OLEH :
PUTU INDAH PERMATA SARI
NIM. P07120216019
SEMESTER VII / S.Tr.KEPERAWATAN
Ketidaktahuan
pengetahuan, informasi Masuk pada alveoli Sesak, ronkhi
Mual, muntah
Patofisiologi:
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan
hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan
cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru
setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun
dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak
sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun
dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari
lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-
paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi
hipoksemia (Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005):
a. Kongesti (24 jam pertama): merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi
dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna
merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti
eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa
mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin
yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-
paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari): Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).
4. Pemeriksaan Diagnostic
a. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas.
Radiologi (foto toraks), terindikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan
bronkial), dapat juga menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema
(staphilokokus), penyebaran atau lokasi infiltrat (bakterial), atau
penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali viral), pda pneumonia
mycoplasma foto toraks mungkin bersih.
b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED
meningkat.
c. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus.
d. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik.
5. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
a. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
b. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
c. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
d. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
e. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
f. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
(Roudelph, 2007)
6. Komplikasi
a. Sianosis: warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau pucat karena kandungan
oksigen yang rendah dalam darah.
b. Hipoksemia: penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah, kadang-kadang
khusus sebagai kurang dari yang, tanpa spesifikasi lebih lanjut, akan mencakup
baik konsentrasi oksigen terlarut dan oksigen yang terikat pada hemoglobin
c. Bronkaltasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus
yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular
dinding bronkus.
d. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak mengandung udara dan kolaps). Terjadi akibat penumpukan secret.
e. Meningitis: terjadi karena adanya infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang.
(Elizabeth, 2009)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Data dasar pengkajian pasien:
a. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
b) Bunyi napas ronchi
2) Breathing
a) Distress pernapasan: pernapasan cuping hidung
b) Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung
c) Kesulitan bernapas: lapar udara, diaporesis, dan sianosis
d) Pernafasan cepat dan dangkal
3) Circulation
a) Akral dingin
b) Adanya sianosis perifer
4) Dissability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran
5) Exposure
b. Pengkajian Sekunder
1) Wawancara
a) Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir, usia.
Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien
b) Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan sesak nafas.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung.
Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Gejala lain adalah dull
(redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar
fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan
mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi.
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut:
a) Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya takipnea, dispnea, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas.
b) Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (tachichardia)
c) Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d) Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang, ronkhi
halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan
bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.
3) Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan,
misalnya efusi pleura. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia
bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedalan
menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air
bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain.
Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa
corakan bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila
berat terjadi pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena
S aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang diffus,
corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak infiltrat halus sampai ke
perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle
dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran
berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus.
Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan
namun para ahli sepakat adanya infiltrat alveolar menunjukan penyebab bakteri
sehingga pasien perlu diberi antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl
dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula
karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga
menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90%
penderita pneumonia dengan empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum
kurang berguna. Biakan darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk
Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan positif 25 –95%. Rapid test untuk
deteksi antigen bakteri mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis.
nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan).
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis. infeksi).
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi)/
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
No Keperawatan Keperawatan Indonesia Indonesia (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
efektif intervensi keperawatan Observasi
Definisi: selama 1 x 2 jam maka Identifikasi kemampuan batuk
Ketidakmampuan Bersihan Jalan Napas Monitor adanya retensi sputum
membersihkan secret serta (L.01001) Meningkat, Monitor tanda dan gejala
obstruksi jalan napas untuk dengan kriteria hasil: infeksi saluran pernapasan
mempertahankan jalan napas Batuk efektif Monitor input dan output
tetap paten. meningkat (5) cairan (mis. jumlah dan
Produksi sputum karakteristik)
Penyebab menurun (5) a. Terapeutik
Fisiologis: Mengi menurun (5) Atur posisi semifowler atau
1. Spasme jalan napas Wheezing menurun (5) fowler
2. Hipersekresi jalan napas Mekonium (pada Pasang perlak dan bengkok di
3. Disfungsi neuromuskuler neonatus) menurun (5) pangkuan pasien
4. Benda asing dalam jalan
Dispnea menurun (5) Buang secret pada tempat
napas
Ortopnea menurun (5) sputum
5. Adanya jalan napas buatan
b. Edukasi
Sulit bicara menurun
6. Sekresi yang tertahan
(5) Jelaskan tujuan dan prosedur
7. Hiperplasia dinding jalan
Sianosis menurun (5) batuk efektif
napas
Gelisah menurun (5) Anjurkan tarik napas dalam
8. Proses infeksi
Frekuensi napas melalui hidung selama 4 detik,
9. Respon alergi
membaik (5) ditahan selama 2 detik,
10. Efek agen farmakologis
Pola napas membaik kemudian kelurkan darimulut
(mis. anastesi)
(5) dengan bibir mencucu
Situasional
(dibulatkan) selama 8 detik
1. Merokok aktif
Anjurkan mengulangi tarik
2. Merokok pasif napas dalam hingga 3 kali
3. Terpajan polutan Anjurkan batuk dengan kuat
Gejala dan Tanda Mayor langsung setelah tarik napas
Subjektif (tidak tersedia) dalam yang ke-3
Objektif: c. Kolaborasi
1. Batuk Kolaborasi pemberian
tidak efektif mukolitik atau ekspektoran,
2. Tidak jika perlu
mampu batuk Manajemen Jalan Napas (I.14509)
3. Sputum Observasi
berlebih Monitor pola napas (frekuensi,
4. Mengi, kedalaman, usaha napas)
wheezing dan/atau ronkhi Monitor bunyi napas tambahan
kering (mis. gurgling, mengi,
5. Mekoni wheezing, ronkhi kering)
um jalan napas (pada Monitor sputum (jumlah,
neonatus) warna, aroma)
Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor Pertahankan kepatenan jalan
Subjektif: napas dengan head-tilt dan
1. Dispnea chin-lift (jaw-thrust jika
2. Sulit bicara dicurigai trauma servikal)
3. Ortopnea
Posisikan semi-fowler atau
Objektif:
fowler
1. Gelisah
Berikan minum hangat
2. Sianosis
Lakukan fisioterapi dada, jika
3. Bunyi napas menurun
perlu
4. Frekuensi napas berubah
Lakukan penghisapan lender
5. Pola napas berubah
kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kotraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaboras
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Vol. 1. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta : EGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Depkes RI. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta
Gallo & Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Pricee, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi
Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: EGC
LEMBAR PENGESAHAN
Badung, November 2019
Mengetahui,
.................
.................................. ..............................................
NIP. NIM.
Clinical Teacher/CT
......................................................
NIP.