Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

KASUS ASFIKSIA DI RUANGAN NICU RSUD TORABELO


KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH :

NAMA : NI MADE SUMIARTINI, S.Kep


NIM : 2022032027

CI LAHAN CI INSTITUSI

Fithratunnufus, S.Kep.,Ns Ns. Ni Nyoman Elfiyunai, S.Kep., M.Kes


NIP. 199304042019082001 NIK. 20210901130

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi
Asfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat
disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis
(Hidayat, 2018). Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi
ketika bayi tidak mendapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran
(Mendri & Sarwo prayogi, 2017). Asfiksia neonatorum adalah
keadaan bayi yang tidakdapat bernapas spontan dan teratur, sehingga
dapat menurunkan O2 dan makin meningkatnya CO2 yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Hidayat, 2019).
2. Epidemologi
Menurut laporan dari organisasi dunia yaitu World Health
Organization (WHO) 2010 , bahwa setiap tahunnya 3% (3.6 juta) dari 120
juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian
meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia diantaranya
asfiksia neonatorum (27%), Bayi Baru Lahir Rendah (29%), tetanus
neonatorum (10%), masalah pemberian makan (10%), infeksi (5%) (DepKes
RI, 2011). Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada masa
neonatal. Kejadian asfiksia di rumah sakit pusat rujukan provinsi di
Indonesia sebesar 41,94%. Provinsi dengan Asfiksia tertinggi adalah Jawa
Tengah (33,1%), Jawa Barat (23%), Sumatra utara (18,69%), Papua
(15,38%) (Kemenkes RI, 2014). Pasuruan 30,8% (Profil Kesehatan
Kabupaten Pasuruan, 2015). Di RSUD Bangil 439.
3. Etiologi
a. Penyebab terjadinya Asfiksia menurut (Hidayat, 2019).
1) Faktor Ibu
Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat
hipoventilasi selama anastesi, penyakit jantung, sianosis, gagal
pernapasan, keracunan karbon monoksida, dan tekanan darah ibu
yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan
aliran darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada
gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani
uterus akibat penyakit atau obat: hipotensi mendadak pada ibu
karena perdarahan, hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2) Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil,
plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta.
3) Faktor Fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan
pada keadaan tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin
dan jalan lahir, dan lain-lain.
4) Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh
karena pemakaian obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada
ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan
janin, maupun karena trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya
perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya
stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
5) Faktor Persalinan
Partus lama dan partus karena tindakan dapat
berpengaruh terhadap gangguan paru-paru.
4. Patofisiologi
Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam
keadaan kontraksi dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat
melalui paru-paru sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus
kemudian masuk ke aorta namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus
ketika bayi memasuki kehidupan ekstrauteri (Nurarif, 2020). setelah lahir
bayi akan menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru
janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan mengembang udara akan
masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara
bertahap (Braham 2018). Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara memadai
(Yulinti, 2019). Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah
timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ ( denyut jantung
janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsungmaka nervus
vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelaktasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apnea sekunder. Selama apnea sekunder, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak
dapat bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya
pernafasan secara spontan (Yulianti, 2019).
5. Phatway

Persalinan lama, Paralisis pusat Faktor lain:


lilitan tali pusat, pernafasan anastesi,obat-obatan
presentasi janin
narkotik.
abnormal.

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 Suplai O2 ke paru Peningkatan bilirubin


dankadar CO2 unjongned dalam darah-
meningkat pengeluaran mekonium
terlambat/obstruksi usus- tinja
Nafas cepat Kerusakan otak, berwarna pucat

Perdarahan, kejang

Ikterik Neonatus
Apneu
Hipvolemia

Pola napas tidak efektif


6. Klasifikasi
Klasifikasi Asfiksia Berdasarkan
APGAR Score
Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai
Frekuensi Tidak Ada Kurang dari 100 Lebih dari 100

Jantung X/menit X/menit

Usaha Tidak Ada Lambat, Tidak Teratur Menangis Kuat

Bernafas

Tonus Otot Lumpuh Ekstremitas Fleksi Gerakan Aktif

Sedikit

Refleks Tidak Ada Gerakan Sedikit Menangis

Warna Kulit Biru/Pucat Tubuh Kemerahan, Tubuh dan


Ekstremitas Biru Ekstremitas
Kemerahan

(Nurarif, 2020)

Keterangan:
1) Nilai 0-3 : Asfiksia berat
2) Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
3) Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar). Asfiksia neonatorum di
klasifikasikan:
Skor apgar 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan Tindakan
istimewa (Nurarif, 2020).
a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor apgar 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan Tindakan
istimewa.
b. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan
henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
7. Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan
tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala tonus otot buruk karena
kekurangan oksigen pada otak dan organ lain.
c. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksiegen.
d. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak.
e. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan.
f. Takipnea (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbs cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur atau megap-megap.
g. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.
h. Penurunan terhadap spinkters

8. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan khusus
1) Bayi lahir tanggal
2) Frekuensi jantung
3) Pernafasan bayi lemah tidak teratur dan bayi tidak segera menangis
4) Pernafasan
5) Suhu bayi
b. Pemeriksaan umum
1) Berat badan lahir
2) Panjang badan lahir
3) Jenis kelamin
4) Kepala
5) Mata
6) Hidung
7) Mulut/Bibir
8) Telinga
9) Dada dan Perut
10) Tali pusat
11) Punggung dan Bokong
12) Genitalia dan Anus
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada neonatal dengan asfiksia, meliputi:
a. Nilai APGAR: memberikan pengkajian yang cepat mengenai kebutuhan
untuk resusitasi neonatal
b. Rontgen thoraks dan abdomen: untuk menyingkirkan abnormalitas/cedera
struktural dan penyebab masalah ventilasi.
c. Pemeriksaan ultrasonografi kepala: untuk mendeteksi abnormalitas/cedera
kranial atau otak atau adanya malformasi kongenital
d. Kultur darah: untuk menyingkirkan atau memastikan adanya bacteremia
e. Skrining toksikologi: untuk menemukan adanya toksisitas obat atau
kemungkinan sindrom alkohol janin atau fetal alcohol syndorome.
f. Skrining metabolisme: untuk menyingkirkan adanya gangguan endokrin atau
metabolisme

10. Diagnosis
a) Laboratorium AGD : mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu memberikan
O2 yang adekuat
b) Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
c) Babygram (photo rontgen dada)
d) Elektrolit darah
e) Gula darah
f) Pulse oxymetry : metode pemantauan non invasive secara kontinu terhadap
saturasi O2 Hb, pemantauan SPO2

11. Terapi/Tindakan Penanganan


Bayi yang lahir dengan asfiksia kemungkinan akan memiliki nilai Apgar di
bawah 7. Jika asfiksia sudah terdeteksi saat bayi masih dalam kandungan, dokter
kandungan kemungkinan besar akan menyarankan persalinan segera dengan
operasi caesar, agar nyawa bayi dapat tertolong.
Setelah lahir, penanganan asfiksia pada bayi akan disesuaikan dengan tingkat
keparahannya sampai ia bisa bernapas sendiri dengan baik. Penanganan yang
dapat diberikan oleh dokter anak berupa:
Penggunaan alat bantu pernapasan untuk mengalirkan udara ke paru-paru
bayi. Sebagian bayi mungkin akan membutuhkan tambahan gas nitric oxide
melalui tabung pernapasan.
Pemberian obat-obatan untuk mengendalikan tekanan darah dan meredakan
kejang apabila terjadi.
Penting bagi Bunda untuk rutin menjalani pemeriksaan kehamilan dengan USG
agar kondisi kesehatan Si Kecil dapat terpantau dengan baik. Selain itu, untuk
menghindari asfiksia pada bayi, patuhilah anjuran dokter, minum vitamin prenatal
sesuai anjuran dokter, dan konsumsi makanan bernutrisi selama hamil
12. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa,
tanggal MRS, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis nomer
rekam medik), identitas nama pasien diperlukan untuk menentukan
kriteria pasien yang akan dijadikan partisipan dalam pengumpulan
data, dengan usia klien yaitu usia 0-28 hari.
2) Identitas penanggung jawab (nama orangtua, agama, pendidikan,
pekerjan,alamat, umur).
b. Riwayat kesehatan sekarang:
Keluhan utama: kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau
hipoksia janin akibat otot pernafasan yang kurang optimal.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, misalnya lilitan tali pusat,
presentasi janin abnormal, hipoksia ibu, eklampsia; natal, misalnya
terdapat gangguan HIS; neonatal, misalnya trauma persalinan,
perdarahan rongga tengkorak, kelainan bawaan hernia diafragmatik
atresia atau stenosis jalan nafas).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau
penyakit lainnya.
e. Kebutuhan dasar
1) Sirkulasi: nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180x/menit.
Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(diastolik), bunyi jantung, lokasi di mediastinum dengan titik
intensitas tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercostal III/IV,
murmur biasa terjadi selama beberapa jam pertama kehidupan, tali
pusat putih dan bergelatin, megandung 2 arteri dan 1 vena
2) Eliminasi: dapat berkemih saat lahir
3) Makanan/cairan: berat badan 2500-4000 gram, panjang badan 44-45
cm, turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4) Neuro sensori: tonus otot (fleksi hipertonik dari semua ekstremitas),
sadar dan aktif mendemonstrasikan reflex menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas), penampilan
asimetris (molding, edema, hematoma), menangis kuat, sehat, nada
sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetic,
hipoglikemia, atau reflek narkotik yang memanjang).
5) Pernafasan: skor Apgar 1-5 menit, skor optimal harus antara 7-10,
rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat, bunyi nafas
bilateral, kadang-kadang krekles umum pada awalnya silindrik thorak
(kartilago xifoid menonjol, umum terjadi).
6) Keamanan: kulit lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat
terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal: kelahiran dengan forceps), atau
perubahan warna harlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak Mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkinada (penempatan elektroda internal).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif brhubungan denngan hambatan upaya nafas
b. Ikterik neonatos berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari
c. Resiko hipovolemik dibuktikan dengan faktor resiko: kehilangan cairan secara
aktif/kekurangan intake cairan.
3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan
NO SIKI SLKI Rasional
SDKI
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan (I.01014) Terapi Oksigen 1) Observasi jalan napas untuk
brhubungan denngan keperawatan selama …x24 jam 1) Pertahankan kepatenan jalan tetap dalam keadaan baik
hambatan upaya nafas diharapkan ikterik menurun nafas 2) Memantau aliran oksigen yang
(D.0005) dengan kriteria hasil: 2) Monitor aliranoksigen masuk
1) Penggembangandada 3) Monitor efektifitasterapi oksigen 3) Memantau apakah terapi
simetris. 4) Amati tanda-tandaadanya oksigen yang di berikan efektif
2) Irama penafasanteratur. hipoventilasi oksigen mengatasi pola napas
3) Tidak ada dispnea 5) Sediakan oksigen ketika pasien 4) Menilai apakah ada tidaknya
4) Tidak ada pernapasan
dibawah/dipidahkan tanda terjadinya hipoventilasi
5) Mempertahankan pernapasan
cupinghidung.
klien agar tetap stabil
5) Frekuensi pernafasan
teratur.

2 Ikterik neonatus Setelah dilakukan tindakan Fisioterapi Neonatus (I.03091) 1) Memantau ikterik pada sklera
berhubungan dengan usia keperawatan selama …x24 jam 1. Monitor ikterik pada skelra dan kulit dan kulit bayi
kurang dari 7 hari diharapkan hipovolemia bayi 2) Memantau tanda vital tetap
(D.0024) menurun teratasi dengan kriteria 2. Monitor tanda vital setiap 4jam sekali
stabil setiap jam nya
hasil: 3. Monitor efek sampingfototerapi.
1) Warna kulit 4. Siapkan lampu fototerapidan inku 3) Memantau efek samping
kemerahan bator atau kotakbayi fototerapi
2) Meningkatnya 5. Lepaskan pakaian bayikecuali popok 4) Menjaga bayi tetap hangat
hidrasi. 6. Berikan penutup mata (eye 5) Sinar foto terapi terkena ke
3) Suhu kulit normal. protector/biliband) pada bayi
4) Tekstur kulitlembab. seluruh tubuh bayi
7. Ukur jarak antara lampu dan
permukaan kulit bayi 6) Melindungi mata dari sinar
8. Biarkan tubuh bayi terpaparsinar fototerapi bayi
fototerapi secara berkelanjutan 7) Lampu fototerapi tidak terlalu
9. Ganti segera alas dan popokbayi jika dekat jaraknya dengan
BAB/BAK
permukaan kulit bayi
8) Bayi tetap terkena sinar
fototerapi
9) Mempertahankan kebersihan
bayi

Manajemen jalan nafas (I.03116) 1) Menilai apakah ada tanda dan


Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa tanda dan gejala gejala hipovolemi
Resiko Hipovolemia
3 keperawatan selama …x24 jam hypovolemia 2) Memantau intake dan output
dibuktikan dengan faktor
diharapkan hipovolemia 2. Monitor intake dan outputcairan. cairan
resiko kehilangan cairan
menurun teratasi dengan kriteria 3. Berikan asupan cairan oral. 3) Mempertahankan asupan cairan
secara aktif/kekurangan
hasil: 4. Anjurkan memperbanyakasupan pasien
intake cairan (D.0034)
1. Tugor kulitmembaik oral.Lakukan penyedotan 4) Memastikan klien asupan
2. Tidak ada despnea melalui endotrakea atau oralnya terpenuhi dengan baik
3. Tidak ada nafastambahan. nasotrakea, sebagaimana 5) Mengatasi jika terjadi
1. BB normal mestinya kekurangan cairan pada klien
2. Membrane mukosalembab 5. Kolaborasi pemberian cairanIV
3. Hb normal isotonis (mis.Nacl, RL).
4. Ht normal
5. Suhu tubuh normal
4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari


rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Lakukan
tindakan keperawatan sesuai yang sudah direncanakan sebelumnya, lihat respon
atau evaluasi formatif setelah dilakukan tindakannya tersebut, kaji respon klien
sebelum maupun sesudah dilakukan tindakan.

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan


untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan. Setelah dilakukan tindakan selama sehari, lihat respon klien
sesuaikan dengan diagnosa dan perencanaan yang ada, digunakan teknik SOAP,
apabila klien keadaannya membaik atau sudah hilang masalah keperawatan yang
ada hentikan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda. 2020. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan SDKI. Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Nursalam, 2019. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai