Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

GAWATDARURAT PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

OLEH :
PUTU INDAH PERMATA SARI
NIM. P07120216019
SEMESTER VII / S.Tr.KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Pneumonia
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim
paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Dahlan, 2007).
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (Price, 2005). Dengan
gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti
virus, bakteri, mycoplasma (fungsi), dan aspirasi substansia asing, berupa radang
paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran
radiologis.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai pada jaringan parenkim
paru yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri dengan tanda dan gejala seperti
batuk, sesak napas, demam tinggi, disertai dengan penggunaan otot bantu napas dan
adanya bercak infiltrate pada jaringan paru (Depkes RI, 2002). Pneumonia adalah
proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius
(Smeltzer, 2002).
Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat dengan gejala batuk disertai sesak nafas yang disebabkan
oleh agen infeksius, demam tinggi, penggunaan otot bantu pernafasan.
Terdapat beberapa klasifikasi Pneumonia berdasarkan letak terjadi dan cara
didapatnya:

a. Community-acquired Pneumonia (CAP), adalah Pneumonia pada masyarakat,


yang terjadi melalui inhalasi atau aspirasi mikroba patogen ke paru-paru (lobus
paru). Penyebabnya 85% disebabkan oleh Streptococcus pneumonia,
Haemophylus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.
b. Hospital-acquired Pneumonia (HAP) atau Health care-associated Pneumonia
(HCAP), adalah pneumonia yang muncul setelah 48 jam dirawat di rumah sakit
atau fasilitas perawatan kesehatan lainnya, dengan tanpa pemberian intubasi
tracheal. Pneumonia terjadi karena ketidakseimbangan pertahanan host dan
kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi saluran pernafasan bagian
bawah.
c. Ventilator-acquired Pneumonia (VAP), adalah pneumonia yang berhubungan
dengan ventilator. Pneumonia terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah
intubasi trachea. Ventilator mekanik adalah alat yang dimasukkan melalui mulut
dan hidung atau lubang didepan leher dan masuk ke dalam paru.

Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan


menjadi empat, yaitu (Price, 2005):
a. Pneumonia lobaris, seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama
terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organisme
penyebab tersering.
b. Pneumonia nekrotisasi, disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma
dapat mengalami nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.
c. Pneumonia lobular/bronkopneumonia, adanya penyebaran daerah infeksi yang
bebercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm yang mengelilingi.
Staphylococcus dan Streptococcus adalah penyebab infeksi tersering.
Bronkopneumonia adalah peradangan umum dari paru-paru, juga disebut sebagai
pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai dalam tabung
bronkial kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke alveoli peribronchiolar
dan saluran alveolar.
d. Pneumona interstitial, Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan
infiltrate dalam dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat
dan tidak ada konsolidasi disebabkan oleh virus atau mikoplasma.
Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA
antara lain:
a. Pneumonia sangat berat, ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum,
harus dirawat di rumah sakit.
b. Pneumonia berat, ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan
dapat minum, di rawat rumah sakit dan diberi antibiotic.
c. Pneumonia sedang, ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan
pernafasan cepat, tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
d. Bukan pneumonia, hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu
dirawat, tidak perlu antibiotik.

Menurut (Smeltzer and Bare, 2001) etiologi pneumonia, meliputi:


a. Pneumonia bacterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain:
1) Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
2) Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
3) Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
4) Haemophilus influenzae menyebabkan haemophilus influenza
b. Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering: Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia
mikoplasma
Jenis lain:
1) Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
2) Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
3) Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
4) Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
5) Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
6) Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
7) Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
c. Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna
kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif
hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan,
alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik tidak
berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar selang
yang menyebabkan aspirasi tersembunyi.

2. Tanda dan Gejala Pneumonia


Tanda dan gejala pneumonia menurut Mansjoer (2000):
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, anoreksia, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu, ekspektorasi
sputum, cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas
bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah,
suara napas melemah, dan ronkhi.
c. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, friction rub, nyeri dada
karena iritasi pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi),
nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia
lobus kanan bawah).

Sedangkan menurut (Price, 2006), yaitu:


a. Pneumonia bacterial
Tanda dan gejala awitan pneumonia pneumococus bersifat mendadak, disertai
menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk, dan sputum yang berwarna seperti
karat. Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang
terserang, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan
b. Pneumonia virus
Tanda dan gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot dan kelemahan, nadi cepat, dan bersambungan (bounding).
c. Pneumonia aspirasi
Tanda dan gejala adalah produksi sputum berbau busuk, dispneu berat,
hipoksemia, takikardi, demam, tanda infeksi sekunder
d. Pneumonia mikoplasma
Tanda dan gejala adalah nadi meningkat, sakit kepala, demam, faringitis.
3. Pohon Masalah

Etiologi (virus, bakteri, mokoplasma, protozoa)

Bersihan Jalan Nafas


Defisit Pengetahuan
Droplet terhirup Tidak Efektif

Ketidaktahuan
pengetahuan, informasi Masuk pada alveoli Sesak, ronkhi

Nyeri Akut Reaksi peradangan Obstuksi saluran nafas

Merangsang IL-1 PMN (leukosit & Konsolidasi-


makrofag penumpukkan eksudat
meningkat) di alveoli
Zat endogen pyrogen

Mengaktifasi Gangguan difusi O2


Prostaglandin cytokine

Berdistribusi ke BGA abnormal


Ekstravasasi cairan
hipotalamus ke alveoli
Konfusi, iritabilitas,
Respondispneu,
sianosis, batuk
Transportasi O2 pernafasan cuping hidung
Hipertermi Suhu tubuh meningkat
terganggu

Pola Nafas Tidak


Efektif
HR meningkat,
Respon batuk
kelelahan, kelemahan

Demam, berkeringat Intoleransi Aktivitas

Cairan tubuh << Peningkatan Penggunaan otot


pemecahan cadangan bantu abdomen
makanan
Risiko Hipovolemia
Risiko Defisit Nutrisi Refluk fagal

Mual, muntah
Patofisiologi:
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan
hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan
cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru
setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun
dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak
sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun
dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari
lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-
paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi
hipoksemia (Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005):
a. Kongesti (24 jam pertama): merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi
dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna
merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti
eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa
mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin
yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-
paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari): Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).

4. Pemeriksaan Diagnostic
a. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas.
Radiologi (foto toraks), terindikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan
bronkial), dapat juga menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema
(staphilokokus), penyebaran atau lokasi infiltrat (bakterial), atau
penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali viral), pda pneumonia
mycoplasma foto toraks mungkin bersih.
b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED
meningkat.
c. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus.
d. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik.

5. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
a. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
b. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
c. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
d. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
e. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
f. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
(Roudelph, 2007)

6. Komplikasi
a. Sianosis: warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau pucat karena kandungan
oksigen yang rendah dalam darah.
b. Hipoksemia: penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah, kadang-kadang
khusus sebagai kurang dari yang, tanpa spesifikasi lebih lanjut, akan mencakup
baik konsentrasi oksigen terlarut dan oksigen yang terikat pada hemoglobin
c. Bronkaltasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus
yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular
dinding bronkus.
d. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak mengandung udara dan kolaps). Terjadi akibat penumpukan secret.
e. Meningitis: terjadi karena adanya infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang.
(Elizabeth, 2009)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Data dasar pengkajian pasien:
a. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
b) Bunyi napas ronchi
2) Breathing
a) Distress pernapasan: pernapasan cuping hidung
b) Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung
c) Kesulitan bernapas: lapar udara, diaporesis, dan sianosis
d) Pernafasan cepat dan dangkal
3) Circulation
a) Akral dingin
b) Adanya sianosis perifer
4) Dissability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran
5) Exposure

b. Pengkajian Sekunder
1) Wawancara
a) Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir, usia.
Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien
b) Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan sesak nafas.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung.
Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Gejala lain adalah dull
(redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar
fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan
mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi.
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut:
a) Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya takipnea, dispnea, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas.
b) Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (tachichardia)
c) Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d) Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang, ronkhi
halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan
bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.

3) Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan,
misalnya efusi pleura. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia
bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedalan
menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air
bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain.
Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa
corakan bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila
berat terjadi pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena
S aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang diffus,
corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak infiltrat halus sampai ke
perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle
dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran
berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus.
Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan
namun para ahli sepakat adanya infiltrat alveolar menunjukan penyebab bakteri
sehingga pasien perlu diberi antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl
dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula
karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga
menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90%
penderita pneumonia dengan empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum
kurang berguna. Biakan darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk
Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan positif 25 –95%. Rapid test untuk
deteksi antigen bakteri mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis.
nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan).
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis. infeksi).
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi)/
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
No Keperawatan Keperawatan Indonesia Indonesia (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
efektif intervensi keperawatan Observasi
Definisi: selama 1 x 2 jam maka  Identifikasi kemampuan batuk
Ketidakmampuan Bersihan Jalan Napas  Monitor adanya retensi sputum
membersihkan secret serta (L.01001) Meningkat,  Monitor tanda dan gejala
obstruksi jalan napas untuk dengan kriteria hasil: infeksi saluran pernapasan
mempertahankan jalan napas  Batuk efektif  Monitor input dan output
tetap paten. meningkat (5) cairan (mis. jumlah dan
 Produksi sputum karakteristik)
Penyebab menurun (5) a. Terapeutik
Fisiologis:  Mengi menurun (5)  Atur posisi semifowler atau
1. Spasme jalan napas  Wheezing menurun (5) fowler
2. Hipersekresi jalan napas  Mekonium (pada  Pasang perlak dan bengkok di
3. Disfungsi neuromuskuler neonatus) menurun (5) pangkuan pasien
4. Benda asing dalam jalan
 Dispnea menurun (5)  Buang secret pada tempat
napas
 Ortopnea menurun (5) sputum
5. Adanya jalan napas buatan
b. Edukasi
 Sulit bicara menurun
6. Sekresi yang tertahan
(5)  Jelaskan tujuan dan prosedur
7. Hiperplasia dinding jalan
 Sianosis menurun (5) batuk efektif
napas
 Gelisah menurun (5)  Anjurkan tarik napas dalam
8. Proses infeksi
 Frekuensi napas melalui hidung selama 4 detik,
9. Respon alergi
membaik (5) ditahan selama 2 detik,
10. Efek agen farmakologis
 Pola napas membaik kemudian kelurkan darimulut
(mis. anastesi)
(5) dengan bibir mencucu
Situasional
(dibulatkan) selama 8 detik
1. Merokok aktif
 Anjurkan mengulangi tarik
2. Merokok pasif napas dalam hingga 3 kali
3. Terpajan polutan  Anjurkan batuk dengan kuat
Gejala dan Tanda Mayor langsung setelah tarik napas
Subjektif (tidak tersedia) dalam yang ke-3
Objektif: c. Kolaborasi
1. Batuk  Kolaborasi pemberian
tidak efektif mukolitik atau ekspektoran,
2. Tidak jika perlu
mampu batuk Manajemen Jalan Napas (I.14509)
3. Sputum Observasi
berlebih  Monitor pola napas (frekuensi,
4. Mengi, kedalaman, usaha napas)
wheezing dan/atau ronkhi  Monitor bunyi napas tambahan
kering (mis. gurgling, mengi,
5. Mekoni wheezing, ronkhi kering)
um jalan napas (pada  Monitor sputum (jumlah,
neonatus) warna, aroma)
Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor  Pertahankan kepatenan jalan
Subjektif: napas dengan head-tilt dan
1. Dispnea chin-lift (jaw-thrust jika
2. Sulit bicara dicurigai trauma servikal)
3. Ortopnea
 Posisikan semi-fowler atau
Objektif:
fowler
1. Gelisah
 Berikan minum hangat
2. Sianosis
 Lakukan fisioterapi dada, jika
3. Bunyi napas menurun
perlu
4. Frekuensi napas berubah
 Lakukan penghisapan lender
5. Pola napas berubah
kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kotraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaboras
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi (I.01014)


Observasi
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas
(bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, dan lain-lain)
 Monitor kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya produksi
sputum
 Monitor adanya sumbatan
jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasi X-Ray thoraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia (I.15506)
Definisi: intervensi keperawatan Observasi
Suhu tubuh meningkat di atas selama 1 x 2 jam maka  Identifikasi penyebab
rentang normal tubuh. Termoregulasi (L.14134) hipertermia
Penyebab: Membaik, dengan kriteria  Monitor suhu tubuh
1. Dehidras hasil:  Monitor kadar elektrolit
i  Mengigil menurun (5)  Monitor haluaran urine
2. Terpapar  Kulit merah menurun  Monitor komplikasi akibat
lingkungan panas (5) hipertermia
3. Prose  Kejang menurun (5) Terapeutik
penyakit (mis. infeksi,  Akrosianosis menurun
 Sediakan lingkungan yang
kanker) (5) dingin
4. Ketidaks  Konsumsi menurun (5)
 Longgarkan atau lepaskan
esuaian pakaian dengan
suhu lingkungan  Piloereksi menurun (5) pakaian
5. Peningk  Vasokonstriksi perifer  Basahi dan kipasi permukaan
atan laju metabolism menurun (5) tubuh
6. Respon  Kutis memorata  Berikan cairan oral
trauma menurun (5)  Ganti linen setiap hari atau
7. Aktivita  Pucat menurun (5) lebh sering jika mengalami
s berlebihan  Takikardi menurun (5) hiperhidrosis (keringat
8. Penggun berlebih)
 Takipnea menurun (5)
aan inkubator  Lakukan pendinginan
 Bradikardi menurun
Gejala dan Tanda Mayor eksternal (mis. selimut
(5)
Subjektif: Tidak tersedia hipotermia atau kompres
 Dasar kuku sianolik
Objektif: dingin pada dahi, leher, dada,
menurun (5)
1. Suhu tubuh di atas nilai abdomen, aksila)
 Hipoksia menurun (5)
normal  Hindari pemberian antipiretik
 Suhu tubuh membaik
Gejala dan Tanda Minor atau aspirin
(5)
Subjektif: tidak tersedia  Berikan oksigen, jika perlu
 Suhu kulit membaik
Objektif:
(5) Edukasi
1. Kulit merah
 Kadar glukosa darah  Anjurkan tirah baring
2. Kejang
membaik (5) Kolaborasi
3. Takikardi
 Pengisian kapiler  Kolaborasi pemberian cairan
4. Takipnea
membaik (5) dan elektrolit intravena, jika
5. Kulit terasa hangat
perlu
 Ventilasi membaik (5)
 Tekanan darah
membaik (5)
3. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi: intervensi keperawatan Observasi:
Pengalaman sensorik atau selama 1 x 2 jam maka  Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan Tingkat Nyeri (L.08066) karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan kerusakan jaringan Menurun, dengan kriteria kualitas, intensitas nyeri
actual atau fungsional, dengan hasil:  Identifikasi skala nyeri
onset mendadak atau lambat  Kemampuan  Identifikasi respons nyeri non
dan berintensitas ringan menuntaskan aktivitas verbal
hingga berat yang membaik (5)  Identifikasi faktor yang
berlangsung kurang dari 3  Keluhan nyeri memperberat dan
bulan. menurun (5) memperingan nyeri
Penyebab:  Meringis menurun (5)  Identifikasi pengetahuan dan
2. Agen pencedera fisiologis  Sikap protektif keyakinan tentang nyeri
(mis. inflamasi, iskemia, menurun (5)  Identifikasi pengaruh budaya
neoplasma)  Gelisah menurun (5) terhadap respon nyeri
3. Agen pencedera kimiawi  Identifikasi
 Kesulitan tidur pengaruh nyeri
(mis. terbakar, bahan pada kualitas hidup
menurun (5)
kimia iritan)
 Menarik diri menurun  Monitor keberhasilan terapi
4. Agen pencedera fisik (mis.
(5) komplementer yang sudah
abses, amputasi, terbakar,
 Berfokus pada diri diberikan
terpotong, mengangkat
sendiri menurun (5)  Monitor efek samping
berat, prosedur operasi,
 Diaforesis menurun (5) penggunaan analgetik
trauma, latihan fisik
 Perasaan depresi Terapeutik
berlebihan)
menurun (5)  Berikan teknik
Gejala dan Tanda Mayor
 Perasaan takut nonfarmakologis untuk
Subjektif:
mengalami cedera mengurangi rasa nyeri
1. Mengeluh nyeri
berulang menurun (5)  Kontrol lingkungan yang
Objektif:
 Anoreksia menurun (5) memperberat rasa nyeri (mis.
1. Tampak meringis
 Perinium terasa suhu ruangan, pencahayaan,
2. Bersikap protektif (mis.
tertekan menurun (5) kebisingan)
waspada, posisi
 Uterus teraba  Fasilitasi istirahat dan tidur
menghindari nyeri)
membulat menurun (5)  Pertimbangkan jenis dan
3. Gelisah
 Ketegangan otot sumber nyeri dalam pemilihan
4. Frekuensi nadi meningkat
menurun (5) strategi meredakan nyeri
5. Sulit tidur
 Pupil dilatasi menurun Edukasi
Gejala dan Tanda Minor (5)  Jelaskan penyebab, periode,
Subjektif: Tidak tersedia  Muntah menurun (5) dan pemicu nyeri
Objektif:  Mual menurun (5)  Jelaskan strategi meredakan
1. Tekanan darah meningkat  Frekuensi nadi nyeri
2. Pola nafas berubah membaik (5)  Anjurkan memonitor nyeri
3. Nafsu makan berubah  Pola napas membaik secara mandiri
4. Proses berpikir terganggu (5)  Anjurkan menggunakan
5. Menarik diri analgetik secara tepat
 Tekanan darah
6. Berfokus pada diri sendiri  Ajarkan teknik
membaik (5)
7. Diaforesis nonfarmakologis untuk
 Proses berpikir
membaik (5) mengurangi rasa nyeri

 Fokus membaik (5) Kolaborasi

 Fungsi berkemih  Kolaborasi pemberian

membaik (5) analgetik, jika perlu

 Perilaku membaik (5)


 Nafsu makan membaik
(5)
 Pola tidur membaik (5)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Vol. 1. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta : EGC.

Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Depkes RI. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta

Gallo & Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arief dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Pricee, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi
Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1.Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1.Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1.Jakarta Selatan: DPP PPNI

Warganegara, Efrida. Pneumonia Nosokomial (Hospital-acquired, Ventilator-


associated, dan Health Care-associated Penumonia)
http://repository.lppm.unila.ac.id/5463/1/1729-2438-1-PB.pdf Pneumonia
Nosokomial JK Unila, Volume 1.Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

LEMBAR PENGESAHAN
Badung, November 2019

Mengetahui,

Pembimbing Klinik / CI Mahasiswa

.................
.................................. ..............................................
NIP. NIM.

Clinical Teacher/CT

......................................................

NIP.

Anda mungkin juga menyukai