1. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD)
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tandatanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi,
berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA.
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2016).
2. Epidemiologi
Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk melihat
status kesehatan anak, dan kondisi ekonomi penduduk secarakeseluruhan. Kematian
bayi adalah kematian yang terjadi padaperiode sejak bayi lahir sampai bayi belum
berusia tepat satu tahun.
Kematian bayi dipengaruhi oleh jumlah kematian neonatal Angka kejadian RDS
di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal surfaktan sebanyak
2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1998 - 1987. Secara tinjauan
kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran
bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari pelayanan
NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak
dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5 -10%
didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram.
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun
sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari
seluruh neonatus (WHO, 2015).
3. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu,
faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.Faktor ibu meliputi hipoksia pada
ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih,
sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-
lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan
kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama,
partus dengan tindakan dan lain-lain.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara afiksia
neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi
beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya
masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.
4. Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan
yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan
otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah
terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh bayi akan beradaptasi
terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila
keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan
asam laktat.
Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak maka
akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Pada stadium
awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi
tampak sianosis, tetapi sirkulasi darah relative masih baik. Curah jantung yang
meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peninggkatan
tekanan darah dan reflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat
diatasi dengaan meningkatkan implus aferen seperti perangsangan pada kulit.Apneu
normal berlangsung sekitar 1-2 menit.Apnea primer dapat memanjang dan diikuti
dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan
memperberat bradikardi, vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi
sampai 5menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut
jantung, tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi
tidakbereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadikecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen
segera dimulai.
5. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory Distress
Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat
badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat
tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom)
yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis yang lebih
baik. Gejala umum RDS yaitu: takipnea (>60x/menit), pernapasan dangkal,
mendengkur, sianosis, pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur,
penurunan suhu tubuh, retraksi suprasternal dan substernal, pernapasan cuping
hidung.
6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat
dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi
respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas
yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen
toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran
hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran
klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa
infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana
berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk
mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum
jelas.
b. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah:
1) Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45
mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO 2 menurun
disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau
arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran
CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa
meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
2) Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi
pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula
perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung
compliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai ‘vital
capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan
terganggu.
3) Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau
dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya
penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
c. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat
pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan
yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau
sel epitel ductus yang nekrotik.
8. Diagnosis
Diagnosis Sindrom Distres Pernapasan Akut/Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis ARDS pada umumnya dapat ditegakkan bila
penyebab kardiogenik dan etiologi lain yang dapat menyebabkan hipoksemia akut
telah disingkirkan, serta memenuhi Kriteria Berlin. Kriteria Berlin meliputi:
a. Onset akut < 1 minggu atau perburukan gejala respiratorik.
b. Edema paru dibuktikan dengan opasitas bilateral pada foto toraks.
c. Rasio PaO2/FiO2 ≤300 pada tekanan ekspiratori positif (PEEP).
9. Tindakan Penanganan
Tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
6) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (Derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan.
10. Komplikasi
a. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1) Kebocoran alveoli: Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi:
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
2) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan
dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan dilaboratorium.
Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah
a. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita hipotensi
atau perdarahan).
b. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan
hipotermia).
c. Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif).
d. Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada bayi).
e. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti: takipnea
(>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada, pernapasan cuping
hidung, pucat, sianosis, apnea.
2. Pathway
Cecily & Sowden (2015). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Dinkes Provinsi NTT. (2016). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Kementrian Kesehatan www.depkes.go.id_NTT_2015.
Nelson, (2015), Ilmu Ksesehatan Anak Esensial, Ed 6, Jakarta: Elsevier
Nelson, (2018), Esensi Pediatri, Ed 4, Jakarta: EGC.
Sudarti & Fauziah. (2017). Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan.
Cetakan I. Yogyakarta: Nuha medika.
Surasmi,Asrining.2010.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC.
Suriadi dan Yuliani, R. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta :
CV Agung Seto.
Rahardjo dan Marmi,2017, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah.
Jakarta : Pustaka Belajar.
Wong, (2018), Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS RESPIRATORI
DISTRESS SYNDROM (RDS) DI RUANGAN PERINATOLOGI
RSUD MADANI PALU
DISUSUN
OLEH :
I KADEK WARDANA
NIM. 2021032032
CI LAHAN CI INSTITUSI
Tgl : Tgl :
CI INSTITUSI
Tgl :