Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

OLEH
LESKA DEVICA
NIM :2022207209049

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2022
KONSEP DASAR PNEUMONIA

1. Definisi/Pengertian
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agen infeksisus ( Brunner & Suddarth, 2012). Pneumonia adalah peradangan paru yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur (Medicastore).

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya
dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA). Dengan gejala batuk dan disertai
dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma
(fungi) dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan
konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis (Nursalam, 2015).

Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematian. Pneumonia


adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantong-kantong udara dalam paru
yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen
menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Karena
inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal

2. Etiologi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet atau sering disebabkan oleh streptoccus
pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian
ventilator oleh p. Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan
keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan
antibiotik yang tidak tepat.
Setelah masuk ke paru paru organism bermultiplikasi dan, jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain di atas penyebab
terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu :
1. Bacteria : diploccus pneumonia, pneumocaccus, streptokokus hemolyticus,
streptokoccus aureus, hemophilus influenzae, mycobacterium tuberkulosis,
bacillus friedlander.
2. Virus : respiratory syncytial virus, adeno virus, V.Ssitomegalitik,
V.Influenza.
3. Mycoplasma pneumonia
4. Jamur : histoplasma capsulatum, cryptococcus neuroformans, blastomyces
dermatitides, coccidodies immtis, aspergillus, species, candida albicans.
5. Aspirasi : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing
6. Pneumonia hipostatik
7. Sindrom loeffler
(Nursalam, 2015)
3. Patofisiologi
Pneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh bakteri yang
masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan paru. Bakteri pneumokok ini dapat
masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokkan, menembus jaringan mukosa lalu
masuk ke pembuluh darah mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput otak.
Akibatnya timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak. Inflamasi bronkus ditandai
adanya penumpukan sekret sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan
jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru
dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan
rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas, hipoksemia,
asidosis respiratorik, sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas. ( Misnadiarly, 2018 ).

4. Manifestasi Klinis

Temuan Subjektif Temuan Objektif

a. Dispnea a. Demam
b. Takipnea (laju pernafasan >60 b. Membebat hemotoraks yang sakit
kali/menit). c. Hipoksemia
c. Nyeri dada pleuritik d. Bunyi pekak saat perkusi
d. Demam tinggi (suhu 39-40’C) e. Krakles
e. Menggigil f. Tidak ada bunyi napas pada bidang paru
f. Hemoptisis yang dakit
g. Batuk produktif dengan sputum berbusa g. Rongent dada mungkin menunjukkan
atau purulen infiltrat, konsolidasi, atau opasifikasi
(Asih, Niluh., 2013)
Kelompok umur Criteria pneumonia Gejala klinis
Batuk bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah
pneumonia Adanya napas cepat dan tidak ada
2 bulan - < 5 tahun tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam
Pneumonia berat Adanya tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam
Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah
< 2 bulan kedalam yang kuat
Pneumonia berat Adanya napas cepat dan adanya tarikan
dinding bawah kedalam yang kuat

TABEL 4. Tanda & Gejala Berdasarkan Jenis Pneumonia (Somantri, 2017)


JENIS PNEUMONIA FAKTOR RESIKO TANDA & GEJALA

Sindroma Tipikal  Sickle cell disease  Onset mendadak dingin, menggigil,


 Hipogammaglobulinemia demam (39-400C)
 Multiple myeloma  Nyeri dada pleuritis
 Batuk produktif, sputum hijau,
purulen, dan mungkin mengandung
bercak darah, serta hidung
kemerahan
 Retraksi interkostal, penggunaan otot
aksesorius, dan bisa timbul sianosis
Sindrom Atipikal  Usia tua  Onset bertahap dalam 3-5 hari
 COPD  Malaise, nyeri kepala, nyeri
 Flu tenggorokan
 Anak-anak  Nyeri dada karena batuk
 Dewasa muda
Aspirasi  Kondisi lemah karena  Anaerobic campuran, mulanya onset
konsumsi alkohol perlahan
 Perawatan (misalnya  Demam rendah dan batuk
infeksi nosokomial)  Produksi sputum; bau busuk
 Gangguan kesadaran  Foto dada jaringan interstitial yang
terkena tergantung bagian yang
terkena di paru-parunya
 Infeksi gram negative atau positif
 Gambaran klinik mungkin sama
dengan pneumonia klasik
 Distress respirasi mendadak, dispnea
berat, sianosis, batuk, dan diikuti
tanda infeksi sekunder
Hematogen  Kateter IV yang terinfeksi  Gejala pulmonal timbul minimal
 Endokarditis disbanding gejala sepilkemia
 Drug abuse  Batuk non produktif dan nyeri
 Abses intra abdomen pleuritik sama dengan yang terjadi
 Pyelonefritis pada emboli paru-paru
 Empiema kandung kemih
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1) Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi.Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan.Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2) Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3) Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4) Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
5. Pemeriksaan Diagnostik
 Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus).
Pada pneumonia mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.
 GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada
 Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah
netrofil). Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan
pergeseran LED meninggi.
 LED meningkat.
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan
komplain menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah, bilirubin meningkat, aspirasi
biopsi jaringan paru

 Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada. Foto thorax bronkopeumonia terdapat bercak-bercak infiltrat
pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi
pada satu atau beberapa lobus.

 Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah


Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau
biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan
virus. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi
langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi
cara ini tidak rutin dilakukan karena sulit.
 Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipokemia).

 Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
 Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV),
karakteristik sel raksasa (rubella).

6. Komplikasi
Komplikasi Berdasarkan Jenis Pneumonia (Smeltzer, 2012)
JENIS KOMPLIKASI
PNEUMONIA BAKTERIAL
Pneumonia streptokokus  Syok
 Efusi pleura
 Superinfeksi
 Perikarditis
 Otitis media
Pneumonia stafilokokus  Pneumotoraks/efusi pleural
 Abses paru
 Empiema
 Meningitis
Pneumonia klebsiella  Abses paru multiple dengan pembentukan kista
 Empiema
 Perikarditis
 Efusi pleura.
Pneumonia pseudomonas  Mencakup peronggaan paru
 hemoragi dan infark paru
Haemophilus influenza  Abses paru
 Efusi pleura

PNEUMONIA ATIPIKAL
Penyakit Legionnaires  Hipotensi
 Syok
 Gagal ginjal akut
Pneumonia mikoplasma  Meningitis aseptic
 Menigoensefalitis
 Perikarditis
 Miokarditis
Pneumonia virus  Infeksi bacterial
 Superimposed
 Bronkopenia
Pneumonia pneumosistis carinii (PCP)  Gagal nafas
Pneumonia klamidia (Pneumonia TWAR)  Infeksi
 ARDS
Tuberkulosis  ARDS

7. Penatalaksanaan Pneumonia
a. Tindakan suportif (Setyoningrum,2016)
 Pemberian oksigen yang adekuat untuk mempertahankan PaO2> 8 kPa (SaO2<
90%) melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana
tersedia, alat bantu nafas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal
nafas.
 Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Resusitasi cairan intravena untuk
memastikan stabilitas hemodinamik. Cairan rumatan yang diberikan mengandung
gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu
dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan,
tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian
asupan oral dapat diberikan bertahap melalui NGT drip susu atau makanan cair.
Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk
mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate
Anti Diuretic Hormone)
 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal salin untuk
memperbaiki transpor mukosiliar.
 Koreksi kelainan elektrolit / metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemia dan
asidosis metabolik.
 Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang, demam, diare dan lainnya serta
komplikasi bila ada.
 Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif
kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin
diperlukan pada gagal napas.
 Fisioterapi dada dengan drainage postural, bronkoskopi & suction dapat diberikan
untuk membantu pasien mengeluarkan sekret di saluran pernafasan. Dan hidrasi
untuk mengencerkan sekresi sekret.
 Terapi antibiotika(Setyoningrum,2016)
Sesuai dengan kebijakan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (P2ISPA), antibiotika yang dipakai untuk pengobatan
pneumonia adalah kotrimoksasol (480 mg dan 120 mg) dengan pemberian selama
5 hari. Antibiotika yang dapat dipakai sebagai pengganti kotrimoksasol ialah
ampisilin, amoksisilin, dan prokain penisilin. Kotrimoksasol adalah antibiotika
yang diprioritaskan oleh WHO dengan pertimbangan sebagai berikut :
 Resistensinya belum pernah dilaporkan.
 Harganya murah dan mudah didapat.
 Sangat mudah cara pemberiannya yaitu cukup dua kali sehari selama 5 hari
(bila dibandingkan dengan antibiotika lain pemberiannya harus empat kali
sehari).
a. Golongan beta-laktam (Penisilin, Sefalosporin, Karbapenem dan monobaktam)
digunakan untuk terapi pneumonia karena bakteri seperti Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae dan Staphyloccocus aereus.
b. Golongan Sefalosporin digunakan untuk pneumonia berat, terutama bila penyebabnya
belum diketahui.
c. Golongan penisilin digunakan pada pneumonia ringan – sedang.
d. Ampisilin digunakan pada pneumonia karena Streptococcus dan Pneumococcus dsb.
(bakteri gram +)
e. Ampisilin dan Kloramfenikol digunakan pada pneumonia karena Hemofilus dsb.
(bakteri gram -)
f. Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan
neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik
dan infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal
pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3. Dapat
dipertimbangkan juga pemberian :
 Kotrimaksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
 Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus
 Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena
jamur
g. British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik secara parental
diberikan pada anak-anak dengan pneumonia berat / anak yang tidak bisa menerima
antibiotika oral
h. Pemberian antibiotik biasanya diberikan sesuai jenis infeksius pneumonia, jika pada
pneumonia selain bekteri maka pemberian antibiotik bertujuan untuk mengurangi
resiko infeksi bakteri sekunder.
i. Sedangkan untuk pengobatan simptomatik demam yang muncul dapat diberikan
parasetamol (500 mg), pemberian setiap 6 jam selama 2 hari, dengandosis :
1
 2 bulan - <6 bulan  tablet 500mg
8
1
 6 bulan - < 3 tahun  tablet 500mg
4
1
 3 tahun - < 5 tahun  tablet 500mg
2

