Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS ASFIKSIA


DI RUANGAN PERINATOLOGI RSUD MADANI PALU
PROVINSI SULAWESI TENGAH

DISUSUN
OLEH :
FITRIYAH ANGRAINI S.KEP
2021032026

CI LAHAN CI INSTITUSI
Tgl : Tgl :

Ns. Wahyu Sulfian., S.Kep, M.Kes

CI INSTITUSI
Tgl :

Dr. Tigor H. Situmorang, MH.,M.Kes


NIK. 20080901001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIDYA NUSANTARA PALU
2022
2

1. DEFINISI
Asfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai
dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2018).
Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidak
mendapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran (Mendri & Sarwo prayogi,
2017). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidakdapat bernapas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatnya
CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Jumiarni &
Mulyati, 2017).

2. EPIDEMOLOGI
Menurut laporan dari organisasi dunia yaitu World Health Organization
(WHO) 2010 , bahwa setiap tahunnya 3% (3.6 juta) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Penyebab
kematian bayi baru lahir di Indonesia diantaranya asfiksia neonatorum (27%),
Bayi Baru Lahir Rendah (29%), tetanus neonatorum (10%), masalah pemberian
makan (10%), infeksi (5%) (DepKes RI, 2011). Angka kematian bayi ini
sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal. Kejadian asfiksia di rumah sakit
pusat rujukan provinsi di Indonesia sebesar 41,94%. Provinsi dengan Asfiksia
tertinggi adalah Jawa Tengah (33,1%), Jawa Barat (23%), Sumatra utara
(18,69%), Papua (15,38%) (Kemenkes RI, 2014). Pasuruan 30,8% (Profil
Kesehatan Kabupaten Pasuruan, 2015). Di RSUD Bangil 439.

3. ETIOLOGI
a. Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (Proverawati, 2017)
1.Faktor Ibu
Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi
selama anastesi, penyakit jantung, sianosis, gagal pernapasan, keracunan
karbon monoksida, dan tekanan darah ibu yang rendah akan
menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan aliran darah uterus dapat
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke
janin. Hal ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus,
3

misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat:
hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada
penyakit akiomsia dan lain-lain.
2.Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak
menempel, dan perdarahan plasenta.

3.Faktor Fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada
keadaan tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan
jalan lahir, dan lain-lain.
4.Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena
pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, maupun
karena trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intra
kranial. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya stenosis saluran
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
5.Faktor Persalinan
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh
terhadap gangguan paru-paru.

4. PATOFISIOLOGI
Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan
kontraksi dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-
paru sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk ke
aorta namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi memasuki
kehidupan ekstrauteri (Masruroh, 2016). Hilangnya suplai oksigen melalui
plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru neonatus diaktifkan
dan terjadi perubahan pada alveolus yang awalnya berisi cairan kemudian
4

digantikan oleh oksigen (Behrman, 2020). Proses penggantian cairan tersebut


terjadi akibat adanya kompresi dada (toraks) bayi pada saat persalinan kala II
dimana saat pengeluaran kepala, menyebabkan badan khususnya dada (toraks)
berada dijalan lahir sehingga terjadi kompresi dan cairan yang terdapat dalam
paru dikeluarkan (Manuaba, 2017).

Setelah toraks lahir terjadi mekanisme balik yang menyebabkan


terjadinya inspirasi pasif paru karena bebasnya toraks dari jalan lahir, sehingga
menimbulkan perluasan permukaan paru yang cukup untuk membuka alveoli
(Manuaba, 20017). Besarnya tekanan cairan pada dinding alveoli membuat
pernapasan yang terjadi segera setelah alveoli terbuka relatif lemah, namun
karena inspirasi pertama neonatus normal sangat kuat sehingga mampu
menimbulkan tekanan yang lebih besar ke dalam intrapleura sehingga semua
cairan alveoli dapat dikeluarkan (Hall & Guyton, 2018). Selain itu, pernapasan
pertama bayi timbul karena ada rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2
dan pH, serta peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi
plasenta, redistribusi curah jantung sesudah talipusat diklem, penurunan suhu
tubuh dan berbagai rangsangan taktil (Behrman, 2020). Namun apabila terjadi
gangguan pada proses transisi ini, dimana bayi tidak berhasil melakukan
pernapasan pertamanya maka arteriol akan tetap dalam vasokontriksi dan alveoli
akan tetap terisi cairan. Keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kegagalan
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan disebut dengan
asfiksia neonatorum (Fida & Maya, 2018). Menurut (Price & Wilson, 2018)
gagal napas terjadi apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida
(Price & Wilson, 2018). Proses pertukaran gas terganggu apabila terjadi masalah
pada difusi gas pada alveoli. Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen
dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli (Hidayat,2018). Proses
difusi gas pada alveoli dipengaruhi oleh luas permukaan paru, tebal membrane
respirasi/ permeabelitas membran, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen
dan afinitas gas (Hidayat, 2018).
5

5. KLASIFIKASI
Klasifikasi Asfiksia Berdasarkan
APGAR Score
Tanda 0 1 2 Jumlah

Nilai
Frekuensi Tidak Ada Kurang dari 100 Lebih dari 100

Jantung X/menit X/menit


Usaha Tidak Ada Lambat, Tidak Teratur Menangis Kuat

Bernafas
Tonus Otot Lumpuh Ekstremitas Fleksi Gerakan Aktif

Sedikit
Refleks Tidak Ada Gerakan Sedikit Menangis
Warna Kulit Biru/Pucat Tubuh Kemerahan, Tubuh dan
Ekstremitas Biru Ekstremitas
Kemerahan
Fida & Maya, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak, 2012

Keterangan:
1). Nilai 0-3 : Asfiksia berat
2). Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
3). Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar). Asfiksia neonatorum di
klasifikasikan:
6

Skor apgar 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan Tindakan
istimewa.
a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor apgar 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan Tindakan
istimewa.
b. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

6. MANIFESTASI KLINIS
a. Ketidakmampuan bernapas
b. Denyut jantung janin bradikardia (<100x/menit), takikardia
(>140x/menit)
c. Warna kulit pucat dan ada tanda-tanda syok,
d. Hipoksia
e. RR >60x/menit atau <30x/menit
f. Nafas megap-megap/ gasping sampai terjadi henti nafas
g. Napas cuping hidung
h. Tonus otot berkurang
i. Periode apnea yang berlangsung sekitar 10-15 detik (irama nafas ireguler)
dan disertai sianosis
j. Pada hari pertama kelahiran bayi adaptasi fisiologis sistem pernafasan
dimulai dengan nafas menjadi dangkal dan tidak teratur, berkisar 30 sampai
60 kali permenit, dengan periode dari napas periodik yang terdiri atas henti
nafas sementara yang berlangsung kurang dari 20 detik.
7

7. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan khusus
a. Bayi lahir tanggal
b. Frekuensi jantung
c. Pernafasan bayi lemah tidak teratur dan bayi tidak segera menangis
d. Pernafasan
e. Suhu bayi
2. Pemeriksaan umum
a. Berat badan lahir
b. Panjang badan lahir
c. Jenis kelamin
d. Kepala
e. Mata
f. Hidung
g. Mulut/Bibir
h. Telinga
i. Dada dan Perut
j. Tali pusat
k. Punggung dan Bokong
l. Genitalia dan Anus

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
b. Urinalisis
c. Ultrasonografi untuk melihat taksiran berat janin dan letak plasenta
d. Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio
lesitinsfingomielin, surfaktan

9. DIAGNOSIS
Ada tidaknya afiksia dapat langsung diketahui oleh dokter sesaat setelah bayi lair
dengan menghitung APGAR skor, ini merupakan pengecekan dokter untuk :
a. Appearance (apakah bayi tampak biru atau tidak)
b. Pulse (menilai denyut jantung bayi)
c. Grimace ( menilai respon bayi ketika diberi rangsangan)
8

d. Activity (melihat kontraksi otot)


e. Respiration (menilai bunyi napas bayi)
Masing masing komponen tersebut diberi skor 0,1, atau 2, semakain baik kondisi
bayi APGAR skor akan tinggi, seorang bayi dikatakan afiksia jika skor
APGARnya dibawah 7.
Selain pemeriksaan APGAR umumnya fpto rotgen juga akan dilakukan untuk
mengetahui lebih detail penyebab afiksia’

10. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN


Bayi yang lahir dengan asfiksia kemungkinan akan memiliki nilai Apgar di
bawah 7. Jika asfiksia sudah terdeteksi saat bayi masih dalam kandungan, dokter
kandungan kemungkinan besar akan menyarankan persalinan segera dengan
operasi caesar, agar nyawa bayi dapat tertolong.
Setelah lahir, penanganan asfiksia pada bayi akan disesuaikan dengan tingkat
keparahannya sampai ia bisa bernapas sendiri dengan baik. Penanganan yang
dapat diberikan oleh dokter anak berupa:
Penggunaan alat bantu pernapasan untuk mengalirkan udara ke paru-paru
bayi. Sebagian bayi mungkin akan membutuhkan tambahan gas nitric oxide
melalui tabung pernapasan.
Pemberian obat-obatan untuk mengendalikan tekanan darah dan meredakan
kejang apabila terjadi.
Penting bagi Bunda untuk rutin menjalani pemeriksaan kehamilan dengan USG
agar kondisi kesehatan Si Kecil dapat terpantau dengan baik. Selain itu, untuk
menghindari asfiksia pada bayi, patuhilah anjuran dokter, minum vitamin prenatal
sesuai anjuran dokter, dan konsumsi makanan bernutrisi selama hamil

11. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
9

b. Anuria atau oliguria


Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada
otak.
ASUHAN KEPERAWATAN (TEORI)

1. PENGKAJIAN
a.Identitas
0. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa,
tanggal MRS, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis nomer
rekam medik), identitas nama pasien diperlukan untuk menentukan
kriteria pasien yang akan dijadikan partisipan dalam pengumpulan
data, dengan usia klien yaitu usia 0-28 hari.
1. Identitas penanggung jawab (nama orangtua, agama, pendidikan,
pekerjan, alamat, umur).
b.Riwayat kesehatan sekarang:
Keluhan utama: kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia
janin akibat otot pernafasan yang kurang optimal.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, misalnya lilitan tali pusat,
presentasi janin abnormal, hipoksia ibu, eklampsia; natal, misalnya terdapat
gangguan HIS; neonatal, misalnya trauma persalinan, perdarahan rongga
tengkorak, kelainan bawaan hernia diafragmatik atresia atau stenosis jalan
nafas).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau
penyakit lainnya.
e. Kebutuhan dasar
1. Sirkulasi: nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180x/menit.
Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(diastolik), bunyi jantung, lokasi di mediastinum dengan titik intensitas
tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercostal III/IV, murmur biasa
terjadi selama beberapa jam pertama kehidupan, tali pusat putih dan
bergelatin, megandung 2 arteri dan 1 vena
2. Eliminasi: dapat berkemih saat lahir
3. Makanan/cairan: berat badan 2500-4000 gram, panjang badan 44-45 cm,
turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neuro sensori: tonus otot (fleksi hipertonik dari semua ekstremitas), sadar
dan aktif mendemonstrasikan reflex menghisap selama 30 menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas), penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma), menangis kuat, sehat, nada sedang (nada
menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetic, hipoglikemia, atau
reflek narkotik yang memanjang).
5. Pernafasan: skor Apgar 1-5 menit, skor optimal harus antara 7-10,
rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat, bunyi nafas
bilateral, kadang-kadang krekles umum pada awalnya silindrik thorak
(kartilago xifoid menonjol, umum terjadi).
6. Keamanan: kulit lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat
terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal: kelahiran dengan forceps), atau
perubahan warna harlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara
alis mata, atau pada nukhal) atau bercak Mongolia (terutama punggung
bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkinada
(penempatan elektroda internal).
2. PATHWAY

Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain : obat- obatan


pusat, presentasi janin narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2& Kadar Bersihan jalan nafas


Paru-paru terisi cairan
tidakefektif
CO2 meningkat

Gangguan metabolism &


Nafas cepat Suplai O2 ke Paru
perubahan asam basa
menurun

Asidosis respiratorik
Apneu Kerusakan otak

Gangguan perfusi
ventilasi
Resiko cidera Kematian bayi

Nafas cuping hidung,


sianosis, hipoksia

DJJ & TD menurun Proses keluarga terhenti

Gangguan Pertukaran
gas
Pola napas tidak
efektif

Reflek hisap menurun,


intake intake tidak
adekuat

Resiko kekurangan
Kekurangan nutrisi volume cairan
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar).
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolar.
c. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
4. INTERVENSI
N Diagnosa NOC NIC Rasional
O Keperawatan
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman 1. Mengetahui apakah ada
efektif keperawatan selama 1x24 jam, dan upaya nafas. gangguan dalam bernafas.
berhubungan diharapkan : Pola nafas kembali 2. Monitor pergerakan, kesimetrisan 2. Mengetahui kemampuan
dengan imaturitas efektif Kriteria Hasil : dada, retraksi dada dan alat bantu bernafas klien.
neurologis 1. Pengembangan dada pernafasan. 3. Klien merasa nyaman.
(defisiensi simetris. 3. Posisikan klien untuk memaksimalkan 4. Mempertahankan oksigen arteri.
surfaktan dan 2. Irama pernapasan teratur. ventilasi dan mengurangi dyspnea. 5. Kemungkinan terjadi kesulitan
ketidakstabilan 3. Bernapas mudah. 4. Berikan oksigen sesuai program. bernapas akut.
alveolar) 4. Tidak ada suara nafas 5. Alat-alat emergensi disiapkan dalam
tambahan. keadaan baik

2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau dispnea, takipnea, bunyi napas, 1. Data dasar untuk menentukan
pertukaran gas keperawatan selama 1x24 jam, peningkatan upaya pernapasan, intervensi lebih lanjut.
berhubungan diharapkan : pertukaran gas ekspansi, paru, dan kelemahan. 2. Menjaga keseimbangan cairan.
dengan perubahan kembali normal Kriteria hasil : 2. Monitor intake dan output cairan Jaga 3. Persiapan emergensi terjadinya
membran kapiler- 1. Menunjukan perbaikan alat emergensi dan pengobatan tetap masalah akut pernafasan.
alveolar. ventilasi dan oksigenisasi tersedia seperti ambu bag, ET tube, 4. Mengurangi tingkat kecemasan.
jaringan adekuat dengan suction, oksigen.
GDA dalam rentang normal. 3. Batasi pengunjung.
2. Bebas dari gejala distres
pernafasan.
3 Kekurangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi reflek menghisap dan 1. Mengetahui apakah ada
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam, menelan bayi. gangguan dalam menghisap dan
dengan intake yang Nutrisi dapat tercukupi Kriteria 2. Observasi intake dan output. menelan bayi.
tidak adekuat hasil: 3. Berikan cairan IV dengan kandungan 2. Mengetahui status nutrisi bayi.
1. Tidak terjadi penurunan BB glukosa sesuai kebutuhan neonates. 3. Memenuhi kebutuhan kalori
> 15 %. 4. Rujuk kepada ahli diet untuk bayi.
2. Bayi tidak muntah. membantu memilih cairan yang dapat 4. Menentukan diet yang tepat bagi
3. Bayi dapat minum dengan memenuhi kebutuhan gizi. bayi.
baik.
4 Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi suhu dan nadi. 1. Mengetahui adanya indikasi
volume cairan keperawatan selama 1x24 jam, 2. Observasi adanya tanda-tanda kekurangan volume cairan.
berhubungan diharapkan : Resiko kekurangan dehidrasi atau overhidrasi. 2. Menentukan intervensi lebih
dengan gangguan volume cairan tidak terjadi 3. Berikan terapi intravena sesuai lanjut.
mekanisme Kriteria hasil: dengan anjuran dan berikan dosis 3. Mempertahankan keseimbangan
regulasi. 1. Turgor pada perut bagian pemeliharaan, selain itu berikan pula cairan.
depan kenyal, tidak ada tindakan-tindakan pencegahan. 4. Cairan membantu distribusi
edema, membranmukosa 4. Berikan susu dan cairan intravena obatobatan dalam tubuh serta
lembab, intake cairan sesuai sesuai kebutuhan. membantu menurunkan demam.
dengan usia dan BB. Cairan bening membantu
2. Output urin 1-2 ml/kg menambahkan kalori serta
BB/jam, ubun-ubun datar, menanggulangi kehilangan BB.
elektrolit darah dalam batas
normal.
Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2019). Lakukan
tindakan keperawatan sesuai yang sudah direncanakan sebelumnya, lihat respon atau
evaluasi formatif setelah dilakukan tindakannya tersebut, kaji respon klien sebelum
maupun sesudah dilakukan tindakan.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung,
2018). Setelah dilakukan tindakan selama sehari, lihat respon klien sesuaikan dengan
diagnosa dan perencanaan yang ada, digunakan teknik SOAP, apabila klien keadaannya
membaik atau sudah hilang masalah keperawatan yang ada hentikan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek G, dkk. 2017. Nursing Interventions Clarification (NIC). Singapore :


Elvesier Ine.

Heather, T. Herdman. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-


2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Hidayat, A Aziz Alimul. 2018. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:


Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda. 2017. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction
Jogja.

Nursalam, 2019. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan).
Jakarta : Salemba Medika.

Sulistyorini, Suci. 2019. Gambaran Umur dan Usia Kehamilan Ibu yang
Melahirkan Bayi Asfiksia. Kesehatan Bina Husada. Indonesia.

Tri, Maharani, dkk. 2018. Panduan Karya Tulis Ilmiah: Studi Kasus Program
Studi D-III Keperawatan. Jombang : STIKes ICMe

Anda mungkin juga menyukai