Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS IN NEW BORN

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane
Disease (HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi
premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis
pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum
gestasi 29 minggu mengalami RDS. (Betz, Cecily lyn,2010 )
RDS Menurut linda A. sowden (2010) apabila onset akut, ada
infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan
tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan
paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom
gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan
200,disebut sebagai
Hyaline membrane desease (HMD) disebut juga respiratory distress
syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas
pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir,
ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, grunting,
tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap
atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam pertama kehidupan. Penyebabnya
adalah kurangnya surfaktan. Gagal nafas dapat didiagnosa dengan analisis gas
darah. Edema sering didapatkan pada hari ke-2, disebabkan oleh retensi
cairan dan kebocoran kapiler. Diagnosa dapat dikonfirmasi dengan foto
rontgen. Pada pemeriksaan radiologist ditemukan pola retikulogranuler yang
uniform, gambaran ground glass appearance dan air bronchogram. Namun
gambaran ini bukan patognomonik RDS.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan
defisiensisurfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang
kurang ( Mansjoer, 2012).
Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi
didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah,
2010).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2011).
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar,
yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak
yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat
penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark
2010).
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic
respiratory distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis,
dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit
pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara
diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD)
sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2010).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2009).
2. Insidensi
Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian
pada bayi baru lahir. Di US, RDS terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun.
Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh
HMD atau komplikasinya.
HMD pada bayi prematur bersifat primer, insidensinya berbanding
terbalik dengan umur kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar 60-80%
pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada
bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang terjadi pada bayi matur.
Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes, kelahiran sebelum
usia kehamilan 37 minggu, kehamilan dengan lebih dari 1 fetus, kelahiran
dengan operasi caesar, kelahiran yang dipercepat, asfiksia, stress dingin, dan
riwayat bayi terdahulu mengalami HMD. Pada ibu diabetes, terjadi
penurunan kadar protein surfaktan, yang menyebabkan terjadinya disfungsi
surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban untuk waktu
yang lama serta hal-hal yang menimbulkan stress pada fetus seperti ibu
dengan hipertensi / drug abuse, atau adanya infeksi kongenital kronik.
Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi
kulit putih. Pada laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi paru
dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II.
Insidensinya berkurang pada pemberian steroid / thyrotropin releasing
hormon pada ibu.

3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, RDS diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 bayi barulahir
tiap tahunnya dan merupakan komplikasi dari 1% kehamilan. Kira-kira 50%kelahiran
neonates yang lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu mengalami RDS,dan kurang dari
30 %neonatus premature usia kehamilan 30-31 minggu mengalamikeadaan ini
Pada satu laporan, angka kejadian RDS sekitar 42% pada infant 501-1500g,dengan 71%
dilaporkan pada berat badan 501-750 gram, 54% yang berat badan 751-1000g, 36% yang
berat badannya 1001-1250g, dan 22% pada 1251-1500g. RDS lebih jarang ditemukan
di Negara berkembang dibanding lainnya, terutama karenakebanyakan infant
premature yang kecil untuk masa kehamilan mengalami stress didalam rahim karena
diinduksi oleh hipertensi. Tambahan, juga dikarenakan padawilayah ini kebanyakan
persalinan dilakukan didalam rumah, sehingga pencatatatannya buruk.
Sekitar 1% bayi memiliki beberapa bentuk gangguan pernapasan yang
tidak berhubungan dengan infeksi. Gangguan pernapasan meliputi RDS
(yaitu, penyakit membran hialin) dan takipnea transient yang baru lahir. Dari
jumlah ini% 1, sekitar 33-50% memiliki takipnea transient yang baru lahir.
Bayi baru lahir dengan TTN umumnya gangguannya terbatas tanpa
morbiditas yang signifikan. Bayi dengan TTN baru lahir yang mebaik selama
periode 24-jam untuk 72-jam.
Tidak ada predileksi ras telah dilaporkan. Risiko adalah sama di kedua pria
dan wanita. Secara klinis, takipnea transien dari hadiah baru lahir sebagai
gangguan pernapasan pada bayi penuh panjang atau jangka pendek.

