Anda di halaman 1dari 159

kumpulan asuhan keperawatan

askep asfiksia

ASFIKSIA

1. Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau
segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan
dan adekuat (Wiroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan
dimana hipoksia dan hiperkapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

2. Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksia


Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor etiologi dan
predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain sebagai berikut:
2.1 Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan
kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit
jantung dan lain-lain.
2.2 Faktor Placenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta
kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
2.3 Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin
dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.
2.4 Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995.

3. Patofisiologi
Saat lahir bayi biasanya aktif dan segera sesudah tali pusat dijepit bayi menangis yang
merangsang pernafasan. Denyut jantung akan stabil pada frekuensi 120 sampai 140 per menit
dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat
dilahirkan dengan menunjukkan gejala tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan
mempertahankan pernafasan yang wajar. Bayi-bayis ini dapat mengaslami apnu atau
menunjukkan upaya persnafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi
ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2.
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat. Apabila Asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut
jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apnu yang dikenal sebagai apnu primer Biasanya pemberian
perangsang dan oksigen selama apnu primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila Asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam,
denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnu yang
disebut apnu sekunder. Selama apnu sekunder ini, denyut jantung, tekanan darah dan kadar
oksigen di dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali
apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.
Sangat penting untuk diperhatikan bahwa sebagai akibat hipoksia janin, janin dapat pulih
dari apnu primer ke apneu sekunder di dalam rahim. Ururtan perkembangan apneu termasuk
apneu primer dan apnu sekunder dapat dimulai intrauterin dan berkelanjutan sesudah bayi
dilahirkan. Dengan demikian bayi mungkin dilahirkan dalam apnu primer atau apnu sekunder.
Dalam kenyataannya, apnu primer dan apnu sekunder sulit sekali untuk dibedakan. Pada kedua
keadaan tersebut, bayi tidak bernafas dan denyut jantung dapat menurun sampai < 100 denyut
per menit.
Pada saat bayi dilahirkan, alveoli bayi diisi dengan “cairan paru-paru janin”. Cairan paru-
paru janin harus dibersihkan terlebih dahulu apabila udara harus masuk ke dalam paru-paru bayi
baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan tekanan yang cukup besar untuk
mengeluarkan cairan tersebut agar alveoli dapat berkembang untuk pertama kalinya. Untuk
mengembangkan paru-paru, upaya pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali
lebih tinggi daripada tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhasil. Menghadapi bayi yang
tidak pernah mengambil nafas pertama dapat diasumsikan bahwa pengembangan alveoli tidak
terjadi dan paru-paru tetap berisi cairan. Melakukan pernafasan buatan pada bayi seperti ini
diperlukan tekanan tambahan untuk membuka alveoli dan mengeluarkan cairan paru-paru
Pada kelahiran, peredaran darah di paru-paru harus meningkat untuk memungkinkan proses
oksigenisasi yang cukup. Keadaan ini akan dicapai dengan terbukanya arterioli dan diisi darah
yang sebelumnya dialirkan dari paru-paru melalui duktus arteriosus. Bayi dengan Asfiksia,
hipoksia dan asidosis akan mempertahankan pola sirkulasi janin dengan menurunnya peredaran
darah paru-paru.
Pada awal Asfiksia, darah lebih banyak dialirkan ke otak dan jantung. Dengan adanya
hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran
darah ke alat-alat vital juga berkurang.

4. Gejala Klinik
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
- Pernafasan terganggu
- Detik jantung berkurang
- Reflek / respon bayi melemah
- Tonus otot menurun
- Warna kulit biru atau pucat
5. Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin.
Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat
janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatikan.
5.1 Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama HIS frekuensi ini bisa
turun, tetapi diluar HIS kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan
jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah
100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
5.2 Mekanisme Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

5.3 Pemeriksaan PH Pada Janin


Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap
sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :

Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin


NO Hasil Skor Apgar Derajat Asfiksia Nilai Ph
1. 0–3 Berat < 7,2
2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994

5.4 Dengan Menilai Apgar Skor


Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian
APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar
bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan
prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di kemudian
hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu :
Tabel 2.2 Penilaian Apgar
Tanda-tanda
Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
Vital
1. Appearance Seluruh Badan Seluruh tubuh
(warna tubuh biru merah, kaki kemerah-
kulit) atau putih biru merahan
2. Pulse Tidak ada Kurang dari Lebih dari
(bunyi 100 x/ menit 100 x/ menit
jantung)
3. Grimance Tidak ada Menyeringai Batuk dan
(reflek) Lunglai Fleksi bersin
ekstremitas
4. Activity Tidak ada Fleksi kuat,
(tonus otot) gerak aktif
5. Respirotary Lambat atau Menangis kuat
effort tidak ada atau keras
(usaha
bernafas)

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi
jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak
bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung
harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang
dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang
hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar diatas yaitu :
1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-merahan. Dalam hal ini
bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot
kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk,
sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

7. Komplikasi
- Sembab Otak
- Pendarahan Otak
- Anuria atau Oliguria
- Hyperbilirubinemia
- Obstruksi usus yang fungsional
- Kejang sampai koma
- Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax
(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)

8. Prognosa
- Asfiksia ringan / normal : Baik
- Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.
- Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf
permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan
neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68)

9. Penatalaksanaan
9.1. Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Dengan Resusitasi
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernafasan biasa, walaupun mungkin
tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir dalam apnu
sekunder tidak akan bernafas sendiri. Pernafasan buatan atau tindakan ventilasi dengan tekanan
positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai pernafasan pada bayi baru
lahir dengan apnu sekunder.
Apabila kita dapat membedakan bayi dengan apnu primer dari bayi dengan apnu sekunder,
maka kita dengan mudah dapat membedakan bayi yang hanya memerlukan rangsangan
sederhana dan pemberian oksigen dengan bayi-bayi yang memerlukan pernafasan buatan dengan
tekanan positif (VTP). Akan tetapi secara klinis apabila bayi lahir dalam keadaan apnu, sulit
dibedakan apakah bayi itu mengalami apnu primer atau apnu sekunder. Hal ini berarti bahwa
menghadapi bayi yang dilahirkan dengan apnu, kita harus beranggapan bahwa kita berhadapan
dengan bayi apnu sekunder dan harus segera melakukan resusitasi.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan memberikan stimulasi yang
kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan resiko
kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa bayi yang mengalami apnu sekunder,
semakin lama kita menunda upaya pernafasan buatan, semakin lama bayi memulai pernafasan
spontan. Penundaan dalam melakukan upaya pernafasan buatan, walaupun singkat, dapat
berakibat keterlambatan pernafasan yang spontan dan teratur. Perhatikan bahwa semakin lama
bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan otak.
Penyebab apapun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah tali pusat
dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu memulai pernafasan spontan yang
memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara progresif menjadi Asfiksia.
Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernafasan awal dan mencegah Asfiksia progresif.
Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung
yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
Resusitasi.
A – Memastikan saluran nafas terbuka.
B – Memulai pernafasan.
C – Mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah.
Bagian-bagian dari tata laksana resusitasi yang dikaitkan dengan ABC resusitasi dapat
dilihat di bawah ini.
A – Memastikan saluran nafas terbuka
 Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal.
 Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
 Bila perlu,masukkan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
B – Memulai pernafasan
 Memakain rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
 Memakai VTP, bila perlu seperti :
- Sungkup dan balon, atau
- Pipa ET dan balon,
- Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
C – Mempertahankan sirkulasi darah
 Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara :
- Kompresi dada.
- Pengobatan.
Persiapan Resusitasi :
Mengantisipasi riwayat antepartum
 Meninjau riwayat antepartum.
 Meninjau riwayat intrapartum.
Persiapan alat :
 Alat pemanas siap pakai.
 Oksigen.
Dibutuhkan sumber oksigen 100% bersama pipa oksigen dan alat pengukurnya.
 Alat penghisap.
- Penghisap lendir kaca.
- Penghisap mekanis.
- Kateter penghisap no. 5F, 6F, 8F, 10F.
- Sonde lambung no. 8F dan semprit 20 ml.
- Penghisap mekoneum.
 Alat sungkup dan balon resusitasi.
- Sungkup berukuran untuk bayi cukup bulan dan kurang bulan/ prematur (sungkup mempunyai
pinggir yang lunak seperti bantal).
- Balon resusitasi neonatus dengan katup penurun tekanan. Balon harus mampu untuk
memberikan oksigen 90-100%. Pipa saluran pernafasan berukuran untuk bayi cukup bulan dan
kurang bulan. oksigen dilengkapi alat pengukur aliran oksigen dan pipa-pipanya.
- Alat intubasi.
- Laringoskop dengan lidah lurus no. 0 (untuk bayi kurang bulan) dan no. 1 (untuk bayi cukup
bulan).
- Lampu dan baterai ekstra untuk laringoskop.
- Pipa endotrakeal ukuran 2,5;3,0;3,5;4,0 mm.
- Silet.
- Gunting.
- Sarung tangan

 Obat-obat :
- Epinefrin 1: 10.000 dalam ampul 3 ml atau 10 ml.
- Nalokson hodroklorid 0,4 mg/ml dalam ampul 1 ml atau mg/ml dalam ampul 2 ml.
- Volume expander, salah satu dari yang berikut ini :
o 5% larutan Albumin Saline.
o Larutan NaCl 0,9%.
o Larutan Ringer Laktat.
- Bikarbonas natrikus 4,2% (5 mEq/ 10 ml) dalam ampul 10 ml.
- Larutan Dekstrose 5%,10%, 250 ml.
- Aquadest steril 25 ml.
- Larutan NaCl 0,9%, 25 ml.
 Lain-lain
- Stetoskop bayi.
- Plester ½ atau ¾ inci.
- Semprit untuk 1, 3, 5, 10, 20, 50 ml.
- Jarum berukuran 18, 21, 25.
- Kapas alkohol.
- Baki untuk kateterisasi ateria umbilikalis.
- Kateter umbilikus berukuran 3, 5F;5F.
- Three-way stopcocks
- Sonde lambung berukuran 5F.
Paling sedikit satu orang siap di kamar bersalin yang terampil dalam melakukan resusitasi
bayi baru lahir dan dua orang lainnya untuk membantu dalam keadaan resusitasi darurat.
9.2 Urutan Pelaksanaan Resusitasi

1. Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi


 Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hangat.
 Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan
menggunakan handuk atau selimut hangat (Apabila diperlukan penghisapan mekoneum,
dianjurkan untuk menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekoneum dihisap dari trakea).
 Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500gram) atau apabila suhu ruangan sangat
dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.

2. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar


 Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi).
 Untuk mempertahankan agar leher tetap tengadah, letakkan handuk atau selimut yang digulung
di bawah bahu bayi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3 cm).

3. Membersihkan jalan nafas


 Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di faring bagian belakang.
 Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud :
- cairan tidak teraspirasi.
- hisapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan megap-megap (gasping).
 Apabila mekoneum kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea
dengan menggunakan pipa endotrakea (pipa ET).

4. Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi.
 Usaha bernafas.
 Frekuensi denyut jantung.
 Warna kulit.

5. Menilai usaha bernafas

 Apabila bayi bernafas spontan dan memadai, lanjutkan dengan menilai frekuensi denyut jantung.
 Apabila bayi mengalami apnu atau sukar bernafas (megap-megap atau gasping) dilakukan
rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-
gosok punggung bayi sambil memberikan oksigen.
 Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsangan taktil, mulailah pemberian
VTP (ventilasi tekanan positif).
 Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung oksigen). Kecepatan
aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit. Apabila sungkup tidak tersedia, oksigen 100%
diberikan melalui pipa yang ditutupi tangan di atas muka bayi dan aliran oksigen tetap
terkonsentrasi pada muka bayi, oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan ditambahkan
melalui pipa berdiameter besar.

6. Menilai frekuensi denyut jantung bayi

 Segera setelah menilai usaha bernafas dan melakukan tindakan yang diperlukan, tanpa
memperhatikan pernafasan apakah spontan normal atau tidak, segera dilakukan penilaian
frekuensi denyut jantung bayi.
 Apabila frekuensi denyut jantung lebih dari 100/menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan
dengan menilai warna kulit.
 Apabila frekuensi denyut jantung kurang dari 100/menit, walaupun bayi bernafas spontan,
menjadi indikasi untuk dilakukan VTP.
 Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus segera diberikan dan pada saat yang
sama VTP dan kompresi dada dimulai.

7. Menilai warna kulit

 Penilaian warna kulit dilakukan apabila bayi bernafas spontan dan frekuensi denyut jantung bayi
lebih dari 100/menit.
 Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen diberikan.
 Apabila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan. Sianosis perifer disebabkan oleh
karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin,
bukan akibat hipoksemia.
9.3 Ventilasi tekanan positif (VTP)
Urutan langkah berikut adalah urutan langkah bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempunyai alat sungkup dan bahan resusitasi. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak
mempunyai alat tersebut seperti Puskesmas atau bidan, dapat melakukan resusitasi dengan alat
sungkup dan tabung yang diuraikan pada bagian akhir bab ini.
 Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
 Agar VTP efektif, memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai.
 Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
 Tekanan ventilasi
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama setelah lahir, membutuhkan:
30-40 cm H2O. setelah nafas pertama, membuthkan 15-20 cm H2O. Bayi dengan kondisi/
penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance, membutuhkan: 20-40 cm H2O. Tekanan
ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.
 Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik
dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak
maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang,
yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks.
 Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin
disebabkan masuknya udara ke dalam lambung.
 Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
 Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila
dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut :
- Pelekatan sungkup kurang sempurna.
- Arus udara terhambat.
- Tidak cukup tekanan.
Apabila dengan tahapan di atas dada bayi masih tetap kurang berkembang, sebaiknya dilakukan
intubasi endotrakea dan ventilasi pipa balon!

9.4 Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP


 Frekuensi denyut jantung bayi dinilai setelah selesai melakukan ventilasi 15-20 detik pertama.
 Frekuensi denyut jantung dihitung dengan cara menghitung jumlah denyut jantung dalam 6 detik
dikalikan 10, sehingga diperoleh frekuensi jantung per menit.
 Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
- Lebih dari 100 kali/menit.
- Antara 60-100 kali/menit.
- Kurang dari 60 kali/menit.
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100 kali/menit
Bayi mulai bernafas spontan. Dilakukan rangsangan taktil untuk merangsang frekuensi dan
dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan, oksigen arus bebas diberikan. Kalau wajah bayi
tampak merah, oksigen dapat dikurangi secara bertahap.
Apabila pernafasan spontan dan adekuat tidak terjadi, VTP dilanjutkan!
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 kali/menit
VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi.
Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 80 kali/menit, dimulai kompresi dada bayi!
 Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 kali/menit
VTP dilanjutkan. Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan benar 100%?
Segera dimulai kompresi dada bayi!

9.5 Memasang kateter orogastrik


 Indikasi
VTP dengan balon dan sungkup lebih lama dari2 menit harus dipasang kateter orogastrik dan
tetap terpasang selama ventilasi, oleh karena selama ventilasi udara dari orofaring dapat masuk
ke dalam esofagus dan lambung yang berakibat :
- Lambung yang terisi udara akan membesar dan menekan diafragma menghalangi paru-paru
berkembang.
- Udara dalam lambung dapat menyebabkan regurgitasi isi lambung yang mungkin menimbulkan
aspirasi.
- Udara dalam lambung dapat masuk ke usus, menyebabkan perut kembung yang akan menekan
diafragma.
 Alat yang dipakai pipa orogastrik nomor 8F. Semprit 20 ml.
 Ukur panjang pipa yang akan dimasukkan dengan cara mengukur panjangnya mulai dari pangkal
hidung ke daun telinga bayi dan dari daun telinga ke prosesus sifoideus (ujung bawah hidung
tulang dada) bayi.
 Masukkan pipa melalui mulut (hidung untuk ventilasi).
 Setelah pipa dimasukkan sesuai panjang yang diinginkan (sesuai pengukuran sebelumnya),
sambung dengan semprit 20 ml dan hisap isi lambung dengan cepat dan halus.
 Lepaskan semprit dari pipa. Biarkan ujung pipa terbuka agar ada lubang udara ke Lambung.
Plester pipa ke pipi bayi untuk fiksisi ujung pipa.

