Anda di halaman 1dari 21

KONSEP KEGAWATDARURATAN NEONATUS DAN PEDIATRIK

“ ASFIKSIA, SGN, KEJANG DEMAM, TETANUS NEONATORUM”

OLEH :
KELOMPOK 3
Definisi ASFIKSIA Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Asfiksia adalah perubahan patologis


yang disebabkan oleh kurangnya
oksigen dalam udara pernapasan,
yang mengakibatkan hipoksia dan
hiperkapnia (Dorland, 2002). Asfiksia
adalah keadaan dimana bayi baru
lahir tidak dapat bernapasan secara
spontan dan teratur segera setelah
lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan hipoksia dan
hiperkapnu serta berakhir dengan
asidosis (Arif dkk, 2009 dalam jurnal
Ira, 2013).
Etiologi

Faktor-faktor penyebab terjadinya asfiksia


neonatorum menurut Wiknjosastro, H
(2002) adalah sebagai berikut :

Faktor-faktor dari pihak janin seperti : Faktor-faktor dari pihak ibu

1. Gangguan HIS.
1. Gangguan aliran darah dalam tali
2. Hipotensi mendadak pada ibu
pusat karena tekanan tali pusat.
karena pendarahan misalnya pada
2. Defresi pernapasan karena obat-
plasenta previa.
obat anastesi analgetik yang
3. Hipertensi pada eklanpsia.
diberikan kepada ibu, pendarahan
4. Gangguan mendadak pada
intra kranial, dan kelainan bawaan (
plasenta.
hernia diafragmatika, atresia
5. Faktor-faktor Neonatus
saluran pernapasaan, hipoplasia
6. Trauma persalinan, perdarahan
paru-paru dan lain-lain ).
rongga tengkorak.
7. Kelainan bawaan, hernia
diafragmatik atresia atau stenosis
jalan nafas.
Klasifikasi Asfiksia Neonatorum

Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration)


asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3


2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010).

Nilai 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyutjantung Tidak ada <100 >100
Warna kulit Biru atau Tubuh Merah jambu
pucat kemerahan &
kaki tangan biru

Gerakan/tonus Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi


otot

Refleks (menangis) Tidak ada Lemah/lambat Kuat


Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa hamil dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan Asfiksia ringan yang bersifat
sementara. Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan akan terjadi usaha bernafas pertama (primary gasping) yang kemudian akan
berlanjut pernafasaan teratur. Sifat Asfiksia yang ringan ini tidak berpengaruh buruk karena
reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau transportasi O2 selama kelahiran atau
persalinan, maka terjadilah Asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi
sel tubuh, kerusakan dan gangguan ini dapat membaik atau tidak, tergantung pada berat dan
dalamnya Asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnea (berhenti
bernafas), disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada
penderita Asfiksia berat usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya ada dalam
periode apnea.
Pada tingkat ini di samping perlahannya frekuensi jantung ditemukan pula
penurunan tekanan darah. Disamping itu ada perubahan klinis yang akan terjadi berupa
gangguan metabolisme dan perubahan pertukaran gas oksigen (O2) mungkin hanya
menimbulkan asidosis resfiratorik meningginya tekanan oksigen (O2) dalam darah dan
bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobic
yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya asidosis metabolic, selanjutnya terjadi
perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat
buruk terhadap sel otak. Kerusakan yang terjadi dapat menimbulkan kematian atau
kehidupan dengan gejala sisa (squele).

Mengenal dengan tepat perubahan-perubahan di atas sangat penting, karena hal


itu merupakan manifestasi dari pada tingkat Asffiksia. Tindakan yang dilakukan hanya
akan dapat berhasil dengan baik bila perubahan yang terjadi dikoreksi secara adekuat.
Dalam praktek, menentukan tingkat Asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan
pengalaman dan observasi klinik yang cukup. Menentukan beberapa kriteria klinik untuk
menilai keadaan bayi baru lahir (Nadasuster,2003).
Manisfestasi Klinis

Tanda dan gejala terjadinya Asfiksia


neonatorum menurut Nadasuster (2003)
adalah :

• Hipoksia
• Hipoksia dapat terjadi karena bayi pada saat
lahir kekurang oksigen dan bayi tidak ada
respon saat diberi rangsangan.
• RR > 60 x /menit atau < 30 x/menit
• Nafas megap-megap atau gasping sampai
terjadi henti nafas
• Bradikardia
• Tonus otot berkurang
• Warna kulit sianotik atau pucat
Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan Medis

• Analisa Gas Darah Tujuan utama mengatasi Asfiksia adalah untuk


• Elektrolit darah mempertahankan kelangsungan hidup bayi
• Gula darah dan membatasi gejala sisa yang mungkin
• Baby gram (RO dada) timbul di kemudian hari. Tindakan yang
• USG kepala dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi
bayi baru lahir.
Prinsip Dasar Resustasi :

• Memberikan lingkungan yang baik pada


bayi yaitu oksigenasi dan pengeluaran
karbondioksida berjalan lancar.
• Memberikan bantuan pernafasan secara
aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernafasan lemah.
• Melakukan koreksi terhadap asidosis yang
terjadi.
• Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik
Cara resusitasi terbagi atas tindakan umum
dan khusus
Tindakan umum :

Pengawasan Suhu
Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas yang diikuti penurunan suhu tubuh.
Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat. Hal ini akan mempersulit bayi, apabila bayi menderita asfiksia berat.

Pembersihan jalan nafas


Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion.

Rangsangan utntuk menimbulkan pernafasan


Pada sebagian besar bayi pengisapan lendir dan cairan amnion yang dilakukan melalui
nasofaring akan segera menimbulkan rangsangan pernafasan. Pengaliran O 2 yang cepat
kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang refleks pernafasan yang sensitif dalam
mukosa hidung dan faring. Rangsangan lain yang dapat dilakukan seperti rangsanagn nyeri
dengan memukul kedua telapak bayi.
Tindakan Khusus :
Asfiksia berat (skor Apgar 0- Asfiksia sedang (skor Apgar 4-6)
3) • Pemberian O2 intra nasal 1-2
• Memberikan O2 dengan liter/menit dengan posisi kepala
tekanan dan intermitten dorsofleksi.
(cara terbaik dengan • Bila tidak berhasil, dilakukan
intubasi endotrakheal). ventilasi mulut ke mulut atau
• Koreksi asidosis dengan bagging. Sebelum ventilasi
pemberian natrium dilakukan perlu dipasang “plastic
bikarbonat dengan dosis pharyngeal airway” yang
2-4 mEq/kgbb. Kedua obat berfungsi mendorong pangkal
disuntikkan IV secara lidah kedepan agar jalan nafas
perlahan melalui vena tetap berada dalam keadaan
umbilikkalis. bebas.
• Pemberian antibiotik • Bila tidak berhasil lakukan
sebagai tindakan penanganan seperti asfksia
profilaksis. berat
• Bila disertai henti jantung
dilakukan Resusitasi
Jantung Paru (RJP).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan data klien


baik subjektif maupun objektif pada gangguan
sistem respirasi dengan asfiksia.

• Triase

Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera


atau penyakit untuk menentukan jenis perawat gawat darurat serta
transportasi. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan
sepanjang pengelolaan musibah massal. Proses triase inisial harus
dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan
ini harus di nilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat
berubah. Saat ini tidak ada standar nasional buku untuk triase. Metode
triase yang banyak dipakai di lapangan dengan simple triage and rapid
treatment (START).
Pendekatan yang di anjurkan untuk memprioritaskan tindakan atas korban
adalah dengan memeriksa dan memberikan “tagging” sesuai dengan
prioritas kegawatannya. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai berikut:
Priorita nol (hitam) : pasien asfiksia yang sudah tidak dapat ditolong lagidan tidak
mungkin di resusitasi.
Prioritas pertama (merah) : pasien asfiksia berat yang memerlukan tindakan dan
transport segera.
Prioritas kedua (kuning) : pasien dengan asfiksia sedang yang di pastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
Prioritas ketiga (hijau) : pasien dengan asfiksia ringan yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera.

• Primeri survey

Primeri survey adalah suatu proses melakukan penilaian kedaan korban gawat
darurat dengan menggunakan prioritas ABCDE untuk menentukan kondisi
patofisiologis korban dan pertolongan yang dibutuhkan dalam waktu emas nya.
Dalam survei primer kita hurus berfikir sekuensial dan bertindak secara simultan
yang dilakukan sampai korban stabil
Penilaian keadaan korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan
berdasarkan jenis perlukaan, stabilitas tanda-tanda vital. Pada korban gawat
darurat luka parah, prioritas terapi diberikan berurutan berdsarkan penilaian :
Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami asfiksia, meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing
dengan cara jaw thrust atau headtil chin lift atau chin lift.

Breathing
Mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat
dengan cara look, listen and feel.

Circulation
Ada 3 hal yang harus di observasi dalam hitungan detik, observasi ini dapat
memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik, warna kulit dan nadi.
Tingkat Kesadaran

Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang dapat mengakibatkan
penurunan kesadaran. Walaupun demikian kehilangan darah dalam jumlah banyak belum tentu
mengakibatkan gangguan kesadaran.
 
Warna Kulit

Warna kulit dapat membantu meneggakan diagnosis hipovolemia. Korban gawat darurat
trauma yang kulitnya putih maka akan tampak pucat, terutama pada wajah dan ekstremitas.
Sebaliknya pada orang yang kulitnya hitam, maka tampak pucat keabu-abuan pada wajah dan
kulit ektremitas sebagai tanda hipovolemia. Bila memang disebabkan hipovolemia, maka ini
menandakan kehilangan darah minimal 30% volume darah.

