Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

NON HAEMORAGIK STROKE (NHS) DI PAVILIUN MAWAR


UPTD. RSUD UNDATA PALU

OLEH :
HERIANTI
2020032030

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Nova Ningsih., S.Kep Ns. Saka Adhijaya Pendit. S.Kep., M. Kep

CI LAHAN CI LAHAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
NON HAEMORAGIK STROKE

A. KONSEP TEORITIS
     1. Definisi
a. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C.
Suzanne, 2015).
b. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2016)
c. Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif
Mansjoer, 2015)
d. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2015).
2. Anatomi Fisiologi

3.    Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari
salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit
kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat
mengalami pusing, perubahan kognitif, atau  kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi
intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, thrombosis serebral
tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan
paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -
cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis
atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah gangguan suplai darah ke otak, menyebabkan kehilangan gerak,
pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
a. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari
endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena
arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena
timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya
diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh
darah.
b. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak. Penyakit infeksi yang mampu
berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria,
leptospirosis, dan infeksi cacing.
c. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan
stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit
lumen pembuluh darah ke otak.
d. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah
dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2016):
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi
dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh
darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah
perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka
aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan
mengalami kematian.
b. Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak
akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan
tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang
pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.
c. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari
jantung).
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah
ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel –
sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
d. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density
lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian
diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar
LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein)
merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
e. Peningkatan Hematokrit (resiko infark cerebral).
f. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di
atas 35 tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang
dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung
Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.

4.   Patofisiologi
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan
thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder .
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi
turbulensi (Muttaqin, 2008). Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan
aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi
karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga
arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang,
menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi
infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan
menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan
patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang
mengalami trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis,
peningkatan, kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas),
juga menyebabkan kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi
glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan
meningkat melalui transpor glutamat, dan akan menyebabkan
ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10
menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi
salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
5. Pathway
6.    Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer dan Bare (2015) Stroke menyebabkan berbagai defisit
neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat
terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala
tersebut antara lain :
1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
2. Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
1) Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
2) Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
3) Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke,
gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis, hilang atau
menurunnya refleks tendon dalam, Tonus abnormal (hipotonus/
hipertonus), Penurunan kekuatan otot, gangguan gerak volunteer,
gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi, gangguan ketahanan
4. Dysphagia (gangguan menelan)
5. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Stroke adalah
penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau
reseptif.
3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
6. Gangguan persepsi
7. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
8. Disfungsi Kandung Kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius karena
kerusakan kontrol motorik.

7.   Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus

8.    Pemeriksaan Diagnostik


a.    Pemeriksaan radiologi
(1)  Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
(2)  Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan
pada intrakranial.

(3)  CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
(4)  MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
(5)  EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

b.   Pemeriksaan laboratorium


(1)       Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama (Satyanegara, 1998)
(2)      Pemeriksaan darah rutin
(3)      Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali (Jusuf Misbach, 2016)
(4)      Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 2016)

9.    Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2015) penatalaksanaan stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi
dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolitik atau vasodilation :
a. Nimotop (pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik / emobolik).
b. Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))
Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus
dilakukan selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan
setelah dipastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT
scan.
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase(rt-
PA):
a) Terdiagnosis stroke non hemoragik.
b) Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara
spontan.
c) Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan
subarachnoid.
d) Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi
dengan Alteplase.
e) Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
f) Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan
terakhir.
g) Tidak terjadi gastrointestinal hemorrhage atau hemorrhage
pada saluran kencing dalam 21 hari terakhir.
h) Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.
i) Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat
tertentu dalam 7 hari terakhir.
j) Tidak mempunyai riwayat intracranial hemorrhage.
k) Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari
185 mmHg dan diastolik kurang dari 110 mmHg).
l) Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut
selama pemeriksaan.
m) Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral,
INR 100 000 mm3.
n) Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).
o) Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan
neurologi postictal residual.
p) Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya multilobar
infarction (hypodensity kurang dari 1/3 cerebral
hemisphere).
3) Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
4) Anti agregasi platelet (obat yang dapat menghambat agregasi
trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukkan
thrombus) : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol.
5) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
6) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
7) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial.
10. Pencegahan
Stroke non hemoragik dapat di cegah dengan cara:
1. Rutin memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter.
2. Berolahraga secara teratur.
3. Mengonsumsi makanan yang sehat.
4. Menjaga berat badan ideal.
5. Menghindari kebiasaan merokok atau menjadi perokok pasif.
6. Melihat riwayat stroke dalam keluarga. ...
7. Beristirahat dengan cukup.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


a.      Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
- Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot  ( flaksid atau spastic),  paraliysis
( hemiplegia ) , kelemahan umum.
- Gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
-          Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
-          Hipertensi arterial
-          Disritmia, perubahan EKG
-          Pulsasi : kemungkinan bervariasi
-          Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
-          Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
-          Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan
-          kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi
Data Subyektif:
-          Inkontinensia, anuria
-          distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya
suara usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
-          Nafsu makan hilang
-          Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
-          Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
-          Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:

