama 1 jam. Klien
kadang-kadang kesulitan tidur di rumah sakit karena nyeri yang dialami klien,
klien tampak lemah.
c.    Kenyamanan dan nyeri
Klien merasakan nyeri pada perutnya dalam 2 bulan belakangan ini. Nyeri akan
lebih terasa menyakitkan jika beraktifitas dan saat defekasi, dan akan berkurang
saat klien beristirahat. Region nyeri yaitu pada abdomen bagian bawah
(dessendens bawah). Skala nyeri klien 8, raut muka klien tampak menahan nyeri.
d.    Nutrisi
Sebelum sakit, frekuensi makan Tn. A tidak teratur dikarenakan kesibukan jam
kerja yang mengakibatkan sering telat makan. Berat badan klien 68 kg. Berat
badan dalam 2 bulan terakhir turun drastis menjadi 57 kg. Jenis makanan yang
paling sering dikonsumsi klien yaitu daging hewan dan makanan cepat saji (sate
& gulai). Klien tidak suka sayuran, dan tidak memiliki pantangan terhadap
makanan apapun. Klien tidak pernah mengalami operasi gastrointestinal. Saat
sakit, klien hanya mengkonsumsi nasi lembek, sayuran hijau, buah tapi jarang
habis karena klien mual, tidak nafsu makan, & klien tidak makan yang pedas &
berminyak. Diet di rumah sakit adalah diet rendah lemak hewani dan tinggi serat.
Kebutuhan pemenuhan nutrisi dibantu oleh keluarganya.
e.    Cairan, elektrolit, dan asam basa
Sebelum sakit frekuensi minum klien 7-8 gelas/hari. Saat sakit, frekuensi minum
klien + 2-3 gelas/hari. Turgor kulit tidak elastis. Klien mendapat support IV Line
jenis RL 20 tetes/menit.
f.    Oksigenasi
Klien tidak mengalami sesak, tidak ada keluhan saat bernafas, irama teratur, klien
tidak batuk, klien tidak merokok, klien tidak terpasang oksigen.
g.    Eliminasi fekal/bowel
Frekuensi BAB klien sebelum sakit 1x sehari di pagi hari. Feses berwani kuning,
konsistensi padat, berbau khas, warna kuning kecoklatan, dan tidak ada keluhan.
Saat sakit, klien kesulitan BAB, mengalami sembelit, baru 1x selama dirawat di
RS, feses berwarna kehitaman, konsistensi keras, kadang disertai darah merah
segar, berbau anyir.
h.    Eliminasi urin
Frekuensi BAK klien 2x sehari. Klien tidak mengalami perubahan pola berkemih.
Klien tidak menggunakan kateter, kebutuhan pemenuhan ADL dengan bantuan
keluarga.
i.    Sensori, persepsi, dan kognitif
Klien tidak memiliki gangguan dan riwayat penyakit yang menyangkut sensori,
persepsi, dan kognitif

5. Pemeriksaan Fisik Head To Toe


a.    Keadaan Umum
Kesadaran klien composmentis, Vital Sign TD 110/90 mmHg, Nadi 70x/menit,
irama reguler kekuatan sedang, Respirasi 26x/menit, irama regular, Suhu 36,50 C
b.    Kepala : kulit kepala normal, tidak ada hematoma, lesi atau kotor. Rambut
mudah patah saat dicabut, hitam tanpa uban, dan bersih.
Mata : mata klien secara umum normal, bentuk simetris, konjungtiva tampak
anemis, sklera tidak ikterik, pupil dapat merespon terhadap cahaya, palpebra
normal, tidak ada oedema. Lensa mata normal, jernih, visus mata kanan dan kiri
normal. Tampak garis kehitaman pada kelopak mata klien bagian bawah.
Hidung : Hidung klien simetris, tidak ada septum deviasi, polip, epistaksis,
gangguan indera pencium, atau secret.
Mulut : Mulut klien normal, dimana gigi klien  normal, tidak ada lubang, dan
tidak ada gigi palsu. Bibir klien kering, tidak stomatitis, dan tidak sianosis. Gusi
klien berwarna merah, lidah klien tampak kotor.
Telinga : telinga klien simetris, bersih, dan tidak ada gangguan pendengaran.
Leher : leher klien normal, tidak ada pembesaran thyroid, tidak ada kaku kuduk,
tidak ada hematoma, tida ada lesi.
Tenggorokan klien normal, tidak ada nyeri tekan, tidak hipremis, dan tidak ada
pembesaran tonsil.
c.    Dada : bentuk dada klien normal
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dada simetris. Palpasi : Fremitus taktil kanan
sama dengan kiri. Perkusi : pulmo kanan dan kiri sonor. Auskultasi : vesikuler
pada pulmo kanan dan kiri
Cor : Inspeksi: ictus cordis tidak nampak. Palpasi : Ictus cordis teraba pada mid
clavicula sic 5, Perkusi : menunjukkan batas jantung normal.
Auskultasi : Bunyi jantung I (SI) di ruang intercosta V sebelah kiri, Bunyi jantung
II (SII) di ruang intercosta II sebelah kanan, Bunyi jantung III (SIII) tidak ada,
murmur tidak ada.
d.    Abdomen : inspeksi : bentuk agak cembung. Palpasi : adanya nyeri tekan
pada    perut bawah. Auskultasi : peristaltik  permenit.
e.    Genetalia : Laki-laki : normal, tidak ada perdarahan.
f.     Rektum : Normal, tidak ada hemoroid, tidak ada prolaps, dan tidak ada
tumor.
g.    Ekstremitas :
- atas : Kekuatan otot ka/ki : 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif
- bawah : kekuatan otot ka/ki: 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif

Psiko sosio budaya dan spiritual :


Psikologis :
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah gelisah. Cara mengatasi
gelisahnya klien dihibur keluarga. Dukungan yang diberikan oleh keluarga sangat
baik, keluarga memberikan semangat kepada klien agar klien selalu berdo’a
supaya cepat sembuh.
Rencana klien setelah masalah terselesaikan adalah istirahat di rumah. Klien juga
mengatakan sedikit cemas dengan penyakitnya. Klien takut akan perubahan status
kesehatannya.
Sosial : 
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah sebagai anggota RT 5 Kalirejo.
Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai adalah lingkungan yang kotor. Cara
mengatasinya dengan melakukan kegiatan kerja bakti.
Budaya :
Budaya yang diikuti klien adalah budaya jawa. Kebudayaan yang dianut tidak
merugikan kesehatannya.
Spiritual :
Aktivitas ibadah sehari-hari sholat 5 waktu. Kegiatan keagamaan yang biasa
dilakukan adalah yasinan. Keyakinan klien tentang masalah kesehatan yang
sekarang sedang dialami : klien yakin akan dirinya pasti sembuh.

6. Pemeriksaan Penunjang
Tes Diagnostik : (05 Mei 2012)
Hematologi    Hasil    Nilai Normal    Interpretasi
Hb    11,5    12-18 g/dL    Turun
Ht/PVC    42    40-52%    Normal
Leukosit    7.000    4.000-10.000 /uL    Normal
Trombosit    253.000    150.000-450.000 /uL    Normal
Masa protrombin    13.0    11.0-17.0 detik    Normal

Radiologi :
  Foto colon ( Barium Enema)
  Colonoscopy
7.    Terapi Medis
•                Bed rest
•                IVFD RL 20 tetes/menit
•                Th/oral :
•                Th/inj :
•           Kemoterapi
•           Leukovorin
•           5-FU, Levamisol, Leuvocorin
•           Pembedahan / Laparaskopi

ANALISA DATA

Nama Klien     : Tn. A                No. Register         : 123
Umur         : 35 tahun            Diagnosa Medis     : Ca. Colon
Ruang Rawat     : Paviliun Asri 3        Alamat         : Kalirejo
TGL/JAM    DATA FOKUS    PROBLEM    ETIOLOGI
05/05/12
08.00 WIB    DS :
-        Klien mengatakan perutnya sangat sakit bagian bawah
-        Klien mengatakan perutnya bertambah sakit saat bergerak
-        Klien mengatakan nyeri hilang timbul
DO :
-        Klien tampak meringis kesakitan
-        Klien tampak gelisah
-        Skala nyeri klien 8
-        Klien tampak tidak nyaman dengan perutnya        Nyeri akut    Obstruksi
tumor pada usus dengan kemungkinan menekan organ yang lain

06/05/12
13.00 WIB    DS :
-       Klien mengatakan nyeri pada daerah yang di insisi
-       Klien mengatakan tubuhnya masih lemah
DO :
-       Klien tampak lemah
-       Klien tampak menahan nyeri
-       Ekspresi wajah klien cemberut
-       Tampak kemerahan pada daerah bekas operasi      Nyeri akut    Agen cedera
fisik (insisi pembedahan)

06/05/12
13.30 WIB
    DS :
-       Klien mengatakan gatal pada daerah yang di insisi
-       Keluarga klien mengatakan badan klien hangat
DO :
-       Daerah pembedahan tampak masih baru dan terfiksasi
-       Leukosit : 15.000 /Ul
-       Suhu : 37,5 C    Risiko infeksi
    Tindakan invasif, insisi post pembedahan

06/05/12
14.00 WIB

06/05/12
15.00 WIB    DS
-       Klien mengatakan punggungnya terasa panas
-       Klien mengatakan susah bergerak
-       Klien mengatakan tidak mampu beraktifitas secara mandiri
DO :
-       Klien terlihat berbaring di tempat tidur
-       Klien tampak terpasang kateter
-       Aktifitas klien terlihat dibantu keluarga
-       Klien tampak lemah
-       Tampak adanya luka insisi pada perut klien

DS :
-       Klien mengatakan tidak nafsu makan
-       Klien mengatakan tubuhnya lemas
-       Keluarga klien mengatakan klien belum memakan apapun pasca operasi
-       Klien mengatakan lidahnya terasa pahit
DO :
-       Klien tampak lemas
-       Bibir klien tampak kering & pucat
-       BB turun + 11 kg selama sakit
    Intoleransi aktifitas

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh     Kelemahan fisik


Ketidakmampuan untuk mencerna makanan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (NANDA):


  Pre Operasi
Nyeri akut b.d obstruksi tumor pada usus dengan kemungkinan menekan organ
yang lain
  Post Operasi
1.    Nyeri akut b.d agen cedera fisik (insisi pembedahan)
2.    Risiko infeksi b.d tindakan invasif, insisi post pembedahan
3.    Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
4.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk mencerna makanan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-
3, Alih bahasa; Kariasa,I.M.,
Arif Muttaqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR KOLON

A. Pengertian
Tumor (berasal dari bahasa latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah satu
dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan untuk
menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal.
Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign)
(Brooker, 2001).
Tumor kolon adalah tumor yang berada di dalam kolon.
B. Etiologi
1. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat
berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak
bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang
paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan
juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil beberapa cm
tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital yang sering terjadi di
daerah leher antara lain adalah hygroma colli, kista branchial, kista ductus
thyroglosus.
2. Genetik
3. Gender / jenis kelamin
4. Usia
5. Rangsangan fisik berulang
Gesekan atau benturan pada salah satu bagian tubuh yang berulang dalam waktu
yang lama merupakan rangsangan yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker
pada bagian tubuh tersebut, karena luka atau cedera pada tempat tersebut tidak
sempat sembuh dengan sempurna.
6. Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang fungsinya adalah
mengatur kegiatan alat-alat tubuh dan selaput tertentu. Pada beberapa penelitian
diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker seperti payudara,
rahim, indung telur dan prostat (kelenjar kelamin pria).
7. Infeksi
8. Gaya hidup
9. Karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
Zat yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan kanker paru pada perokok
dan perokok pasif (orang bukan perokok yang tidak sengaja menghirup asap
rokok orang lain) dalam jangka waktu yang lama.Bahan kimia untuk industri serta
asap yang mengandung senyawa karbon dapat meningkatkan kemungkinan
seorang pekerja industri menderita kanker.
Beberapa virus berhubungan erat dengan perubahan sel normal menjadi sel
kanker. Jenis virus ini disebut virus penyebab kanker atau virus onkogenik. Sinar
ultra-violet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker kulit. Sinar
radio aktif sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi dapat menimbulkan kanker
kulit dan leukemia.
C. Patofisiologi
Kelainan congenital, Genetic, Gender / jenis kelamin, Usia, Rangsangan fisik
berulang, Hormon, Infeksi, Gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat
bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya
secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka
pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada
umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan
sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-
kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat
membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat
asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker
baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh
lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi
terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak
teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya,
baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau
dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak
teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang
mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991).
Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA,
berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel,
duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini
sel tidak melakukan pembelahan).
D. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan
defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala
dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksia,
penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi
sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter).
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang
berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses,
konstipasi dan distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang
dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah
defekasi, konstipasi dan diare bergantian serta feses berdarah.
Ada tujuh gejala yang perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih lanjut ke dokter
untuk memastikan ada atau tidaknya kanker, yaitu :
1. Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau gangguan.
2. Alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
3. Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh.
4. Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor).
5. Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya, mejadi makin besar dan
gatal.
6. Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh.
7. Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.
E. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan
pembentukan abses. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Bersamaan dengan pemeriksaan abdomen dan rektal, prosedur diagnostik paling
penting untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema barium,
proktosigmoidoskopi, dan kolonoskopi. Sebanyak 60% dari kasus kanker
kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi dengan biopsi atau apusan
sitologi.
Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan, meskipun
antigen karsinoembrionik mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam
mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi menyekresi CEA.
Pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis
prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat harus kembali
ke normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA pada tanggal selanjutnya
menunjukkan kekambuhan.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terpai komponen
darah dapat diberikan.Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi
yang berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti
berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif. Metode
pentahapan yang dapat digunakan secara luas adalah klasifikasi Duke:
a. Kelas A – tumor dibatasi pada mukosa dan sub mukosa
b. Kelas B – penetrasi melalui dinding usus
c. Kelas C – Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regional
d. Kelas D – metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung
atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah.
Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau imunoterapi.Terapi ajufan
standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program
5-FU/ Levamesole. Pasien dengan kanker rektal Kelas B dan C diberikan 5-FU
dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.Terapi radiasi sekarang digunakan
pada periode praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif untuk memperkecil
tumor, mencapai hasil yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi
resiko kekambuhan. Untuk tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat disekresi,
radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala secara bermakna.
Alat radiasi intrakavitas yang dapat diimplantasikan dapat digunakan.Data paling
baru menunjukkan adanya pelambatan periode kekambuhan tumor dan
peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien yang mendapat beberapa bentuk
terapi ajufan.
2. Penatalaksanaan Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebnayakan kanker kolon dan rektal.
Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu
sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan
polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan
luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai
pedoman dalam menbuat keputusan di kolon; massa tumor kemudian di eksisi.
Laser Nd: YAG telah terbukti efektif pada beberapa lesi. Reseksi usus
diindikasikan ntuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker koon kelas D. Tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor telah menyebar dan
mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993) :
a. Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus
pada sisis pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan
tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan
persiapan usus sebelum reseksi)
d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang
tidak dapat direseksi)
H. Proses Keperawatan Tumor Kolon
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan lelah;
adanya nyeri abdomen atau rektal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi,
berhubungan dengang makan atau defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini,
deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau
mukus. Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu tentang penyakit usus
inflamasi kronis atau polip kolorektal; dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet
diidentifikasi mencakup masukan lemak dan/ atau serat serta jumlah konsumsi
alkohol. Riwayat penurunan berat badan adalah penting.
Pengkajian objektif adalah mencakup auskultasi abdomen terhadap bisisng usus
dan palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat. Spesimen
feses diinspeksi terhadap karakter dan adanya darah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Pre Operatif
(Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
a. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping
penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan
penampilan.
c. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,
keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
d. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
e. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker),
ketidakberdayaan.
f. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kerusakan saraf/otot, dan nyeri.

3. Intervensi dan Implementasi


a. Diagnosa I:
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :- klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi
yang membuat stress.
- klien mampu mempertahankan penampilan peran.
- klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
- klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
- tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi :
 Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R : memudahkan intervensi.
 Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di
masa lalu.
R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan
mengontrol ansietas.
 Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.
 Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
 Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan cemas.
R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi
masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan
pengakuan orang lain atas kemampuannya.
 Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
 Ø Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga
menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
 Ø Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

b. Diagnosa II:
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
Kriteria hasil : - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
- memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
- menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
Intervensi :
 Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang
tubuhnya.
R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
 Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga
pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
 Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian
terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi
kecemasan.
 Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien.
R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan
berarti dalam diri pasien.

c. Diagnosa III:
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil : - pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi
waktu luang.
- mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping
yang efektif.
- menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
- berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

Ø Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan


pandangan pemberi pelayanan kesehatan.
R : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.
Ø Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
R : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya,
memudahkan intervensi
Ø Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang
realitas.
R : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang ada saat
ini.
Ø Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
R : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.
Ø Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan
emosional untuk pasien dan keluarga.
R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi
kecemasan.

d. Diagnosa IV:
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran
keluarga.
Kriteria hasil : - pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
- paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan
berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.
Intervensi:
Ø Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Ø Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat
pengobatan.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
Ø Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping
yang digunakan.
R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .
Ø Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang
normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota
keluarga.

e. Diagnosa V:
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil : - mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
- menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
- mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
Intervensi:
Ø Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Ø Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat
menurunkan atau mengurangi takut.
R : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
Ø Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.
Ø Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.

f. Diagnosa VI :
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang.
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi:
Ø Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Ø Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
Ø Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ø Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Ø Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.


Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.
Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. Jakarta : EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Robin S.L. dan Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.
Tjakra, Ahmad. 1991. Patologi. Jakarta : Bagian Patologi FKUI
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :
Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN CANCER COLORECTAL

A.    PENGERTIAN
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar
(kolon) atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan
sel yang tidak ganas terdapat adenoma atau berbentuk polip. Kanker kolon adalah
suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan
epithelial dari colon (Brooker, 2001 : 72). Kanker kolon/usus besar adalah
tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum
(Boyle & Langman, 2000 : 805). Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang
bersifat ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya
(Tambayong, 2000 : 143).
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon
adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan
jaringan sehat disekitar kolon (usus besar).
Adenoma atau polip pada kolorektal dapat diangkat dengan mudah hanya saja
jarang  menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi dalam waktu cukup
lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker kolorektal adalah
suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix. Distribusi
kanker pada kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di kolon
transversum, 15% di kolon desenden, dan 50 % di rektosigmoideus.
Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling sering didiagnosis pada
pria dan wanita dan tertinggi kedua penyebab kematian akibat kanker di Amerika
Serikat. Namun, bila ditemukan lebih awal, sangat dapat disembuhkan. Jenis
kanker ini terjadi ketika sel abnormal tumbuh di lapisan usus besar (kolon) atau
dubur.
B.     ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip
kolon harus dicurigai. Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau
kolitis amuba kronik dapat beresiko tinggi menjadi kanker kolorektal. Faktor
risiko lainnya antara lain:
1.      Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.
2.      Riwayat keluarga.
3.      Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit
keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan
polip dalam jumlah sedikit.
4.      Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang
jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.
5.      Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar
lemak tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan
rektal  meningkatkan risiko kanker kolorektal.
6.      Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
7.      Rokok dan alkohol
8.      Riwayat polip atau kanker kolorektal

C.    EPIDEMIOLOGI
Lebih dari dari 95% ca kolorektal adalah adenokarsinoma. Kanker ini berasal
dari sel glandula yang terdapat di lapisan dinding kolon dan rektum. ca kolorektal
di dunia menempati urutan nomor 3 dalam frekuensinya dan merupakan penyebab
kematian nomor 4 dari kematian karena kanker di dunia. WHO mengestimasikan
terjadi 945.000 kasus baru setiap tahun dengan 492.000 kematian.
Ca kolorektal ini lebih sering terjadi di negara maju dibandingkan dengan
negara berkembang. Di negara maju merupakan penyebab tersering kedua dari
seluruh tumor dengan insiden pada semua usia adalah 5%, walaupun sekarang
insiden dan mortalitasnya sudah berkurang. Insidensinya relatif tinggi pada negara
yang intake daging tinggi seperti Kanada dan Australia sedangkan negara di
Mediterania lebih rendah insidensinya karena lebih banyak mengkonsumsi buah,
sayuran, dan ikan.
Ca kolorektal menempati urutan ke-5 kanker terbanyak di Amerika Utara
bahkan di seluruh dunia menempati urutan ke-6 dari keganasan yang paling
dominan di dunia. Berdasarkan survei WHO, di USA, ca kolorektal merupakan
penyebab kematian kedua terbesar akibat kanker. Pada tahun 2002 ditemukan
139.534 orang dewasa yang didiagnosa menderita kanker usus besar, sebanyak
56.603 di antaranya meninggal dunia.
Survival di seluruh dunia sangat bervariasi tergantung dari fasilitas dan obat-
obatan yang tersedia. Ketahanan hidup sampai 5 tahun (5 years survival rates) di
USA lebih dari 60% tetapi kurang dari 40% di negara berkembang.
Begitu juga insiden di negara-negara Asia yang kecenderungannya juga
meningkat. Insiden paling tinggi di Jepang dan Korea dibandingkan negara-negara
Asia lainnya.

D.    PATOFIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya
masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal
tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit
mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan
organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan
langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.
Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum,
usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga
dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar
yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker
dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem
sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal.
“Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila
tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan.
Polip adenoma
¯
Polip maligna
¯
Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur
sekitarnya
¯
Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang
lain.

Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara


langsung ke organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta
melalui implantasi sel ke daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai
berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas
secara sirkuler ke arah oral dan aboral.
Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya
misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi
ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen
terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa
dengan atau tanpa asites. Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi
pada area rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black dan
Jacob, 1997). Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan
epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan
daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel maligna
menyebar dengan cara:
1.      Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung
misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga
dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
2.      Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-
paru, ginjal dan tulang.
3.      Tertanam ke rongga abdomen.

E.     MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi kanker kolon secara umum adalah :
1.    Perdarahan rektum
2.    Perubahan pola BAB
3.    Tenesmus
4.    Obstruksi intestinal
5.    Nyeri abdomen
6.    Kehilangan berat badan
7.    Anorexia
8.    Mual dan muntah
9.    Anemia
10.  Massa palpasi

Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena kaganasan


Colon Kanan Colon Kiri Rektal/Rectosigmoid
a.       Nyeri dangkal abdomen. a.       Obstruksi (nyeri abdomen
a.       Evakuasi feses yan
b.      Anemia dan kram, penipisan feses, tidak lengkap setel
c.       Melena (feses hitam) konstipasi dan distensi ) defekasi.
d.      Dyspepsia b.      Adanya darah segar dalam
b.      Konstipasi dan dia
e.       Nyeri di atas umbilicus feses. bergantian.
f.       Anorexia, nausea, vomiting c.       Perdarahan rektal c.       Feses berdarah.
g.      Rasa tidak nyaman diperut kanan
d.      Perubahan pola BAB d.      Perubahan kebiasa
bawah e.       Obstruksi intestine defekasi.
h.      Teraba massa saat palpasi e.       Perubahan BB
i.        Penurunan BB
(Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997)
Kolon kanan Kolon kiri Rektum
Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Karena


tenesmi
Defekasi Diare /diare berkala Konstipasi
progresif Tenesmi terus-
menerus
Obstruksi Jarang
Hampir selalu Tidak/jarang
Darah pada Okul
feses Okul /makroskopik Makroskopik

Feses Normal/diare
Normal Perub bentuk
Dispepsi Sering
Jarang Jarang
Memburuknya Hampir selalu
keadaan umum Lambat Lambat
Anemia Hampir selalu
Lambat Lambat

F.     KLASIFIKASI DAN STADIUM


1.      Duke
a.       Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
b.      Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga
(submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum
menyebar keluar dari dinding  kolon/rektum   (Duke A).
c.       Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus
kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah
bening (Duke B).
d.      Stadium  III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada
organ tubuh lainnya (Duke C).
e.       Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

2.    Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)


Stadium T N M Duke
0 Tis N0 M0 -
I T1 N0 M0 A
T2 N0 M0
II A T3 N0 M0 B
II B T4 N0 M0
III A T1-T2 N1 M0 C
III B T3-T4 N1 M0
III C Any T N2 M0
IV Any T Any N M1 D

Keterangan
T      : Tumor primer
Tx    : Tumor primer tidak  dapat di nilai
T0   : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis  : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina
propria
T1   : Tumor menyebar pada submukosa
T2   : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3   : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke
dalam  jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4   : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi 
          peritoneum viseral.

N      : Kelenjar getah bening regional/node


Nx    : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0   : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1    : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2    : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

M     : Metastasis
Mx   : Metastasis tidak dapat di nilai
M0   : Tidak terdapat metastasis
M1   : Terdapat metastasis

3.    Klasifikasi Histologi


a.       Adenocarcinoma (berdifferensiasi baik, sedang, buruk).
b.      Adenocarcinoma musinosum (berlendir)
c.       Signet Ring Cell Carcinoma.
d.      Carcinoma sel skuamosa.
e.       Carsinoma recti

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1.      Palpasi Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut,
bila teraba menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di
dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon
2.      Fecal occult blood test,  pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
3.      Colok dubur. Untuk mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor.
·      Tonus sfingter ani (keras atau lembek)
·      Mukosa (kasar, kaku, licin atau tidak)
·      Ampula rektum (kolaps, kembung, atau terisi feses)
4.      Tumor dapat teraba atau tidak, mudah berdarah atau tidak, jarak dari garis
anorektal sampai tumor, lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang
dapat ditembus jari, batas atas, dan jaringan sekitarnya
5.      Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah,
sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum
6.      Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong,
melihat gambaran  rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal
lainnya dalam layar monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test
diagnostik utama digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian
dilakukan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 %
sampai 65 % dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi
direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan
perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium
enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah,
ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis
7.      Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan
pemeriksaan di bawah mikroskop.
8.      Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan
sel-sel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum
untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
9.      Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena
semua kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
10.  CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di
membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat
dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan
sekresi. Karena test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih
dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening
atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai
prediktor pada prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti
pemotongan pembedahan (Way, 1994).
11.  Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi
serum protein, kalsium, dan kreatinin.
12.  Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan
lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus
bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau
gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal
hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata
dalam mendeteksi rektum
13.  X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
14.  CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai
organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
15.  Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik
yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul
kembali).
16.  Pemeriksaan DNA Tinja.

H.    PENATALAKSANAAN MEDIS


1.      Medis
a.       Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen
darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi
yang berhubungan. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering
dalam bentuk pendukung atau terapi anjuran. Terapi anjuran biasanya diberikan
selain pengobatan bedah yang mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan
imunoterapi.
b.      Terapi radiasi: sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan
ukuran tumor dan membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area
tumor setelah pembedahan termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area
tumor. Isotop yang digunakan termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium
digunakan pada rektum.
c.       Kemoterapi: kemoterapi dilakukan untuk menurunkan metastasis dan
mengontrol manifestasi yang timbul. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan
(5-flourauracil (5-FU)) untuk membunuh sel-sel kanker. Ia adalah suatu terapi
sistemik, yang berarti bahwa pengobatan berjalan melalui seluruh tubuh untuk
menghancurkan sel-sel kaker. Setelah operasi kanker usus besar, beberapa pasien
mungkin mengandung microscopic metastasis (foci yang kecil dari sel-sel kanker
yang tidak dapat dideteksi). Kemoterapi diberikan segera setelah operasi untuk
menghancurkan sel-sel mikroskopik (adjuvant chemotherapy).

2.      Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal. Tipe
pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan, sebagai berikut:
a.       Pada tumor sekum dan kolon asenden
Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di
fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari reseksi bagian
kolon yang diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri kolika kanan, arteri kolika
media termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri mesentrika superior.
b.      Pada tumor transversum
Dilakukan reseksi kolon transversum (transvesektomi) kemudian dilakukan
anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika dan mesentrium daerah
arteria kolika media termasuk kelenjar limfe.
c.       Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis
Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri dengan
kelenjar limfe sampai dengan di pangkal arteri mesentrika inferior.
d.      Tumor rectum
Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari
garis anokutan) dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah
dilakukan reseksi dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada tumor
1/3 distal dilakukan reseksi bagian distal sigmoid, rektosigmoid, rektum melalui
abdominal perineal (Abdomino Perineal Resection/APR), kemudian dibuat end
colostomy. Reseksi abdoperineal dengan kel. retroperitoneal menurut geenu-mies.
Alat stapler untuk membuat anastomisis di dalam panggul antara ujung rektum
yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus dan untuk menghindari
anus pneternaturalis. Reseksi anterior rendah (Low Anterior Resection/LAR) pada
rektum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk
membuat anastomisis kolorektal/koloanal rendah.

I.       PENGKAJIAN KEPERAWATAN


1.      Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama , umur , jenis kelamin , alamat
rumah, agama , suku , bangsa , status perkawinan , pendidikan , nomer registrasi ,
pekerjaan pasien dan nama orang tua / istri/ suami .
2.      Riwayat Kesehatan
Riwayat Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis
kelamin,sejarah diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko
yang menjadi pertanyaan perawat :
a.       Sejarah dari keluarga terhadap Ca colorektal
b.      Radang usus besar
c.       Penyakit Crohn’s
d.      Familial poliposis
e.       Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare
dengan atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa
penuh ,nyeri atau berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat
ditemukan .
3.      Pemeriksaan Fisik.
Tanda-tanda Ca Colorektal tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang
biasanya terjadi adalah :
a.       Perdarahan pada rektal
b.      Anemia
c.       Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau
bright-red stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan
kolon tetapi biasanya ( tetapi bisa tidak banyak ) tumor disebelah kiri kolon dan
rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colorectal adalah :
a.       Teraba massa
b.      Pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
c.       Perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.

4.      Pemeriksaan Psikososial.


Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena
khawatir dengan diagnosa kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan
kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan kemajuan pengobatan
dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini adalah cara untuk
mengontrol Ca colorectal dan keterlambatan dalam mencoba perawatan kesehatan
dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan
kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-oarang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman
kesehatan mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini
mungkin merasa kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa
secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan dan menumbuhkan
kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk
bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama proses ini.

5.      Pemeriksaan Laboratorium


Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil
tes Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI
Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase
( Tanaman lobak dan Gula bit ) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum
diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggumakan
obat Non steroidal anti peradangan ( ibu profen ) Kortikosteroid atau salicylates.
Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila
sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif.
Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil
yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca
colorektal. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan
Ca colorektal, bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin
berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan
monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan
penyakit

6.      Pemeriksaan Radiografi


Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan
tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan
adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada
lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema
barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari
penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang
jauh yang sudah metastasis.

7.      Pemeriksaan Diagnosa lainnya.


Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk
mengidentifikasi tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur
tersebut.
J.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Diagnosa Keperawatan Utama
Pasien dengan tipe Ca colorektal mempunyai diagnosa keperawatan seperti
dibawah ini:
a.       Resiko tinggi terhadap luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
b.      Ketidakefektifan koping individu s.d gangguan konsep diri.

2.      Diagnosa Keperawatan Tambahan


a.       Nyeri b.d obstruksi tumor pada usus besar dengan kemungkinan menekan organ
yang lainnya.
b.      Gangguan pemeliharaan kesehatan b.d kurangnya pengetahuan tentang proses
penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan.
c.       Ketidakefektifan koping keluarga : Kompromi b.d gangguan pada peran,
perubahan gaya hidup dan ketakutan pasien terhadap kematian.
d.      Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh b.d program diagnosa.
e.       Ketakutan proses penyakit
f.       Ketidakberdayaan b.d penyakit yang mengancam kehidupan dan
pengobatannya.
g.      Gangguan pola sexual b.d gangguan konsep diri.

K.    INTERVENSI KEPERAWATAN


1.      Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
Tujuan untuk klien adalah :
a.       Pengalaman pengobatan atau memperpanjang kelangsungan hidup.
b.      Pengalaman untuk meningkatkan kualitas hidup.
c.       Tidak ada pengalaman tentang komplikasi kanker termasuk metastase.
Intervensi :
a.       Pembedahan biasanya pengobatan untuk tumor di kolon atau rektal.Tetapi
radiasi dan kemoterapi mungkin juga digunakan untuk membantu pembedahan,
untuk mengontrol dan mencegah kekambuhan kanker.
b.      Terapi radiasi
Persiapan penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang menderita Ca
kolorektal yang besar, walaupun ini tidak dilaksanakan secara rutin. Terapi ini
dapat menyebabkan kesempatan yang lebih banyak dari tumor tertentu, yang
mana terjadi fasilitas reseksi tumor selama pembedahan. Radiasi dapat digunakan
post operatif sampai batas penyebaran metastase. Sebagai ukuran nyeri, terapi
radiasi menurunkan nyeri, perdarahan ,obstruksi usus besar atau metastase ke
paru-paru dalam perkembangan penyakit. Perawat menerangkan prosedur terapi
radiasi pada klien dan keluarga dan memperlihatkan efek samping (contohnya
diare dan kelelahan). Perawat melaksanakan tindakan untuk menurunkan efek
samping dari terapi .
c.       Kemoterapi
Obat non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca kolorektal kecuali batas
tumor pada anal kanal. Bagaimanapun juga 5 fluorouracil (5-FU,Adrucil) dan
levamisole (ergamisol) telah direkomendasikan terhadap standar terapi untuk
stadium khusus pada penyakit (contoh stadium III) untuk mempertahankan hidup.
Kemoterapi juga digunakan sesudah pembedahan untuk mengontrol gejala-gejala
metastase dan mengurangi penyebaran metastase. Kemoterapi intrahepatik arterial
sering digunakan 5 FU yang digunakan pada klien dengan metastasis liver.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta:
EGC.

Hafira.2012.Laporan Pendahuluan Ca Kolorektal (http://manshabarazhafira-


iriantie.blogspot.com/2012/05/laporan-pendahuluan-ca-kolorektal.html, diakses
tanggal 9 september 2014).

Holdstock,H. Ahli bahasa : Petrus Andrianto. 1991. Atlas Bantu Gastroenterologi dan
Penyakit Hati. Jakarta : Hipokrates

Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.


Yogyakarta:Gosyen Publishing

Smeltzer and Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarrth Volume 2 Edisi
8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai