Anda di halaman 1dari 17

Kondsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD)
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tandatanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi,
berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA.
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2016).

2. Epidemiologi
Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk melihat
status kesehatan anak, dan kondisi ekonomi penduduk secarakeseluruhan. Kematian
bayi adalah kematian yang terjadi padaperiode sejak bayi lahir sampai bayi belum
berusia tepat satu tahun.
Kematian bayi dipengaruhi oleh jumlah kematian neonatal Angka kejadian RDS
di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal surfaktan sebanyak
2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1998 - 1987. Secara tinjauan
kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran
bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari pelayanan
NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak
dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5 -10%
didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram.
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun
sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari
seluruh neonatus (WHO, 2015).
3. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu,
faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.Faktor ibu meliputi hipoksia pada
ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih,
sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-
lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan
kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama,
partus dengan tindakan dan lain-lain.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara afiksia
neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi
beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya
masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.

4. Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan
yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan
otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah
terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh bayi akan beradaptasi
terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila
keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan
asam laktat.
Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak maka
akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Pada stadium
awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi
tampak sianosis, tetapi sirkulasi darah relative masih baik. Curah jantung yang
meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peninggkatan
tekanan darah dan reflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat
diatasi dengaan meningkatkan implus aferen seperti perangsangan pada kulit.Apneu
normal berlangsung sekitar 1-2 menit.Apnea primer dapat memanjang dan diikuti
dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan
memperberat bradikardi, vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi
sampai 5menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut
jantung, tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi
tidakbereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadikecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen
segera dimulai.

5. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory Distress
Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat
badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat
tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom)
yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis yang lebih
baik. Gejala umum RDS yaitu: takipnea (>60x/menit), pernapasan dangkal,
mendengkur, sianosis, pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur,
penurunan suhu tubuh, retraksi suprasternal dan substernal, pernapasan cuping
hidung.

6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat
dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi
respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas
yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

b. Mekanika usaha pernafasan


Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.

c. Warna kulit/membran mukosa


Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,
ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi
menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut
selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan
pucat akan menghilang 2-3 detik.
3) Perfusi pada otak dan respirasi, gangguan fungsi serebral awalnya adalah
gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain
terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi
pupil.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen
toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran
hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran
klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa
infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana
berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk
mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum
jelas.
b. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah:
1) Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45
mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO 2 menurun
disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau
arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran
CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa
meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
2) Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi
pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula
perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung
compliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai ‘vital
capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan
terganggu.
3) Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau
dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya
penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
c. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat
pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan
yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau
sel epitel ductus yang nekrotik.

8. Diagnosis
Diagnosis Sindrom Distres Pernapasan Akut/Acute Respiratory Distress
Syndrome  (ARDS) dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis ARDS pada umumnya dapat ditegakkan bila
penyebab kardiogenik dan etiologi lain yang dapat menyebabkan hipoksemia akut
telah disingkirkan, serta memenuhi Kriteria Berlin. Kriteria Berlin meliputi:
a. Onset akut < 1 minggu atau perburukan gejala respiratorik.
b. Edema paru dibuktikan dengan opasitas bilateral pada foto toraks.
c. Rasio PaO2/FiO2 ≤300 pada tekanan ekspiratori positif (PEEP).

9. Tindakan Penanganan
Tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Terapi secara umum:


1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
a) Pantau selalu tanda vital
b) Jaga kepatenan jalan nafas
c) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b) Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah

Gangguan nafas ringan:


Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas.

Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:


Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN).
Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang:


1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
4) Suhu aksiler <> 39˚C
5) Air ketuban bercampur mekonium
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
(> 18 jam).
7) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam.
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan
antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis.
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
11) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2
jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
12) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2 secara
bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum.
13) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.

Gangguan nafas berat:


1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
6) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (Derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan.

10. Komplikasi
a. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1) Kebocoran alveoli: Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi:
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
2) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan
dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan dilaboratorium.
Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah
a. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita hipotensi
atau perdarahan).
b. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan
hipotermia).
c. Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif).
d. Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada bayi).
e. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti: takipnea
(>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada, pernapasan cuping
hidung, pucat, sianosis, apnea.
2. Pathway

3. Diagnose Keperawatan yang Mungkin Muncul


Setelah didapatkan data dari pengkajian, data tersebut dianalisis. Selanjutnya
semua masalah yang ditemukan dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan untuk
menentukan intervensi keperawatan. Diagnosa keperawatan dari RDS yang sering
muncul (Nanda, 2015).
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar).
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar.
c. Resiko gangguan termoregulasi: hipotermia berhubungan dengan berada di
lingkungan yang dingin.
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi

4. Rencana Asuhan Keperawatan


NO Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor kecepatan, 1. Mengetahui apakah ada
efektif tindakan keperawatan irama, kedalaman dan gangguan dalam bernafas.
berhubungan selama 1x24 jam, upaya nafas. 2. Mengetahui kemampuan
dengan imaturitas diharapkan : Pola nafas 2. Monitor pergerakan, bernafas klien.
neurologis kembali efektif Kriteria kesimetrisan dada, 3. Klien merasa nyaman.
(defisiensi Hasil : retraksi dada dan alat 4. Mempertahankan oksigen
surfaktan dan 1. Pengembangan bantu pernafasan. arteri.
ketidakstabilan dada simetris. 3. Posisikan klien untuk 5. Kemungkinan terjadi
alveolar) 2. Irama pernapasan memaksimalkan kesulitan bernapas akut.
teratur. ventilasi dan
3. Bernapas mudah. mengurangi dyspnea.
4. Tidak ada suara 4. Berikan oksigen sesuai
nafas tambahan. program.
5. Alat-alat emergensi
disiapkan dalam
keadaan baik
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Pantau dispnea, 1. Data dasar untuk
pertukaran gas tindakan keperawatan takipnea, bunyi napas, menentukan intervensi
berhubungan selama 1x24 jam, peningkatan upaya lebih lanjut.
dengan perubahan diharapkan : pertukaran pernapasan, ekspansi, 2. Menjaga keseimbangan
membran kapiler- gas kembali normal paru, dan kelemahan. cairan.
alveolar. Kriteria hasil : 2. Monitor intake dan 3. Persiapan emergensi
1. Menunjukan output cairan Jaga alat terjadinya masalah akut
perbaikan ventilasi emergensi dan pernafasan.
dan oksigenisasi pengobatan tetap 4. Mengurangi tingkat
jaringan adekuat tersedia seperti ambu kecemasan.
dengan GDA dalam bag, ET tube, suction,
rentang normal. oksigen.
2. Bebas dari gejala 3. Batasi pengunjung.
distres pernafasan.
3 Resiko gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor gejala dari 1. Data dasar dalam
termoregulasi: tindakan keperawatan hopotermia: fatigue, menentukan intervensi.
hipotermia selama 1x24 jam, lemah, apatis, 2. Mengetahui adanya
berhubungan diharapkan : perubahan warna kulit. gangguan pernafasan.
dengan berada di Hipotermia dapat 2. Monitor status 3. Menaikkan suhu tubuh
lingkungan yang teratasi Kriteria hasil: pernafasan. bayi.
dingin. 1. Suhu axila 36-37˚C. 3. Pindahkan bayi dari 4. Pakaian yang dingin dan
2. RR : 30-60 lingkungan yang dingin basah akan membuat
X/menit. ke dalam lingkungan / bayi memperburuk
3. Warna kulit merah tempat yang hangat kondisi bayi.
muda. (didalam inkubator atau
4. Tidak ada distress lampu sorot).
respirasi. 4. Segera ganti pakaian
5. Tidak menggigil. bayi yang dingin dan
6. Bayi tidak gelisah. basah dengan pakaian
7. Bayi tidak letargi. yang hangat dan
kering, berikan selimut.
4 Kekurangan nutrisi Setelah dilakukan 1. Observasi reflek 1. Mengetahui apakah ada
berhubungan tindakan keperawatan menghisap dan gangguan dalam
dengan intake yang selama 1x24 jam, menelan bayi. menghisap dan menelan
tidak adekuat Nutrisi dapat tercukupi 2. Observasi intake dan bayi.
Kriteria hasil: output. 2. Mengetahui status nutrisi
1. Tidak terjadi 3. Berikan cairan IV bayi.
penurunan BB > 15 dengan kandungan 3. Memenuhi kebutuhan
%. glukosa sesuai kalori bayi.
2. Bayi tidak muntah. kebutuhan neonates. 4. Menentukan diet yang
3. Bayi dapat minum 4. Rujuk kepada ahli diet tepat bagi bayi.
dengan baik. untuk membantu
memilih cairan yang
dapat memenuhi
kebutuhan gizi.

5 Resiko kekurangan Setelah dilakukan 1. Observasi suhu dan 1. Mengetahui adanya


volume cairan tindakan keperawatan nadi. indikasi kekurangan
berhubungan selama 1x24 jam, 2. Observasi adanya volume cairan.
dengan gangguan diharapkan : Resiko tanda-tanda dehidrasi 2. Menentukan intervensi
mekanisme kekurangan volume atau overhidrasi. lebih lanjut.
regulasi. cairan tidak terjadi 3. Berikan terapi 3. Mempertahankan
Kriteria hasil: intravena sesuai dengan keseimbangan cairan.
1. Turgor pada perut anjuran dan berikan 4. Cairan membantu
bagian depan dosis pemeliharaan, distribusi obatobatan
kenyal, tidak ada selain itu berikan pula dalam tubuh serta
edema, tindakan-tindakan membantu menurunkan
membranmukosa pencegahan. demam. Cairan bening
lembab, intake 4. Berikan susu dan membantu menambahkan
cairan sesuai cairan intravena sesuai kalori serta
dengan usia dan kebutuhan. menanggulangi
BB. kehilangan BB.
2. Output urin 1-2
ml/kg BB/jam,
ubun-ubun datar,
elektrolit darah
dalam batas normal.
Daftar Pustaka

Cecily & Sowden (2015). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Dinkes Provinsi NTT. (2016). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Kementrian Kesehatan www.depkes.go.id_NTT_2015.
Nelson, (2015), Ilmu Ksesehatan Anak Esensial, Ed 6, Jakarta: Elsevier
Nelson, (2018), Esensi Pediatri, Ed 4, Jakarta: EGC.
Sudarti & Fauziah. (2017). Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan.
Cetakan I. Yogyakarta: Nuha medika.
Surasmi,Asrining.2010.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC.
Suriadi dan Yuliani, R. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta :
CV Agung Seto.
Rahardjo dan Marmi,2017, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah.
Jakarta : Pustaka Belajar.
Wong, (2018), Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS RESPIRATORI
DISTRESS SYNDROM (RDS) DI RUANGAN PERINATOLOGI
RSUD MADANI PALU

DISUSUN
OLEH :
I KADEK WARDANA
NIM. 2021032032

CI LAHAN CI INSTITUSI
Tgl : Tgl :

Ns. Wahyu Sulfian., S.Kep, M.Kes

CI INSTITUSI
Tgl :

Dr. Tigor H. Situmorang, MH.,M.Kes


NIK. 20080901001
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022

Anda mungkin juga menyukai