-          Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan


faring)
-          Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
-          Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
-          nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
-          Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
-          Penglihatan berkurang
-           Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
-          Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
-           Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
-           Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam ( kontralateral )
-          Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
-           Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
-           Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
-          Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
-           Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
-          Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
-          Perokok ( factor resiko )
9.Keamanan
Data obyektif:
-         Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
-         Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
-        Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
-      Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
-        Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri.
10. Interaksi sosial
Data obyektif:
-          Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah arteri terhambat
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler Gangguan menelan berhubungan dengan
kelemahan otot menelan.
4. Hambatan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
c. Rencana keperawatan stroke hemoragik
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah arteri terhambat.
 Tujuan : Kesadaran penuh, tidak gelisah
 Kriteria hasil: Tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil
tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
Intracranial.
 Intervensi :
a. Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma
glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
b. Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: Autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan.
c. Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: Aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan
Tekanan Intra Kranial (TIK).
d. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
e. Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: Meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak.
 Tujuan : Hambatan komunikasi verbal tidak terjadi.
 Kriteria Hasil : Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah
komunikasi dank lien dapat menunjukkan komunikasi dengan baik.
 Intervensi :
a. Kaji derajat disfungsi.
Rasional : Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam proses komunikasi.
b. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah.
Rasional : Melakukan penelitian terhadap adanya kerusakan
sensori.
c. Anjurkan keluarga untuk berkomunikasi dengan pasien.
Rasional : Untuk merangsang komunikasi pasien, mengurangi
isolasi sosial dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang
efektif.
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler Gangguan menelan berhubungan dengan
kelemahan otot menelan.
 Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
 Kriteria hasil : Klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan
personal hygiene secara minimal
 Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan
keluarga membantu dalam perawatan diri
b. Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman
pada klien
c. Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian
klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
d. Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: Ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
e. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi
4. Hambatan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.
 Tujuan : Dapat melakukan aktivitas secara minimum
 Kriteria hasil: Mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
 Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat
memberikan informasi bagi pemulihan
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: Menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia
jaringan.
c. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
d. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: Dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit
tidak menjadi lebih terganggu.
e. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.
Rasional: Program khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan
tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
 Tujuan : Integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa
 Kriteria hasil : - Tidak ada ulkus decubitus
- Integritas kulit baik

 Intervensi
a. Monitor adanya kemerahan pada kulit.
Rasional: melihat adanaya tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
b. Ubah posisi pasien setiap dua jam sekali.
Rasional: mengubah posisi dapat mengurangi lama penekanan
jaringan yg dapat menyebabkan dekubitus dan dapat meningkatkan
sirkulasi darah.
c. gunakan kasur penurun tekanan jika perlu
Rasional: mengurangi tekanan kulit/jaringan.
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
 Tujuan : Diharapkan pasien dapat mengurangi disstres pernafasan.
 Kriteria hasil : Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif.
 Intervensi
a. Kaji dan pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan irama.
Rasional : Perubahan (seperti takipnea, dyspnea, penggunaan otot
aksesoris) dapat mengindikasikan berlanjutnya
keterlibatan/pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya
intevensi.
b. Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja
pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi.
c. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara periodic.
Rasional : Meningkatkan ekspansi pada semua segmen paru dan
mobilisasi sekresi.
d. Bantu dengan teknik nafas dalam.
Rasional : Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan
nafas kecil.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeh.J.2016 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim
penerbit PSIK UNPAD, EGC, Jakarta,

Harsono. (2015). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M. (2016). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,
Volume II, EGC, Jakarta.

Lismidar, (2016). Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

MansJoer, Arif 2015 Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Susilo, Hendro. (2015). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru Millenium III. Bangkalan.

Widjaja, Linardi. (2015). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF Ilmu


Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Wilkinson,Judith M. (2016). Diagnosis Keperawatan : Diagnosis Nanda-I, Intervensi


NIC, Hasil NOC. Edisi x. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai