Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


ASFIKSIA DI HCU RAWAT INAP PUSKESMAS TANAH
GARAM KOTA SOLOK

Oleh :
DIAN HANDAYANI
2210038107033

PROFESI KEPERAWATAN

STIKES INDONESIA

TAHUN AJARAN 2022/2023


1
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Perubahan-perubahan yang
terjadi pasa asfiksia antara lain hipoksia, hipervapma, dan asidosis metabolik
(Muslihatun, 2011). Asfiksia pada bayi baru lahir (BBLR) menurut IDAI
(Ikatan Dokter anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan  dan asidosis bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ fital lainnya
(Prawirohardjo, 2010)

2. Klasifikasi
Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :
a. Asfiksia Livida (biru) ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot
masih baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognasi
lebih baik.
b. Asfiksia Pillida (putih) ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah
berkurang, tidak ada rektasi rangsangan, bunyi jantung irreguler,
prognosis jelek.
(Prawirohardjo, 2010)

Klasifikasi Asfiksia berdasarkan nilai APGAR


No Klasifikasi Nilai APGAR Derajat Vitalitas
Fress Stillbirth Tidak ada pernapasan
1 0
(bayi lahir mati) Tidak ada denyut jantung
2 Asfiksia Berat 1-3 Denyut jantung <40x/menit
Pernapasn tidak teratur, megap-
3 Asfiksia Sedang 4-6
megap, atau tidak ada pernapasan
Asfiksia Ringan / tanpa Tangisan kuat disertai gerakan
4 7-9
Asfiksia aktif
5 Bayi Normal 10

3. Etiologi
Gomelia (2009) yang dikutip dari AHA dan American Academy of
Pediatrics (AAP) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernasafan
pada bayi yang terdiri dari :

2
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu : hal ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetik atau anestesia
lain.
2) Gangguan aliran darah uterus : berkurangnya aliran darah pada uterus
akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
b. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-
lain.
c. Faktor janin
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher dan lain-lain.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu :
1) Pemakaian obat anestesi dan analgesia yang berlebihan
2) Trauma persalinan
3) Kelaianan kongenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain

4. Gambaran Klinis
a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung < 40 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan  yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
b. Asfiksia sedang
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit
b. Tidak ada usaha napas
c. Tanus otot lemah bahkan hampir tidak ada

3
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f. Terjadi kekurangan  yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
c. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia
a. Takipnea napas > 40 x / menit
b. Bayi tampak cyanosis
c. Adanya retaksi sela iga
d. Adanya pernapasan cuping hidung
e. Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing
f. Bayi kurang aktivitas

Menurut tim pokja SDKI DPP PPNI (2017) dalam (Wahyuningsih et


al.2022) manifestasi klinis yang dapat muncul berdasarkan masalah
gangguan pertukaran gas akibat asfiksia antara lain sebagai berikut :

1. Dispnea atau sering disebut sesak napas, napas pendek, breathlessness


atau shortness of breath. Dispnea adalah gejala subyektif berupa
keinginan penderita untuk meningkatkan upaya mendapatkan udara
pernapasan, karena sifatnya subyektif, dispneu tidak dapat diukur namun
dapat ditentukan dengan melihat adanya upaya bernafas aktif dan upaya
menghirup udara lebih banyak

2. Meningkatnya atau menurunnya PCO2. PCO2 adalah tekanan yang


dikeluarkan oleh karbondioksida yang terlarut didalam plasma darah
arteri. PCO2 menggambarkan gangguan pernafasan. Nilai normal PCO2
adalah 35-45 mmHg, nilai PCO2 (>45 mmHg) disebut dengan
hipoventilasi.

3. Kadar PO2 yang rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien


tidak mampu bernafas secara adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg
mengindikasikan perlunya mendapatkan terapi oksigen tambahan

4. Takikardi, yaitu suatu kondisi dimana kecepatan denyut jantung lebih


cepat dari jantung orang normal dalam kondisi beristirahat

5. Meningkat atau menurunnya pH pada arteri

4
6. Terdapat bunyi nafas lain yang disebut suara nafas tambahan pada
kondisi gangguan pertukaran gas. Suara ini disebabkan karena adanya
sumbatan jalan nafas atau obstruksi

5. Patofisiologi
Menurut Varney (2007), hipoksia dimulai dengan frekuensi jantung dan
tekanan darah pada awalnya meningkat dan bayi melakukan upaya megap-
megap. Bayi kemudian masuk pada periode apnea primer. Bayi yang
menerima stimulasi adekuat selama apnea primer akan melakukan usaha nafas
dan bayi yang mengalami asfiksia jauh lebih berbeda dalam tahap apnea
sekunder. Apnea sekunder cepat menyebabkan kematian kalau tidak dibantu
dengan pernafasan buatan dan warna bayi berubah dari biru menjadi putih
karena bayi baru lahir menutupi sirkulasi perifer sebagai upaya
memaksimalkan aliran darah keorgan-organ, seperti jantung dan ginjal.
Penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah diparu-paru
mengalami konstriksi. Konstriksi ini meyebabkan paru-paru resistian terhadap
ekspansi sehingga mempersulit kerja resusitasi.
Kurangnya oksigen dalam periode singkat menyebabkan metabolisme
pada bayi baru lahir berubah menjadi metabolisme anaerob, terutama karena
kurangnya glukosa yang dibutuhkan sebagai sumber energi pada saat darurat.
Neonatus yang lahir melalui seksio sesaria, terutama jika tidak ada tanda
persalinan, tidak mendapatkan pengurangan cairan paru dan penekanan pada
toraks sehingga mengalami paru-paru basah yang lebih persisten. Situasi ini
dapat mengakibatkan takipnea sementara pada bayi baru lahir Transient
Tachaypnea of the Newborn (TTN).

5
6. Pathways
Persalinan lama Paralisis pusat pernafasan Faktor lain: anastesi
lilitan tali pusat obat-obatan
Presentasi janin abnormal

Asfiksia

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan


dan kadar CO2 meningkat

bersihan jalan Kerusakan


Nafas cepat Suplai O2 Suplai O2 nafas tidak efektif otak dan
ke paru dalam darah perubahan
Apneu asam
Resiko
DJJ & TD termoregulasi tidak Asidosis
efektif respiratorik
Metabolisme
Basa Gangguan
perfusi
Janin tidak ventilasi
bereaksi Kematian
terhadap bayi Gangguan
rangsangan pertukaran
gas

pola nafas tidak


efektif

(Nurarif & Kusuma, 2015)

7. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis
adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
a. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap
sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro, 2007).
b. Analisa Gas Darah
Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya
asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan

6
tingkat saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
c. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan
garam-garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya.
Timbul asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi.
Pemeriksaan elektrolit darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine
untuk kandungan ureum, natrium, keton atau protein (Harris, 2003).
d. Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine
untuk kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia
umumnya mengalami hipoglikemi.
e. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG),computed
tomography scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI)
mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
f. USG ( Kepala )
Penilaian APGAR score
g. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
Foto polos dada

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia nonatorum:
a. Pemantantauan golongan darah, denyut nadi, funsi dan sistem jantung dan
baru dengan melakukan resusitasi memberikan  yang cukup serta
memantau perkusi jaringan tiap 2 sampai 4 jam
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap kuat atau baik sehingga proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik (Hidayat, 2008).
c. Cara menagatasi asfiksia sebagai berikut:
1) Asfiksia ringan (7-9)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut
kemudian hidung
c) Bersihkan badan dan tali pusat
d) Lakukan observasi TTV, pantau APGAR SCORE dan masukan
kedalam inkubator

7
2) Asfiksia sedang (4-6)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Letakan bayi pada meja resusitasi
c) Bersihkan jalan napas bayi
d) Berikan  2 liter permenit, bila berhasil teruskan perawatan
selanjutnya.
e) Bila belum berhasil angsang pernapasan dengan menepuk, nepuk
telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di
pompa box permenit.
f) Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi
natrium dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4
cc disuntikan melalui vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan
untuk mencegah terjadinya pendarah intrakranial karena
perubahan pH darah mendadak
3) Asfiksia berat (1-3)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Letakan bayi pada meja resusitasi
c) Bersihkan jalan napas bayi sambil pompa melalui ambubag
d) Beriakan 4-5 liter permenit
e) Bila tidak berhasil lakukan pemasangan ETT (endotrakheal tube)
f) Bersihakan jalan napas melalui ETT
g) Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi
natrium dikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4
cc disuntikan melalui vena umbilikalis, masukan perlahan-lahan
untuk mencegah terjadinya pendarah intrakranial karena
perubahan pH darah mendadak
(Prawirohardjo, 2010)

9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
a. Edema otak dan pendrahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berkelanjutan sehingga terjadi renjatan neonatus sehingga aliran darah ke
otak menurun. Keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak
yang berakibat terjadinya edema otak, dan pendarahan otak
b. Anuria atau oliguria

8
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia.
Keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium atau ginjal. Hal
ini yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
prtukarn gas dan transportasi  sehingga penderita kekurangan
persediaan  dan kesulitan pengeluaran  hal ini dapat menyebabkan kejang
pada bayi tersebut karena disfungsi jaringan efektif
d. Koma
Apabila pada bayi asfiksia berat tidak segera ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipokemia dan pendarahan otak.
(Muslimatun, 2011)

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan,
perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Keluhan Utama
Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bias bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan
sianosis, hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis metabolic
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal  
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik,
keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum,
anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan
dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
2) Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus
lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala
anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius
terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak,

9
placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali
pusat, dan kesulitan lahir
3) Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis
metabolic, perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik,
keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum,
anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan
dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi
hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau
tidak ada, perubahan fungsi janutng, kegagalan system multi organ,
kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak menangis.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensi
yang diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kulit                     
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
2) Kepala                
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal  haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung.
3) Mata                    
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada
bleeding  konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil
menunjukkan  refleksi terhadap cahaya.
4) Hidung                
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
5) Mulut                   
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
6) Telinga                
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.

10
7) Leher                   
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
8) Thoraks
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
9) Abdomen            
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus
costae pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit
berarti adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia
diafragma,  bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi,
sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
10) Umbilikus                       
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda
infeksi pada tali pusat.
11) Genitalia 
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan  letak
muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan  lihat labia
mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan.
12) Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar   serta
warna dari faeces.
13) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya  patah
tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari  tangan
serta jumlahnya.
14) Refleks
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai  keadaan
susunan saraf pusat atau adanya patah tulang

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas, benda asing pada jalan nafas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi,
hambatan upaya nafas

11
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi

3. Intervensi
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas, benda asing pada jalan nafas
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan manajemen jalan nafas
tindakan keperawatan 1) Monitor bunyi nafas 1) Obstruksi jalan napas
selama 3 x 24 jam, tambahan dapat dimanifestasikan
diharapkan bersihan dengan adnya bunyi
jalan nafas meningkat tambahan  misal ronkhi
dengan kriteria hasil: 2) Monitor pola nafas 2) pada takipnea biasanya
1) Mekonium pada ditemukan pernapasan
neonanus menurun dapat melambat dan
2) Dispnea menurun frekuensi ekspirasi
3) Sianosis menurun memanjang dibanding
4) Frekuensi nafas inspirasi.
membaik 3) Lakukan
5) Pola nafas membaik penghisapan lendir
3) Prosedur penghisapan
kurang dari 15 menit yang dilakukan terlalu
4) Berikan oksigen, lama akan berdampak
jika perlu tidak baik bagi sal
pernafasan
4) Untuk meningkatkan
kadar oksigen dalam
darah.

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi,


hambatan upaya nafas
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Pertahankan 1) Untuk menghilangkan
tindakan keperawatan kepatenan jalan nafas mucus yang
selama 3 x 24 jam, dengan melakukan terakumulasi dari
diharapkan pola nafas pengisapan lendir nasofaring, tracea
klien efektif dengan 2) Auskultasi jalan nafas 2) Bunyi nafas
kriteria hasil: untuk mengetahui menurun/tak ada bila
1) Pasien menunjukkan adanya penurunan jalan nafas bstruksi
pola nafas yang ventilasi sekunder. Ronki dan
efektif. mengi menyertai
2) Ekspansi dada obstruksi jalan
simetris. nafas/kegagalan
3) Tidak ada bunyi pernafasan
nafas tambahan. 3) Berikan oksigenasi 3) Memaksimalkan
4) Kecepatan dan irama sesuai kebutuhan bernafas dan
respirasi dalam batas menurunkan kerja
normal. nafas

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional

12
Hasil
Setelah dilakukan 1) Kaji bunyi paru, 1) Penurunan bunyi nafas
tindakan keperawatan frekuensi nafas, dapat menunjukkan
selama 3 x 24 jam, kedalaman nafas dan atelektasis. Ronki,
diharapkan tidak ada produksi sputum mengi menunjukkan
gangguan dalam akumulasi
pertukaran gas dengan secret/ketidakmampua
kriteria hasil: n untuk membersihkan
1) Tidak sesak nafas jalan nafas yang dapat
2) Fungsi paru dalam menimbulkan
batas normal peningkatan kerja
pernafasan
2) Pantau saturasi O2 2) Penurunan kandungan
dengan oksimetri oksigen (PaO2) dan/
saturasi atau
peningkatan PaCO2
menunjukkan
kebutuhan uuntuk
intervensi/perubahan
program terapi

3) Berikan oksigen 3) Alat dalam


tambahan yang sesuai memperbaiki
hipoksemia yang
dapat terjadi sekunder
terhadap penurunan
ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar
paru

13
DAFTAR PUSTAKA

Dewi. Vivian Nanny. 2011. Asuhan Heonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi
Keenam. Missouri: Mosby Elsevier
Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.
Missouri: Mosby Elsevier
Muslihatun, Wati Nur. 2011. Asuhan Neonatus bayi dan balita. Jogjakarta: Fitra
Maya
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi
10. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction Publishing
Prawiryoharyo, Jarwono. 2010. Buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YPB SP.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

14
15

Anda mungkin juga menyukai