4. Etiologi
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan.. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
a. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
b. Asfiksia perinatal
c. Maternal diabetes,
d. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
5. Faktor Resiko

Factor risiko terjadinya Respiratory Distress Syndrome :


a) Bayi kurang bulan (BKB). Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara biokimiawi
masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga paru.
b) Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal,
aspirasimekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi,dan hipertensi
pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.
c) Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetes terjadi
keterlambatn pematangan paru sehingga terjadinya distressrespirasi.
d) Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapapun
usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient
Tachypnea of Newborn)
e) Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini dapatterjadi
pneumonia bakterialis atau sepsis.
f) Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami
aspirasimekonium.
6. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema,
dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke
dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang
timbul iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir,
yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung,
grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96
jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel
ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular
dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada
kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas
dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan
aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan
paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white
lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe

0 1 2
Frekuensi < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Nafas
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap
walaupun diberi O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara Tidak ada udara
masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat di dengar dengan Dapat didengar
Stetoskop tanpa alat bantu

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe

Skor < 4 gangguan pernafasan ringan


Skor 4 – 5 gangguan pernafasan sedang
Skor > 6 gangguan pernafasan berat (pemeriksaan gas darah harus
dilakukan)
7. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan
10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru
nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab
itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial
dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan
eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang
meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium
mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia
(BPD).
Penyakit pernapasan menular akut berkembang pada sekitar 1% dari semua
bayi yang baru lahir dan mengakibatkan perawatan NICU. Bayi baru lahir
dengan TTN adalah hasil dari keterlambatan dalam clearance cairan paru
janin. Dalam penderitaan, melewati pernapasan dianggap masalah defisiensi
surfaktan relatif tetapi sekarang dicirikan oleh beban wilayah udara-cairan
sekunder terhadap ketidakmampuan untuk menyerap cairan paru janin.
Dalam percobaan In vivo telah menunjukkan bahwa epitel paru-paru
mengeluarkan Cl-dan cairan selama kehamilan tetapi mengembangkan
kemampuan untuk menyerap kembali aktif Na + hanya selama kehamilan
terlambat. Saat lahir, switch paru matang dari aktif Cl-(cairan) sekresi untuk
aktif penyerapan Na + (cairan) menanggapi beredar katekolamin. Baru-baru
ini, bukti menunjukkan glukokortikoid berperan dalam switch ini .
Perubahan tekanan oksigen menambah Na +-mengangkut kapasitas
epitel dan ekspresi peningkatan gen untuk Na + epitel saluran (ENaC).
Ketidakmampuan paru janin belum matang untuk beralih dari sekresi cairan
hasil penyerapan cairan, sebagian besar, dari ketidakdewasaan dalam ekspresi
ENaC, yang dapat up-diatur oleh glukokortikoid. Glukokortikoid
menginduksi paru Na + reabsorpsi kemungkinan besar melalui saluran ENaC
paru pada akhir usia kehamilan janin alveolar epitel.
Kedua blokade farmakologis saluran ENaC paru-paru dan percobaan
KO genetik menggunakan tikus kekurangan dalam subunit pori pembentuk
ENaC telah menunjukkan pentingnya fisiologis penting dari paru-paru +
transport Na saat lahir. Ketika Na + transportasi tidak efektif, hewan yang
baru lahir mengembangkan gangguan pernapasan; hipoksemia; paru retensi
cairan janin, dan, dalam kasus tikus KO ENaC, kematian. Studi bioelectrical
bayi manusia ‘hidung epitel menunjukkan bahwa kedua takipnea transien dari
sindrom gangguan baru lahir dan pernafasan (RDS) melibatkan cacat
amilorid sensitif Na transportasi +.
Bayi dewasa memiliki transisi normal dari janin untuk hidup pascakelahiran
memiliki surfaktan matang dan sistem epitel. Bayi baru lahir dengan TTN
terjadi pada bayi baru lahir dewasa dengan jalur surfaktan matang dan kurang
berkembang pernapasan epitel Na + transportasi, sedangkan RDS neonatal
terjadi pada bayi dengan kedua jalur surfaktan dini dan Na + dewasa
transportasi.
Seorang bayi lahir dengan kelahiran sesar beresiko memiliki cairan
paru yang berlebihan sebagai akibat dari tidak pernah dialami semua tahapan
kerja dan kurangnya berikutnya lonjakan katekolamin yang tepat, yang
menghasilkan rilis rendah kontra-regulasi hormon pada saat persalinan. Hasil
akhirnya adalah alveoli dengan cairan dipertahankan yang menghambat
pertukaran gas. Bayi yang dilahirkan dengan sectio caesarea mengalami
risiko retensi cairan paru yang lebih besar dibanding partus spontan dengan
seluruh tahapan persalinan karena kurang stimulasi katekolamin. Kurangnya
stimulus menyebabkan kurangnya produksi steroid saat dilahirkan, sehingga
alevoli akan ‘becek’ akibat kegagalan transpor cairan. Pertukaran gas pun
terhambat.
Mekanisme ENaC dan perubahan fungsi epitel berperan sangat
penting dalam transpor Na+ epitel paru waktu lahir. Ketika transpor Na+
tidak efektif, percobaan pada tikus menunjukkan gagal napas, hipoksemia,
retensi cairan paru fetus, hingga kematian. Penelitian pada manusia juga
menunjukkan bahwa TTN dan RDS melibatkan transpor Na+ yang rusak.
Bayi dengan paru yang matang akan mengalami transisi normal dari
kehidupan fetus ke postnatal dengan surfaktan yang cukup dan sistem epitel
yang sempurna. TTN terjadi pada bayi matur dengan surfaktan yang cukup
namun transpor Na+ epitel yang terganggu. Sedangkan RDS terjadi pada bayi
yang mengalami kerusakan epitel sekaligus kekurangan surfaktan.
8. Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik
a. Temuan fisik yang didapatkan Bayi baru lahir dengan TTN meliputi
takipnea dengan grunting, flaring, and retraksi.
b. Bayi sering digambarkan sebagai memiliki ”quiet” tachypnea “
c. Kasus yang ekstrim dapat memperlihatkan sianosis.
d. Sebuah studi yang menyelidiki faktor risiko untuk durasi takipnea pada
pasien dengan takipnea transient yang baru lahir melaporkan bahwa
tingkat pernapasan puncak lebih dari 90 napas per menit selama 36 jam
pertama kehidupan dikaitkan dengan takipnea berkepanjangan yang
berlangsung lebih dari 72 jam.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD)
1) Penilaian AGD penting untuk memastikan tingkat pertukaran gas
dan keseimbangan asam-basa.
2) Pertimbangkan kateter intraarterial, seperti kateter arteri
umbilikalis, jika fraksi terinspirasi bayi oksigen melebihi 40%.
3) Hipoventilasi sangat jarang, dan ketegangan karbon dioksida
parsial biasanya normal karena takipnea tersebut. Namun,
meningkatnya karbon dioksida ketegangan pada bayi dengan
takipnea mungkin tanda kegagalan pernapasan dan kelelahan yang
akan datang atau komplikasi seperti pneumotoraks.
b. Pemeriksaan thorax photo
Radiografi thorak pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular
ataugambaranground-glassbilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru
yang jelek. Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan
bronkioli yangterisi udara didepan alveoli yang kolap.Bayangan jantung bisa normal
atau membesar. Kardiomegali mungkindihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes
maternal , patent ductus arteriosus (PDA),kemungkinan kelainan jantung
bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapisurfaktan dini dan ventilasi
mekanik yang adekuat.
1) Radiografi dada adalah standar diagnostik untuk Bayi baru lahir
dengan TTN .
2) Temuan karakteristik termasuk perihilar menonjol, yang
berkorelasi dengan kendurnya sistem limfatik dengan cairan paru-
paru dipertahankan, dan cairan dalam celah.
3) Efusi pleura kecil dapat terlihat.
4) Patchy Infiltrat atau gambaran infiltrat yang halus pada kedua
lapang paru secara homogen dan tersebar merata
5) Tindak lanjut radiografi dada mungkin diperlukan jika sejarah
klinis menunjukkan sindroma aspirasi mekonium atau pneumonia
neonatal atau jika memburuk Status pernapasan.

Sebuah foto toraks anteroposterior terlentang Bayi baru lahir dengan TTN.
Perhatikan penampilan retikuler atau patchy Infiltrat atau gambaran infiltrat yang
halus pada kedua lapang paru secara homogen dan tersebar meratadengan cairan
interstisial ringan kardiomegal
B. Pulse oksimetri
 Memantau bayi dengan oksimetri nadi untuk penilaian
oksigenasi.
 Pulse Oksimetri memungkinkan untuk menyesuaikan
tingkat terapi oksigen yang dibutuhkan untuk mempertahankan
saturasi yang sesuai

Laboratory Evaluation for Respiratory Distress in the Newborn

Test Indication
Blood culture May indicate bacteremia Not helpful initially because results may
take 48 hours
Blood gas Used to assess degree of hypoxemia if arterial sampling, or
acid/base status if capillary sampling (capillary sample usually
used unless high oxygen requirement)
Blood glucose Hypoglycemia can cause or aggravate tachypnea
Chest radiography Used to differentiate various types of respiratory distress
CBC Leukocytosis or bandemia indicates stress or infection
with differential
Neutropenia correlates with bacterial infection
Low hemoglobin level shows anemia
High hemoglobin level occurs in polycythemia
Low platelet level occurs in sepsis
Lumbar puncture If meningitis is suspected
Pulse oximetry Used to detect hypoxia and need for oxygen supplementation
9. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2009) dan Surasmi,dkk (2011) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Terapirespiratory distress syndromeditujukan untuk mencegah komplikasidan
memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-paru pada neonatus,seperti
hipoksemia dan asidemia, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung.Bayi baru
lahir yang mengalami gangguan nafas berat harus dirawat di ruang rawatintensif untuk
neonatus (NICU), bila tidak tersedia bayi harus segera dirujuk kerumah sakit yang
memiliki fasilitas NICU. Sebelum dirujuk atau dipindahkan ke NICU, penatalaksanaan
yang tepat sejak awal sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan perawatan
a) Penatalaksanaan non respiratory
Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan neonatus yang
mengalami distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi harus
dihindari.Temperatur bayi harus dijaga dalam rentang 36,5−37,5oC.Enteral
feedingharus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas yang berat,
dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan
hipoglikemia.Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus
diperhatikan.Pemberian cairan biasanya dimulai dengan jumlah yang minimum,
mulai dari 60ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10% atau ¾ dari kebutuhan cairan
harian. Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat ditambahkan pada
infus cairan yangdiberikanPemberian nutrisi parenteral dapat dimulai sejak hari
pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid mulai dari 3
g/kgBB/hari.Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang mengalami
distress nafas sering tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya distress nafas
sepertisepsis perlu dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik spektrum luas
sedinimungkin harus dimulai sampai hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan
antibiotik inisial yang dianjurkan adalah ampicillin dan gentamicin.
b) Penatalaksanaan respiratory
Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafasdibersihkan
dari lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selamadiperlukan, serta
memastikan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoringsaturasi oksigen
dapat dilakukan dengan menggunakanpulse oxymetrisecarakontinyu untuk
memutuskan kapan memulai intubasi dan ventilasiSemua bayi yangmengalami
distress nafas dengan atau tanpa sianosis harus mendapatkan tambahanoksigen.
Oksigen yang diberikan sebaiknya oksigen lembab dan telah dihangatkan.
Panduan untuk monitoring saturasi oksigen dengan pulse oxymetri
>95 % Bayi aterm
88-94 % Bayi preterm (28-34 minggu)
85-92 % <28 minggu

Penatalaksanaan di ruang NICU


Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif neonatus
(NICU) saat ini telah mengalami perkembangan. Penggunaan surfaktan,high frequency
ventilator inhaled nitric oxide(iNO), telah banyak dilakukan.Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terapi gagal nafas pada neonatus(misalnya dengan pemberian nitrat
oksida,extracorporeal membrane oxygenation),25-30% penderita yang berhasil
bertahan hidup mengalami gangguan kognitif, 6-13%mengalamicerebral palsy, 6-30%
mengalami gangguan pendengaran, dan pada usiasekolah banyak yang mengalami gangguan
perhatian, pendengaran, disfungsineuromotorik dan perilaku.
Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan berbagai
efek pada sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis adalah membaiknyakondisi klinis
pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO( fractionalconcentration of inspired
oxygen) yang minimal, serta tekanan ventilator/volume tidalyang minimal.Derajat distress
pernafasan, derajat abnormalitas gas darah, riwayatpenyakit paru-paru, dan derajat instabilitas
kardiopulmonal serta keadaan fisiologispenderita harus ikut dipertimbangkan dalam
memutuskan untuk memulai penggunaanventilator mekanik. Berbagai mode ventilasi mekanik
dapat ditentukan olehparameter yang diatur oleh klinisi untuk menentukan karakteristik
pernafasanmekanis yang diinginkan. indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain:
(1)prolonged apnea, (2) PaOkurang dari 50 mmHg atau FiOdiatas 0,8 yang bukan
disebabkanoleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik, (3) PaCOlebih dari 60 mmHg
denganasidemia persisten, dan (4) bayi yang menggunakan anestesi umum. Sedangkan
Penatalaksanaan secara umum :
 Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa
5%
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga patensi jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
 Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
 Bila terjadi kejang potong kejang
 Segera periksa kadar gula darah
 Pemberian nutrisi adekuat
 Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan :
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan
pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the
Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang :
 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengankateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberi minum
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin)
untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
(Suhu aksiler > 39˚C, Air ketuban bercampur mekonium, Riwayat infeksi
intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18
jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
 Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
 Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi
o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu
cara pemberian minum
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi
dapat dipulangkan
Gangguan nafas berat :
 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit.
Penatalaksanaan medis :
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
 Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan )
Pendidikan Kesehatan :
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah
komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran
prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi
medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan
kelahiran bayi resiko tinggi.
10. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli :
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi,
apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan
penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan
jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan
invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3.
Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang
yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan
penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi. 2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi
neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa
gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
B. Asuhan Keperawatan
1) Pengakjian dan pemeriksaan fisk
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping
hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit
bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal
kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan
pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat
dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha
kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare,
dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi
ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi
pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda
memburuknya keadaan klinik.
b) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi
memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c) Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
 Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,
ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
 Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada
satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya
aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk
dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan
pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
 Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
 Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan
atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.
Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
d) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi
dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran
juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
C. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru dan dinding
dada atau berkurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret
pada jalan nafas dan obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang
tepat.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas
bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator
yang kurang tepat.
4) Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kurang kesadaran akan bahaya
lingkungan
D. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular, defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
 Jalan nafas bersih
 Frekuensi jantung 100-140 x/i
 Pernapasan 40-60 x/i
 Takipneu atau apneu tidak ada
 Sianosis tidak ada
Intervensi
 Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi
telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap
dalam posisi ’mengendus’
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
 Hindari hiperekstensi leher
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
 Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan , kenali
tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan
mencegah terjadinya distres pernafasan.
 Lakukan penghisapan
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring,
trakea, dan selang endotrakeal.
 Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan Rasional:
memastikan bahwa jalan napas bersih
 Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
 Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
 Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan
oksigen
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan,
batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
 Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
dan ronchi (-)
 Pasien bebas dari dispneu
 Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
 Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Tindakan :
Independen

 Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya


Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas
 Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan
adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
 Catat karakteristik dari suara nafas
Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari
saluran nafas
 Catat karakteristik dari batuk
Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan
etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang
banyak, tebal dan purulent
Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan
bila perlu
Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
 Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan
lakukan suction bila ada indikasi
Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan
atelektasis dan infeksi paru
 Peningkatan oral intake jika memungkinkan
Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
 Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai
indikasi
Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
 Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
 Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi
dada/vibrasi jika ada indikasi
Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan
otot-otot pernafasan
 Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas
sekret dan meningkatkan ventilasi
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas
bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator
yang kurang tepat.
Tindakan :
Independen
 Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola
nafas
Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas
 Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti
crakles, dan wheezing
Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi
karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
 Kaji adanya cyanosis
Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang
indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku
dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
 Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan
beristirahat
Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
 Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
 Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
 Berikan pencegahan IPPB
Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
 Review X-ray dada
Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
 Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik,
bronchodilator dan ekspektorant : Untuk mencegah ARDS
4) Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kurang kesadaran akan
bahaya lingkungan
Tujuan : setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak tidak terjadi cedera
Kriteria hasil : identifikasi situasi yang mendukung kecelakaan
Intrvensi :
 Kurangi /hilangkan situasi yang berbahaya
Menghindari jedera pada pasien
 Pasang pembatas pada tempat tidur agar segala sesuatu yang dapat
menimbulkan masalah/berbahaya bagi klien dapat dihindari
Utuk menjaga/menyangga klien agar tidak jatuh
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.Jakarta : EGC

Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta:
EGC
Kasap B, Duman N, Ozer E, Tatli M, Kumral A, Ozkan H. Transient tachypnea of the

newborn: predictive factor for prolonged tachypnea. Pediatr Int. Feb 2008.

M.Sholeh ,dkk. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia ( 2010).
Cetakan ke 2. Penerbit: IDAI
Mansjoer. (2012). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.

Ngatisyah.2010.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta: EGC

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. (2010). Buku kuliah 3: Ilmu kesehatan

anak. Jakarta: FK UI.

Surasmi,Asrining,dkk.2011.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC

Wong. Donna L. (2009). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai