Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERATAWAN MEDIKAL BEDAH

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

Muhammad Ahluddin Ibnus Sani

2111102412148

Program Studi Profesi Ners

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Perubahan-perybahan yang terjadi pasa asfiksia
antara lain hipoksia, hipervapma, dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2011). Asfiksia
pada bayi baru lahir (BBLR) menurut IDAI (Ikatan Dokter anak Indonesia) adalah
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah
lahir (Prambudi, 2013).
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan dan asidosis bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ fital lainnya (Prawirohardjo, 2010)

2. Klasifikasi
Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :
a. Asfiksia Livida (biru) ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih baik,
reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognasi lebih baik.
b. Asfiksia Pillida (putih) ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah berkurang,
tidak ada rektasi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek.
(Prawirohardjo, 2010)

Klasifikasi Asfiksia berdasarkan nilai APGAR


No Klasifikasi Nilai APGAR Derajat Vitalitas
Fress Stillbirth Tidak ada pernapasan
1 0
(bayi lahir mati) Tidak ada denyut jantung
2 Asfiksia Berat 1-3 Denyut jantung <40x/menit
Pernapasn tidak teratur, megap-
3 Asfiksia Sedang 4-6
megap, atau tidak ada pernapasan
Asfiksia Ringan / tanpa Tangisan kuat disertai gerakan
4 7-9
Asfiksia aktif
5 Bayi Normal 10

3. Etiologi
Gomelia (2009) yang dikutip dari AHA dan American Academy of Pediatrics (AAP)
mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernasafan pada bayi yang terdiri dari
:

1
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu : hal ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian analgetik atau anestesia lain.
2) Gangguan aliran darah uterus : berkurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
b. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
c. Faktor janin
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher
dan lain-lain.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,
yaitu :
1) Pemakaian obat anestesi dan analgesia yang berlebihan
2) Trauma persalinan
3) Kelaianan kongenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain

4. Gambaran Klinis
a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung < 40 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
b. Asfiksia sedang
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit
b. Tidak ada usaha napas
c. Tanus otot lemah bahkan hampir tidak ada
2
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f. Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
c. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia
a. Takipnea napas > 40 x / menit
b. Bayi tampak cyanosis
c. Adanya retaksi sela iga
d. Adanya pernapasan cuping hidung
e. Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing
f. Bayi kurang aktivitas

5. Patofisiologi
Menurut Varney (2007), hipoksia dimulai dengan frekuensi jantung dan tekanan
darah pada awalnya meningkat dan bayi melakukan upaya megap-megap. Bayi
kemudian masuk pada periode apnea primer. Bayi yang menerima stimulasi adekuat
selama apnea primer akan melakukan usaha nafas dan bayi yang mengalami asfiksia
jauh lebih berbeda dalam tahap apnea sekunder. Apnea sekunder cepat menyebabkan
kematian kalau tidak dibantu dengan pernafasan buatan dan warna bayi berubah dari
biru menjadi putih karena bayi baru lahir menutupi sirkulasi perifer sebagai upaya
memaksimalkan aliran darah keorgan-organ, seperti jantung dan ginjal. Penurunan
oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah diparu-paru mengalami
konstriksi. Konstriksi ini meyebabkan paru-paru resistian terhadap ekspansi sehingga
mempersulit kerja resusitasi.
Kurangnya oksigen dalam periode singkat menyebabkan metabolisme pada bayi
baru lahir berubah menjadi metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya glukosa
yang dibutuhkan sebagai sumber energi pada saat darurat. Neonatus yang lahir melalui
seksio sesaria, terutama jika tidak ada tanda persalinan, tidak mendapatkan
pengurangan cairan paru dan penekanan pada toraks sehingga mengalami paru-paru
basah yang lebih persisten. Situasi ini dapat mengakibatkan takipnea sementara pada
bayi baru lahir Transient Tachaypnea of the Newborn (TTN).

3
6. Pathways
Persalinan lama Paralisis pusat pernafasan Faktor lain: anastesi
lilitan tali pusat obat-obatan
Presentasi janin abnormal

Asfiksia

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan


dan kadar CO2 meningkat

Ketidakefektifan Kerusakan
Nafas cepat Suplai O2 Suplai O2 bersihan jalan otak dan
ke paru dalam darah nafas perubahan
Apneu asam
Resiko
DJJ & TD ketidakseimbangan Asidosis
suhu tubuh respiratorik
Metabolisme
Basa Gangguan
perfusi
Janin tidak ventilasi
bereaksi Kematian
terhadap bayi Gangguan
rangsangan pertukaran
gas

Ketidakefektifan
pola nafas

(Nurarif & Kusuma, 2015)

7. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
a. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu

4
sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro,
2007).
b. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya asidosis
dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi
SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui oksigenasi,
evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
c. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garam-
garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul asidosis
laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit darah
dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum, natrium,
keton atau protein (Harris, 2003).
d. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk
kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya
mengalami hipoglikemi.
e. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed tomography
scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai nilai yang
tinggi dalam menegakkan diagnosis
f. USG ( Kepala )
Penilaian APGAR score
g. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
Foto polos dada

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia nonatorum:
a. Pemantantauan golongan darah, denyut nadi, funsi dan sistem jantung dan baru
dengan melakukan resusitasi memberikan yang cukup serta memantau perkusi
jaringan tiap 2 sampai 4 jam

5
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap kuat atau baik sehingga proses oksigenasi
cukup agar sirkulasi darah tetap baik (Hidayat, 2008).
c. Cara menagatasi asfiksia sebagai berikut:
1) Asfiksia ringan (7-9)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut kemudian
hidung
c) Bersihkan badan dan tali pusat
d) Lakukan observasi TTV, pantau APGAR SCORE dan masukan kedalam
inkubator
2) Asfiksia sedang (4-6)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Letakan bayi pada meja resusitasi
c) Bersihkan jalan napas bayi
d) Berikan 2 liter permenit, bila berhasil teruskan perawatan selanjutnya.
e) Bila belum berhasil angsang pernapasan dengan menepuk, nepuk telapak
kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa box permenit.
f) Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi natrium
dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan
melalui vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah
terjadinya pendarah intrakranial karena perubahan pH darah mendadak
3) Asfiksia berat (1-3)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Letakan bayi pada meja resusitasi
c) Bersihkan jalan napas bayi sambil pompa melalui ambubag
d) Beriakan 4-5 liter permenit
e) Bila tidak berhasil lakukan pemasangan ETT (endotrakheal tube)
f) Bersihakan jalan napas melalui ETT
g) Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi natrium
dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan
melalui vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah
terjadinya pendarah intrakranial karena perubahan pH darah mendadak

6
(Prawirohardjo, 2010)

9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
a. Edema otak dan pendrahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berkelanjutan sehingga terjadi renjatan neonatus sehingga aliran darah ke otak
menurun. Keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, dan pendarahan otak
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia. Keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium atau ginjal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan prtukarn gas dan
transportasi sehingga penderita kekurangan persediaan dan kesulitan
pengeluaran hal ini dapat menyebabkan kejang pada bayi tersebut karena disfungsi
jaringan efektif
d. Koma
Apabila pada bayi asfiksia berat tidak segera ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipokemia dan pendarahan otak.
(Muslimatun, 2011)

10. Tumbuh Kembang


Menurut Whalley dan Wong (2003) mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu
peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan pada
perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling tinggi dan kompleks
melalui proses maturasi dan pembelajaran. Jadi, proses tumbuh kembang merupakan
proses yang berkesinambungan mulai dari konsepsi sampai dewasa yang mengikuti

7
pola tertentu yang khas sebagai sikap anak. Pertumbuhan dan perkembangan yang
dialami oleh neonatus diantaranya meliputi tumbuh kembang :
a. Perkembangan fisik
Pada minggu pertama berat badan bayi dapat turun 10% dari berat badan lahir.
Hal ini disebabkan karena ekskresi cairan ekstravaskular yang berlebih dan
kemungkinan masukan makanan yang kurang. Pada saat umur bayi 2 minggu berat
badan bayi harus bertambah atau melebihi berat badan lahir dan harus bertumbuh
kira-kira 30 gram/hari selama bulan pertama.
b. Perkembangan motorik kasar
Pada neonatus perkembangan motorik kasar dapat diawali tanda gerakan
seimbang pada tubuh, mulai mengangkat kepala, menggerakan kedua lengan dan
kaki.
c. Perkembangan motorik halus
Pada neonatus perkembangan motorik halus dimulai dengan tanda-tanda
kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila diberikan respon terhadap gerakan
jari atau tangan, tanda- tanda tersenyum dan mulai menatap muka untuk mengenali
seseorang.
d. Perkembangan kognitif dan bahasa
Pada neonatus perkembangan kognitif dan bahasa mencapai yaitu mengoceh
dan bereaksi terhadap suara, mengenali ekspresi wajah (tersenyum) sebagai suatu
hal yang sama.
e. Perkembangan psikoseksual (Fase Oral)
Selama masa bayi, sumber kesenangan berpusat pada aktivitas oral seperti
menghisap, menggigit dan mengucap. Mempunyai keterampilan koping yang
umum seperti senang digendong, ditimang dan diayun serta bermain dengan objek
yang selalu dimasukkan ke dalam mulut
(Supartini, 2004).

11. Hospitalisasi pada Anak


Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Perawatan anak

8
di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak, tetapi juga bagi orang tua.
Berbagai macam perasaan muncul pada orang tua yaitu, takut, rasa bersalah, stress dan
cemas (Hallstrom dan Elander. 1997 dikutip oleh Supartini, Yupi. 2004).
Stressor lain yang sangat menyebabkan orang tua stres adalah mendapatkan
informasi buruk tentang diagnosis medik anaknya, perawatan yang tidak direncanakan
dan pengalaman perawatan di rumah sakit sebelumnya yang dirasakan menimbulkan
trauma (Supartini, 2000). Untuk itu, perasaan orang tua tidak boleh diabaikan karena
apabila orang tua merasa stres, hal ini akan menyebabkan anak semakin stres berada di
rumah sakit (Supartini, 2000).
Masalah utama yang terjadi pada neonatus adalah karena dampak dari perpisahan
dengan orang tua, sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang.
Reaksi yang sering muncul pada neonatus adalah menangis, banyak melakukan gerakan
sebagai sikap stranger anxiety. Respon terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya
menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak dan ekspresi wajah yang tidak
menyenangkan.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan,
perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Keluhan Utama
Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bias bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan sianosis,
hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis metabolic
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan
karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi
mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu
kehamilan.

9
2) Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus lama,
rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada
placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan
tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak, placenta previa, sulitio plasenta,
persentase janin abnormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir
3) Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic,
perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
d. Riwayat kesehatan
1) RKD
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-
obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi
terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
2) RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia, hiperkapnea,
asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada, perubahan fungsi janutng,
kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak
menangis.
3) RKK
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang diinduksi oleh
kehamilan dan obat-obat infeksi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
2) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-
ubun besar cekung atau cembung.
3) Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva,
warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.

10
4) Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
5) Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
6) Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
7) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
8) Thoraks
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
9) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis
papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut
cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
10) Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda infeksi
pada tali pusat.
11) Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
12) Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari faeces.
13) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
14) Refleks

11
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat
atau adanya patah tulang

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan perfusi ventilasi
d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya suplai O 2
dalam darah

3. Intervensi
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Napas Meningkat (L.01001) Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)

1. Observasi
▪ Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
▪ Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
mengi, weezing, ronkhi kering)
▪ Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
▪ Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma
cervical)
▪ Posisikan semi-Fowler atau Fowler
▪ Berikan minum hangat
▪ Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
▪ Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
▪ Lakukan hiperoksigenasi sebelum
▪ Penghisapan endotrakeal
▪ Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsepMcGill
▪ Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
▪ Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
▪ Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
▪ Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

12
b. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
POLA NAFAS MEMBAIK (L.01004) PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)

1. Observasi
• Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
napas
• Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik0
• Monitor kemampuan batuk efektif
• Monitor adanya produksi sputum
• Monitor adanya sumbatan jalan napas
• Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
• Auskultasi bunyi napas
• Monitor saturasi oksigen
• Monitor nilai AGD
• Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
• Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
• Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan perfusi ventilasi


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
PERTUKARAN GAS MENINGKAT (L.01002) TERAPI OKSIGEN (I.01026)

1. Observasi
▪ Monitor kecepatan aliran oksigen
▪ Monitor posisi alat terapi oksigen
▪ Monitor aliran oksigen secara periodic dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
▪ Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
oksimetri, analisa gas darah ), jika perlu
▪ Monitor kemampuan melepaskan oksigen
saat makan
▪ Monitor tanda-tanda hipoventilasi
▪ Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen
dan atelektasis
▪ Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
▪ Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
2. Terapeutik
▪ Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
trachea, jika perlu
▪ Pertahankan kepatenan jalan nafas
▪ Berikan oksigen tambahan, jika perlu
▪ Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
▪ Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengat tingkat mobilisasi pasien
13
3. Edukasi
▪ Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
4. Kolaborasi
▪ Kolaborasi penentuan dosis oksigen
▪ Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur

DAFTAR PUSTAKA

Dewi. Vivian Nanny. 2011. Asuhan Heonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Muslihatun, Wati Nur. 2011. Asuhan Neonatus bayi dan balita. Jogjakarta: Fitra Maya

14
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta:
EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction Publishing
Prawiryoharyo, Jarwono. 2010. Buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
YPB SP.

15
16

Anda mungkin juga menyukai