Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

A. Defenisi
Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau
setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda-
tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu World Health Organization
(WHO, 2005).
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi gangguan
fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh
karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak sehingga
menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat makanan dan
akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif singkat. Stroke
merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke,
sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat.
Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya
menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan
produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di
atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin
tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan stroke (Yayasan
Stroke Indonesia 2009).
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah
gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan
pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga
terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. Stroke
diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik
berdasarkan kelainan dan tanda gejala yang dialami oleh pasien.
B. Klasifikasi
Menurut Pudiastuti (2011) stroke terbagi menjadi 2 kategori yaitu stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik atau stroke iskemik.
1. Stroke hemoragik Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh
penderita hipertensi. Stroke hemoragik digolongkan menjadi 2 jenis yaitu :
a. hemoragik intraserebral (perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak),
b. hemoragik subaraknoid (perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid atau
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak.
2. Stroke non hemoragik Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena
tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Stroke iskemik ini dibagi 3 jenis yaitu:
a. stroke trombotik (proses terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan),
b. stroke embolik (tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah),
c. hipoperfusion sistemik (aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang karena
adanya gangguan denyut jantung).

C. Etiologi
Penyebab stroke menurut pembagiannya yaitu :
1. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture malformas
arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
d. Perdarahan akibat tumor otak
e. Infark hemoragik
f. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
2. Stroke Non Hemoragik
a. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher). Thrombosis ini
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi
jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis. Adapun beberapa
keadaan ini yang menjadi penyebab trombosis yaitu :
1) Atherosklerosis Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi
klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut : - Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah. - Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis. -
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus) - Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
2) Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas
/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3) Arteritis ( radang pada arteri )
b. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian otak atau dari bagian tubuh lain). Emboli serebral merupakan penyumbatan
pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD)
2) Myokard infark
3) Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama
sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1) Infeksi Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju ke otak.
2) Obat-obatan Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah
ke otak.
3) Hipotensi Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa
terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.

D. Patofisiologi
1. Stroke Hemoragic
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh darah otak,
pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah pecah dan
bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi fungsinya
menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat. Pada tahap pertama dimana
dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula terkena berupa
aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan dinding pembuluh
darah ini terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh hipertensi, DM,
peninggian kadar asam urat atau lemak dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau
akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup
ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut
tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan
kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul perdarahan. Pada saat
dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak
cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik berupa kelumpuhan,
tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak. Sumbatan pembuluh
darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari luar otak
(jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher (karotis) yang
terlepas dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu menyumbat.
Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala stroke juga timbul tergantung
pada daerah mana otak yang terganggu. Penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah secara mendadak dapat menimbulkan gejala dan tandatanda neurologik yang
memiliki sifat, mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau gejala peningkatan dan
timbulnya iskemi atau kerusakan otak,gejala neurologik yang timbul selalau terjadi
pada satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul mencapai maksimum
beberapa jam setelah serangan . Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi
hari serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian
berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral dan
subarachnoid. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya pembuluh
darah otak terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus
kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
2. Stroke Non Hemoragic
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan
arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinis dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm.
c. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi
lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
a. Keadaan pembuluh darah.
b. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah
ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi
menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah
otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya
embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
e. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi, salah satunya cardiac arrest
E. Manifestasi Klinis
1. Stroke Hemoragik
Stoke hemoragik menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat
dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena
fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
Berikut gejala dari stroke :
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau
disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
g. Gangguan persepsi
h. Gangguan status mental
Gejala yang ditimbulkan dapat pula diklasifikasikan berdasarkan sistem peredaran
darah yang terkena.
1. Sistem Karotis
Gejalanya :
a. Unilateral headache
1) Disartria
2) Afasia, bilamana mengenai hemisfer dominan
3) Amourosis fugaks (transient monocular blindness) ipsilateral menetap
4) Hemiparesis/paralisis kontralateral
5) Hemiparestesia/anestesia kontralateral
6) Brancio-Facial atau defisit ekstremitas bawah kontralateral
7) Deviasi konjugue ke arah lesi
b. Sistem vertebro-basilaris
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan penglihatan/pergerakan bola mata
4) Vornitus
5) Parestesia sirkumoral
6) Vertigo
7) Tinitus
8) Amnesia
9) Disartria
10) Disfagia
11) Drop attack
12) Hemihipestesia
13) Ataksia serebeller ipsilateral
14) Sindrom horner ipsilateral
15) Oftalmoplegia internuklearis

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya
daerah otak yang terkena:
a. Pengaruh terhadap status mental
• Tidak sadar : 30% – 40%
• Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
• Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
• Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
• Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
• Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-
80%)
• Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena
d. Daerah arteri serebri posterior
• Nyeri spontan pada kepala
• Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
• Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
• Hemiplegia alternans atau tetraplegia
• Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,
emosi
labil.

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

a. Stroke hemisfer kanan


• Hemiparese sebelah kiri tubuh
• Penilaian buruk
• Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan

b. stroke hemisfer kiri


• Mengalami hemiparese kanan
• Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
• Kelainan bidang pandang sebelah kanan
• Disfagia global
• Afasia
• Mudah frustasi

2. Stroke Non Hemoragik

a. Kehilangan Motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan


mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motor yang paling umum adalah Hemiparesis (kelemahan) dan
hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) sering terjadi setelah stroke, yang
biasanya desebabkan karena stroke pada bagian anterior atau bagian tengah
arteri serebral, sehingga memicu terjadinya infark bagian motorik dari kortek
frontal.

b. Aphasia, klien mengalami defisit dalam kemampuan berkomunikasi,


termasuk berbicara, membaca, menulis dan memahami bahasa lisan. Terjadi
jika pusat bahasa primer yang terletak di hemisfer yang terletak di hemisfer
kiri serebelum tidak mendapatkan aliran darah dari arteri serebral tengah
karena mengalami stroke, ini terkait erat dengan area wernick dan brocca.

c. Disatria, dimana klien mampu memahami percakapan tetapi sulit untuk


mengucapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.

d. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari


sebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.

e. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan karena stroke


pada arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf yang mengatur proses
menelan, yaitu N V (trigeminus), N VII (facialis), N IX (glossofarengeus)
dan N XII (hipoglosus).

f. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan seperti


diplopia.

g. Horner’s syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis pada
mata sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas,
kelopak mata bawah agak naik keatas, kontriksi pupil dan berkurangnya air
mata.
h. Unilateral neglected merupakan ketidak mampuan merespon stimulus dari
sisi kontralateral infark serebral, sehingga mereka sering mengabaikan salah
satu sisinya.

i. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari lobus
parietal yang disuplai oleh arteri serebral bagian anterior dan medial.

j. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian otak yang
mengatur perilaku dan emosi mempunyai porsi yang bervariasi, yaitu bagian
kortek serebral, area temporal, limbik, hipotalamus, kelenjar pituitari yang
mempengarui korteks motorik dan area bahasa.

k. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan salah satu


bentuk neurogenic blader atau ketidakmampuan kandung kemih, yang
kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirimkan pesan ke otak tentang
pengisian kandung kemih tetapi otak tidak dapat enginterpretasikan secara
benar pesan tersebut dan tidak mentransmisikan pesan ke kandung kemih
untuk tidak mengeluarkan urin. Ini yang menyebabkan terjadinya frekuensi
urgensi dan inkontinensia

F. Faktor resiko
Faktor Risiko Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang
tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable).
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable) Faktor resiko yang
tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan herediter/keturunan.
a. Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua kali lipat
lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke dapat terjadi juga
pada semua usia.
b. Jenis kelamin. Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari pada wanita,
namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke dari pada laki-laki.
c. Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang lebih besar
mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini berhubungan dengan
tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus pada ras Africa-
America.
d. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke, serangan TIA
sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Orang tua yang pernah mengalami stroke dikaitkan dengan peningkatan risiko 3
kali lipat kejadian stroke pada keturunannya.
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah
faktor-faktor yang berpotensi dapat diubah melalui perubahan gaya hidup dan
tindakan medis, sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke.
a. Hipertensi. Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke baik non
perdarahan atau perdarahan, dan juga menjadi factor terjadinya gangguan jantung
yang menjadi penyebab munculnya emboli otak. Hipertensi sangat berpengaruh
pada peredaran darah otak, karena menyebabkan terjadinya penebalan dan
remodeling pembuluh darah hingga memperkecil diameternya.
b. Penyakit jantung. Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark miokard,
kardiomiopati, abnormalitas katup jantung, dan kelainan jantung conginetal juga
temasuk kedalam faktor resiko stroke. Fibrilasi atrium adalah faktor risiko yang
paling penting diobati.
c. Dibetes melitus. DM merupakan faktor resiko yang penting terhadap kejadian
stroke, dan meningkatkan resiko kejadian stroke pada semua usia. Individu
dengan diabetes mellitus memiliki resiko lima kali lebih besar terserang stroke
dari pada individu yang tidak menderita diabetes mellitus.
d. Peningkatan kolesterol serum. Hiperlipidemia didefinisikan sebagai kondisi
dimana kadar kolesterol total lebih atau sama dengan 240 ml/dl. Kadar kolesterol
yang tinggi merupakan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan
sebrovaskular.
e. Merokok. Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat
meningkatkan efek terbentuknya thrombus dan pembentukan aterosklerosis pada
pembuluh darah. Merokok meningkatkan hampir dua sampai emapt kali lipat
resiko stroke.
f. Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah yang alcohol
dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman beralkohol setiap hari
memiliki resiko tinggi terhadap hipertensi, yang juga meningkatkan resiko
mereka menderita stroke.
g. Obesitas. Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah tinggi, dan kadar
lipid darah, yang semuanya meningkatkan risiko stroke.
h. Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama besar baik pada
pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras. Manfaat aktivitas fisik yang
rutin dilakukan baik ringan maupun sedang dapat memberikan efek yang
menguntungkan terutama untuk menurunkan faktor risiko.
i. Diet. Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet tinggi lemak
jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat meningkatkan risiko stroke.
Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama penggunaan kokain, telah dikaitkan
dengan risiko stroke.
j. Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan dapat
meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.
b. Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki
gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka
penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
c. Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan.
d. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan
anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-
12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan
terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di
otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda
lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense
MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi
daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah
kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan
terjadinya iskemik di daerah tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA
juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada
stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya
memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2
standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-weighted
imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan
sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI dapat
mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga
dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi
daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan
dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.
e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi
arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial
dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut
termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke
non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG
diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga
lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang
juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks

H. Penatalaksanaan
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan.
ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun
atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi (Sylvia dan Lorraine 2006).
Secara medis, stroke dapat diatasi dengan cara berikut yaitu :
1. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena
akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang
mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada
penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut
diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga
bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat
pengakuan FDA pada tahun 1996.

2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke
telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan
hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis
arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli.
Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral
karena pemberian heparin tersebut.
a. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu
paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg
(loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT.
Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.

b. Heparin
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein
lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Waktu paro plasma: 50-150
menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam
fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time.
Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15
menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.

c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang
mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi
jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat
aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan
demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan
dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam
sesudah onset.

3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)


a. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang
dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300
mg/hari. Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak
tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma:
50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine,
tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin
pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel) Pasien yang tidak tahan
aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau
clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan
antraksi platelet-platelet. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan
netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel
darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi
jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.

4. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
a. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak
dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan
aspirin lebih baik digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah
stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah
vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur
karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
b. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis
arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa
angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga
memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan
stenting (CAS) digunakan sebagai alternative dari carotid endarterectoomi
untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan pada prinsip yang sama seperti
angioplasty untuk penyakit jantung.
• Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di lipatan
paha
• Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri
karotis
• Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil
didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)
• Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular (stent) ke dalam pembuluh darah
untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka
DAFTAR PUSTAKA

Pudiastuti, R.2017.Penyakit pemicu stroke dilengkapi posyandu lansia dan posbindu


PTM.Yogyakarta: Nuha Medika

Price, SA. & Wilson, LM. 2018.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 2.6th ed.Jakarta:EGC;110

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. T

im Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE

DISUSUN OLEH :
R. RARA GUSTI MAULIYANA
2211515011

PRODI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
TAHUN 2022

Anda mungkin juga menyukai