Pengobatan Berdasarkan Jenis Pneumonia (Smeltzer, 2012)


JENIS NAMA OBAT
PNEUMONIA BAKTERIAL
Pneumonia streptokokus  Penisilin G IV
 Penisilin V PO (per oral)
 Terapi Antibiotik bergantian:
- Sefuroksim atau sefalosporin generasi ke-3 (sefotaksim,
seftriakson, seftizoksim)
- Eritromisin
- Klindamisin
- Trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim)
Pneumonia stafilokokus  Nafcillin
 Metisilin
 Oksasilin
 Vankomisin untuk organism yang resistan terhadap metisilin,
atau pasien yang alergi terhadap penisilin
Pneumonia klebsiella  .Gentamisin
 Tobramisin
 Sefalosporin generasi ke-3 (Sefotaksim, seftizoksim,
seftriakson)
Pneumonia pseudomonas  Piperasilin
 Tikarsilin dikombinasikan dengan gentamisin atau
ortobramisin
Haemophilus influenza  Ampisilin
 Amoksisilin
 Augmentin
 Sefaklor atau sefurosim
 Trimethoprim sulfametoksazol bagi pasien yang alergi
terhadap penisilin
PNEUMONIA ATIPIKAL
Penyakit Legionnaires  Erotromisin
 Rifampin
Pneumonia mikoplasma  Eritromisin
 Derivate tetrasiklin (Doxycycline)
Pneumonia virus  Amantadine
 Rimantadine
 Diobati secara simptomatis
 Tidak memberikan respon terhadap pngobatan dengan
antimicrobial yang ada saat ini
Pneumonia pneumosistis carinii (PCP)  Tritoprim-sulfametoksazol
 Dapsone
 Pentaimidin
Pneumonia fungi  Flusitoasin dengan ampoterisin B pada pasien non-
neutropenik
 Ketokonazol
 Lobektomi dari bola fungus
Pneumonia klamidia (Pneumonia TWAR)  Doksisiklin
 Eritromiin
 Klaritomisin
 Azitromisin
Tuberkulosis  Rifampin
 Streptomisin
 Etambutol
 Isoniazid (INH)
 Pirazinamid
KONSEP KEPERAWATAN PNEUMONIA

A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit sekarang
 Keluhan yang dirasakan klien
 Usaha yang dilakukan klien untuk mengatasi keluhan
b. Riwayat penyakit dahulu
 Pernah menderita ISPA
 Riwayat terjadi aspirasi
 Sistem imun anak yang mengalami penurunan
c. Riwayat penyakit keluarga
 Ada anggota keluarga yang sakit ISPA
 Ada anggota keluarga yang sakit Pneumonia
2. Pemeriksaan fisik keperawatan
Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya muncul,
yaitu:
a. Keadaan umum : tampak lemah dan sesak nafas
b. Kesadaran : tergantung tingkat keparahan bisa somnolent
c. Tanda-tanda vital
 TD : hipertensi
 Nadi : takikardi
 RR : takipnea, dispnea, nafas dangkal
 Suhu : hipertermi
d. Kepala : tidak ada kelainan
e. Mata : konjungtiva bisa anemis
f. Hidung : jika sesak akan terdengar nafas cuping hidung
g. Paru
 Inspeksi : pengembangan paru berat, tidak simetris kiri
dan kanan, ada penggunaan otot bantu nafas
 Palpasi : adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremitus
pada daerah yang terkena.
 Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan,
normalnya timpani.
 Auskultasi : bisa terdengar ronki
h. Jantung : jika tidak ada kelainan jantung, pemeriksaan jantung
tidak ada kelemahan.
i. Ekstremitas : sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi.
3. Diagnostik test
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah menunjukkan leukosistosis dengan predominan PMN
atau dapat ditemukan leucopenia yang menandakan prognosis buruk.
Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
b. Pemeriksaan radiologis
 Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
 Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris

Gambaran bronkopneumonia difus infiltrat intertisialis pada


pneumonia stafilokok
B. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Hipertermi
4. Kekurangan volume cairan
5. Intoleransi aktivitas

C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC SIKI


1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Respiratori status : ventilation 1. Monitor pola nafas
Respiratori status : airway patency (frekuensi, kedalaman,
Kriteria hasil: usaha nafas)
1. Suara nafas yang bersih, 2.Monitor bunyi nafas
mengeluarkan sputum, tambahan
mampu bernafas dengan 3.Monitor sputum
mudah.
2. Menunjukkan jalan nafas 4.Posisikan semi fowler
yang paten (irama nafas dan atau fowler
frekuensi nafas dalam
rentang normal), tidak ada 5.Berikan minum hangat
suara nafas abnormal.
6.Berikan oksigen, jika
perlu

7.Anjurkan asupan cairan


(2000 ml/hari)

8.Ajarkan teknik
batukefektif

2 Pola nafas tidak efektif Respiratory status: ventilation 1.Identifikasi efek


Vital sign status perubahan posisi
Kriteria hasil: terhadap status
1. Menunjukkan jalan nafas yang pernapasan
paten, irama nafas dan frekuensi
pernapasan dalam rentang 2.Monitor statsu
normal, tidak ada suara nafas oksigenasi dan respirasi
abnormal.
2. Tanda-tanda vital dalam rentang 3.Berikan posisi semi
normal fowler atau fowler

4.Fasilitasi mengubah
posisi senyaman mungkin

5.Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan

6.Ajarkan melakukan
teknik relaksasi nafas
dalam

7.Ajarkan mengubah
posisi secara mandiri

8.Ajarkan teknik batuk.

3 Hipertermi Thermoregulation 1. Identifikasi penyebab


Kriteria hasil: hipertermia
1.Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Monitor suhu tubuh
2.Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Longgarkan atau
3.Tidak ada perubahan warna kulit lepaskan pakaian
dan tidak ada pusing 4. Berikan cairan oral
5. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
6. Anjurkan tirah baring
7. Kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena
jika perlu.

4 Kekurangan volume cairan Fluid balance Hydration 1. Monitor status


Nutritional status: food and fluid hidrasi
Kriteria hasil: 2. Monitor hasil
1.Mempertahankan urine 2.Output pemeriksaan
sesuai dengan usia dan BB. laboratorium (HT,
3.TTV dalam batas normal Na, K, Cl)
4.Tidak ada tanda-tanda dehidrasi 3. Catat intake- output
dan hitung balans
cairan 24 jam
4. Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
5. Berikan cairan
intravena, jika perlu
6. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
5 Intoleransi aktivitas Activity tolerance 1. Identifikasi
Self care: ADLs kebiasaan aktivitas
Kriteria hasil: perawatan diri sesuai
1.Berpartisipasi dalam aktivitas fisik usia.
tanpa disertai peningkatan tekanan 2. Identifikasi
darah, nadi dan RR. kebutuhan alat bantu
kebersihan diri,
2.Mampu melakukan aktivitas berpakaian, berhias
sehari-hari (ADLs) secara mandiri dan makan.
3. Dampingi dalam
perawatan diri
sampai mandiri.
4. Fasilitasi
kemandirian, bantu
jika tidak mampu
melakukan
perawatan diri.
5. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2012

Doenges, E. Marilynn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.

Khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/03/askep-bronchopneumonia

Khairuddin. 2009. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Pneumonia yang
Dirawat pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP dr. Kariadi Semarang Tahun 2008.
Semarang: FKUNDIP

Misnadiarly. 2018. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak,Orang Dewasa,
Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer

Nanda. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika : Jakarta

Nursecerdas.wordpress.com/2009/05/02/askep-anak-dengan-pneumonia/)

http://medicastore.com/penyakit/441/Pneumonia_radang_paru.html

Setyoningrum, R.A. 2016. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI : Pneumonia.
FK Unair RSUD Dr. Soetomo. Surabaya)
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia . Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai