Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Oleh

TANTIANA

2020207209296

PROGAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian Stroke
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
(Muttaqin, 2018).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2019). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Smeltzer et al, 2012).

2. Klasifikasi
a. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,
yaitu: (Muttaqin, 2018)
1) Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
2) Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau
di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
b. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
1) TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang
timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam.
2) Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3) Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
3. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2018):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan
kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
b. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi
infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

4. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari
flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Misbach, 2019 cit Muttaqin 2018)
5. Pathway
Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi

Peningkatan Tekanan
Trombus/ Emboli
Sistemik
di cerebal

Aneurisme
Suplai darah ke jaringan
Perdarahan cerebal tidak adekuat
Arakhnoid/Ventrikel

Vasospasme Perfusi jaringan


Hematoma Cerebal
arteri cerebal cerebal tidak
PTIK/ Herniasi cerebal efektif
Iskemik infark
Penurunan Penekanan
kesadaran saluran Deficit neurologi
pernafasan
Hemisfer kanan Hemisfer kiri

Pola Nafas Tidak Hemiparese/ hemiplegi Hemiparese/


Efektif kiri hemiplegi
Area grocca kanan

Kerusakan fungsi
N.VII Deficit Resiko Hambatan
perawatan diri kerusakan mobilitas
integritas kulit fisik
Gangguan Resiko trauma
komunikasi
verbal Resiko aspirasi

Resiko jatuh
6. Manifestasi Klinis
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

7. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis          nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
8. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
9. Penatalaksanaan Medis
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
f. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran.
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan Perfusi Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tekanan perfusi serebral
jaringan serebral  b.d aliran keperawatan selama 3 x 24 jam, 2. Catat respon pasien terhadap stimuli
darah ke otak terhambat. diharapkan suplai aliran darah keotak 3. Monitor tekanan intrakranial pasien
lancar dengan kriteria hasil: dan respon neurology terhadap
1. mendemonstrasikan status sirkulasi aktivitas
yang ditandai dengan 4. Monitor jumlah drainage cairan
a. Tekanan systole dandiastole dalam serebrospinal
rentang yang diharapkan 5. Monitor intake dan output cairan
b. Tidak ada ortostatikhipertensi 6. Restrain pasien jika perlu
c. Tidak ada tanda tanda peningkatan 7. Monitor suhu dan angka WBC
tekanan intrakranial (tidak lebih 8. Kolaborasi pemberian antibiotik
dari 15 mmHg) 9. Posisikan pasien pada posisi
2. mendemonstrasikan kemampuan semifowler
kognitif yang ditandai dengan: 10. Minimalkan stimuli dari lingkungan
 berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
menunjukkan perhatian, konsentrasi
dan orientasi memproses informasi
membuat keputusan dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan gerakan
involunter

2 Kerusakan komunikasi Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Dengarkan setiap ucapan klien dengan
verbal b.d penurunan keperawatan selama  3 x 24 jam, penuh perhatian
sirkulasi ke otak diharapkan klien mampu untuk 2. Gunakan kata-kata sederhana dan
berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil: pendek dalam komunikasi dengan
1. dapat menjawab pertanyaan yang klien
diajukan perawat 3. Dorong klien untuk mengulang kata-
2. dapat mengerti dan memahami pesan- kata
pesan melalui gambar 4. Berikan arahan / perintah yang
3. dapat mengekspresikan perasaannya sederhana setiap interaksi dengan klien
secara verbal maupun nonverbal 6

3 Defisit perawatan diri; Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemempuan klien untuk
mandi,berpakaian, makan, keperawatan selama 3x 24 jam, perawatan diri yang mandiri.
toileting b.d kerusakan diharapkan kebutuhan mandiri klien 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-
neurovaskuler terpenuhi, dengan kriteria hasil: alat bantu untuk kebersihan diri,
1. Klien terbebas dari bau badan berpakaian, berhias, toileting dan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap makan.
kemampuan untuk melakukan ADLs 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu
3. Dapat melakukan ADLS dengan secara utuh untuk melakukan self-care.
bantuan 4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien
tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
4 Kerusakan mobilitas fisik Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah
b.d kerusakan neurovaskuler keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan latihan dan lihat respon pasien saat
klien dapat melakukan pergerakan fisik latihan
dengan kriteria hasil : 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik tentang rencana ambulasi sesuai
2. Mengerti tujuan dari peningkatan dengan kebutuhan
mobilitas 3. Bantu klien untuk menggunakan
3. Memverbalisasikan perasaan dalam tongkat saat berjalan dan cegah
meningkatkan kekuatan dan terhadap cedera
kemampuan berpindah 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu lain tentang teknik ambulasi
untuk mobilisasi (walker) 5. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
5 Pola nafas tidak efektif Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan lift atau jaw thrust bila perlu
penurunan kesadaran pola nafas pasien efektif dengan kriteria 2. Posisikan pasien untuk
hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Menujukkan jalan nafas paten ( tidak 3. Identifikasi pasien perlunya
merasa tercekik, irama nafas normal, pemasangan alat jalan nafas buatan
frekuensi nafas normal,tidak ada suara 4. Pasang mayo bila perlu
nafas tambahan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suara nafas yang bersih, tidak ada suction
sianosis dan dyspneu (mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
mengeluarkan sputum, mampu suara tambahan
bernafas dengan mudah, tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo
pursed lips). 9. Berikan bronkodilator bila perlu
3. Menunjukkan jalan nafas yang paten 10. Berikan pelembab udara
(klien tidak merasa tercekik, irama 11. Kassa basah NaCl Lembab
nafas, frekuensi pernafasan dalam 12. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak ada suara nafas mengoptimalkan keseimbangan.
abnormal 13. Monitor respirasi dan status O2
4. Tanda Tanda vital dalam rentang Oxygen Therapy
normal (tekanan darah, nadi, 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
pernafasan trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
6 Resiko kerusakan integritas Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
kulit b.d immobilisasi fisik perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pakaian yang longgar
pasien mampu mengetahui dan  2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
mengontrol resiko dengan kriteria hasil : 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
1. Integritas kulit yang baik bisa dan kering
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
temperatur, hidrasi, pigmentasi) setiap dua jam sekali
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Perfusi jaringan baik 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
4. Menunjukkan pemahaman dalam pada derah yang tertekan
proses perbaikan kulit dan mencegah 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
terjadinya sedera berulang 8. Monitor status nutrisi pasien
5. Mampu melindungi kulit dan 9. Memandikan pasien dengan sabun dan
mempertahankan kelembaban kulit dan air hangat
perawatan alami
7 Resiko Aspirasi Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Aspiration precaution
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan 2. Monitor tingkat kesadaran, reflek
penurunan tingkat tidak terjadi aspirasi pada pasien dengan batuk dan kemampuan menelan
kesadaran kriteria hasil : 3. Monitor status paru
1. Klien dapat bernafas dengan mudah, 4. Pelihara jalan nafas
tidak irama, frekuensi pernafasan 5. Lakukan suction jika diperlukan
normal 6. Cek nasogastrik sebelum makan
2. Pasien mampu menelan, mengunyah 7. Hindari makan kalau residu masih
tanpa terjadi aspirasi, dan banyak
mampumelakukan oral hygien 8. Potong makanan kecil kecil
3. Jalan nafas paten, mudah bernafas, 9. Haluskan obat sebelumpemberian
tidak merasa tercekik dan tidak ada 10. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah
suara nafas abnormal makan
8 Resiko Injury berhubungan Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
dengan penurunan tingkat perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien
kesadaran tidak terjadi trauma pada pasien dengan 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
kriteria hasil: pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
1. Klien terbebas dari cedera fungsi kognitif  pasien dan riwayat
2. Klien mampu menjelaskan penyakit terdahulu pasien
cara/metode untukmencegah 3. Menghindarkan lingkungan yang
injury/cedera berbahaya (misalnya memindahkan
3. Klien mampu menjelaskan factor perabotan)
resiko dari lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail tempat tidur
personal 5. Menyediakan tempat tidur yang
4. Mampumemodifikasi gaya hidup nyaman dan bersih
untukmencegah injury 6. Menempatkan saklar lampu ditempat
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang yang mudah dijangkau pasien.
ada 7. Membatasi pengunjung
6. Mampu mengenali perubahan status 8. Memberikan penerangan yang cukup
kesehatan 9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2013. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC


Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 4 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2020. Nursing Outcomes Classification (NOC) Third Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2020. Nursing Interventions Classification (NIC) Third Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
        Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015-2016. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai