STROKE
OLEH :
Hery Styawan
Intan Permata Hati
Rosiana SA
Bambang Prihatin
Yenie faridawati
Ariel
Nunung Susanti
Lindayani Rumbo
Joko Setiawan
Rabiatul Adawiyah
Martina S Rahman
Sartika Juniarti
Desi Patongloan
Irawati
Damaris Taruk
B. Klasifikasi
Menurut Pudiastuti (2011) stroke terbagi menjadi 2 kategori yaitu stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik atau stroke iskemik.
1. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh
penderita hipertensi. Stroke hemoragik digolongkan menjadi 2 jenis yaitu :
a. hemoragik intraserebral (perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak),
b. hemoragik subaraknoid (perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid atau
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak.
2. Stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Stroke iskemik ini dibagi 3 jenis yaitu:
a. stroke trombotik (proses terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan),
b. stroke embolik (tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah),
c. hipoperfusion sistemik (aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang karena
adanya gangguan denyut jantung).
C. Etiologi
Penyebab stroke menurut pembagiannya yaitu :
1. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
d. Perdarahan akibat tumor otak
e. Infark hemoragik
f. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
2. Stroke Non Hemoragik
a. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Adapun beberapa keadaan ini yang menjadi penyebab trombosis yaitu :
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
1. Stroke Hemoragic
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh darah otak,
pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah pecah dan
bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi fungsinya
menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat. Pada tahap pertama
dimana dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula
terkena berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan
dinding pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh
hipertensi, DM, peninggian kadar asam urat atau lemak dalam darah, perokok
berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau
akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup
ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut
tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan
kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul perdarahan. Pada saat
dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak
cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik berupa
kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak. Sumbatan
pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari
luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher
(karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu
menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala stroke juga
timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu. Penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat menimbulkan gejala dan tanda-
tanda neurologik yang memiliki sifat, mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau
gejala peningkatan dan timbulnya iskemi atau kerusakan otak,gejala neurologik
yang timbul selalau terjadi pada satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul
mencapai maksimum beberapa jam setelah serangan . Umumnya kurang dari 24
jam, jadi misalnya pagi hari serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan
sebelah kanan kemudian berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral dan
subarachnoid. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya pembuluh
darah otak terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus
kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
2. Stroke Non Hemoragic
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan
arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinis dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm.
c. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
a. Keadaan pembuluh darah.
b. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran
darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi
menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak
yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar
pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi
otak.
d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
e. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan
lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
Pathway
E. Faktor Risiko
Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable).
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable)
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan
herediter/keturunan.
a. Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua kali lipat
lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke dapat terjadi
juga pada semua usia.
b. Jenis kelamin. Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari pada wanita,
namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke dari pada laki-laki.
c. Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang lebih besar
mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini berhubungan
dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus pada ras
Africa-America.
d. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke, serangan TIA
sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga meningkatkan risiko terjadinya
stroke. Orang tua yang pernah mengalami stroke dikaitkan dengan
peningkatan risiko 3 kali lipat kejadian stroke pada keturunannya.
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang berpotensi dapat
diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan medis, sehingga mengurangi
risiko terjadinya stroke.
a. Hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke baik non perdarahan
atau perdarahan, dan juga menjadi factor terjadinya gangguan jantung yang
menjadi penyebab munculnya emboli otak. Hipertensi sangat berpengaruh
pada peredaran darah otak, karena menyebabkan terjadinya penebalan dan
remodeling pembuluh darah hingga memperkecil diameternya.
b. Penyakit jantung.
Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark miokard, kardiomiopati,
abnormalitas katup jantung, dan kelainan jantung conginetal juga temasuk
kedalam faktor resiko stroke. Fibrilasi atrium adalah faktor risiko yang paling
penting diobati.
c. Dibetes melitus.
DM merupakan faktor resiko yang penting terhadap kejadian stroke, dan
meningkatkan resiko kejadian stroke pada semua usia. Individu dengan
diabetes mellitus memiliki resiko lima kali lebih besar terserang stroke dari
pada individu yang tidak menderita diabetes mellitus.
d. Peningkatan kolesterol serum.
Hiperlipidemia didefinisikan sebagai kondisi dimana kadar kolesterol total
lebih atau sama dengan 240 ml/dl. Kadar kolesterol yang tinggi merupakan
faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan sebrovaskular.
e. Merokok.
Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat meningkatkan
efek terbentuknya thrombus dan pembentukan aterosklerosis pada pembuluh
darah. Merokok meningkatkan hampir dua sampai emapt kali lipat resiko
stroke.
f. Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah yang alcohol
dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman beralkohol setiap hari
memiliki resiko tinggi terhadap hipertensi, yang juga meningkatkan resiko
mereka menderita stroke.
g. Obesitas.
Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah tinggi, dan kadar lipid
darah, yang semuanya meningkatkan risiko stroke.
h. Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama besar baik
pada pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras. Manfaat aktivitas fisik
yang rutin dilakukan baik ringan maupun sedang dapat memberikan efek yang
menguntungkan terutama untuk menurunkan faktor risiko.
i. Diet.
Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet tinggi lemak
jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat meningkatkan risiko
stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama penggunaan kokain, telah
dikaitkan dengan risiko stroke.
j. Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan dapat
meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.
F. Manifestasi Klinis
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
Berikut gejala dari stroke :
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau
disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
g. Gangguan persepsi
h. Gangguan status mental
Gejala yang ditimbulkan dapat pula diklasifikasikan berdasarkan sistem peredaran
darah yang terkena.
1. Sistem Karotis
Gejalanya :
a. Unilateral headache
1) Disartria
2) Afasia, bilamana mengenai hemisfer dominan
3) Amourosis fugaks (transient monocular blindness) ipsilateral menetap
4) Hemiparesis/paralisis kontralateral
5) Hemiparestesia/anestesia kontralateral
6) Brancio-Facial atau defisit ekstremitas bawah kontralateral
7) Deviasi konjugue ke arah lesi
b. Sistem vertebro-basilaris
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan penglihatan/pergerakan bola mata
4) Vornitus
5) Parestesia sirkumoral
6) Vertigo
7) Tinitus
8) Amnesia
9) Disartria
10) Disfagia
11) Drop attack
12) Hemihipestesia
13) Ataksia serebeller ipsilateral
14) Sindrom horner ipsilateral
15) Oftalmoplegia internuklearis
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah
otak yang terkena:
a. Pengaruh terhadap status mental
Tidak sadar : 30% – 40%
Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena
d. Daerah arteri serebri posterior
Nyeri spontan pada kepala
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
Hemiplegia alternans atau tetraplegia
Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,
emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
Hemiparese sebelah kiri tubuh
Penilaian buruk
Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan
b. stroke hemisfer kiri
Mengalami hemiparese kanan
Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
Kelainan bidang pandang sebelah kanan
Disfagia global
Afasia
Mudah frustasi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosi,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.
b. Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
c. Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi
trombolitik dan antikoagulan.
d. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan
adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk
dari stroke.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip
dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Adanya perubahan hasil CT
scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke
terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di
otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense
MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white
matter.
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena
daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan
MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan
yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada
stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol
lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted
imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke
non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT
scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah
kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang
serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar
dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.
e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.
USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial,
dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada
semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi
trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.
H. Penatalaksanaan
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi (Sylvia dan Lorraine 2006).
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak
dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin
lebih baik digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler
atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis
endarterektomi berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
a. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti
lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS)
digunakan sebagai alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien.
CAS berdasarkan pada prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit
jantung.
Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di lipatan
paha
Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri
karotis
Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil
didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)
Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular (stent) ke dalam pembuluh darah
untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka
I. Komplikasi
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat terjadi
masalah fisik dan emosional diantaranya:
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
CT scan : Didapatkan hiperdens fokal, kadang-
kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
MRI : Untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
Angiografi serebral : Untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
(Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan foto thorax : Dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999).
2) Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal : Pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara,
1998)
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf
Misbach, 1999)
Pemeriksaan darah lengkap : Untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
Pengkajian GADAR
1. Pengkajian Primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder
Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis
Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang
otot). Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran.
Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia
), kelemahan umum.
Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung, endokarditis bacterial )
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia, perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
Integritas ego
Data Subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang
harapan Data obyektif:
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan kesulitan berekspresi diri
Eliminasi
Data Subyektif
Inkontinensia
Anuria
Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh)
Tidak adanya suara usus (ileus paralitik)
Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK, kehilangan sensasi
lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam
darah. Data obyektif:
Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan
faring)
Obesitas ( factor resiko)
Sensori neural
Data Subyektif:
Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
Gangguan rasa pengecapan dan
penciuman Data obyektif:
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam ( kontralateral )
Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral
Nyeri /
kenyamanan Data
Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi
intensitasnya Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
Respirasi
Data Subyektif:
Perokok (factor resiko)
Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri
Kaji risiko jatuhnya
Kaji Skor ADLnya
Interaksi
social Data
obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
• Risiko cedera
• Defisit perawatan diri
• Risiko perfusi serebral tidak efektif
• Gangguan mobilitas fisik
• Gangguan komunikasi verbal
• Defisit nutrisi
• Gangguan persepsi sensori
• Defisit perawatan diri
• Risiko gangguan intergritas kulit
• Risiko cedera
• Harga diri rendah situasional
INTERVENSI KEPERAWATAN
Pencegahan jatuh
1. Tindakan
o Identifikasi factor risiko jatuh
o Identifikasi factor ligkungan yang
meningkatkan risiko jatuh
o Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala
o Monitor kemampuan berpindah dari
tempat tidur ke kunsi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
o Orientasi ruangan pada pasien dan
keluarga
o Pastikan roda tempat tidur dan kursi
roda slalu dalam keadaan terkunci
o Pasang hedrail tempat tidur
o Atur tempat tidur mekanis dalam posisi
rendah
o Gunakan alat bantu berjalan
Edukasi
o Ajurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
o Anjurkan menggunka alas kaki yang
tidak licin
o Anjurkan berkonsetrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
o Anjurkan melebarkan kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri
Defisit perawatan diri Perawatan diri Dukungan perwatan diri
Risiko gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan integritas kulit
kulit/jaringan selama … x … jam, diharapkan integritas Observasi
Factor risiko kulit dan jaringan meningkat dengan Identifikasi penyebab
Perubahan sirkulasi kriteria hasil : gangguan integritas kulit
Perubahan status nutrisi Integritas kulit dan jaringan Terapeutik
Kekurangan/kelebihan volume Elastisitas meningkat Ubah posisi tiap 2 jam tirah baring
cairan Hidrasi meningkat Lakukan pemijatan pada area
Penurunan mobilitas Perfusi jaringan meningkat penonjolan tulang, jika perlu
Bahan kimia iritatif Kerusakan jaringan menurun Bersihkan peneal dengan air hangat,
Suhu lingkungan yang ekstrem Kerusakan lapisan kulit menurun terutama selama periode diare
Factor mekanis atau factor Nyeri menurun Gunakan produk berbahan petroleum
elektris Perdarahan menurun atu minyak pada kulit kering
Terapi radiasi Kemerahan menurun Gunakan produk berbahan ringan/alami
Kelembaban Hematoma menurun dan hipoalergik pada kulit sensitive
Proses penuaan Pigmentasi abnormal menurun Hindari produk berbahan dasar alcohol
Neuropati perifer pada kulit kering
Jaringan parut menurun
Perubahan pigmentasi Edukasi
Nekrosis menurun
Perubahan hormonal Anjurkan menggunakan pelembab
Abrasi kornea menurun
Penekanan pada tonjolan tulang Anjurkan minum air yang cukup
Suhu kulit membaik
Kurang terpapar informasi Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Sensasi membaik
tentang upaya Anjurkan meningkatkan asupan buah
Tekstur membaik
mempertahankan/melindungi dan sayur
Pertumbuhan rambut membaik
integritas jaringan Anjurkan menghindari terpapar
Kondisi klinis terkait suhu ekstrim
Imobilisasi Anjurkn mandi dan menggunakan sabun
Gagal jantung kongestif secukupnya
Gagal ginjal
Diabetes mellitus
Imunodefisiensi
Kateterisasi jantung
Harga diri rendah situasional Setelah dilakukan asuhan keperawatan Promosi harga diri
Definisi: evaluasi atau perasaan negatif selama …. X …. Jam, diharapkan harga Observasi
terhadap diri sendiri atau kemampuan diri meningkat dengan kriteria hasil: Identifikasi budaya, agama, ras, jenis
klien sebagai respon terhadap situasi saat Harga diri kelamin, dan usia terhadap harga diri
ini. Penilaian diri positif meningkat Monitor verbalisasi yang merendahkan diri
Perasaan memiliki kelebihan atau sendiri
Penyebab: kemampuan positif meningkat Monitor tingkat harga diri setiap waktu,
Perubahan pada citra tubuh Perasaan malu menurun sesuai kebutuhan
Perubahan peran social Perasaan tidak mampu
Ketidakadekuatan pemahaman melakukan apapun menurun Terapeutik
Perilaku tidak konsisten dengan nilai Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif
Kegagalan hidup berulang untuk diri sendiri
Riwayat kehilangan Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian
Riawayat penolakan diri
Transisi perkembangan Diskusikan pengalaman yang meningkatkan
harga diri
Gejala dan tanda mayor Diskusikan persepsi negative diri
Subjekif Diskusikan alasan mengkritik diri atau rasa
Menilai diri negatif (misalnya tidak bersalah
berguna, tidak tertolong) Diskusikan penetapan tujuan realistis untuk
Merasa malu/bersalah mencapai harga diri yang lebih tinggi
Melebih-lebihkan penilaian negatif Berikan umpan balik positif atas
tentang diri sendiri peningkatan mencapai tujuan
Menolak penilaian positif tentang diri
sendiri Edukasi
Objektif Jelaskan kepada keluarga pentingnya
Berbicara pelan dan lirih dukungan dalam perkembangan konsep
Menolak berinteraksi dengan orang positif diri pasien
lain Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang
Berjalan menunduk dimiliki
Postur tubuh menunduk Anjurkan mempertahankan kontak mata
saat berkomunikasi dengan orang lain
Gejala dan tanda minor Latih cara berpikir dan berperilaku positif
Subjektif Latih meningkatkan kepercayaan pada
Sulit berkonsentrasi kemampuan dalam menangani situasi
Objektif
Kontak mata kurang
Lesu dan tidak bergairah
Pasif
Tidak mampu membuat keputusan
Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nutrisi
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup selama …. X …. Jam, diharapkan status Observasi
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme nutrisi meningkat dengan kriteria hasil: Identifikasi status nutrisi
Porsi makanan yang Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Penyebab: dihabiskan meningkat Identifikasi makanan yang disukai
Ketidakmampuan menelan makanan Kekuatan otot pengunyah meningkat Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
Ketidakmampuan mencerna makanan Kekuatan otot menelan meningkat nutrient
Ketidakmampuan mengabsorpsi Berat badan Indeks Massa Identifikasi perlunya penggunaan selang
nutrien Tubuh (IMT) membaik nasogastrik
Peningkatan kebutuhan metabolisme Frekuensi makan membaik Monitor asupan makanan
Faktor ekonomi (misalnya Nafsu makan membaik Monitor berat badan
finansial tidak mencukupi Bising usus membaik Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Faktor psikologis (misalnya
stres, keengganan untuk makan)
Terapeutik
Gejala dan tanda mayor Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
Subjektif : (tidak tersedia) perlu
Objektif: Fasilitasi menentukan pedoman diet
Berat badan menurun minimal 10% (misalnya piramida makanan)
di bawah rentang ideal Sajikan makanan secara menarik dan suhu
Gejala dan tanda minor yang sesuai
Subjektif: Berikan makanan tinggi serat untuk
Cepat kenyang setelah makan mencegah konstipasi
Kram/nyeri abdomen Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
Nafsu makan menurun protein
Objektif Berikan suplemen makanan, jika perlu
Bising usus hiperaktif Hentikan pemberian makanan melalui
Otot pengunyah lemah selang nasogastrik jika asupan oral dapat
Otot menelan lemah ditoleransi
Membran mukosa pucat
Sariawan
Serum albumin turun Edukasi
Rambut rontok berlebihan Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Diare Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (misalnya pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
Risiko perfusi serebral tidak efektif Perfusi serebral Manajemen peningkatan TIK
Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang
akan dilakukan dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi Keperawatan mengacu kepada Kriteria hasil dari standar luaran keperawatan indonesia (SLKI)
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.