Nadi

Nadi yang besar seperti arterifemoralis atau seperti arteri carotis harus diperiksa bilateral, untuk
kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Pada keadaan syok nadi akan teraba kecil dan cepat. Nadi
yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda nomovolemia. Sedangkan yang
teraba cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, namun harus dipertimbangkan penyebab
lain yang dapat menimbulkan hal yang sama. Nadi yang teraba tidak teratu biasanya merupakan
tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi nadi sentral (arteri besar) merupakan
pertanda diperlukannya resusitasi.
Disability

Pengkajian disability memberikan pangkajian dasar cepat status neurologis. Metoda


mudah untuk mengevaluasi tingkat kesedaran adalah debgan AVPU mnemonic:
A: Alert (waspada)
V: Responsive to voice (berespon terhadap suara)
P: Responsive to pain (berespon terhadap nyeri)
U: Unresponsive (tidak ada respon)

Exposure

Komponen akhir primary survey adalah exposure, seluruh pakaian harus dibuka untuk
memudahkan pengkajian menyeluruh. Pada situasi resusitasi, pakaian harus digunting
untuk mencapai akses cepat kebagian tubuh. Jika penyediaan tanda bukti adalah suatu
isu, barang-barang tesebut harus ditangani sesuai aturan yang berlaku. Sekali pakaian
dibuka, hipotermia (temperature tubuh kurang dari atau sama dengan 36 0 C) dapat
berisiko terjadi. Secara umum, hipotermia menjadi komplikasi manajemen klien klien
trauma dengan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, kesulitan akses vena dan
pengkajaian arteri, gangguan oksigenasi dan ventilasi, koagulapati, peningkatan
perdarahan, dan metabolisme obat di hati yang melambat (Sedlak, 1995, dalam
Ignatavicius, 2006)
• Secondary survey

Survei sekunder dilakukan hanya setelah survei primer selesai dikerjakan,


resisutasi telah selesai dilakukan dan korban gawat darurat telah stabil.
Pertimbangannya adalah pada korban gawat darurat yang tidak sadar atau gawat,
kemungkinan untuk luput dalam mendiagnosis cukup besar, dan memrlukan
tindakan yang kompleks apabila ditemukan kelainan pada survai sekunder. Pada
survei sekunder ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap termasuk mencatat
GCS bila belum dilakukan pada survei primer. Pada survei sekunder ini juga dilakukan
foto rontgen yang diperlukan.

Anamnesa
Perlu dilakukan anamnesa yang lengkap mengenai riwayat
trauma, riwayat “AMPLE” perlu diingat
A : Alergi
M : medikasi (obat yang sedang dimunum)
P : past illnes (penyakit penyerta)/pregnancy
L : last meal
E : event / environment (lingkungan)
Pemeriksaa fisik
Dilakukan pemeriksaan dengan teliti mulai dari kepala sampai kaki (headtotoeexamination),
termasuk pemeriksaan tanda tanda vital.

Pernafasan
Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan auskultasi bila perlu
lalu kaji pola pernafasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, nafas tersengal, atau
mendengkur. Tentukan apakah pernafasannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak
adekuat (lambat dan tidak teratur), atau tidak sama sekali.

Denyut jantung
Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyut apeks atau merasakan denyutan
umbilicus. Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali per menit. Angka ini merupakan titik batas
yang mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan.
 
Warna
Kaji bibir dan lidah yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer (akrosianosis)
merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi pucat mungkin
mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi berwarna merah muda, biru, atau
pucat. Ketiga observasi tersebut dikenal dengan komponen skor apgar. Dua komponen lainnya
adalah tonus dan respons terhadap rangsangan menggambarkan depresi SSP pada bayi baru
lahir yang mengalami asfiksia kecuali jika ditemukan kelainan neuromuscular yang tidak
berhubungan
Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengembangan daya


berfikir dan penalaran yang dipengaruhi latar belakang ilmu dan pengetahua,
pengalaman, dan pengertian tentang subtansi  ilmu keperawatan dan proses penyakit.
Fungsi analisa data adalah perawat yang menginterprestasi data yang diperoleh dari
pasien atau dati sumber lain, sehingga data yang diperoleh memiliki makna dan arti
pengambilan keputusan untuk menentukan masalah keperawatan dan kebutuhan
klien. Analisa data yang digunakan pada penulisan proposal karya tulis ilmiah ini adalah
membandingkan teori dari berbagai jurnal dan terutama dari yang dirasakan langsung
oleh klien serta dari sumber kepustakaan dengan asuhan keperawatan pada klien
fraktur cervikal di rumah sakit/IGD  (Potter & Perry, 2009).

Diagnosa Keperawatan

Dignosa keperawatan yang muncul (SDKI, 2017) :


• Bersihan jalan nafas tidak efektif
• Pola nafas tidak efektif
• Gangguan pertukaran gas
• Resiko Termoregulasi tidak efektif
..\Documents\INTERVENSI & IMPLEMENTASI AFIKSIA.
docx
Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah


direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri
adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan
bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan lain (Mitayani, 2009).

Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan diruang gawat darurat meliputi evaluasi tentang


pelaksanaan triase, keadaan dan status kesehatan klien, dokumentasi dilakukan
setiap tindakan selesai atau selam perawatan di unit gawat darurat, dan evaluasi
dengan cara subjektif, objektif, analisa, dan plaining (SOAP).

Dokumentasi

Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat
dilakukan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (Oman,
2008 ).

Anda mungkin juga menyukai