Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM

DI RUANGAN PERISTI UPTD RSUD UNDATA PALU

DISUSUN OLEH :

HERIANTI
2020032030

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Ni Nyoman Udiani.,S.Kep.,M.Kep Ns. Katrina Feby L., M.P.H

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia dan asidosis (Maryunani, 2013). Sedangkan menurut Masruroh, 2016
mengatakan bahwa asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang
tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan.
Menurut Mendri & Prayogi, 2018 mengatakan bahwa asfiksia neonatorum
adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidal mendapatkan cukup oksigen
selama proses kelahiran. Penyakit ini juga definisikan sebagai kegagalan untuk
memulai respirasi biasa dalam satu menit dan kelahiran. Asfiksia neonatorum
adalah keadaan darurat neonatal karena dapat menyebabkan hipoksia (penurunan
suplai oksigen ke otak dan jaringan) dan kerusakan otak atau mungkin kematian
jika tidal dikelola dengan benar. Nama lain dari penyakit ini adalah asfiksia
perinatal, hiposia iskemik ensefalopati dan asfiksia lahir.

2. EPIDEMIOLOGI
Asfiksia lahir menempati penyebab kematian bayi ke 3 di dunia dalam
periode awal kehidupan (WHO, 2012). Setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta)
dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hamper 1 juta bayi ini meninggal
(Wiknjosastro, 2014). WHO menyatakan bahwa AKB akibat asfiksia di kawasan
Asia Tenggara menempati urutan kedua yang paling tinggi yaitu sebesar 142 per
1000 setelah Afrika. Indonesia merupakan negara dengan AKB dengan asfiksia
tertinggi kelima untuk negara ASEAN pada tahun 2011 yaitu 35 per 1000, dimana
Myanmar 48 per 1000, Laos dan Timor Laste 48 per 1000, Kamboja 36 per 1000
(Maryunani 2013).

3. PENYEBAB
Asfiksia terjadi karena beberapa faktor :
a. Faktor Ibu
Terdapat gangguan pada aliran darah uterus sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai
pada gangguan kontraksi uterus misalnya preeklamsia dan eklamsi,
perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta), partus lama atau
partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV), kehamilan postmatur (setelah usia kehamilan 42 minggu), penyakit
ibu.
b. Faktor Plasenta
Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pasokan oksigen ke bayi
sehingga dapat menyebabkanasfiksia pada bayi baru lahir antara lain lilitan
tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
c. Faktor Fetus
Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang, tali
pusat melilit leher, meconium kental, prematuritas, persalinan ganda.
d. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi dikarenakan oleh
pemakaian obat seperti anestesi atau analgetika yang berebihan pada ibu
yang secara langsung dapat menimbulkan depresi pada pusat pernapasan
janin. Asfiksia yang dapat terjadi tanpa didahului dengan tanda gejala gawat
janin antara lain bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan
dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distoria bahu), kelainan
kongenital, air ketuban bercampur mekonium.

4. PATOFISOLOGI
Pada proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan
primary gaspingyang kemudian berlanjut pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini
tidak berpengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Kegagalan pernafasan mengakibatkan berkurangnya oksigen dan meningkatkan
karbondioksida diikuti oleh asidosis respiratorik apabila proses ini berlanjut
maka metablisme sel akan berlangsung yang berupa glikolisis glikogen
sehingga sumber utama glikogen pada jantung dan hati akan berkurang dan
akan menyebabkan asidosis metabolic.
Sehubungan dengan proses tersebut maka fase awal asfiksia ditandai
dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapnue)
diikuti dengan apnea primer kira-kira satu menit dimana denyut jantung dan
tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan memulai bernafas 10x/menit
selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akan timbul
apneu sekunder. Pada keadaan ini tidak terlihat jelas setelah dilakukannya
pembersihan jalan nafas maka bayi akan bernafas dan menangis kuat.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam waktu singkat dapat
menyebabkan hipoglikemi pada bayi, pada asfiksia berat dapat menyebabkan
kerusakan membran sel terutama susunan sel saraf pusat sehingga
mengakibatan gangguan elektrolit, hiperkalemi dan pembengkakan sel.
Kerusakan pada sel otak berlangsung setelah asfiksia terjadi 8-10 menit.
Manifestasi kerusakan sel otak setelah terjadi pada 24 jam pertama didapatkan
gejala seperti kejang subtel, fokal klonik manifestasi ini dapat muncul sampai
hari ke tujuh maka perlu dilakukannya pemeriksaan penunjang seperti
ultrasonografi kepala dan rekaman elektroensefaografi.
5. KLASIFIKASI
a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0–3)
Didapatkan frekuensi jantung <100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis,
keadaan pada bayi dengan asfiksia berat memerlukan resusitasi segera
secara tepat dan pemberian oksigen secara terkendali, apabila bayi dengan
asfiksia berat maka berikan terapi oksigen 2–4 ml per kg berat badan karena
pada bayi asfiksia berat dapat disertai asidosis.
b. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4–6)
Pada bayi dengan asfiksia sedang memerlukan resusitasi dan pemberian
oksigen sampai bayi dapat kembali bernafas normal.
c. Bayi normal atau asfiksia ringan (nilai APGAR 7– 9)
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan
tanda :
1) Denyut jantung janin lebih dari 100x/menit atau dari 100 menit tidak
teratur
2) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3) Apnea
4) Pucat
5) Sianosis
6) Penurunan terhadap stimulus
Sedangkan penanganan dan penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam
merawat klien Asfiksia adalah dengan cara resusitasi. Resusitasi adalah
tindakan untuk memulihkan kembali kesadaran seseorang yang tampak mati
akibat berhentinya fungsi jantung dan paru yang berorientasi pada otak.

6. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala asfiksia neonatorum adalah :
a. Pernafasan megap-megap dan dalam
b. Pernapasan tidak teratur
c. Tangisan lambat atau merintih
d. Warna kulit pucat atau biru
e. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah
f. Nadi cepat
g. Denyut jantung lambat (bradikardi kurang dari 100 kali per menit)
h. Menurunnya O2
i. Meningginya CO2
j. Penurunan pH
Pada umumnya, asfiksia neonatorum dengan masalah kekurangan O 2
menunjukkan pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila
asfiksia berlanjut, gerakan pernapasan berhenti dan denyut jantung menurun.
Sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur–angsur dan
memasuki periode apnue primer. Adapun gejala dan tanda asfiksia neonatorum
yang khas antara lain pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung dan nadi
berdenyut cepat, anak terlihat lemas, menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2),
meningginya tekanan CO2 darah (PaO2), menurunnya Ph (akibat asidosis
respiratorik dan metabolik), yang digunakan sebagai sumber glikogen bagi
tubuh anak dan metabolisme anaerob, serta terjadinya perubahan sistem
kardiovaskuler.
Pada asfiksia tingkat selanjutnya, juga akan terjadi perubahan yang
disebabkan oleh beberapa keadaan. Diantaranya adalah hilangnya sumber
glikogen dalam jantung sehingga mempengaruhi fungsi jantung, terjadinya
asidosis metabolik yang mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot
jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara
alveolus kurang adekuat sehingga darah mengalami gangguan.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti dan
Fauziah, 2013 ) yaitu :
a. Pemeriksaan analisa gas darah
b. Pemeriksaan elektrolit darah
c. Berat badan bayi
d. Penilaiaan APGAR Score
e. Pemeriksaan EGC dan CT-Scan

8. DIAGNOSIS
Menurut Ai yeyeh dan Lia (2013), Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya
merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia
janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat
janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
a. Denyut jantung janin : frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan
semenit. Apabila frekuensi denyutan turun sampai dibawah 100 permenit
diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
b. Mekonium dalam air ketuban : adanya mekonium pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi
rangsangan nervus X, sehingga pristaltik usus meningkat dan sfingter ani
terbuka. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
c. Pemeriksaan Ph darah janin : adanya asidosis menyebabkan turunnya PH.
Apabila PH itu turun sampai bawah 7,2 hal ini dianggap sebagai tanda
bahaya.
9. THERAPHY
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah :
a. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril
b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
c. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
1) Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada,
perut dan punggung
2) Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth
to mouth
3) Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan cara
: membungkus bayi d engan kain hangat, badan bayi harus dalam
keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan
minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi
ditutup dengan baik atau kenakan topi.
d. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
perawatan selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat,
pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat, melaksanakan antromentri dan
pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda
pengenal bayi.

10. KOMPLIKASI
Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak di
tangani dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara lain:
perdarahan otak, anuragia, dan onoksia, hyperbilirubinemia, kejang sampai
koma. Komplikasi tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan
bahkan kematian pada bayi (Surasmi, 2013).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur
bayi karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
b. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
d. Kebutuhan dasar
1) Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk
mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
2) Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna
3) Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saat b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya.
4) Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak
nafas, pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada
stadium pertama.
2) Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
3) Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
5) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
6) Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
7) Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan
cuping hidung.
8) Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat.
9) Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
f. Gejala dan tanda
1) Aktifitas; pergerakan hyperaktif
2) Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
3) Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda :
ketidakefektifan termoregulasi

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut SDKI (2016) sebagai berikut :
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
c. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan stimulasi pusat termoregulasi
hipotalamus
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No DIAGNOSA SLKI SIKI
1 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan intervensi 1) Terapi Oksigen
gas berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam maka Observasi
ketidakseimbangan pertukaran gas meningkat dengan a. monitor kecepatan aliran oksigen
ventilasi-perfusi kriteria hasil : b. monitor posisi alat terapi oksigen
dibuktikan dengan : a. Tingkat kesadaran c. monitor aliran oksigen secara periodik dan
b. Dispnea pastikan fraksi yang diberikan cukup
Gejala Dan Tanda c. Bunyi napas tambahan d. monitor efektifitas terapi oksigen ( mis:
Mayor : d. Pusing oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
Subjektif e. Penglihan kabur e. monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
1. Dispnea f. Diaphoresis makan
Objektif g. Gelisah f. monitor tanda-tanda hipoventilasi
1. PCO2 h. Napas cuping hidung g. monitor tanda gejala toksikasi oksigen dan
meningkat/menurun i. PCO2 atelectasis
2. PO2 menurun j. PO2 h. monitor tingkat kecemasan akibat terapi
3. Takikardia k. Takikardia oksigen
4. Ph arteri l. Ph arteri i. monitor integritas mukosa hidung akibat
meningkat/menurun m. Sianosis pemasangan oksigen
5. Bunyi napas n. Pola napas
tambahan o. Warna kulit Teraupetik
a. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
Gejala Dan Tanda trakea, jika perlu
Minor : b. Pertahankan kepatenan jalan napas
Subjektif c. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
1. Pusing d. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
2. Penglihatan kabur e. Tetap berikan oksigen saat pasien
Objektif ditransportasi
1. Sianosis f. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
2. Diaphoresis dengan tingkat mobilitas pasien
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung Edukasi
5. Pola napas abnormal a. Ajarkan pasien dan keluarga cara
(cepat/lambat, menggunakan oksigen dirumah
regular/ireguler,
dalam/dangkal) Kolaborasi
6. Warna kulit a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
abnormal (mis: b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
pucat, kebiruan) dan/atau tidur
7. Kesadaran menurun
2) Pemantauan Respirasi
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmeul, cheyne-
stokes, biot,ataksik)
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks

Teraupetik
a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantuan, jika perlu

2 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi 1) Manajemen Jalan Napas


tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam maka Observasi
berhubungan dengan bersihan jalan napas meningkat dengan a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
hipersekresi jalan napas kriteria hasil : usaha napas)
dibuktikan dengan : a. Batuk efektif b. Monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling,
b. Produksi sputum mengi, wheezing, ronkhi kering)
Gejala Dan Tanda c. Mengi c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Mayor d. Wheezing
Objektif e. Mekonium (pada neonates) Teraupetik
1. Batuk tidal efektif f. Dispnea a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
2. Tidak mampu batuk g. Ortopnea head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
3. Sputum berlebih h. Sulit bicara trauma servikal)
4. Mengi, wheezing i. Sianosis b. Posisikan semi-fowler atau fowler
dan/ atau ronkhi j. Gelisah c. Berikan minum hangat
kering k. Frekuensi napas d. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Mekonium dijalan l. Pola napas e. Lakukan penghisapan lendir kurang kurang
napas ( pada dari 15 detik
neonates) f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
Gejala Dan Tanda g. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
Minor forsep McGill
Subjektif h. Berikan oksigen, jika perlu
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif Edukasi
1. Gelisah a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
2. Sianosis tidal kontra indikasi
3. Bunyi napas b. Ajarkan teknik batuk efektif
menurun
4. Frekuensi napas Kolaborasi
berubah a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
5. Pola napas berubah ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2) Pemantauan Respirasi
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks

Teraupetik
a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3) Latihan Batuk Efektif


Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
b. Monitor adanya retensi sputum
c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
napas
d. Monitor input dan output cairan (mis: jumlah
dan karakteristik)

Teraupetik
a. Atur posisi semi-fowler atau fowler
b. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan
pasien
c. Buang secret pada tempat sputum

Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ke-3

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspetoran, jika perlu

3 Termoregulasi tidak Setelah dilakukan intervensi 1) Regulasi Temperatur


efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam maka Observasi
dengan stimulasi pusat termoregulasi membaik dengan kriteria a. Monitor suhu bayi sampai stabil (36,50C-
termoregulasi hasil : 37,50C)
hipotalamus a. Menggigil b. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika
b. Kulit merah perlu
Gelaja Dan Tanda c. Kejang c. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan
Mayor : d. Akrosianosis dan nadi
Objektif e. Konsumsi oksigen d. Monitor warna dan suhu kulit
1. Kulit dingin/hangat f. Piloereksi e. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia
2. Menggigil g. Vasokonstriksi perifer atau hpertermia
3. Suhu tubuh fluktuatif h. Kutis memorata
i. Pucat Teraupetik
Gejala Dan Tanda j. Takikardi a. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
Minor : k. Takipnea b. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
1. Piloereksi l. Bradikardi adekuat
2. Pengisian kapiler >3 m. Dasar kuku sianotik c. Bedong bayi segera setelah lahir untuk
detik n. Hipoksia mencegah kehilangan panas
3. Tekanan darah o. Suhu tubuh d. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic
meningkat p. Suhu kulit segera setelah lahir (mis : bahan
4. Pucat q. Kadar glukosa darah polyethylene, polyurethane)
5. Frekuensi napas r. Pengisian kapiler e. Gunakan topi bayi untuk mencegah
meningkat s. Ventilasi kehilangan panas pada bayi baru lahir
6. Takikardia t. Tekanan darah f. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radiant
7. Kejang
8. Kulit kemerahan warmer
9. Dasar kuku sianotik g. Pertahankan kelembaban inkubator 50% atau
lebih untuk mengurangi kehilangan panas
karena proses evaporasi
h. Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
i. Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang
akan kontak dengan bayi (mis : selimut, kain
bedongan, stetoskop)
j. Hindari meletakan bayi didekat jendela
terbuka atau diarea aliran pendingin ruangan
atau kipas angin
k. Gunakan matras penghangat, selimut hangat,
dan penghangat ruangan untuk menaikan
suhu tubuh, jika perlu
l. Gunakan kasur pendingin, water circulating
blankets, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling catheterization untuk
menurunkan suhu tubuh
m. Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien

Edukasi
a. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion
dan heat stroke
b. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena
terpapar udara dingin
c. Demonstrasikan teknik perawatan metode
kanguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Mendri, N. K., & Sarwo prayogi, A. (2018). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit
an Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Maryunani, A & Sari, E. P. (2013). Asuhan kegawatdaruratan maternal dan neonatal.
Jakarta : CV. Trans Info Media
Masruroh. (2016). Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. (J. Budi, Ed.)
(1st ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.
PPNI, T. P. (2016 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Sudarti dan Fauziah. A. 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan
Kegawatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Hal 4
Surasmi. (2013). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.
WHO (World Health Oganization). 2012. Kangaroo Mother Care A Practical Guide.
Geneva. Hal 2; 15; 21-22; 24; 26
Winkjosastro, H. Ilmu Kebidanan. (YBP-SP, 2014)
Yeyeh, Rukiyah, Ai dan Yulianti, Lia. (2013). Buku Asuhan Neonatus, Bayi dan
Balita, Jakarta, CV. Teans Info Media

Anda mungkin juga menyukai