9.6 Kompresi dada


 Kompresi dilakukan apabila setelah 15-30 detik melakukan VTP dengan oksigen 100%
frekuensi denyut jantung bayi adalah kurang dari 60 kali/menit, atau 60-80 kali/menit dan tidak
bertambah.
 Pelaksana menghadap ke dada bayi dengan kedua tangannya dalam posisi yang benar.
 Kompresi dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah garis khayal yang
menghubungkan kedua putting susu bayi. Hati-hati jangan menekan prosesus sifoideus.
 Dengan posisi jari-jari dan tangan yang benar, gunakan tekanan yang cukup untuk menekan
tulang dada ½ - ¾ inci (+ 1,25-2 cm), kemudian tekanan dilepaskan untuk memungkinkan
pengisian jantung. Yang dimaksudkan dengan 1 kompresi (1 tekanan)ialah tekanan ke bawah
ditambah pembebasan tekanan.
 Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit ialah 90kompresi dada dan 30 ventilasi (rasio
3:1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3 kali dalam 1 ½ detik dan ½ detik untuk
ventilasi 1 kali. Ibu jari atau ujung-ujung jari harus tetap kontak dengan tempat kompresi dada
sepanjang waktu, baik pada saat penekanan maupun pada saat melepaskan penekanan.
 Yang terpenting ialah menjaga agar dalam kecepatan penekanan tetap konsisten untuk
memastikan sirkulasi yang cukup. Setiap interupsi penekanan akan menyebabkan penurunan
tekanan darah karena peredaran darah terhenti.
 Untuk mengetahui apakah darah mengalir secara efektif, nadi harus dikontrol secara periodik
dengan meraba nadi misalnya di tali pusat, karotis, brakhialis, dan femoralis.
 Evaluasi frekuensi denyut jantung bayi
Pada awal setelah 30 detik tindakan kompresi dada frekuensi denyut jantung bayi harus
dikontrol, oleh karena setelah frekuensi denyut jantung mencapai 80 kali/menit atau lebih
tindakan kompresi dada dihentikan. Frekuensi denyut jantung bayi atau nadi dikontrol tidak lebih
dari 6 detik.
 Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal
Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit tindakan resusitasi dilakukan
tidak ada respon dari bayi.

9.7 Intubasi endotrakeal


 Indikasi
- Apabila diperlukan VTP agak lama.
- Apabila ventilasi dengan balon dan sungkup tidak efektif.
- Apabila perlu melakukan penghisapan trakea.
- Apabila dicurigai ada hernia diafragmatika.
- Bayi lahir kurang bulan dengan berat < 1.000 g.
 Masukkan daun laringoskop antara palatum dan lidah. Ujung daun laringoskop dimasukkan
menyusuri lidah secara perlahan ke pangkal lidah sampai di vallecula (lekuk antara pangkal
lidah dan epiglottis).
 Sewaktu memasukkan daun laringoskop, jikalau terdapat sekret/ lendir menutupi jalan nafas,
dilakukan penghisapan lendir menggunakan kateter sampai epiglottis tampak dan untuk
menghindarkan aspirasi apabila bayi gasping.
 Tindakan intubasi dibatasi 20 detik untuk mencegah hipoksia. Pada waktu berhenti, bayi
distabilkan dengan memompa balon dan sungkup.
 Memasukkan pipa ET di antara pita suara, sampai sebatas garis tanda pita suara, agar ujung pipa
terletak dalam trakea di tengah antara pita suara atau carina. Sewaktu memasukkan pipa ET,
jangan kenai pita suara dengan ujung pipa, karena dapat menyebabkan spasme pita suara.
 Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa menggangu/ menggeser pipa ET.
 Cabut stilet dari pipa ET.
 Sambil memegang pipa ET, pasang sambungan pipa ke balon resusitasi dan lakukan ventilasi
sambil memperhatikan dada dan perut bayi. Apabila letak pipa ET betul akan terlihat dada
mengembang dan perut tidak mengembung sewaktu ventilasi. Mintalah kepada orang lain
(pembantu) untuk mendengarkan suara nafas menggunakan stetoskop.
 Tanda pipa ET tepat terletak di tengah trakea
Kedua sisi dada mengembang sewaktu dilakukan ventilasi. Suara nafas terdengar sama di kedua
sisi dada. Tidak terdengar suara di lambung. Perut tidak kembung.
 Tanda pipa ET tepat terletak di bronkus
Suara nafas hanya terdengar si satu sisi paru-paru. Suara nafas terdengar tidak sama keras. Tidak
terdengar suara di lambung. Perut tidak kembung. Tindakan : tarik pipa ET kurang lebih 1 cm.
 Tanda pipa ET tepat terletak di esofagus
Tidak terdengar suara nafas. Terdengar suara udara masuk ke lambung. Perut tampak kembung.
Tindakan : cabut pipa ET, diberi oksigen melalui balon dan sungkup masukkan lagi pipa ET.
 Fiksasikan pipa ET ke wajah bayi plester atau dengan pemegang pipa yang dapat ditempelkan ke
wajah bayi. Sebelumnya wajah bayi harus dikeringkan. Larutan benzoin dapat digunakan untuk
melindungi kulit dan mempermudah lekatnya plester.

9.8 Memberikan obat-obatan


Obat-obatan diperlukan bayi baru lahir yang tidak memberikan respon terhadap ventilasi yang
adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada.
Obat-obatan diberikan apabila :
 Frekuensi jantung tetap di bawah 80 per menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat
(dengan oksigen 100%) dan kompresi dadauntuk paling sedikit 30 detik, atau
 Frekuensi jantung nol.
 Stimulasi jantung
Obat-obatan volume expansers dan diberikan selama prosedur resusitasi untuk :
 Meningkatkan perfusi jaringan
 Meningkatkan perfusi jaringan
 Memperbaiki keseimbangan asam basa.
Obat-obatan spesifik dan kebutuhan untuk mengulangi dosis tersebut ditentukan oleh kondisi
bayi setelah pemberian setiap obat atau volume.
Dosis obat didasarkan pada berat bayi. Di kamar bersalin resusitasi selalu dilakukan sebelum
bayi ditimbang. Dalam keadaan ini berat badan harus ditaksir dengan melihat bayi tersebut atau
dari prakiraan berat bayi sebelum lahir. Setiap orang yang terlibat dalam resusitasi bayi baru
lahir harus membiasakan diri dengan cara pemberian obat yang digunakan.
Obat yang diberikan melalui :
 Vena umbilikalis
 Vena perifer
 Pipa endotrakenal
Vena umbilikalis ialah tempat yang dipilih untuk pemberian obat di kamar bersalin karena
mudah dicari dan mudah dipasang kateter. Kateter umbilikalis 3,5 F atau 5 F dengan satu lubang
di ujungnya dan petanda radio-opak harus digunakan. Untuk penggunaan darurat kateter
dimasukkan ke dalam vena umbilikalis sampai ujung kateter sedikit di bawah batas kulit, tetapi
aliran darah tetap lancar. Apabila insensi kateter terlaliu dalam, terdapat risiko masuknya cairan
ke dalam hati dan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan.

1. Epinefrin
Epinefrin ialah obat pertama yang diberikan. Apabila respons terhadap epinefrin tidak
adekuat, volume expanders dan/atau natriumbikarbonat diperlukan. Epinefrin hidroklorid
(kadang-kadang disebut sebagai adrenalin klorid) adalah suatu stimulan jantung. Epinefrin
meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung dan menyebabkan vasokonstriksi
perifer, yang berperan penting dalam peningkatan aliran darah melalui arteri-arteri koroner dan
aliran darah ke jaringan otak.
Indikasi :
Epinefrin harus diberikan apabila :
 Frekuensi jantung tetap di bawah 80 per menit walaupun telah dilakukan paling sedikit 30 detik
VTP adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada; atau
 Frekuensi jantung nol.
Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus segera diberikan dan pada saat
yang sama VTP dan kompresi dada dimulai.

Dosis

Dosis 0,1 – 0,3 ml/kg untuk larutan 1 : 10.000


Kadar garam larutan yang dianjurkan 1 : 10.000. Epinefrin secara komersil terdapat dalam
larutan berkadar 1 : 10.000, sehingga tidak perlu mengencerkan lagi. Obat disiapkan 1 ml dalam
semprit.
Sebagian anak dan orang dewasa yang tidak memberikan respons, dengan dosis standar
epinefrin akan memberikan respons dengan dosis 0,2 mg/kg (2 ml/kg), tetapi data ini tidak cukup
untuk mengevaluasi asfiksi dan keamanan dosis tersebut pada bayi baru lahir.

Cara Pemberian

Intravena (IV) atau melalui pipa endotrakeai.


Pertimbangan pemberian dosis yang lebih tinggi yaitu 0,1 – 0,2 mg/kg (1-2.ml/kg) epinefrin
melalui pipa ET apabila secara intravena memungkinkan dan apabila bayi baru lahir tidak
memberikan respon terhadap dosis standar. Apabila diberikan melalui pipa ET, epinefrin
diencerkan dengan cairan garam fisiologis sampai volume 1-2 ml dan diberikan dengan cepat.

Efek

 Meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung.


 Menyebabkan vasokontraksi perifer.

Tanda-tanda yang diharapkan

Frekuensi jantung harus naik sampai 100 kali per menit atau lebih dalam 30 detik setelah
epinefrin diberikan melalui infus.

Tindak lanjut

Apabila frekuensi jantung tetap di bawah 100 per menit, dipertimbangkan pemberian :
 Epinefrin diberikan lagi, dapat diulang setiap 3-5 menit apabila diperlukan.
 Volume expanders, apabila terdapat kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemia.
 Natrium bikarbonat, untuk apnu yang lama yang tidak memberikan respon terhadap terapi lain

2.Volume expanders
Volume expanders digunakan untuk menanggulangi efek hipovolemia dengan meningkatkan
volume vaskuler perfusi jaringan. Hipovolemia perlu dipertimbangkan pada setiap bayi yang
membutuhkan resusitasi. Penting untuk disadari bahwa tanda-tanda hipovolemia karena
kehilangan darah pada bayi sering tidak tampak. Bayi dapat menderita kehilangan 10% - 15%
dari volume darah total dan menunjukkan tidak lebih dari penurunan sedikit pada tekanan darah
sistemik yang pada umumnya tidak tampak di kamar bersalin. Kehilangan 20% atau lebih
volume darah total menyebabkan tanda-tanda berikut :
 Pucat yang menetap setelah oksigenasi
 Nadi yang lemah dengan fungsi jantung yang baik.
 Respons yang buruk terhadap usaha resusitasi.
 Penurunan tekanan darah (mungkin ditemukan)
Pada kehilangan darah akut, penentuan kadar hemoglobin dan hematokrit dapat disalah artikan
karena nilai-nilai ini pada awalnya mungkin normal.

Indikasi
Volume expanders digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga adanya
kehilangan darah akut dengan tanda-tnada hipovolemia.
Empat jenis volume expanders yang sangat diberikan :
 Darah/ whole blood (darah O yang telah diperiksa silang dengan darah ibu)
 Cairan albumin-salin 5% (atau pengganti plasma yang lain).
 Larutan garam-fisiologis (NaCl fisiologis)
 Cairan Ringer Laktat.

Walaupun darah yang cocok merupakan volueme expanders yang terbaik, tetapi kemungkinan
darah ini sulit didapatkan dengan segera. Kenalilan setiap volume expanders dalam kemasannya
di institusi anda dan bagaimana setiap volume expanders disiapkan untuk diberikan. Beberapa
jenis membutuhkan filter.masukkan 40 ml ke dalam semprit atau perangkat infus.

Pemberian

Dosis 10 ml.kg
Cara pemberian intravena (IV)
Kecepatan pemberian selama waktu 5 sampai 10 menit.

Efek

 Meningkatkan volume vaskuler


 Menurunkan asidosis metabolik dengan meningkatkan perfusi jaringan

Tanda-tanda yang diharapkan


Tekanan darah meningkat, nadi menjadi kuat, dan warna pucat menghilang.

Tindak lanjut

 Dapat diulang apabila tanda-tanda hipovolemia menetap



Apabila perbaikan hanya sedikit atau tidak ada
- Dipertimbangkan adanya asidosis metabolik dan perlunya bikarbonat.
- Dengan menurunnya tekanan darah yang menetap, dipertimbangkan penggunaan Dopamin.

3.Natrium bikarbonat
Pada asfiksia yang lama, berkurangnya oksigenasi jaringan akan menyebabkan timbulnya asam
laktat, yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. Meningkatnya asidosis metabolik
secara progresif akan diperlambat dengan memastikan adanya oksigenasi dalam darah,
menghilangkan karbondioksida, dan menimbulkan perfusi jaringan yang adekuat. Walaupun
natrium bikarbonat berguna dalam mengatasi asidosis metabolik, efeknya dipengaruhi oleh
adanya ventilasi dan perfusi yang adekuat.
Tidak terdapat bukti bahwa obat ini berguna pada fase resusitasi bayi baru lahir.
Penggunaan natriumbikarbonat tidak menguntungkan dalam resusitasi jantung paru yang cepat,
tetapi mungkin menguntungkan dalam apnu yanglama tidak memberikan respon terhadap terapi
lain.

Indikasi

Natrium bikarbonat digunakan apabila terdapat apnu yanglama yang tidak memberikan respon
tehadap terapi lain.
Natrium bikarbonat hanya diberikan apabila VTP sudah dilakukan.

Dosis

Dosis 2 mEq/kg.
Kadar dalam lautan yang dianjurkan 0, mEq/ml = 4,2% cairan. Cairan 4,2% natrium bikarbonat
terdapat dalam semprit 10 ml.

Cara pemberian

Intravena (IV)
Masukkan 20 ml Natrium bikarbonat ke dalam semprit atau siapkan 2 semprit berisi masing-
masing 10 ml Natrium bikarbonat. Kecepatan pemberian perlahan-lahan, paling cepat dalam
waktu 2 menit (1 mEq/kg per menit).

Efek

 Memperbaikki asidosis metabolik dengan meningkatkan pH darah apabila ventilasi adekuat.


Menimbulkan penambahan volume disebabkan oleh cairan garam hipertonik.
Tanda-tanda yang diharapkan

Frekuensi jantung harus meningkat sampai 100 kali atau lebih per manit dalam 30 detik setelah
obat diberikan.

Tindak lanjut

 Apabila frekuensi jantung di bawah 100 kali per menit, dipertimbangkan pemberian ulang
epinefrin dan dilanjutkan dengan volume expanders, VTP dan kompresi dada.
Apabila terdapat hipotensi yang menetap dipertimbangkan pemberian Dopamin.

Peringatan

 VTP yang efektif harus mendahului dan menyertai pemberian Natrium bikarbonat
 Untuk mengurangi kadar pendarahan intravaskuler, Natrium bikarbonat diberikan dalam kadar
dan kecepatan yang dianjurkan.
 Natrium bikarbonat dapat berguna pada resusitasi yang lama untuk membantu mengatasi
asidosis metabolik yang diketahui atau mungkin terjadi, tetapi penggunaannya kurang berhasil
pada henti jantung untuk waktu singkat atau episode bradikardia yang tidak lama.

4.Nalokson hidroklorid
Nalokson hidroklorid, dikenal dengan nama Narcan, adalah antagonis narkotika yang melawan
depresi pernafasan yang disebabkan oleh beberapa obat narkotika. Pada bayi baru lahir, depresi
pernafasan akibat narkotika paling serig terjadi apabila ibu mendapat narkotika dalam 4 jam
sebelum persalinan. Pada bayi baru lahir dengan depresi pernafasan akibat narkotika ibu, apabila
ventilasi diberikan tepat waktu dan efektif, nalokson seringkali merupakan satu-satunya obat lain
yang diperlukan.

Indikasi

 Depresi pernafasan yangberat atau,


 Riwayat pemberian narkotika pada ibu dalam 4 jam sebelum pernafasan.

Dosis

Dosis 0,1 mg/kg


Kadar 0,4 mg/ml atau 0,1 mg/ml cairan. Siapkan 1 ml dalam semprit.

Cara pemberian
Diutamakan melalui pipa ET atau IV
Dapat diberikan IM atau SC tetapi mulai bekerjanya lambat. Disuntikkan dengan cepat

Efek

Antagonis narkotika.

Tanda-tnada yang diharapkan.


Pernafasan spontan

Tindak lanjut

Pantau pernafasan dan frekuensi jantung dengan ketat. Nalokson ulang diberikan apabila depresi
pernafaan timbul lagi.

Catatan

Lama bekerja nalokson 1 jam sampai 4 jam. Lama kerja narkotika yang sering lebih lama
daripada nalokson, sehingga memerlukan dosis ulangan nalokson.
Hati-hatilah dalam memberikan nalokson kepada bayi dan ibu pecandu narkotika, karena dapat
mengakibatkan kejang-kejang berat.

Dosis/
Obat Kadar Persiapan Catatan
Cara
Epnefrin 1 : 10.000 1 ml 0,1 – 0,3 Diberikan cepat
ml/kg IV Dapat diberikan
atau Et dengan larutan garam
fisiologis sampai 1-2
ml apabila diberikan
melalui pipa ET
Volume Darah 40 ml 10 ml/kg Diberikan selama 5-10
expanders lengkap IV menit
(kristaloid) Albumin Diberikan melalui
salin 5% semprit atau tetesan
Larutan intravena
garam
fisiologis
Ringer laktat
Natrium 0,5 mEq/ml 20 ml atau 2 mEq/kg Diberikan pelan-pelan
bikarbonat (cairan 2 buah dalam waktu paling
4,2%) semprit 10 IV (4 sedikit 2 menit.
ml yang ml/kg) Diberikan hanya
telah diisi apabila bayi sudah
dalam ventilasi efektif.
Nalokson 0,4 mg/ml 0,1 mg/kg IV, ET, Diberikan cepat
hidroklorid (0,25 ml.kg) IM, SC Diutamakan IV, ET, IM,
SC dapat dilakukan
10 mg/ml 1 ml 0,1 mg/kg
(0,1
mg/kg)
IV, ET,
IM, SC

5.Sungkup dan tabung resusiator


Resusitasi bayi baru lahir dengan sungkup dan tabung resusitator merupakan cara baru
menolong pernafasan bayi baru lahir dengan cepat. Alat ini hanya digunakan untuk meniupkan
udara ke paru-paru bayi baru lahir. Alat ini tidak menggantikan dan tidak boleh mengubah
langkah-langkah resusitasi yang benar. Tindakan membersihkan jalan nafas dan langkah-langkah
selanjutnya tetap tidak boleh ditinggalkan.
Dengan alat ini, pertolongan resusitasi akan lebih baik dan didapatkan beberapa keuntungan
yaitu penolong dapat melihat pergerakan dada bayi dengan lebih jelas, dan kemungkinan-
kemungkinan penularan penyakit dari bayi kepada penolong dapat dicegah.

Komponen dan pemasangan :


- Tabung plastik.
- Tutup karet atas ( plastik )
- Katup karet.
- Tutup katup bawah ( plastik )
- Kepala sungkup ( plastik )
- Sungkup ( karet silikon )

Cara pemeliharaan
- Alat ini sebaiknya disimpan di tempat kering.
- Alat ini dapat dicuci dengan air hangat dengan sabun
- Bagian sungkup silikon dan katup dapat direbus atau disterilisasikan. Pipa dan peralatan plastik
lainnya cukup dicuci dengan sabun.

Latihan dengan bola


- Sebelum mempraktekkan upaya bantuan pernafasan pada bayi baru lahir, lakukanlah latihan
dengan meniup sungkup pada bola yang dihubungkan dengan pipa dan botol limun (soft drink)
yang berisi air penuh ( 30 cm air).
- Berlatihlah dengan meniup sampai pipa penuh terisi udara sehingga air meluber (tumpah).

Cara penggunaan :
- Tatalaksana resusitasi bayi baru lahir di rumah atau di Polindes dengan sungkup dan tabung.
- Letakkan bayi diam sikap terlentang dan taruhlah sepotong kain yang digulung di bawah bahu
bayi.
- Penolong berdiri di belakag kepala bayi agar dapat melihat pergerakan dada bayi dan
menentukan apakah pergerakan berlangsung seimetris.
- Melalui sungkup lihat bawah hidung dan mulut keduanya tertutup oleh sungkup dan tidak ada
udara yang keluar di sisi sungkup.
- Pada tiupan pertama perhatikan bahwa tidak terjadi pelebaran (distensi) leher bayi. Bila ada
berarti posisi kepala bayi terlalu tengadah.
- Amati pergarakan dada bayi pada saat meniup, upayakan seluruh dada juga bagian pinggir kir-
kanan dada ikut serta
- Pada kebanyakan bayi, pernafasan dilakukan dengan tiupan berkekuatan paling tinggi 20-30 cm
air (Untuk membiasakan dengan kekuatan tiupan sebaiknya dilakukan latihan dengan
menggunakan botol minum).
- Segera bayi telah memperlihatkan nafas pertama, tekanan peniupan dapat dikurangi sampai 20
cm air.
- Kecapatan bantuan pernafasan 30 kali/menit.
- Hentikan pernafasan bantuan setiap 20-30 kali tiupan untuk memberikan kesempatan bayi
menarik nafas spontan.
- Bila reaksi terhadap peniupan kurang baik atau tidak terjadi pergerakan dada bagian atas,
periksalah sungkup dan tabung terhadap kebocoran udara dan perhatiakan sikap/ posisi kepala
bayi yang sedikit tengadah.
- Pernafasan buatan dihentikan bila tidak terjadi pernafasan spontan sesudah 20 menit
pernafasan buatan dilakukan dan telah dilakukan penilaian kembali. Bila terdapat denyut jantung
dan usaha untuk bernafas (merintih) lakukan pernafasan buatan untuk 20 menit lagi, tetapi
dengan tekanan yang lebih rendah yaitu 10-20 cm air.
- Bayi dengan frekuensi denyut jantung rendah disertai upaya bernafas, harus segera dirujuk ke
pusat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang sesuai.
- Untuk bayi yang tidak memperlihatkan denyut jantung sesudah 30 menit pernafasan buatan
dilakukan kemungkinan besar sudah meninggal.

Apabila sungkup dan tabung tidak tersedia


Dalam prosedur resusitasi bayi baru lahir prinsip pencegahan infeksi (universal precaution)
harus selalu dipegang teguh. Mengingat cairan tubuh bayi potensial untuk menularkan penyakit
infeksi khususnya HIV (virus AIDS), maka penolong apabila melakukan resusitasi mulut ke
mulut, hati-hati terhadap kemungkinan infeksi.
RINGKASAN RESUSITASI DI KAMAR BERSALIN

 Letakkan bayi di bawah pemancar panas (Bersihkantrakhea dengan penghisap lendir, apabila terdapat mekonium)
 Keringkan seluruh tubuh bayi
 Ganti linen dengan yang kering
 Atur posisi bayi (position)
 Bersihkanmulut kemudian hidung bayi dengan alat penghisap
 Lakukan rangsangan taktil (bila perlu)

EvaluasiPernafasan

Bernafasspontan
Tidakbernafas atau “gasping”

VTPdengan oksigen murni 100%


15-30detik

Evaluasidenyut jantung

Evaluasidenyut jantung

<100/ menit

>100/ menit

Evaluasiwarna kulit
>100/ menit

60- 100/ menit

<60 / menit

 Diamati te-rus sampai pernafasan spontan

 Kemudian ventilasi dihentikan

 Ventilasiditeruskan

 Kompresidada

Denyutjantung bertambah

Denyutjantung tetap

Biru

Pucatkemerahan atau sianosis perifer


 Ventilasi diteruskan

Observasidan dipantau

 Ventilasi diteruskan

 Kompresi dada apabila denyut

<80/ menit

BeriO2

Mulaipemberian obat apabila denyut<80/menit setelah 30 detik, diberi VTPdengan O2100% dan kompresi dada
9.9 Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
1. Apgar skor menit I : 0-3
Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya.
Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila
intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial
Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat.
Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis
2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung
kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4
x pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167).
2. Apgar skor menit I : 4-6
Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik.
Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan).
Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask
ventilation dan pijat jantung.
3. Apgar skor menit I : 7-10
Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah bernafas
dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam
hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium,
suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari aspirasi paru.
Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena
kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.
Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Tahap pengkajian
2.1.1 Pengumpulan Data
1. Data Subyektif
Data subyektif terdiri dari
Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu), umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan,
penghasilan pekerjaan, dan alamat Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus asfiksia
berat yaitu :
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-
obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple, inkompetensia
serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa
kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun
plasenta previa.
Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan
(vacum ekstraksi, forcep ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.
Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat
menekan sistem pusat pernafasan.
Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6)
asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500
gram, untu aterm  2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.
Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi gastrointentinal,
muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde
sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk
mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat
intravena.
Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau
pantang makanan tertentu.
Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi
memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan
perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan
asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif
2. Data Obyektif
Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan
membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat
dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang
baik.
Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan
cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipotermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko
terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C –
37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit,
sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur.

2.1.2 Pemeriksaan fisik.


Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat
lanogo dan verniks.
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung
atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Mata
Warna conjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjungtiva, warna sklera tidak
kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi
bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila
mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali
pusat.
Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus
laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan, kadang perdarahan.
Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari feses.
Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.

Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat
memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar
Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356)

2.1.3 Data Penunjang


Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau
kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam
darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas
masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi
hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi
hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

2.2 Analisa data dan perumusan masalah

Tabel 2.2 Analisa Data dan Perumusan Masalah


Sign / Symptorn Kemungkinan Penyebab Masalah
1. Pernafasan tidak teratur, - Riwayat partus lama Gangguan pemenuhan
pernafasan cuping hidung, - Pendarahan peng-obatan. kebutuhan O2
cyanosis, ada lendir pada hidung - Obstruksi pulmonary
dan mulut, tarikan inter-costal, - Prematuritas
abnormalitas gas darah arteri.
2. Akral dingin, cyanosis pada - lapisan lemak dalam kulit Resiko terjadinya
ekstremmitas, keadaan umum tipis hipotermia
lemah, suhu tubuh dibawah
normal
3. Keadaan umum lemah, reflek - Reflek menghisap lemah Resiko gangguan
menghisap lemah, masih terdapat pemenuhan kebutuhan
retensi pada sonde nutrisi.
4. Suhu tubuh diatas normal, tali - Sistem Imunitas Resiko terjadinya
pusat layu, ada tanda-tanda yang belum sempurna infeksi
infeksi, abnormal kadar leukosit, - Ketuban mekoncal
kulit kuning, riwayat persalinan - Tindakan yang tidak
dengan ketuban mekoncal aseptik
5. Akral dingin - Metabolisme meningkat Resiko terjadinya
Ekstremitas pucat, cyanosis, - Intake yang kurang. hipoglikemia
hipotermi, distrostik rendah atau - Obstruksi pulmonary
dibawah harga normal.
6. Bayi dirawat di dalam inkubator - Perawatan Intensif Gangguan hubungan
di ruang intensif, belum ada interpersonal antara
kontak antara ibu dan bayi ibu dan bayi.

2.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post asfiksia berat antara lain:
2.3.1 Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan kontriksi arteri pulmunar. Peningkatan pembuluh
darah paru, penurunan viskositas paru, CNS
2.3.2 Gangguan perfusi renal sehubungan dengan hipovolemia, iskemic
2.3.3 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
2.3.4 Penurunan CO sehubungan dengan odema paru, kontriksi arteri pulmonal
2.3.5 Resiko terjadinya infeksi sehubungan dengan infeksi nasokomial, respon imun yang menurun,
ketidaktahuan

2.4 Rencana Perawatan


DX I
Tujuan : Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Gas darah normal
- Pco2 lebih rendah dari normal
- Pernafasan normal 40-60 kali permenit.
- PH tinggi
- Tidak cyanosis, apnea & tidak bradikardi

Intervensi :
1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi
dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm
R/ Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi kelancaran jalan
nafas.
2.Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
R/ Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran gas yang
sempurna
3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis, apnea & bradikardi tiap 4 jam
R/ Deteksi dini adanya kelainan.
4. Monitor gas darah dan TTV
R/ Deteksi dini adanya kelainan
5. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
R/ Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan peningkatan
pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi
DX II

Tujuan : Tidak terjadi hipovolemia, iscemic


Kriteria Hasil : - output normal
- kandungan zat kimia urine normal
- kadar darah normal

Intervensi :
1. Kaji input dan output
R/ Deteksi dini adanya dehidrasi
2. Monitor hasil lab urine, kadar darah normal
R/ Deteksi dini adanya kelainan
3. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian diuretik
R/ Mencegah terjadinya hipovolemia

DX III
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : - Bayi dapat minum pespen / personde dengan baik.
- Berat badan tidak turun lebih dari 10%.
- Retensi tidak ada.
Intervensi :
1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi
R/ Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan / perawatan yang
tepat.
2. Monitor turgor dan mukosa mulut
R/ Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out put.
R/ Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance)
4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan .
R/ Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
5. Lakukan control berat badan setiap hari.
R/ Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.

DX IV
Tujuan : Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria Hasil : - Tidak ada tanda-tanda infeksi.
- Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
R/ Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah
2.Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
R/ Mencegah penyebaran infeksi nosokomial
3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi)
R/ Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi
4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
R/ Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena mengan-dung anti
biotik, anti jamur, desinfektan
5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
R/ Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal
R/ Deteksi dini adanya kelainan
7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
R/ Mencegah terjadinya penularan infeksi
8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
R/ Mencegah infeksi dari pneumonia
9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP
R/ Sebagai pemeriksaan penunjang.

DX IV
Tujuan : Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan.
Kriteria Hasil : - Akral hangat
- Tidak cyanosis
- Tidak apnea
- Suhu normal (36,5°C –37,5°C)
- Distrostik normal (> 40 mg)
Intervensi :
1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi.
R/ Mencegah pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out put.
2. Beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan
R/ Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang
3. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi)
R/ Deteksi dini adanya kelainan.
4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik
R/ Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan komplikasi yang ditimbulkan pada
organ - organ tubuh yang lain.

2.5 Tahap Pelaksanaan Tindakan

2.6 Tahap Evaluasi


Secondary apnea ….. skin white
Heart rate menurun

Blood Pressure
Heartratesecondary gasping
Primary …. Skin cyanosis apnea
PH

Cerebral blood flow


Brain intra celuler
Loss of substrate
DAFTAR PUSTAKA

Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta

Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta
.
Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia (Perinasia): Jakarta

Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks Keluarga. Bakti Husada Jakarta Depkes 1992

Buku Acuan Nasional Pelayanan Kes Maternal & Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta 2001

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1, A. H. Markum Bag. Ilmu Kes Anak Fakultas Kedokteran UI Jakarta
1991

Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.

Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

Ilmu Kebidanan, Hanita Wiknjosastro Editor, Abdul Hari Saifudin, Triyatmo Rachimhadhi, Ed 3, Cet 5
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo, 1999

Pelatihan Asuhan Persalinan Normal Bersih & Aman, Bakti Husada. Dinas Kesehatan Bag Proyek PUK
SMP – FA Propinsi Jawa Timur 2003

Tucher Martin Susan, 1999, Standart Perawatan Pasien, Proses keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi,
EGC : Jakarta.

Tueng Yoseph, 1994, Prinsip-Prinsip Merawat Berdasarkan Pendekatan Proses Keperawatan, EGC :
Jakarta.

Wahidiyat Iskandar, dkk. 1991, Diagnosis Fisik Pada Anak, Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta.
, 1999, Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial, Depkes RI: Jakarta.
, 2000, Pelayanan Kesehatan Maternas dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka
prawirohardjo:Jakarta.
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Beranda
Langganan: Entri (Atom)

join
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Ada kesalahan di dalam gadget ini

Google+ Badge
Fish
Amazon MP3 Clips

Laman
 Beranda
 askep BBL
 askep asfiksia
 askep hidrochepalus
 askep febris konvulsi
 askep TB paru
 askep nifas, pre eklamsia dan fosrceps
 askep bilirubin
 askep CA serviks
 askep DM
 askep leukimia
 askep ISK dan Glumerulonefritis
 askep fraktur
 askep GGA dan GGK
 ASKEP BBLR
 ASKEP PNEMONI
 ASKEP IKTERUS NEONATORUM
 ASKEP C.T.E.V
 ASKEP HIDROCHEPALUS
 askep anak meningitis
 askep anak ensefalitis

silahkan klik
 coba aja
Entri Populer
 asuhan keperawatan ablasio retina

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ablasio


Mengenai retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan
epitel berpig...
Saya
 asuhan keperawatan Asma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Asma


adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh peri...
Nur Hadi
Lihat profil lengkapku  asuhan keperawatan KPD

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Ketuban


Total pecah dini : Adalah pecahnya selaput ketuban secara sepontan
Tayangan pada ...
Laman
BlogUpp!
111,691 Translate
Ada kesalahan di dalam
gadget ini
Ada kesalahan di dalam
gadget ini Diberdayakan oleh Terjemahan

Arsip Blog
 Oktober (3)

Share It
Template Simple. Gambar template oleh gaffera. Diberdayakan oleh Blogger.

.
 Home

 Comment
 Profile
Search...

Google+ Followers

:: Get This Widget!! ::

About Me

_Ly_`s pageS
lakuin yang buat kamu bahagia tanpa mengecewakan satu orangpun, terutama orangtua.
Lihat profil lengkapku

Labels
 askep (keperawatan) (59)
 ASKEP ANAK (7)
 askep GADAR (8)
 askep Jiwa (8)
 Awards (3)
 Ayo Masak (1)
 Bedah Syaraf (1)
 Canon (2)
 caTataN saiiia (seLy`s noTes) (97)
 computer dan internet (5)
 Doraemon (3)
 DownLoad (1)
 eNgLisH page`s (1)
 Facebook (1)
 Hijab Style Community (1)
 I S L A M Z O N E (24)
 iNTrODuCTiOn (2)
 Keperawatan Keluarga (2)
 kePerawaTan mediKaL bedah (41)
 Kesehatan (36)
 Kisah Renungan (19)
 KTI Keperawatan (2)
 LayouTs (1)
 Lirik Lagu (15)
 Mario Teguh (1)
 Maternitas (20)
 Mie (4)
 MuzzIc (16)
 My FeELinG (51)
 My Wedding (3)
 News (75)
 PLURK (2)
 Poto (10)
 Ramadhan (8)
 RemaJa gauL (61)
 Suka-Suka (1)

Blog Archive
 ► 2014 (2)

 ► 2013 (5)

 ► 2012 (13)

 ► 2011 (3)

 ▼ 2010 (144)
o ► 09/05 - 09/12 (18)
o ► 08/29 - 09/05 (9)
o ► 08/15 - 08/22 (13)
o ► 08/08 - 08/15 (12)
o ► 06/27 - 07/04 (4)
o ► 06/13 - 06/20 (4)
o ► 06/06 - 06/13 (2)
o ► 05/30 - 06/06 (4)
o ► 05/23 - 05/30 (1)
o ► 05/09 - 05/16 (5)
o ► 04/11 - 04/18 (2)
o ► 03/28 - 04/04 (10)
o ► 03/21 - 03/28 (19)
o ► 03/14 - 03/21 (5)
o ► 03/07 - 03/14 (6)
o ► 02/14 - 02/21 (12)
o ▼ 02/07 - 02/14 (17)
 conToh juDuL KTI Keperawatan
 Jejak Sepatu Di Karpet
 8 kado terindah
 askep cerebral palsy pada anak (CP)
 Askep Anak Meningitis
 Askep Anak Thalasemia
 Askep Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
 Askep Pada Bayi dengan Infeksi Neonatus (AIDS)
 Askep Disfungsi Kelenjar Pankreas
 Askep Pielonefritis ( infeksi ginjal )
 Askep Trauma Ginjal
 Askep Stenosis Mitral
 Askep Trikuspidalis
 Askep Osteomielitis
 Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial
 askep combustio (luka bakar)
 Isolasi Sosial
o ► 01/10 - 01/17 (1)

 ► 2009 (40)

 ► 2007 (1)

Feedjit
Recent News
SeLy Madona

Buat Lencana Anda

Diberdayakan oleh Blogger.

Askep Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

BAB I

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya

kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara

bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara

oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah
kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon

dioksida disebut hiperkapnia.

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas

secara spontan dan teratur setelah lahir.


Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari
ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2,
saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada
bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari

empat kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai

ciri tersendiri. Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing

kelompok akan menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut

adalah :

Hipoksik-hipoksia

Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.

Anemik-hipoksia

Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup

untuk metabolisme dalam jaringan.

Stagnan-hipoksia

Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.

Histotoksik-hipoksia

Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu

hal, oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.


Asfiksia neonartum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia

janin intra uterin dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang

timbul di dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. (Tim FK Unair

1995).

B. Etiologi

Faktor ibu  Cacat bawaan  Hipoventilasi selama anastesi  Penyakit jantung

sianosis  Gagal bernafas  Keracunan CO  Tekanan darah rendah 

Gangguan kontraksi uterus  Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35

tahun  Sosial ekonomi rendah  Hipertensi pada penyakit eklampsia

Faktor janin / neonatorum  Kompresi umbilikus  Tali pusat menumbung,

lilitan tali pusat  Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir  Prematur 

Gemeli  Kelainan congential  Pemakaian obat anestesi  Trauma yang terjadi

akibat persalinan

Faktor plasenta  Plasenta tipis  Plasenta kecil  Plasenta tidak menempel 

Solusio plasenta

Faktor persalinan  Partus lama  Partus tindakan

C. Patofisiologi

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama

kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi

fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan

dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan

lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode

appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan

menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada


asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam

periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan

tekanan darah.

Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan

keseimbangan asam dan basa pada neonatus.

Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan

berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh,

sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen

yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada

paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan

resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak

yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi

selanjutnya.

D. Manifestasi Klinis

Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus

neuromuscular menurun

Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan

pernafasan megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi

terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah

TANDA- STADIUM I STADIUM II STADIUM III

TANDA

Tingkat Sangat Lesu (letargia) Pinsan (stupor),

kesadaran waspada koma

Tonus otot Normal Hipotonik Flasid

Postur Normal Fleksi Disorientasi

Refleks tendo Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada


/ klenus

Mioklonus Ada Ada Tidak ada

Refleks Kuat Lemah Tidak ada

morrow

Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,

refleks cahaya

jelek

Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi

EEG Normal Supresi

1aktifitasVoltase ledakan sampai

rendah kejang- isoelektrik

kejang

Lamanya 24 jam jika ada 24 jam sampai 14 Beberapa hari

kemajuan hari sampai

beberapa

minggu

Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian,

defisit berat

E. APGAR Score

Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk

memutuskan apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan.

Tes ini dapat dilakukan dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit

pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika nilainya

rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.

Observasi dan periksa :


A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.

P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau

palpasi denyut jantung dengan jari.

G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki

bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya

ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut

dan tenggorokannya dihisap.

A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan

tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua

tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.

R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan

pernapasannya.

TANDA 0 1 2 JUMLAH

NILAI

Frekwensi Tidak Kurang dari Lebih dari

jantung ada 100 x/menit 100 x/menit

Usaha Tidak Lambat, Menangis

bernafas ada tidak kuat

teratur

Tonus otot Lumpuh / Ekstremitas Gerakan

lemas fleksi sedikit aktif

Refleks Tidak Gerakan Menangis

ada sedikit batuk

respon

Warna Biru / Tubuh: Tubuh dan

pucat kemerahan, ekstremitas


ekstremitas: kemerahan

biru

Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa

Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan

terlihat frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau

baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada

Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan

frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat

dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

F. Pemeriksaan Penunjang

- Foto polos dada

- USG kepala

- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Analisa gas darah

2. Elektrolit darah

3. Gula darah

4. Baby gram

5. USG ( Kepala )

6. Penilaian APGAR score

7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan

8. Pengkajian spesifik

H. Penatalaksanaan
Tindakan dilakukan pada setiap bayi tanpa memandang nilai apgar. Segera

setelah lahir, usahakan bayi mendapat pemanasan yang baik, harus dicegah atau

dikurangi kehilangan panas pada tubuhnya, penggunaan sinar lampu untuk

pemanasan luar dan untuk meringankan tubuh bayi, mengurangi evaporasi.

Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah, pengisapan saluran nafas

bagian atas, segera dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya

kerusakan mukosa jalan nafas, spasmus larink atau kolaps paru. Bila bayi belum

berusaha untuk nafas, rangsangan harus segera dikerjakan, dapat berupa

rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon

Achilles atau pada bayi tertentu diberikan suntikan vitamin K.

I. Penatalaksanaan Awal

Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan

menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang

kering.

Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir

Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi

bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru.

Hal ini dapat dilakukan dengan:

Ekstensi kepala dan lehert sedikit lebih rendah dari tubuh bayi.

Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih

dari cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir

Delee.

Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/

cairan ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan

rangsangan belum cukup untuk menimbulkan pernafasan yang adekuat padabayi


lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama

melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih.

Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara

yang betul.

Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan

taktil, yaitu:

Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara

ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi

pernafasan yang ringan.

Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi

secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga

merupakan rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan

dari menepuk, menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan

pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas.

Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dari

dalamnya pernafasan.

J. Komplikasi

Edema otal, perdarahan otak, anusia dan oliguria, hiperbilirubinumia,

enterokolitis, nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and mask berlebihan

dapat menyebabkan pneumotoraks.

1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.

2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan

paru, edema paru.

3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.

4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh.


5. Hematologi: dic

K. Diagnosis

Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan

ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan

Denyut jantung janin. Frekuensi normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit

selama his frekuensi turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan

semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar, artinya

frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit diluar his dan lebih-lebih jika tidak

teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi – sungsang tidak

ada, artinya akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan.

Oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air

ketuban pada presentasi kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir

persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang

dimasukan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin

dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis

menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu

dianggap sebagai tanda bahaya.

L. Prognosis

sfiksia Ringan :Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.

Asfikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.

Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan

neurologis permanen,misalnya retardasi mental.


M. Prinsip Dasar Resusitasi

Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,

A= memastikan saluran nafas terbuka.

B= memulai pernafasan .

C= mempertahankan sirkulasi (peredaran darah).

Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta

mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya

pernafasan, yaitu agar oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.

Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan

usaha pernafasan lemah.

Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.

Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

N. Tindakan

1. Pengawasan suhu: jangan biarkan bayi kedinginan, penurunan suhu tubuh akan

mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat.

2. Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan

amnion. Tindakan dilakukan dengan hati – hati tidak perlu tergesa – gesa.

Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti

spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia

berat dilakukan resusitasi kardio pulmonal

3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan

usaha bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka

setelah dilakukan penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung.

Bila tidak berhasil dilakukan rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki. Bila

tidak berhasil pasang ET.


4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

A. Pengkajian

1. Biodata

Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,

jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi

karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.

2. Keluhan Utama

Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas

3. Riwayat kehamilan dan persalinan

Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi

belakang kaki atau sungsang

4. Kebutuhan dasar

a. Pola Nutrisi

Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh

terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah

terjadinya aspirasi pneumonia

b. Pola Eliminasi

Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama

pencernaan belum sempurna

c. Kebersihan diri

Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat

b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya

d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas

5. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,

pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium

pertama.

b. Tanda-tanda Vital

Pada umunya terjadi peningkatan respirasi

c. Kulit

Pada kulit biasanya terdapat sianosis

d. Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura

belum menutup dan kelihatan masih bergerak

e. Mata

Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya

f. Hidung

Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping

hidung.

g. Dada

Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi

pernafasan yang cepat

h. Neurology / reflek

Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)

6. Gejala dan tanda

a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif

b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis


c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan

termoregulasi
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.

2. Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.

3. Penurunan kardiak out put b.d

4. Gangguan perfusi jaringan b.d kebutuhan Oksigen yang tidak adekuat.

5. Intoleransi aktifitas b.d

6. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses

pengobatan.

7. Resiko tinggi terjadi infeksi

C. Perencanaan Keperawatan

DP. I :Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 b.d ekspansi yang kurang adekuat.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam kebutuhan O2

terpenuhi dengan kriteria tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak

sianosis.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Beri penjelasan pada keluarga Agar keluarga tahu
tentang penyebab sesak yang tentang penyebab sesak
dialami oleh pasien. yang dialami oleh bayinya.

2. Atur kepala bayi dengan posisi Melonggarkan jalan nafas.


ekstensi.

3. Batasi intake per oral, bila Mencegah aspirasi.


perlu dipuasakan.
4. Longgarkan jalan nafas. Memudahkan untuk
bernafas.
5. Observasi tanda-tanda Mengetahui tingkat
kekurangan O2. kekurangan O2.

6. Hangatkan bayi dalam Mencegah sianosis.


incubator.
7. Kolaborasi dengan tim medis Mendukung perawatan
untuk pemberian O2. dan penatalaksanaan
medis.

DP. II : Hipertermi b.d transisi lingkungan ekstra uterin neonatus.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, suhu tubuh kembali

normal dengan kriteria suhu tubuh antara 36.5°C – 37.4°C, kelembaban cukup

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Beri penjelasan kepada Keluarga menjadi tahu
keluarga tentang penyebab tentang penyebab panas
panas yang dialami oleh yang dialami bayinya.
bayinya.

2. Berikan pakaian tipis yang Mencegah penguapan yang


mudah menyerap keringat. berlebihan.

3. Berikan kompres hangat. Menurunkan suhu tubuh.

4. Observasi tanda-tanda vital Menentukan tindakan


terutama suhu tubuh. keperawatan selanjutnya.

5. Kolaborasi medis untuk Mendukung perawatan


pemberian infuse dan obat- dan penatalaksanaan
obatan antipiretik. medis.
DP. III : Penurunan kardiak out put

Tujuan :

Kardiak output normal.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Monitoring jantung paru.
2. Mengkaji tanda vital.
3. Memonitoring perfusi jaringan
tiap 2-4 jam.
4. Monitor denyut nadi.
5. Memonitoring ontake dan out
put.
6. Kolaborasi dalam pemberian
vasodilator.

DP. IV : Gangguan perfusi jaringan

Tujuan :

Perfusi jaringan kembali normal.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Pemberian diuretic sesuai
dengan indikasi.
2. monitor laboraturium urine.
3. pemeriksaan darah.
4. Ajarkan pasien/ anggota
keluarga tentang prosedur
perawatan luka.
5.
DP. V : Intoleransi aktifitas

Tujuan :

Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Menyediakan stimulasi
lingkungan yang minimal.
2. menyediakan monitoring
jantung paru
3. mengurangi sentuhan
4. memberikan posisi yang
nyaman
5. kolaborasi analgetiksesuai
kondisi,
DP. VI : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi yang
dialami dan proses pengobatan.

Tujuan :

Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang

proses penyakit, program pengobatan.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Jelaskan tujuan pengobatan Mengorientasi program
pada keluarga. pengobatan.
2. Kaji ulang tanda / gejala yang Berulangnya memerlukan
memerlukan evaluasi medik intervensi medik untuk
cepat. mencegah / menurunkan
potensial komplikasi.
3. Kaji ulang praktik kesehatan Mempertahanan
yang baik, istirahat. kesehatan umum
meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
4. Dorong pasien / orang
terdekat untuk menyatakan
masalah / perasaan.
5. Beri penguatan informasi

pasien yang telah diberikan

sebelumnya.

DP. VII : Resiko tinggi terjadi infeksi

Tujuan :

Mencapai waktu penyembuhan

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Awasi tanda vital, perhatikan
demam ringan, menggigil, nadi
dan pernapasan cepat,
gelisah, peka, disorientasi.

2. Observasi drainase dari luka.


3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. Jakarta:

EGC.

Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.

Markum. AN. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS. IKA Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediktif. EGC. Jakarta.

Internet:

www.google.com

blog.rusari.com

www.scribd.com

media.asuhankeperawatan.com

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Subscribe to: Poskan Komentar (Atom)
A.W.Surveys - Get Paid to Review Websites!
Kode banner buat tukeran LINK
Mau Tukar Link? Copy/paste code HTML berikut ke blog anda

<a
href="http://sely-biru.
border="0" alt="CoLou
src="http://i947.photo
/></a>

Clock

FoLLoweRs
bLog BanneR temanD

Make your own banner at MyBannerMaker.com!

Trishana blog
Top Tabs
 blog anak nelayan
 blog.indonesia.com
 Dozenix blog
 Full Version Finder
 games free and full version
 Ini Blog Rahmat90
 Khaidir Muhaj Blog site
 Lirik Lagu Manca
 Maniac Download
 Pak Lukman bLog
 Shine 32 blog site
 Syiar Islam
 Techlure-adiBima

Entri Populer

Laporan Pendahuluan (Askep) Tuberculosis (TBC)

A. DEFINSI Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium
tuberkulosa tipe humanus ( jarang oleh tipe M. Bovinus)....

7 Keajaiban Dunia Yang Tidak Terpikirkan


Sekelompok siswa kelas geografi sedang mempelajari “Tujuh Keajaiban Dunia.” Pada
awal dari pelajaran, mereka diminta untuk membuat daftar ap...

KONSEP SEHAT-SAKIT

A. Latar Belakang. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menyadari


bahwa klien adalah manusia utuh dan unik yang terdiri dari ...

Apple Google Microsoft


Apple Masih Kuasai Pasar Tablet Global
Metro TV News
Metrotvnews.com: Apple masih memimpin dalam pasar tablet global pada kuartal ketiga 2014,
menurut data International Data Corporations (IDC). Perusahaan pimpinan Tim Cook tersebut
tercatat mengirimkan 12,3 juta unit tablet atau setara dengan 22,8 ...
Ini Alasan CEO Apple Mau Mengaku Gay
KOMPAS.com
CEO Apple Tim Cook berbicara dalam acara yang diselenggarakan Apple di Flint Center for the
Performing Arts, di Cupertino, California, Amerika Serikat, Selasa (9/9/2014). Pada acara itu
Apple meluncurkan Apple Watch dan dua iPhone terbaru, iPhone 6 ...
Artikel Terkait »
Apple Siapkan iPad Pro dengan Layar 12,2 Inci dan Teknologi ...
Chip Online Portal
CHIP.co.id - Rumor mengenai iPad Pro kembali muncul dengan adanya kabar bahwa tablet
besar itu dikatakan akan rilis diawal tahun 2015 mendatang. Menurut situs Jepang Macotakara,
iPad Pro dengan layar jumbo ini akan memiiki besar layar 12,2 inci ...
Artikel Terkait »
Mantan CEO Apple Bikin Android Rp 700 Ribuan
Detikcom
Kendati pasar smartphone sudah penuh sesak, Sculley mengatakan bahwa Obi Mobile datang
untuk mengincar segmen yang tak digarap oleh Apple. Dengan harga mulai USD 70 atau Rp 750
ribu hingga USD 200 atau setara Rp 2,2 juta, Obi lebih memilih ...
didukung oleh

By :

. | Design by SkinCorner
KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tuesday, 17 September 2013
ASKEP ASFIKSIA NEONATORUM

ASFIKSIA NEONATORUM

A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

B. Etiologi Dan Faktor Predisposisi


Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas
transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam
menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau
kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu
dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun
seperti anemia, hipertensi, jantung dll. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan yang bersifat
mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali
pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan anestesia/ analgetika yang diberikan keibu,
perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran
pernapasan, hipoplasia paru-paru dll. Sedangkan faktor dari pihak ibu adalah gangguan his
misalnya hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada
eklamsia, ganguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
Towel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi terdiri dari :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan
kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke
plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dsb.

2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis janin
dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta,
solusio plasenta dsb.

3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat
ditemukan pada keadaan talipusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan
lahir dan janin, dll.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian
obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan
intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernapasan, hipoplasia paru, dsb.

C. Tanda Dan Gejala


1. Hipoksia
2. RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
3. Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas
4. Bradikardia
5. tonus otot berkurang
6. Warna kulit sianotik/pucat

D. Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara.
Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha
pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada
penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apneu.
Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula
penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat
pertama gangguan pertukaran gas/transport O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme
anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi
perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk
terhadap sel-sel otak, dimana kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala
sisa (squele).

E. Klasifikasi
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:
1. “Vigorous Baby”
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. “Mild Moderate asphyksia” /asphyksia sedang
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit,
tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asphyksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10
menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama
pada asphyksia berat.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa Gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram (RO dada)
5. USG (kepala)

G. Manajemen Terapi
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin
muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan
ABC resusitasi:
1. Memastika saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung k/p trakhea
c. Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan
pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu
diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah
tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi
80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali
satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil
bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa
yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan
nafas.
b. Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul
pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2
intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan
dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan
abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan
tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi
dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan
dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin
timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi
penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera
dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir
tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

H. Diagnosis Keperawatan Utama


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mukus.
2. Thermoregulasi tidak efektif b.d belum adekuatnya sistem pengaturan suhu
3. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan lingkungan.
4. Pola makan bayi tidak efektif b.d hipersensitif oral.
5. Risiko Aspirasi b.d kurang mampu mengisap, menelan, bernafas
I. Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan.
Nursing Nursing Outcomes Nursing Interventions Rational
Diagnosis
Bersihan jalan nafas Repiration status: Airway management
tidak efektif b.d Ventilation (manajemen jalan Patensi jalan nafas
obstruksi mukus. Indikator: nafas) sarat utama untuk
 Bebas suara nafas Buka jalan nafas. memperoleh ventilasi
abnormal  Posisikan pasien untuk yang adekuat.
 Tidak ada sesak nafas memaksimalkan ventilasi
 RR dalam rentang Identifikasi pasien
normal perlunya pemasangan
 Irama respirasi teratur alat jalan nafas buatan
 Tidak ada retraksi Keluarkan sekret dengan
dada suction
 Auskultasi suara nafas,
Skala penilaian: catat adanya suara Membantu paru-paru
1. Extremely tambahan untuk mencukupi
compromised.  Atur intake untuk cairan kebutuhan tubuh
2. Substantially mengoptimalkan terhadap oksigen.
compromised. keseimbangan
3. Moderately Monitor respirasi dan
compromised. status O2 tiap 6 jam
4. Mildly Vital sign monitoring
compromised. (Monitor Vital Sign)
5. Not compromised.  Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Monitor jumlah dan
irama jantung Menilai perubahan
 Monitor bunyi jantung status, untuk
 Monitor suara paru menentukan tindakan
 Monitor pola pernapasan dalam meningkatkan /
abnormal mempertahankan
status respirasi.
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
Oxygen therapy
 Menyiapkan peralatan
oksigen dan humidifier
 Memberikan oksigen
tambahan sesuai order
 Memonitor flow liter
oksigen
 Memonitor posisi canule
 Memonitor tanda
keracunan oksigen
Thermoregulasi Thermoregulation: Temperature regulation
tidak efektif b.d Neonate  Tempatkan bayi dalam Mempertahankan suhu
belum adekuatnya Indikator: lingkungan suhu hangat. tubuh bayi da
sistem pengaturan  Temperatur tubuh  Pantau suhu aksila pada
suhu normal bayi yang tidak stabil Memantau suhu tubuh
 Monitor tanda-tanda bayi
Skala penilaian: hipotermi : fatiq,
1. Extremely kelemahan, perubahan
compromised. warna, kulit,
2. Substantially Hindari situasi yang
compromised. dapat menyebabkan bayi Menghindari
3. Moderately kehilangan panas, seperti kehilangan panas
compromised. terpapar udara dingin, melalui konduksi.
4. Mildly jendela atau mandi
compromised.
5. Not compromised.

Risiko infeksi b.d Infection status Infection Protection


peningkatan paparan Indikator:  Monitor tanda dan gejala Deteksi dini gejala
lingkungan.  Fever infeksi sistemik /lokal. infeksi
 Neonate: Lethargi  Inpeksi kulit dan
 Neonate: Hypotrermia membran mukosa Kulit dan membran
 Neonate: respiratory terhadap redness, extrem mukosa sangat rentan
distress warm,atau drainage terhadap infeksi /
 Neonate: poor feeding  Inspeksi kondisi insisi kerusakan
IV line dan dressing IV
Skala penilaian: line (jika ada) Mencegah IV line
1. Berat  Inspeksi dan rawat tali sebagai pintu masuk
2. Cukup pusat kuman
3. Sedang  Pertahankan prinsip Meningkatkan daya
4. Ringan bersih / steril selama tahan tubuh
5. Tidak samasekali perawatan/pengobatan
(sesuaikan) Menghindari
 Batasi jumlah kontaminasi
pengunjung
 Pertahankan kebersihan
tubuh bayi dan
kebersihan lingkungan
 Anjurkan keluarga untuk
mencuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan klien
 Gunakan universal
precaution.
 Kelola antibiotik yang
diresepkan.
Pola makan bayi Nutrisional status: Fluid management:
tidak efektif b.d Fluid intake  Monitor status hidrasi
hipersensitif oral. Indikator:  Monitor indikasi
 Asupan cairan peroral
 Asupan TPN dehidrasi atau overload
Skala penilaian: cairan. Nutrisi / cairan dapat
1. Not adequate  Kelola therapi IV / infus dipenuhi melaui
 Berikan cairan sesuai advis
2. Slightly adequate parnteral atau melalui
3. Moderately Tingkatkan asupan oral oral
adequate (ASI langsung / PASI)
4.  Catat intake dan out put 24
Substantially
adequate jam.
5. Totaly adequate Menilai
keseimbangan.
Risiko Aspirasi b.d Repiration status: Aspirasi precaution
kurang mampu Airway patensi  Monitor tingkat Tingkat kesadaran,
mengisap, menelan, Indikator: kesadaran, reflek batuk, reflek batuk, reflek
bernafas  Tidak gelisah reflek muntah, muntah, kemampuan
 Tidak tercekik / tersumbat kemampuan menelan. menelan berpengaruh
 RR dalam rentang Monitor status pada resiko aspirasi
normal pulmonary
 Irama respirasi teratur  Pelihara jalan nafas
 Suara jalan nafas bersih  Chek posisi NGT (jika Residu yang banyak
Skala penilaian: terpasang) menyebabkan bayi
1. Extremely Cek residu lambung. muntah yang dapat
compromised.  Hindari feeding jika beresiko aspirasi.
2. Substantially residu banyak
compromised.
3. Moderately
compromised.
4. Mildly
compromised.
5. Not compromised.
Daftar Pustaka

Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC, Jakarta.

Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan
Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.

Markum,AH, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, Indonesia

Markum, AH., 1991, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Jakarta

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year


book.Inc,Newyork

NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA

Posted by Aji Sukmono at 00:44


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)
Lencana Facebook
Aji Onomkus | Buat Lencana Anda

Diriku

Aji Sukmono
Sleman, yogyakarta, Indonesia
View my complete profile

Blog Archive
 ▼ 2013 (91)
o ▼ September (47)
 ASKEP UROLITHIASIS
 ASKEP TUMOR OTAK
 ASKEP SINUSITUS
 ASKEP SEKSIO SESAREA
 ASKEP HIDRONEFROSIS
 ASKEP INTRACEREBRAL HEMATOMA
 LP HEMODIALISA
 ASKEP TUMOR MAMMAE
 ASKEP SIROSIS HATI
 ASKEP HEMATEMESIS DAN MELENA
 ASKEP HIPERPLASI PROSTATIK JINAK
 ASKEP HERPES ZOSTER
 ASKEP HEMOROID
 ASKEP GLIOMA
 ASKEP FRAKTUR NASAL
 ASKEP DYSPEPSIA
 ASKEP TONSILRINOSINUSITIS
 ASKEP HIDRONEFROSIS
 ASKEP SINDROM NEFRITIK AKUT
 ASKEP TETRALOGI FALLOT
 ASKEP TETRALOGI FALLOT
 ASKEP HYPERBILIRUBINEMIA
 ASKEP GASTROENTERITIS
 ASKEP BRONKOPENEMONIA
 ASKEP ASFIKSIA NEONATORUM
 ASKEP ASFIKSIA NEONATORUM
 ASKEP KEJANG DEMAM SEDERHANA
 ASKEP GASTROENTERITIS
 ASKEP DEMAM TIPHOID
 ASKEP BBLR
 ASKEP DEFEK SEPTUM VENTRIKEL
 ASKEP THYPUS ABDOMINALIS
 ASKEP PRE EKLAMSIA
 ASKEP OSTEOARTRITIS
 ASKEP MYOMA UTERI
 ASKEP MENINGITIS
 ASKEP KISTA OVARIUM
 ASKEP ISPA
 ASKEP HYPERBILIRUBINEMIA
 ASKEP FESTULA PERIANAL
 TUMOR COLLI
 ASKEP WAHAM
 ASKEP TOILETING
 ASKEP SUICIDE
 Akep Skizofrenia
 Askep Prilaku Kekerasan
 Askep Personal Higiene
o ► June (44)

 ► 2012 (30)

Travel template. Powered by Blogger.

suparti S.Kep
Selasa, 05 November 2013
Askep Asfiksia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kesehatan merupakan hal yang sangat penting khususnya
bagi ibu yang sedang hamil. Karena dalam kondisi yang seperti ini kesehatan seorang ibu akan
sangat berpengaruh terhadap perkembangan janinnya. Satu hal yang paling sering ditemui di
dalam dunia kesehatan dimana seorang bayi yang baru lahir akan tetapi bayi itu akan mengalami
kesulitan dalam bernafas. (Hidayat, Aziz Alimul.2005)
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang
paling penting pada anak, terutama bayi, karena saluran napasnya masih sempit dan daya tahan
tubuhnya masih rendah. Salah satu parameter gangguan saluran pernapasan adalah frekuensi dan
pola pernapasan. Pada bayi baru lahir sering kali terlihat pernapasan yang dangkal, cepat, dan
tidak teratur iramanya akibat pusat pengatur pernapasannya belum berkembang secara sempurna.
Pada bayi prematur gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kurang matangnya paru.
Disamping faktor organ pernapasan, keadaan pernapasan bayi dan anak juga di pengaruhi oleh
beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang
penuh. (Sibuea, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Hidayat, Aziz Alimul.2005)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan
PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). (Saiffudin.2001).
Di Amerika Serikat pada tahun 1979 sampai 1990 terdapat 155 kematian ibu akibat
penyulit pada anestesi atau 3,8% dari 4097 kematian terkait kehamilan (Curningham, 2006).
Di negara berkembang, sectio caesarea merupakan pilihan terakhir untuk menyelamatkan
ibu dan janin pada saat kehamilan dan atau persalinan kritis. Angka kematian ibu karena sectio
caesarea yang terjadi sebesar 15,6% dari 1.000 ibu dan kejadian asfiksia sedang dan berat pada
sectio caesarea sebesar 8,7% dari 1.000 kelahiran hidup sedangkan kematian neonatal dini
sebesar 26,8% per 1.000 kelahiran hidup.(Sibuea, 2007).
Angka kematian bayi secara keseluruhan di Indonesia mencapai 334 per 100.000
kelahiran hidup dan penyebab kematian terbesar adalah asfiksia (Mieke, 2006). Angka kematian
bayi di Indonesia menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia mengalami penurunan dari
46 per 1000 kelahiran hidup (SKDI 1997) menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup (SKDI 2003).
Sedangkan angka kematian ibu mengalami penurunan dari 421 per 100.000 kelahiran hidup
(SKDI 1992) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (SKDI 2003). Kematian pada masa
perinatal yang disebabkan karena asfiksia sebesar 28%.
Insiden asfiksia neonatorum di negara berkembang lebih tinggi daripada di negara maju.
Di negara berkembang, lebih kurang 4 juta bayi baru lahir menderita asfiksia sedang atau berat,
dari jumlah tersebut 20% diantaranya meninggal. Di Indonesia angka kejadian asfiksia kurang
lebih 40 per 1000 kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus meninggal setiap tahun
karena asfiksia (Dewi dkk, 2005).
Dalm kasus asfiksia ini, peran perawat adalah bagaimana untuk memacu napas klien
untuk kembali normal. Memberikan terapi oksigen yang baik, memberikan semangat kepada
keluarga klien untuk berfikir positif dan mengurangi rasa cemas.
Pengawasan ini bertujuan menemukan sedini mungkin adanya kelainan yang dapat
mempengaruhi proses persalinan sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan baik.
Pemilihan cara persalinan dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan demi keselamatan ibu
dan bayi, untuk ibu hamil preeklamsia cara persalinan yang sering dilakukan adalah Sectio
Caesarea. Sectio Caesarea dilakukan bila terjadi gawat janin atau fetal distress pada kala I, terjadi
ketuban pecah dini, kala II yang lama dan ibu yang mengalami kejang (Wiknjosastro, 1999).
Pada sekarang ini, perkembangan ilmu kesehatan terutama dalam pengobatan dan
peralatan, sangatlah menunjang dalam pemulihan penyakit. Terutama penyakit yang ada dalam
pembahasan makalah ini. Begitu juga dengan petugas kesehatan, baik dokter, perawat, ahli gizi
dan lain-lain telah banyak membantu dalam pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal, baik
dalam segi perawatan maupun dalam segi pengobatannya. Pada asfiksia neonatorum yang paling
baik dan tepat, terutama dalam segi keperawatannya sangatlah membantu dalam penyembuhan
klien. (Wiknjosastro, 1999).
Oleh karena itu dalam makalah ini dijelaskan mengenai penyakit asfiksia neonatorum.
Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor ibu,
faktor placenta, faktor featus dan faktor neonatus, sehingga menyebabkan bayi sulit untuk
bernafas secara spontan. Setiap penyakit mempunyai gambaran klinik tersendiri terutama pada
tanda dan gejala, pengobatan serta perawatannya.
Dari hasil pemikiran tersebut di atas, penulis ingin membahas lebih jauh tentang
bagaimana seharusnya menangani penderita asfiksia dalam bentuk makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Klien dengan Asfiksia Neonatorum”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil rumusan masalah tentang,
Bagaimana asuhan keperawatan pada By. C dengan kasus Asfiksia.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan
klien dengan asfiksia neonatorum.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian perawatan pada By. C dengan kasus Asfiksia.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengelompokan data pada By. C dengan kasus Asfiksia.
c. Mahasiswa mampu melakukan Diagnosa keperawatan pada By. C dengan kasus Asfiksia.
d. Mahasiswa mampu melakukan Perencanaan keperawatan pada By. C dengan kasus Asfiksia.
e. Mahasiswa mampu melakukan Pelaksanaan tindakan keperawatan pada By. C dengan kasus
Asfiksa.
f. Mahasiswa mampu melakukan Evaluasi keperawatan pada By. C dengan kasus Asfiksia.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui gambaran secara umum tentang asfiksia.
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui rencana asuhan keperawatan asfiksia.

2. Bagi Institusi
Sebagai tambahan informasi dan bahan pustaka Seolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan
Ibu Jambi (STIKES HI) mengenai asuhan keperawatan dengan asfiksia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi


1. Pengertian Respirasi
Respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen serta
menghembuskan udara yang banyak mengandung Karbondioksida keluar dari tubuh. (
Syaifuddin.2002 ).
Respirasi adalah pertukaran gas antara individu dan lingkungan atau keseluruhan proses
pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah serta antara darah dengan sel-sel tubuh
(Guyton.1997)
Sistem respirasi adalah system organ yang berfungsi untuk mengambil O2 dari atmosfer ke
dalam sel-sel tubuh untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer.
Organ-organ respiratorik juga berfungsi untuk produksi bicara dan berperan dalam
keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengatran hormonal
tekanan darah.(Syaifudin.2009)
2. Anatomi Saluran Respirasi

Gambar 1.1 Anatomi saluran pernapasan atas.


Menurut Somantri (2008), Sistem respirasi manusia terbagi menjadi dua, yaitu sistem
pernapasan bagian atas dan sistem pernapasan bagian bawah.
1. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas terbagi atas :
a. Lubang hidung (cavum nasi)
Hidung terbentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Bagian dalam hidung
merupakan lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat. Rongga hidung
mengandung rambut yang berfungsi sebagai penyaring kasar terhadap benda asing yang masuk.
Pada permukaan hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut
mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk kedalam saluran
pernapasan.
Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung
(konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan
konka nasalis superior.
Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior, meatus
inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan sebelah
dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana.

b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Sinus berfungsi untuk
: membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat tulang tengkorak, mengatur
bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.

c. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13cm) yang letaknya bermula dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulan rawan krikoid.
Berdasarkan letaknya,faring dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (naso-faring), belakang
mulut (oro-faring), dan belakang laring (laringo-faring).
d. Laring
Laring sering disebut dengan ”voice box” dibentuk oleh struktur epiteliumlined yang
berhubungna dengan faring dan trakhea. Laring terletak dianterior tulang belakang ke-4 dan ke-
6. Bagian atas dari esofagus berada di posterior laring.
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup oleh
sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulanng rawan yang
berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian
depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan didepan
laringofaring dan bagian atas esopagus.Cartilago/tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri
dari sebagai berikut: cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun (Adam’s apple) dan sangat jelas
terlihat pada pria, cartilago epiglottis 1 buah, cartilago cricoidea 1 buah, cartilago arytenoidea 2
buah yang berbentuk beker.

2. Saluran Nafas Bagian Bawah


Gambar 1.2 Anatomi saluran pernapasan bawah

a. Trachea atau Batang tenggorok


Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. Trachea
berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan di belakang manubrium
sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai
kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua
bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah
belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

b. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis, sebelurn dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian
menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya
semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveoli (kantong udara).

c. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas kecil gelembung-
gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir
paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm.
Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus (lobus
pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru
kiri yang terdiri dari 2 lobus (lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior).

3. Fisiologi Sistem Pernafasan Respirasi


Menurut Sylvia A (1995), fisiologi sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian ,yaitu
respirasi eksternal dimana proses pertukaran O2 dan CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke
dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan
respirsai internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & CO2 di tingkat sel biokimiawi
untuk proses kehidupan. Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli paru
yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas
(oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2
melalui darah dan dari sel jaringan. Mekanik pernafasan Masuk dan keluarnya udara dari
atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi
dan ekspirasi.
Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam
inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma turun (posisi
diafragma datar), selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar,
sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah
dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru.
Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas.
Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula (melengkung) dan
muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang didalam dada mengecil
sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru
meningkat. (Guyton.1997).
Ventilasi Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi
sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu
dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu
sama dengan tubuh. (Pearce, 2008)
Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dengan
darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan
tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO+)
dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya
(PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada luas permukaan
dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru
ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg
mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu:
1. Cardiac out put.
2. Jumlah eritrosit.
3. Exercise
4. Hematokrot darah akan meningkatkan vikositas darah mengurangi transport O2 menurunkan
CO.
(Pearce, 2008)
b. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam darah
membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin darah natrium (98,5%) sedangkan dalam
eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam
ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai bikarbonat, dalam plasma sebagai
kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam
plasma sebesar 5 – 7 %, HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2
HbC0 bikarbonat sebesar 60 – 80%. (Pearce, 2008)
Pengukuran volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut
volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi:
1. Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas.
2. Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat dihirup setelah
inhalasi normal.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan dengan
kuat setelah exhalasi normal.
4. Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi maksimal.
(Guyton, 1997)

B. Definisi Asfiksia
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan
dan teratur setelah melahirkan. (Rahman.2000)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Hidayat, Aziz Alimul.2005)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan
PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). (FKUI.2007)

C. Klasifikasi Asfisia
Menurut M. Rahman (2000), Asfiksia dapat di klasifikasikan berdasarkan skor APGAR, yaitu
:
Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak < 100 x/menit >100x/menit
ada
Pernafasan Tidak Tak teratur Tangis kuat
ada
Refleks saat Tidak Menyeringai Batuk/bersin
jalan nafas ada
dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi Fleksi kuat
ekstrimitas gerak aktif
(lemah)
Warna kulit Biru Tubuh merah Merah
pucat ekstrimitas seluruh tubuh
biru

Nilai 0-3 : Asfiksia berat


Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
A=”Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P=”Pulse”(denyut) Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut jantung
dengan jari.
G=”Grimace”(seringai) gosok berulang-ulang dasar tumit kedua tumit kaki bayi dengan
jari.perhatikan reaksi pada mukanya.Atau perhatikan reaksi ketika lender pada mukanya.Atau
perhatikan reaksi ketika lender dari mulut dan tenggorokan di hisap.
A=”Activity”. Perhatikan cara bayi baru lahir menggerakan kaki dan tanganya atau tarik salah satu
tangan/kakinya.Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi
terhadap rangsangan tersebut.
R=”Respiratori”.(Pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi.Perhatikan pernapasannya.
Dilakukan pemantauan pada nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.Nilai apgar
berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis,bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasinya di mulai 30 detiksetelah lahir bila bayi tidak
menangis.( bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar). ( FKUI, 2007)
Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia Neonaiorum dapat dibagi dalam :
a. Asfiksia Ringan (Vigorous baby') skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerkikan istimewa.
b. Asfiksia Sedang (Mild-moderate asphyxia) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada
c. Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang dari
l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada
Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan :
1. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap.
2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.

D. Etiologi Asfiksia
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir. karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang
peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Menurut M. Rachman (2000), pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi
terdiri dari:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu. Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia
dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
b. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada
:Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau
obat.
c. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
d. Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.asfiksia
janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,
perdarahan plasenta, plasenta previa dan lain-lain.
3. Faktor featus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali
pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena:
Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya pendarahan intrakranial. Kelainan
konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan,
hipoplasia paru dan lain-lain.

E. Patofisiologi Asfiksia
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga denyut jantung janin (DJJ) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi, timbullah kini rangsangan dari
nervus simpatikus, sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernapasan intra uterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak
air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang (FKUI.2007)
Apabila asfiksia berlajut, gerakan pernapasan akan ganti, denyut jantung akan menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur, dan bayi memasuki periode
apnea primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam denyut jantung
terus menurun. Tekanan darah bayi juga menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan
makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea skunder. (Towwel.2006)

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada bayi setelah lahir menurut Nelson (1997) adalah sebagai berikut :
1. Bayi pucat dan kebiru-biruan
2. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3. Hipoksia
4. Asidosis metabolik atau respiratori
5. Perubahan fungsi jantung
6. Kegagalan sistem multiorgan
7. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan
menangis kurang baik/ tidak menangis.

G. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
a. Edema otak dan perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini
akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan pendarahan otak. (Hidayat, Aziz Alimul.(2005)
b. Anuria dan Oliguria
Disfungsi jaringan jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
dengan istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan
sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir keorgan seperti
mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

H. Penatalaksanaan Medis
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut dengan Resusitasi Bayi Baru Lahir.
Tindakan Resusitasi mengikuti tahapan yang dikenal dengan ABC-resusitasi :
a. Memastikan saluran napas terbuka :
1. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
2. Menghisap mulut, hidung, kalu perlu trakea
3. Bila perlu masukan Et untuk memastikan napas terbuka
b. Memulai pernapasan :
1. Lakukan rangsangan taktil
2. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankann sirkulasi darah
4. Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
(FKUI.2007)
I. Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)
b. Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan
reflek
c. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi
d. Pengkajian spesifik
e. Elektrolit garam
f. USG
g. gula darah.
h. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah
menunjukkan asfiksia bermakna.
i. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
j. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi
pada membran sel darah merah.
(Septia Sari,2010)

J. Pencegahan
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya pengenalan/penanganan
sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama
proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah
gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang
menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar
tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara
benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu). Berbagai
upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia, memberikan pertolongan secara tepat dan
adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah hipotermia. (Hidayat, Aziz Alimul.(2005)
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat mencegah atau
mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu
membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar
persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat
keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat
strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar
kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai
komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan
melakukan upaya rujukan segera dimana ibu masih dalam kondisi yang optimal maka semua
upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi
baru lahir.

K. Asuhan Keperawatan Klien dengan Asfiksia Secara Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap klien adalah sebagai berikut:
a. Identitas klien/bayi dan keluarga.
b. Diagnosa medik yang ditegakkan saat klien masuk rumah sakit.
c. Alasan klien/bayi masuk ruang perinatologi.
d. Riwayat kesehatan klien/bayi saat ini.
e. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu.
f. Riwayat kelahiran klien/bayi.
g. Pengukuran nilai apgar score, Bila nilainya 0-3 asfiksia berat, bila nilainya 4-6 asfiksia sedang.
h. Pengkajian dasar data neonatus:
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg
(sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari
mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
c. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44-45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah
kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c.Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik,
hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang).
5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
b.Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c.Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago
xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada
usia gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau
kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan
forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan
peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan
elektroda internal).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan mukus.
b. Pola napas tidak efektif b/d hipoventilasi.
c. Gangguan pemenuhan O2 b/d ekspansi yang kurang adekuat.
d. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen dan ketidakseimbangan ventilasi.
e. Asietas b/d ancaman kematian
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

NO DIAGNOSA PERENCANAAN PARAF


KPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONALISASI
1. Bersihan jalan TJ : Setelah 1. Mengauskultasi
1. Obstruksi jalan
nafas tidak efektif dilakukan suara nafas napas dapat
berhubungan tindakan sebelum dan dimanefestasikan
dengan keperawatan sesudah suction. dengan adanya
penumpukan selama proses2. Memberitahu bunyi napas
mukus lendir. keperawatan keluarga tentang tambahan seperti
diharapkan suction krekels,
jalan nafas 3. Mengobservasi ronki,wheezing.
lancar adanya tanda-tanda2. Sebelum
Kriteria Hasil: distres pernafasan melakukan
1. Rata-rata 4. Memposisikan tindakan berikan
repirasi dalam bayi miring penkes kepada
batas normal kekanan setelah keluarga agar tidak
(30-40x/menit) memberikan terjadi kepanikan/
2. Pengeluaran makan kesalhpahaman.
sputum melalui
Kolaborasi Dan agar ada
jalan nafas. 1. Melakukan hisap kerjasama dari
3. Tidak ada mulut dan keluarga pasien.
suara nafas nasopharing 3. Untuk
tambahan dengan spuit sesuai membersihkan sisa
2. Gangguan (ronchi/wheeze kebutuhan – sisa air ketubn
pemenuhan ng) 4. Untuk mencegah
kebutuhan O2 b/d terjadinya aspirasi
ekspansi yang
kurang adekuat
TJ: pernafasan
kembali normal Mandiri
1. Kaji frekuensi,
Kriteria Hasil: kedalaman
1. Klien tidak pernapasan dan
mengalami ekspansi dada
sesak napas 2. Auskultasi bunyi 1. Kecepatan napas
2. RR klien napas biasanya meningkat
normal (30-
3. Posisikan bayi 2. Bunyi napas
40x/menit) pada abdomen atau menurun atau tidak
3. Kulit klien posisi telentang ada bila jalan napas
tidak pucat dengan gulungan obstruksi
popok dibawah 3. Posisi ini dapat
bahu untuk memudahkan
menghasilkan pernapasan dan
sedikit hiperektensi menurunkan
4. Berikan rangsang episode asfiksia
taktil yang segera 4.
( Merangsang SSP
mis, gosokkan untuk
punggung bayi ) meningkatkan
bila terjadi apnea. gerakan tubuh dan
5. Mengobservasi kembalinya
warna kulit. pernapasan yang
Kolaborasi : spontan
6. Berikan oksigen 5. Memaksimalkan
tambahan bernapas dan
menurunkan kerja
napas
N DIAGNOSA PERENCANAA PARAF
O N
KEPERAWA TUJUAN INTERVENSI RASIONALISASI
TAN
3. Ansietas b/d Tujuan : keluarga 1. mengevaluasi 1. Agar keluarga tahu
ancaman tidak cemas tingkat tentang penyebab sesak
kematian KH : pemahaman yang dialami oleh bayinya
1. Keluarga klien keluarga klien
tetap tenang tentang diagnose. 2. Agar dapat
2. Keluarga mengerti2. Memberikan mengurangi rasa cemas
dengan apa yang
kesempatan untuk
dianjurkan
bertanya dan
jawab dengan
jujur antara 3. Agar keluarga tahu
keluarga dan apa yang perawat lakukan
perawat.
3. Melibatkan orang
terdekat dalam
perencanaan 4. Agar keluarga merasa
nyaman
keperawatan.

4. Memberikan
kenyamanan fisik
4. Kerusakan TJ: pertukaran gas Mandiri Mandiri
pertukaran gas kembali normal 1. Kaji status
1. Takipnea menandakan
b/d gangguan pernafasan,perhati distress
suplai oksigen Kriteria Hasil: kan tanda-tanda pernafasan,khususnya bila
dan 5. Mempertahankan distres pernfasan lebih dari 60 x/i
ketidakseimba kadar PO2 / PCO2 pernafasan(mis, setelah 5 jam pertama
ngan ventilasi dalam batas normal takipnea, kehidupan.
( pO2 : 80- pernafsan cuping
100mmHg, pCO2 : hdung, mengorok,
35-45mmHg) retraksi,ronki, atau
6. Klien tidak krekels). 2. Memberikan pemantauan
mengalami sesak2. Gunakan noninvasif konstan
napas pemantauan terhadap kadar oksigen.
7. Suhu tubuh dalam oksigen transkutan
keadaan normal ( S atau oksimeter
36-37ºC nadi. Catat kadar
setiap jam. Ubah
3. Mungkin perlu untuk
sisi alat setiap 3-4 mempertahankan
jam. kepatenan jalan nafas,
3. Hisap hidung khususnya pada bayi yang
dan orofaring menerima ventilasi
dengan hati- terkontrol.
hati,sesuai
kebutuhan.
4. Stres dingin meningkatkan
konsumsi oksigen
bayi,dapat meningkatkan
4. Pertahankan asidosis, dan selanjutnya
kenetralan suhu kerusakan produksi
tubuh surfaktan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kasus Pemicu Asfiksia


By C, usia 2 jam, jenis kelamin laki-laki, agama islam, suku bangsa melayu, alamat kota baru
jambi, masuk RS pada tanggal 03/10/2012. By C merupakan anak pertama dari Ny.M dan Tn.N.
By C masuk RSUD Raden Mattaher Jambi di ruang PRT. Bayi diantar oleh Bidan T dengan
alasan setelah di lahirkan bayi tidak bisa bernafas secara spontan dan tidak menangis, bidan T
mengatakan pernafasannya tidak teratur nilai Apgar score lima menit pertama adalah 5. Bidan T
mengatakan bahwa sebelumnya By. C terdapat penumpukan sekret pada mulut bayi. Menurut
keterangan dari bidan hal ini terjadi dikarenakan ibu bayi partus selama 12 jam, warna air
ketuban hijau kental, usia kehamilan saat melahirkan adalah 42 minggu, selama kelahiran ibu
mengalami preeclampsia dengan TD 140/100 mmHg. Saat dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan bayi terlihat sianosis, bibir terlihat pucat dan hidung teraba dingin, tonus otot lemah,
akral teraba dingin, denyut nadi bayi 90 x/I, RR 15x/i, bayi terpasang O2 2 liter, IVFD Dx 5% 4
tetes/i. Saat ini bayi masih dalam perawatan menurut diagnose dokter bayi mengalami afiksia
sedang dan harus di lakukan tindakan resusitasi. Keluarga klien mengatakan bahwa dirinya
cemas terhadap anaknya.

B. Asuhan Keperawatan
Ruang : PRT Tgl masuk RS : 3 Oktober 2012
Kelas : II Tgl Pengkajian : 3 Oktober 2012

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : By. C
Jenis Kelamin : laki-laki
TTL / Usia : 2 Jam
Agama : islam
Alamat :Kota Baru Jambi
Anak ke : 1 (satu)
Suku Bangsa : Melayu

Nama orang tua


a. Ibu
Nama : Ny. M
Umur : 23 Tahun
Suku Bangsa : Melayu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Kota Bau Jambi
b. Ayah
Nama : Tn. N
Umur : 25 Tahun
Suku Bangsa : Melayu
Pendidikan : S-1
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Kota Baru Jambi

b. Data Medik
Diagnosa medik
a) Saat masuk : asfiksia
b) Saat pengkajian : asfiksia sedang
d. Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien masuk rumah sakit Raden Mattaher Jambi pada tanggal 03 Agustus 2011 dengan alasan
bidan T mengatakan bayi tidak bisa bernafas secara spontan setelah dilahirkan.

e. Riwayat Kesehatan Saat Ini


Bidan T mengatakan bayi tidak bisa bernafas secara spontan dan tidak menangis setelah
dilahirkan dengan usaha bernapas lemah,

f. Riwayat Kehamilan Ibu


a. Umur kehamilan : 42minggu
b. Periksa ANC : pada bidan
c. Frekuensi ANC : 4x selama kehamilan
d. Penyakit ibu selama hamil: hipertensi

g. Riwayat Persalinan Ibu


1. Jenis persalinan
Pervaginam.
2. partus ditolong oleh bidan.
3. lama partus selama 12 jam.
4. Warna air ketuban hijau dan kental
5. Selama kehamilan ibu mengalami preeklamsia dengan TD :140/100 mmHg

h. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital klien/bayi
a) Denyut Nadi : 90 x/i
b) RR : 15x/i
c) Suhu :37 ⁰C
d) BB/PB : 3000gr/43cm

2) Head to Toe
 Kepala : Bentuk : Normal
ChepalHematom : Tidak Ada

 Mata : Bentuk : Simetris


Sekret : Tidak ada
Conjungtiva : Ananemis
Sklera : Anikterik

 Mulut : Bibir : Normal


Gigi : Belum Tumbuh

 Hidung : Simetris, Teraba dingin

 Telinga : Bentuk : Simetris

 Thorax & Abdomen : Bentuk : Normal


:Megap-megap
Denyut Jantung :Bradi Cardia
sat :Tidak ada Perdarahan
 Ekstremitas : Tonus Otot Lemah
Teraba dingin

3) Nilai APGAR skor bayi lima menit pertama adalah 4.


- Detak jantung = 1
- RR =1
- Refleks saat jalan nafas = 1
- Tonus otot =1
- Warna kulit =0
i. Terapi
IVFD dx 5% 4 tts/i menggunakan infus set mikro.
O2 2 Liter/menit
2. Analisa Data

NO DATA ETIOL MASA


OGI LAH
1. DS : Espansi Ganggu
bidan T yang an
mengata kurang pertukar
kan adekuat an gas.
bahwa
sebelum
nya By.
C
terdapat
penump
ukan
sekret
pada
mulut
bayi
DO :
2.  Tonus
otot
bayi C Penump Bersiha
fleksi ukan n jalan
ektremit cairan nafas
asnya ketuban tida
tampak efektip
lemah
 RR:
15x/i
 N: 90x/i
 Dalam
mulut
bayi
3.

DS : Ancama
 Bidan T n Ansieta
mengata kematia s
kan By. n
C
setelah
dilahirk
an tidak
segera
menangi
s
 Bidan T
mengata
kan
pernafas
annya
tidak
teratur

DO :
 Bayi
tampak
sulit
bernapa
s
 RR :
15x/i
 N :
90x/i
 Klien
tampak
terpasan
g O2 2
liter.

DS :
 Ayah
klien
mengata
kan
cemas
dengan
keadaan
anaknya
.

DO :

Keluarg
a klien
tampak
cemas

Keluarg
a klien
tampak
gelisah
melihat
anaknya
masih
belum
menangi
s.

Keluarg
a klien
tampak
cemas
melihat
anaknya
terpasan
g alat
pembant
u
pernapa
san
(oksigen
2 liter),
dan
terpasan
g infus.
3. Diagnosa Keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : By. C
Usia : 2 Jam
N TANGGAL DIAGNOSA PARAF
O DITEGAK KEPERAWATAN
KAN
1. 03 Agustus Gangguan pertukaran gas b/d
2012 ekspansi yang kurang adekuat
2011 d.d Bidan T mengatakan By. C
setelah dilahirkan tidak segera
menangis, bidan T mengatakan
pernafasannya tidak teratur,
bayi tampak sulit bernapas, RR
: 15x/I, N : 90x/I, klien tampak
terpasang O2 2 liter.

2.
05 0Oktober Bersihan jalan nafas tidak
2011 efektif b/d penumpukan cairan
ketuban d.d bidan T
mengatakan bahwa sebelumnya
By. C terdapat penumpukan
sekret pada mulut bayi, tonus
otot bayi C fleksi ektremitasnya
tampak lemah, RR: 15x/I, N:
90x/i
3. 03 Oktober Asietas b/d ancaman kematian
2012 d.d ayah klien mengatakan
cemas dengan keadaan
anaknya, keluarga klien tampak
cemas, keluarga klien tampak
gelisah melihat anaknya masih
belum menangis, keluarga klien
tampak cemas melihat anaknya
terpasang alat pembantu
pernapasan (oksigen 2 liter),
dan terpasang infus.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Nama : Bayi C
Umur : 2 Jam
NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Gangguan pemenuhan TJ: pernafasan Mandiri Mandiri
kebutuhan O2 b/d kembali normal 1. Kaji frekuensi, 1. Kecepatan napas
ekspansi yang kurang kedalaman biasanya
adekuat d.d Bidan T Kriteria Hasil: pernapasan dan meningkat
mengatakan By. C 1. Klien tidak ekspansi dada
mengalami sesak
setelah dilahirkan tidak 2. Auskultasi bunyi 2. Bunyi napas
napas
segera menangis, bidan2. RR klien normal napas menurun atau
(30-40x/menit)
T mengatakan tidak ada bila
3. Kulit klien tidak
pernafasannya tidak pucat jalan napas
teratur, bayi tampak obstruksi
sulit bernapas, RR : 3. Posisikan bayi pada
15x/I, N : 90x/I, klien abdomen atau posisi3. Posisi ini dapat
tampak terpasang O2 2 telentang dengan memudahkan
liter, gulungan popok pernapasan dan
dibawah bahu untuk menurunkan
menghasilkan sedikit episode asfiksia
hiperektensi
4. Berikan rangsang
taktil yang segera ( 4. Merangsang SSP
mis, gosokkan untuk
punggung bayi ) bila meningkatkan
terjadi apnea. gerakan tubuh
dan kembalinya
pernapasan yang
Kolaborasi spontan
5. Berikan oksigen
tambahan
5. Memaksimalkan
bernapas dan
menurunkan
kerja napas
NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
2 Bersihan jalan nafas Tujuan Mandiri Mandiri
tidak efektif b/d Pola napas kembali1. Auskultasi suara 1. Pernapasan ronki
penumpukan cairan efektif nafas sebelum dan dan mengi
ketuban d.d bidan T sesudah suction. menunjukkan
mengatakan bahwa KH : obstruksi jalan
sebelumnya By. C  Bayi tidak sesak2. Beritahu keluarga napas.
terdapat penumpukan napas tentang suction 2.Megurangi rasa
sekret pada mulut bayi, TTV normal ( RR3. Observasi adanya kecemasan
tonus otot bayi C fleksi 30-0x/menit N tanda-tanda distres 3.distres pernapasan
ektremitasnya tampak 45x/menit S 36- pernafasan sering terjadi pada
lemah, RR: 15x/I, N: 37ºC) bayi
90x/i 4. Posisikan bayi 4. agar makanan
miring kekanan yang sudah masuk
setelah memberikan tidak keluar
makan kembali

Kolaborasi
5. Hisap mulut dan 5.untuk
mengeluarkan
nasopharing dengan
cairan yng di
spuit sesuai mulut
kebutuhan

NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
3 Asietas b/d ancaman Mendemostrasikan 1. Evaluasi tingkat1. Orang terdekat
kematian d.d ayah hilangnya ansietas dan pemahaman mendengar dan
klien mengatakan memberikan informasi keluarga klien mengasimilasi
cemas dengan keadaan tentang proses tentang diagnose. informasi baru
anaknya, keluarga penyakit. yang meliputi
klien tampak cemas, KH: perubahan ada
keluarga klien tampak gambaran diri.
2. Berikan
gelisah melihat 1. Menunjukan rentang 2. membuat
kesempatan untuk
anaknya masih belum perawatan yang tepat kepercayaan dan
bertanya dan jawab
menangis, keluarga dan penampilan wajah menurunkan
dengan jujur antara
klien tampak cemas tampak rileks atau kesalahan
keluarga dan
melihat anaknya istirahat. persepsi
perawat.
terpasang alat 2. Mengakui dan terhadap
mendiskusikan takut
pembantu pernapasan informasi.
atau masalah.
3. Libatkan orang
(oksigen 2 liter), dan 3. dapat
terdekat dalam
terpasang infus. membantu
perencanaan
dalam
keperawatan.
memperbaiki
beberapa
perasaan cemas.
4. Berikan
kenyamanan fisik
4. sulit menerima
dengan isu
emosi bila tidak
kenyamanan
fisik menetap.
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : By. C
Usia : 2 Jam
Tanggal : 3 Oktober 2012
Hari : Pertama

No TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
1 4-10- Gangguan pemenuhan Jam 10.00 Jam 12.00
2012 1. Mengkaji frekuensi kedalaman dan
kebutuhan O2 b/d
S : Klien masih tampak
kemudahan bernapas.
ekspansi yang kurang kesulitan bernafas
H : Frekuensi napas dapat
adekuat d.d Bidan T
O:
terpantau
mengatakan By. C setelah - Ekstremitas klien masih
2. Mengauskultasi bunyi napas tampak sianosis
dilahirkan tidak segera
- Klien tampak pucat
3. Memposisikan bayi pada
menangis, bidan T RR : 27x/i
posisi telentang dengan- Napas ronchi
mengatakan
gulungan popok dibawah
pernafasannya tidak A : Masalah teratasi
bahu untuk menghasilkan sebagian
teratur, bayi tampak sulit
sedikit hiperektensi
bernapas, RR : 15x/I, N : P : Intervensi
4. Mengobservasi warna dilanjutkan (1, 2, 3, 5 )
90x/I, klien tampak
kulit.
terpasang O2 2 liter,
H : Warna kulit klien pucat

Kolaborasi :
5. Memberikan terapi
oksigen.
H : Klien terpasang O2
2liter
NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
2 4-10-2012 Bersihan jalan nafas Jam 10.00 Jam 12.00
tidak efektif b/d 1. Mengauskultasi suara
S : Orangtua klien
nafas sebelum dan
penumpukan cairan mengatakan
sesudah suction.
anaknya masih
ketuban d.d Bidan T H: Sebelum : Kreckles
sesak napas
Setelah : Vesikuler
mengatakan Ny.M
2. Memberitahu keluarga
O : RR 20x/i
partus lama selama 12 tentang suction
N 102x/i
H: supaya keluarga
jam, bidan T
mengetahui bahwa
A : Masalah
mengatakan warna anaknya akan dilakukan
bersihan jalan napas
suction
ketuban hijau dan teratasi sebagian
3. Mengobservasi adanya
kental, tonus otot bayi C tanda-tanda distres
P : Intervensi
pernafasan
fleksi ektremitasnya dilanjutkan (3, 4, 5 )
H: Pernapasan klien dapat
tampak lemah, RR:
terpantau
15x/I, N: 90x/
4. Memposisikan bayi
miring kekanan setelah
memberikan makan
H: Bayi mau diposisikan
Kolaborasi
5. Melakukan hisap mulut
dan nasopharing dengan
spuit sesuai kebutuhan
H: Jalan napas kembali
normalJam 10.00
6. Mengkaji frekuensi
kedalaman dan
kemudahan bernapas.
H : Frekuensi napas dapat
terpantau

NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
3 4-10-2012 Asietas b/d ancaman Jam 11.00wib Jam 12.00 wib
kematian d.d ayah klien3. mengevaluasi tingkat
S:
mengatakan cemas pemahaman keluarga - Keluarga klien
mengatakan
dengan keadaan klien tentang diagnose.
mengerti dengan
anaknya, keluarga klien4. Memberikan kesempatan apa yang dijelaskan
- Keluarga klien
tampak cemas, keluarga untuk bertanya dan jawab
mengatakan cemas
klien tampak gelisah dengan jujur antara sedikit berkurang
O : Keluarga klien
melihat anaknya masih keluarga dan perawat.
tampak mengerti
belum menangis, 5. Melibatkan orang dan paham dengan
penjelasan yang
keluarga klien tampak terdekat dalam
diberikan
cemas melihat anaknya perencanaan - Keluarga klien
masih sering
terpasang alat pembantu keperawatan.
bertanya tentang
pernapasan (oksigen 2 6. Memberikan keadaan anaknya
A : masalah teratasi
liter), dan terpasang kenyamanan fisik
sebagian
infus. P : intervensi
dilanjutkan ( 2 )

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : By. C
Usia : 2 jam
Tanggal : 3 Oktober 2012
Hari : Kedua
NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
1 5-10-2012 Gangguan pemenuhan Jam 14.30 Jam 17.00
kebutuhan O2 b/d1. Mengkaji frekuensi kedalaman
ekspansi yang kurang S : Klien masih tampak
dan kemudahan bernapas.
adekuat d.d Bidan T kesulitan bernafas
mengatakan By. C H : Frekuensi napas dapat
setelah dilahirkan tidak O:
terpantau
segera menangis, bidan RR : 28x/i
T mengatakan 2. Mengauskultasi bunyiNapas Vesikuler
pernafasannya tidak napas
teratur, bayi tampak A : Masalah teratasi
3. Memposisikan bayi pada
sulit bernapas, RR : sebagian
15x/I, N : 90x/I, klien posisi telentang dengan
tampak terpasang O2 2 P : Intervensi
gulungan popok dibawah
liter, dilanjutkan (1, 3, 4 )
bahu untuk menghasilkan
sedikit hiperektensi

Kolaborasi :
4. Memberikan terapi
oksigen.
H : Klien terpasang O2
2liter

NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
2 5-10-2012 Bersihan jalan nafas Jam 14.15 wib Jam 17.00 wib
S : Klien masih tampak
tidak efektif b/d 1. Mengobservasi adanya
kesulitan bernafas
penumpukan cairan tanda-tanda distres
O:
ketuban d.d Bidan T pernafasan
- Tidak terdapat
mengatakan Ny.M H: Pernapasan klien penumpukan cairan
- RR : 27x/i
partus lama selama 12 dapat terpantau.
jam, bidan T 2. Memposisikan bayi A : Masalah teratasi
sebagian
mengatakan warna miring kekanan setelah
ketuban hijau dan memberikan makan P : Intervensi
dilanjutkan (1, 2)
kental, tonus otot bayi C H: Bayi mau diposisikan
fleksi ektremitasnyaKolaborasi
tampak lemah, RR: 3. Melakukan hisap mulut
dan nasopharing dengan
15x/I, N: 90x/i
spuit sesuai kebutuhan
H: Jalan napas kembali
normal
NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN EVAL
UASI
3 5-10-2012 Asietas b/d ancaman Jam 14.15wib Jam 17.00
kematian d.d ayah klien
S : keluarga klien
mengatakan cemas 1. Memberikan kesempatan mengatakan paham
dan menyerahkan
dengan keadaan untuk bertanya dan jawab
sepenuhnya kepada
anaknya, keluarga klien dengan jujur antara perawat
O : keluarga klien
tampak cemas, keluarga keluarga dan perawat.
tampak paham dan
klien tampak gelisah mengerti
A : masalah teratasi
melihat anaknya masih
P : intervensi
belum menangis, dihentikan.
keluarga klien tampak
cemas melihat anaknya
terpasang alat pembantu
pernapasan (oksigen 2
liter), dan terpasang
infus.

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : By. C
Usia : 2 jam
Tanggal : 3 Oktober 2012
Hari : Ketiga
NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
1 6-10-2012 Gangguan pemenuhan Jam 09.00 Jam 12.00
kebutuhan O2 b/d
1. Mengkaji frekuensi
ekspansi yang kurang S : Klien tampak
adekuat d.d Bidan T kedalaman dan bernafas normal
mengatakan By. C
kemudahan bernapas.
setelah dilahirkan tidak O:
segera menangis, bidan H : Frekuensi napas dapatRR : 33x/i
T mengatakan Napas Vesikuler
terpantau
pernafasannya tidak
teratur, bayi tampak 2. Memposisikan bayi pada A : Masalah teratasi
sulit bernapas, RR :
posisi telentang dengan
15x/I, N : 90x/I, klien P : Intervensi
tampak terpasang O2 2 gulungan popok dibawah dihentikan
liter,
bahu untuk menghasilkan
sedikit hiperektensi

Kolaborasi :
3. Memberikan terapi
oksigen.
H : Klien terpasang O2
2liter

NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
2 6-10-2012 Bersihan jalan nafas Jam 09.00wib Jam 12.00
tidak efektif b/d 1. Mengobservasi adanya
S : Klien tampak
penumpukan cairan tanda-tanda distres bernafas normal
ketuban d.d Bidan T pernafasan
O:
mengatakan Ny.M RR : 33x/i
H: Pernapasan klien
Tidak terdapat distress
partus lama selama 12 dapat terpantau.
pernapasan
jam, bidan T 2. Memposisikan bayiTidak terdapat
penumpukan sekret
mengatakan warna miring kekanan setelah
ketuban hijau dan memberikan makan A : Masalah teratasi
kental, tonus otot bayi H: Bayi mau diposisikan
P : Intervensi
C fleksi ektremitasnya dilanjutkan oleh
keluarga (2)
tampak lemah, RR:
15x/I, N: 90x/i
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan
PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
Asfiksia di bagi menjadi 3 jenis, yaitu Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia
sedang Nilai 7-10 : Normal
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir. karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang
peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan teratur
denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa
nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik
meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan
upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang tepat,
penghisapan lendir secara benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan
buatan (bila perlu).
Diagnosa keperawatan yang dapat diangakat secara teoritis adalah :
f. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan mukus.
g. Pola napas tidak efektif b/d hipoventilasi.
h. Gangguan pemenuhan O2 b/d ekspansi yang kurang adekuat.
i. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen dan ketidakseimbangan ventilasi.
j. Asietas b/d ancaman kematian

B. SARAN
1. Mahasiswa
Mahasiswa keperawatan hendaknya dapat menerapkan asuhan keperawatan yang telah
didapatkan secara teoritis yang telah disajikan dalam penulisan kasus ini dan mampu
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penyakit asfiksia dengan mengadakan suatu
penyuluhan atau pendidikan kesehatan.
2. Institusi
Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan informasi dan bahan
pustaka Seolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu Jambi (STIKES HI) mengenai asuhan
keperawatan dengan asfiksia.
Diposkan oleh parti amuet di 05.31
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

united-domains
Digital clock
Langganan
Pos
Komentar

Arsip Blog
 ► 2014 (17)

 ▼ 2013 (21)
o ► Desember (2)
o ▼ November (13)
 demensia
 demensia
 <!--[if !mso]>v\:* {behavior:url(#default#VML);}o\...
 ANGINA PEKTORIS
 Cinta yang tulus dan menghargai
 Cinta yang selalu dipitnah dan disertai dengan keb...
 syndrom cushing
 basalioma
 luka bakar
 askep bronkitis
 Askep Asfiksia
o ► Oktober (6)

saya adalah seorang yang kehidupannya sederhana

parti amuet
saya suparti yang beasal dari batanghari, yang dilahiri oleh ke dua orang tua saya yang
sangat sederhana namun orang tua saya bisa mendidik saya untuk menjadi lebih baik dan
anak kebanggaannya,,,,

Lihat profil lengkapku

merenungkan

Langganan
Pos
Komentar
parti. Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger.
 Home
 KONTAK

Sunday, March 31, 2013


ASKEP BAYI DENGAN ASFIKSIA NEONATURUM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama

kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang

meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang

meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada

minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis

dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang

dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang

tepat.

Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan

yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan

intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127

institusi pada 16 negara—baik negara maju ataupun berkembang—menunjukkan bahwa sarana

resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi

bayi. Sebuah penelitian di 8 negara.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan asfiksia neonaturum

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien asfiksia neonaturum

b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien asfiksia

neonaturum.

c. Dapat membuat perencanaan pada klien asfiksia neonaturum.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah

dilakukan pada klien asfiksia neonaturum.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara

spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan

hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau

segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).

Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan

dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan

hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita

asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir
terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis

atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas

dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang

mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat

lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.

Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai

akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai

akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir

(James, 1958). Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada

hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan

oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak

bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele

neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat

pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi

kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai

dengan perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan

sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan

hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang

memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

2. Etiologi

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan

kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini

dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar

asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama

masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi.

Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai

anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang

adekuat dan maksimal pada saat lahir.

Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:

a. Faktor ibu

Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu

ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia

dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang

menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada

keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat

penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit

eklamsi dan lain-lain.

b. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi

janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,

perdarahan plasenta, dan lain-lain.

c. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah

umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat
ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin

dan jalan lahir dan lain-lain.

d. Faktor neonatus

Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat

anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat

pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial,

kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran

pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.

3. Patofisiologi

Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh

karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada

keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi

didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat

ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi

dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus

Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.

Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini

paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan

cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan

ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara

memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya

tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati

DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam
arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi

extrauterin akan dipertahankan.

Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan

perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada

usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan

otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard

dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini

akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan

gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi

baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan

tepat (Aliyah Anna, 1997).

4. Gejala Klinis

Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode

yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga

menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki

periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi

pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.

Gejala lanjut pada asfiksia :

a. Pernafasan megap-magap dalam

b. Denyut jantung terus menurun

c. Tekanan darah mulai menurun

d. Bayi terlihat lemas (flaccid)

e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)


f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)

g. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)

h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob

i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular

j. Pernafasan terganggu

k. Detik jantung berkurang

l. Reflek / respon bayi melemah

m. Tonus otot menurun

n. Warna kulit biru atau pucat

5. Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

a. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga

terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan

menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat

menimbulkan perdarahan otak.

b. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal

istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada

keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal.

Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan

ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan

transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal

ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.

d. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma

karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

6. Pemeriksaan diagnostik

a. Laboratorium AGD

Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan oksigen yang

adekuat dan membuang karbondioksida serta tingkat dimana ginjal mampu untuk menyerap

kembali atau mengekresi ion-ion bikarbonat untuk mempertahankan PH darah yang normal.

b. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

c. Foto rontgen dada (baby gram)

Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya ketebalan atau densitas yang

dihasilkan oleh cairan, tumor, benda asing dan kondisi patologis lain dapat dideteksi dengan cara

pemeriksaan rontgen.

d. Elektrolit darah

e. Gula darah

f. Pulse Oximetry

Adalah metode pemantauan non invasif secara kontinue terhadap saturasi Oksigen

Hemoglobin. Jadi pulse oximetry merupakan suatu cara efektif untuk memantau pasien terhadap

perubahahn saturasi oksigen yang kecil / mendadak.

7. Penatalaksanaan
a. Resusitasi

1) Tahapan resusitasi tidak melihat nilai APGAR.

2) Terapi medikamentosa

b. Epinefrin

Indikasi :

1) Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan

pemijatan dada.

2) Asistolik.

Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB). Cara : i.v atau

endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

c. Volume ekspander

Indikasi :

1) Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan

resusitasi.

2) Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat,

perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan :

1) Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

2) Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : dosis awal 10

ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

d. Bikarbonat

Indikasi :
1) Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi

dan sirkulasi sudah baik.

2) Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan

pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.

Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%). Cara : Diencerkan

dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan

minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari

bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

e. Nalokson

Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi

pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi :

1) Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum

persalinan.

2) Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat

narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1

mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik

diberikan I.M atau S.C.

f. Suportif

1) Jaga kehangatan.

2) Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

3) Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

a. Identitas orang tua

b. Identitas bayi baru lahir

c. Riwayat Persalinan

d. Pemeriksaan fisik:

1) Keadaan umum tampak lemah

2) Kepala : bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup.

3) Mata : sklera tak ikterik, konjungtifa tak anemis

4) Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak megap-megap, belum napas

5) Telinga : bentuk simetris, tak ada kotoran

6) Mulut : bibir sianosis, membran mukosa tak kering

7) Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid

8) Dada : bentuk simetris, ada retraksi dada

9) Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20 detik)

10) Jantung : denyut jantung < 100 kali/menit

11) Paru-paru : masih terdengar suara nafas tambahan ( ronkhi basah +)

12) Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan masih basah

13) Kulit : warna kulit sianosi

14) Extremitas : tak ada tonus otot, tonus otot sedikit/lemah

15) Refleks : tak ada reflek moro

2. Diagnosa keperawatan

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi

b. Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin


c. Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif.

d. Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik

3. Rencana keperawatan

N Dianogsa
Tujuan Intervensi
o Keperawatan
1. Pola napas Setelah dilakukan Manajemen Jalan

tidak tindakan Napas (3140):

efektif b.d hip keperawatan 1. Buka jalan napas

oventilasi. selama…X 24 jam,


2. Posisikan bayi untuk

Batasan diharapkan pola memaksimalkan

karakteristik : napas bayi efektif ventilasi dan

- Bernapas dengan kriteria: mengurangi dispnea

menggunakan Status Respirasi : 3. Auskultasi suara napas,

otot napas Ventilasi (0403) : catat adanya suara

tambahan. - Pernapasan pasien tambahan

- Dispnea 30-60X/menit. 4. Identifikasi bayi perlunya

- Napas pendek- Pengembangan dada pemasangan alat jalan

- Frekwensi simetris. napas buatan

napas < 25 kali- Irama pernapasan


5. Keluarkan sekret dengan

/ menit atau > teratur suctin


60 kali / menit- Tidak ada retraksi
6. Monitor respirasi dan

dada saat bernapas ststus oksigen bila

- Inspirasi dalam tidak memungkinkan

ditemukan Monitor Respirasi

- Saat bernapas tidak (3350) :

memakai otot napas


1. Monitor kecepatan,

tambahan irama, kedalaman dan

- Bernapas mudah upaya bernapas

tidak ada suara


2. Monitor pergerakan,

napas tambahan kesimetrisan dada,

retraksi dada dan alat

bantu pernapasan

3. Monitor adanya cuping

hidung

4. Monitor pada

pernapasan: bradipnea,

takipnea, hiperventilasi,

respirasi kusmaul,

cheyne stokes, apnea

5. Monitor adanya

penggunaan otot

diafragma

6. Auskultasi suara napas,


catat area penurunan dan

ketidakadanya ventilasi

dan bunyi napas.

2. Hipotermi b.d Setelah dilakukan Pengobatan Hipotermi

terpapar tindakan (3800) :

lingkungan keperawatan 1 Pindahkan bayi dari

dingin. selama…X 24 jam lingkungan yang dingin

Batasan hipotermi teratasi ke tempat yang hangat

karakteristik : de-ngan indicator : (di dalam incubator atau

- Pucat Termoregulasi di bawah lampu sorot)

- Kulit dingin Neonatus (0801) : 2 Bila basah segera ganti

- Suhu tubuh di
- Suhu axila 36-37˚ C pakaian bayi dengan

bawah rentang
- RR : 30-60 X/menit yang hangat dan kering,

normal - Warna kulit merah beri selimut

- Menggigil muda 3 Monitor suhu bayi

- Kuku sianosis - Tidak ada distress 4 Monitor gejala hipotermi

- Pengisian respirasi : fatigue, lemah, apatis,

kapiler lambat- Tidak menggigil perubahan warna kulit.


- Bayi tidak gelisah 5 Monitor status

- Bayi tidak letargi pernapasan

6 Monitor intake/output

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Mengontrol Infeksi

Faktor Resiko tindakan (6540) :

: keperawatan 1. Bersihkan box /

1. Prosedur invasif selama…X 24 jam incubator setelah dipakai

2. Ketidak adanya bayi diharapkan bayi lain

pera-watan terhin-dar dari tanda


2. Pertahankan teknik

imun buatan dan gejala infeksi isolasi bagi bayi ber-

3. Malnutrisi dengan indicator : penyakit menular

3. Batasi pengunjung
Status Imun (0702)

: 4. Instruksikan pada

- RR : 30-60X/menit pengunjung untuk cuci

- Irama napas teratur tangan sebelum dan

- Suhu 36-370 C sesudah berkunjung

- Integritas kulit baik 5. Gunakan sabun

- Integritas nukosa antimikrobia untuk cuci

baik tangan

- Leukosit dalam batas


6. Cuci tangan sebelum dan

normal sesudah mela-kukan

tindakan keperawatan

7. Pakai sarung tangan dan


baju sebagai pelindung

8. Pertahankan lingkungan

aseptik selama

pemasangan alat

9. Ganti letak IV perifer

dan line kontrol dan

dressing sesuai

ketentuan

10. Tingkatkan intake nutrisi

11. Beri antibiotik bila

perlu.

Mencegah Infeksi (6550)

1. Monitor tanda dan gejala

infeksi sistemik dan

lokal

2. Batasi pengunjung

3. Skrining pengunjung

terhadap penyakit

menular

4. Pertahankan teknik

aseptik pada bayi

beresiko

5. Bila perlu pertahankan


teknik isolasi

6. Beri perawatan kulit

pada area eritema

7. Inspeksi kulit dan

membran mukosa

terhadap kemerahan,

panas, dan drainase

8. Dorong masukan

nutrisi yang cukup

9. Berikan antibiotik sesuai

program

4. Pola makan Setelah dilakukan


Enteral Tube Feeding
bayi tidak tindakan
(1056) :
efektif b.d keperawatan selama
- Pasang NGT / OGT
kegagalan … X 24 jam pola
- Monitor ketepatan insersi
neurologik makan bayi efektif
NGT / OGT
Batasan
- Cek peristaltic usus
karakteristik :
- Monitor terhadap muntah
- Tidak mampu
/ distensi abdomen
dalam
- Cek residu 4-6 jam
menghisap,
sebelum pemberian
menelan dan
enteral
bernafas
- Tidak mampu

dalam memulai

atau

menunjang

penghisapan

efektif

4. Pelaksanaan

Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan.

Implementasi adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana rencana keperwatan

dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang lebih ditentukan.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan

criteria dan standar yang telah ditetetapkan ntk melihat keberhasilannya.(suprajitno,2004).

Tahap evaluasi merupakan tahapan akhir pada proses keperawatan. Evaluasi adalah

perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria yang dibuat pada tahap intervensi

(Dongoes, Marillyn, 2001). Bayi akan kembali ke dalam sistem atau proses keperawatan jika

masalah keperawatan belum selesai atau akan keluar dari proses keperawatan jika masalah

keperawatan bayi telah berakhir.

Tahapan evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen, yaitu kriteria hasil,

keefektifan tahap-tahap proses keperawatan dan perbaikan rencana asuhan keperawatan.


Kerangka pembuatan kriteria hasil dibuat dalam bentuk SOAP (Subyektif, Obyektif,

Assessment, Planning).

Adapun penjelasan lebih lanjut sebagai berikut :

a. S (subyektif), yaitu keluhan-keluhan klien (apa saja yang dikatakan klien, keluarga klien dan

orang terdekat klien).

b. O (obyektif), yaitu segala sesuatu yang dapat dilihat, dicium, diraba, dan diukur oleh perawat.

c. A (analisis), yaitu suatu kesimpulan yang dirumuskan oleh perawat tentang kondisi klien.

d. P (planning), yaitu rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien selanjutnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan

dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas

serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan

kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /

persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak

teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak

tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan

suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan

usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha

nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula

bradikardi dan penurunan tekanan darah.


Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan

basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan

berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen

tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler

menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak

adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi

kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi

selanjutnya.

B. Saran

Bagi tenaga kesehatan supaya lebih memahami tanda dan gejala bronchiolitis sehingga

tidak terjadi kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Alen. C.V. (1998). Memahami Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

Arif. M. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. FKUI. Jakarta

Brunner and Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC. Jakarta

Carpenito. J.L. (2001). Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

Doengoes. M.E. (2001). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

Dorland. (2002). Kamus Saku Kedokteran. Edisi 25. EGC. Jakarta

Hidayat. A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Media. Jakarta

Markum. A.H. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta

Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta


Nursalam. dkk. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Salemba

Medika: Jakarta

Pearce. E.C. (1979). Iktisar Penyakit Anak. Binarupa Aksara. Jakarta

Rusepno. H. dkk. (1985). Ilmu kesehatan anak. FKUI. Jakarta

Setiadi. S.F.A. (2001). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta

Soetjiningsih (1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

Suprajitno. (2004). Askep Keluarga. EGC. Jakarta

Syaifudin. (1997). Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Edisi 2. EGC. Jakarta

Wiknjosastro. H. (2006). Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta

Posted by abu rasyid at 6:54 PM Labels: MAKALAH ASKEP BAYI DENGAN ASFIKSIA
NEONATURUM
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)

About Me

abu rasyid
View my complete profile

StatCounter
View My Stats
Search This Blog

Blog Archive
 ► 2014 (13)

 ▼ 2013 (45)
o ► December (2)
o ► November (2)
o ► October (3)
o ► September (2)
o ► August (3)
o ► July (4)
o ► June (3)
o ► May (5)
o ► April (6)
o ▼ March (9)
 ASKEP BAYI DENGAN ASFIKSIA NEONATURUM
 ASKEP PLASENTA PREVIA
 ASKEP PERDARAHAN POST PARTUM
 ASKEP PASIEN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
 ASKEP PADA PASIEN DENGAN BUNUH DIRI
 ASKEP PADA ANAK DENGAN KEKURANGAN VITAMIN A
 ASKEP PADA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY
 ASKEP LEUKEMIA PADA ANAK
 ASKEP MATERNITAS RETENSIO PLASENTA
o ► February (5)
o ► January (1)

 ► 2012 (32)

Ethereal template. Template images by merrymoonmary. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai