=
Vt
V
n
n
i
1
1
Keterangan :
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
92
Universitas Indonesia
n : Jumlah item
V
I
: Varian skor total, tanda berarti jumlah V
i
V
t
: Varian nilai total
Uji reliabilitas juga dilakukan pada 22 orang responden terhadap 26 pernyataan
yang dinyatakan valid selanjutnya dilakukan pengujian dengan tehnik Alpha
Cronbach. Instrumen dinyatakan realibel jika koefisien Alpha Cronbach lebih besar
dari nilai standar 0,6 ( Alpha 0,6). Hasil uji ditemukan nilai r Alpha (0,765) lebih
besar dibandingkan dengan nilai 0,6, maka 26 pernyataan dinyatakan reliable.
4.6 Prosedur Pengumpulan Data
Langkah awal dari proses penelitian ini dimulai dengan pelaksanaan uji etik, uji
validity expert, uji kompetensi, dan selanjutnya peneliti mengajukan permohonan
ijin kepada Direktur RSMM Bogor. Setelah mendapatkan ijin secara tertulis,
kemudian peneliti melakukan koordinasi dengan Kepala ruangan di ruangan-
ruangan yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti menjelaskan
proses yang dilakukan selama penelitian mulai dari pre test, pelaksanaan intervensi
REBT sampai post test.
4.6.1 Tahap Pre Test
Sebelum pre test peneliti mengidentifikasi responden yang memenuhi kriteria
inklusi sebagai sampel penelitian. Responden yang dilibatkan dalam
penelitian, sebelumnya dijelaskan mengenai tujuan, manfaat maupun akibat
yang ditimbulkan. Setelah diberikan informasi yang jelas kemudian
responden menandatangani lembar persetujuan sebagai bentuk informed
concent. Setelah responden menyetujui secara tertulis untuk terlibat dalam
penelitian, maka pelaksanaan pre test dilakukan.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
93
Universitas Indonesia
Pre test merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi awal tentang
perilaku kekerasaan responden meliputi respon kognitif, afektif (emosi),
perilaku, fisiologi dan sosialnya sebelum diberikan Rational Emotive
Behaviour Therapy. Pengumpul data pada tahap ini adalah peneliti dan
dibantu oleh perawat yang sedang pendidikan S2 dengan kekhususan
keperawatan jiwa yang sama dengan peneliti. Peneliti dan pengumpul data
sebelumnya menyamakan persepsi tentang prosedur, cara pengambilan data
dan waktu pengumpulan data. Selanjutnya peneliti memberikan lembar
kuesioner kepada setiap responden baik untuk kelompok kontrol maupun
kelompok intervensi . Setiap responden diberikan waktu yang cukup untuk
menjawab seluruh pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Bila responden
mengalami kesulitan dalam memahami pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner, maka peneliti/perawat ruangan membantu (mendampingi)
responden. Sedangkan lembar observasi dipegang oleh peneliti dan perawat
pendamping. Sebelumnya peneliti telah menjelaskan cara pengisian kepada
perawat pendamping agar mempunyai persepsi yang sama dalam pengisian
nantinya.
4.6.2 Intervensi
Pada tahap ini, peneliti melakukan intervensi berupa pemberian Rational
Emotive Behaviour Therapy yang memiliki 5 sesi kepada responden
kelompok intervensi, yaitu:
1) Sesi 1 yang disebut sesi membina hubungan dan mengidentifikasi
harapan. Adapun aktivitas yang dilakukan pada sesi ini adalah membina
hubungan saling percaya dengan klien dan membuat thermometer
perasaan (Feellings Thermometers), Menilai kejadian berdasarkan
thermometer perasaan yang telah dibuat dan Saran yang diberikan terkait
dengan hal yang didiskusikan sebelumnya. Sebagai pekerjaan rumahnya
klien diminta untuk memikirkan peraturan peraturan yang dapat
membantu dalam proses ini dan di dokumentasikan.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
94
Universitas Indonesia
2) Sesi 2 yang disebut Memahami perasaan. Aktivitas pada sesi ini termasuk
di dalamnya adalah thermometer perasaan, dimana membantu individu
mempelajari bagaimana cara melabel perasaan dan mengelompokkan
beberapa perasaannya dalam suatu usaha untuk intensitas hubungan yang
lebih baik dari perasaan-perasaan tersebut.
3) Sesi 3 yang disebut sesi Fakta lawan opini. Aktivitas pada sesi ini adalah
untuk membantu klien mendefinisikan dan menemukan perbedaan antara
fakta dan opini.
4) Sesi 4 yang disebut sesi Belajar ACBs . Objektif yang dipelajari pada
sesi ini adalah didisain untuk mengajarkan tentang :
a) A (ctivating event) : Mengidentifikasi kejadian atau situasi yang
sedang terjadi . A adalah masalah utama yang dirasakan oleh
pelajar. Pelajar diminta untuk menggambarkan apa yang telah
membuat emosinya timbul. A sering dijelaskan dalam bentuk hasil
obsevasi.
b) C(onsequence): individu menilai level dari perasaannya dan
membangun suatu tujuan untuk mencapai upaya menurunkan
intensitas, durasi dan frekuensi dari emosi yang mengganggu.
c) B(elief system) : individu berpikir untuk menganalisa dan
mengidentifikasi keyakinan-keyakinan atau pola pikirnya yang
membentuk konsekuensi emosi (C) (Vernon, 1996;Zionts, 1996
dalam Banks & Zionts, 2009). Pertanyaan yang berhubungan dengan
B ini adalah apa yang kamu pikirkan tentang situasi ini?. Diskusi
dilakukan untuk penguatan dalam belajar, latihan keterampilan dan
mengetahui tentang pemahaman individu.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
95
Universitas Indonesia
5) Sesi 5 yang disebut sesi Latihan Model Kognitif A dan C serta
pertanyaan Bs. Klien dapat mengaplikasikan keterampilan yang dipelajari
selama berpartisipasi dalam diskusi yang difokuskan pada situasi atau
kejadian dari masalah. Klien bertanggung jawab untuk berpartisipasi
dalam mengidentifikasi kejadian yang sedang terjadi (A),
Konsekuensinya (C), dan keyakinan (B).
Waktu pelaksanaan Rational Emotive Behaviour Therapy untuk kelompok
intervensi di setiap pertemuan dibuat berdasarkan kesepakatan antara peneliti
dengan responden dengan waktu 20-30 menit. Pelaksanaan setiap sesinya
juga tergantung pada kemampuan responden dalam menerima pembelajaran
yang diberikan oleh peneliti.
4.6.3 Post test
Post test dilaksanakan selama lebih kurang satu minggu, baik pada kelompok
intervensi maupun kelompok kontrol. Pada tahap ini terapis melakukan
evaluasi perubahan perilaku klien dengan perilaku kekerasan meliputi respon
kognitif, afektif(emosi), perilaku, fisiologis dan sosial dengan menggunakan
lembar observasi dan kuesioner. Peneliti kemudian membandingkan antara
kedua kelompok berdasarkan nilai pre test dan post test yang telah diperoleh.
Untuk memperjelas alur kerja penelitian maka peneliti memaparkan pada skema
4.1.
Skema 4.1 Alur Pelaksanaan Rational Emotive Behaviour Therapy
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
96
Universitas Indonesia
SESI 1 : Persiapan kognitif; BHSP
dan harapan
P
R
E
-
T
E
S
T
Th/
R
E
B
T
SESI 2 : Persiapan kognitif ;
memahami perasaan.
SESI 3 : Persiapan kognitif;
opini vs fakta.
SESI 4 : Belajar Model Kognitif ACBs
P
O
S
T
-
T
E
S
T
PRE
TEST
POST
TEST
KELOMPOK KONTROL
Perlakuan (Intervensi) ( 7 pertemuan )
Pre test
Pert 1
Post test
Pert 7
SESI 5 : Latihan Model Kognitif : ACBs
4.7 Analisis Data
4.7.1 Pengolahan Data
Hastono (2007) memaparkan bahwa pengolahan data merupakan salah satu
bagian rangkaian kegiatan setelah pengumpulan data. Agar analisis penelitian
menghasilkan informasi yang benar, paling tidak ada empat tahapan dalam
pengolahan data yang peneliti harus lalui yaitu :
4.7.2 Editing
Dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan pengisian formulir atau
kuesioner apakah jawaban yang ada sudah lengkap, jelas, relevan dan
konsisten.
4.7.3 Coding
Peneliti memberi kode pada setiap respon responden untuk memudahkan
dalam pengolahan data dan analisis data. Kegiatan yang dilakukan, setelah di
edit data kemudian diberi kode terutama untuk membedakan kelompok
intervensi dan kontrol. Seluruh variabel yang ada diberi kode dan dilakukan
pengkategorian data (usia, pendidikan dan jenis kelamin dll.)
4.7.4 Processing
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
97
Universitas Indonesia
Setelah semua kuesioner terisi penuh serta sudah melewati pengkodean maka
langkah peneliti selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah di-
entry dapat dianalisis
4.7.5 Cleaning
Suatu kegiatan pembersihan seluruh data agar terbebas dari kesalahan
sebelum dilakukan analisa data, baik kesalahan dalam pengkodean maupun
dalam membaca kode, kesalahan juga dimungkinkan terjadi pada saat kita
memasukkan data kekomputer. Setelah data didapat kemudian dilakukan
pengecekan kembali apakah data ada salah atau tidak. Pengelompokan data
yang salah diperbaiki hingga tidak ditemukan kembali data yang tidak sesuai,
sehingga data siap dianalisis.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menganalisis variabel variabel yang ada
secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensinya agar dapat
diketahui karakteristik dari subjek penelitian. Karakteristik responden yang
dilakukan analisis dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok data numerik
dan katagorik. Kelompok data numerik yakni umur, dan perilaku kekerasan
yang meliputi respon kognitif, afektif, perilaku, fisiologis dan sosial
sedangkan kelompok data kategorik yaitu jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, riwayat gangguan jiwa dan pengalaman dirawat dianalisis untuk
menghitung frekuensinya. Penyajian data masing-masing variabel dalam
bentuk tabel dan diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh.
4.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji hubungan antara dua variabel.
Pemilihan uji statistik yang akan digunakan untuk melakukan analisis
didasarkan pada skala data, jumlah populasi/sampel dan jumlah variabel yang
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
98
Universitas Indonesia
diteliti (Supriyanto, 2007). Sebelum analisis bivariat dilaksanakan maka
dilakukan terlebih dahulu uji kesetaraan untuk mengidentifikasi varian
variabel antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Uji kesetaraan
dilakukan untuk mengidentifikasi kesetaraan karakteristik klien dengan
perilaku kekerasan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Kesetaraan karakteristik klien dengan perilaku kekerasan yaitu usia, jenis
kelamin, pendidikan, riwayat gangguan jiwa dan pengalaman dirawat .
Berikut ini akan ditampilkan analisis bivariat untuk penelitian ini dalam
bentuk tabel.
Tabel 4.1
Analisis Bivariat Variabel Penelitian Pengaruh Rational Emotive Behaviour
Therapy terhadap Klien dengan Perilaku Kekerasan
di Ruang Rawat Inap RS Marzoeki Mahdi Tahun 2010
A. Analisis Kesetaraan Karakteristik Responden (Klien dengan Perilaku Kekerasan)
No. Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Cara Analisis
1. Usia (data numerik) Usia (data numerik) t Independen
2. Jenis Kelamin (data katagorik)
Jenis Kelamin (data katagorik) Chi- Square
3. Pendidikan (data katagorik)
Pendidikan (data katagorik) Chi- Square
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
99
Universitas Indonesia
4. Pengalaman dirawat (data
katagorik)
Pengalaman dirawat (data
katagorik)
Chi-Square
5. Riwayat gangguan jiwa (data
katagorik)
Riwayat gangguan jiwa (data
katagorik)
Chi- Square
B. Analisis Kesetaraan Variabel Dependen (Klien dengan Perilaku Kekerasan)
No. Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Cara Analisis
1. Perilaku Kekerasan yang
meliputi respon kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku dan
sosial sebelum pemberian
REBT (data numerik)
Perilaku Kekerasan yang
meliputi respon kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku
dan sosial sebelum pemberian
REBT (data numerik)
t Independent
2. Perilaku Kekerasan yang
meliputi respon kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku dan
sosial setelah pemberian REBT
(data numerik)
Perilaku Kekerasan yang
meliputi respon kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku
dan sosial setelah pemberian
REBT (data numerik)
t Independent
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
100
Universitas Indonesia
C. Analisis Variabel Dependen (Klien dengan Perilaku Kekerasan)
Kelompok Intervensi Kelompok Intervensi Cara Analisis
Perilaku Kekerasan yang
meliputi respon kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku dan sosial
sebelum pemberian REBT (data
numerik)
Perilaku Kekerasan yang
meliputi respon kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku
dan sosial setelah pemberian
REBT (data numerik)
t Dependent
D. Analisis Variabel Dependen (Klien dengan Perilaku Kekerasan)
Kelompok Kontrol Kelompok Kontrol Cara Analisis
Perilaku Kekerasan yang
meliputi respon kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku dan
sosial sebelum pemberian
REBT (data numerik)
Perilaku Kekerasan yang
meliputi respon kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku dan
sosial setelah pemberian
REBT (data numerik)
t Dependent
4.8.3 Analisis Multivariat
Sabri dan Hastono (2007) menjelaskan analisis regresi merupakan suatu
model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan
antar dua atau lebih variabel. Tujuan analisis regresi adalah untuk membuat
perkiraan nilai suatu variabel (variabel dependen) melalui variabel lain.
Dalam penelitian ini, analisis multivariat dilakukan untuk membuktikan
hipotesis yang dirumuskan yaitu apakah ada kontribusi karaktersitik klien
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
101
Universitas Indonesia
dengan perilaku kekerasan melalui uji analisis regresi linier ganda. Menurut
Sudjana (2005) dan Sudrajat (2007), persamaan umum regresi liner ganda
adalah :
2 2 1 1 0
+ + = b b a +.
Perubahan PK = a + REBT + Umur + Jenis kelamin +
Riwayat gangguan jiwa+ Pengalaman di rawat.
Keterangan :
Y : Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a : Harga Y bila X = 0 (harga konstan)
b : Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang
didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik,
bila (-) maka terjadi penurunan
X : Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu
Nilai a, b
1
, dan b
2
dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
= + +
2 2 1 1
b b an
= + +
1 2 1 2
2
1 1 1
b b a
= + +
2
2
2 2 2 1 1 2
b b a
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
102
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Bab ini menjelaskan secara lengkap tentang proses pelaksanaan dan hasil
penelitian tentang pengaruh Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
terhadap klien dengan perilaku kekerasan di RSMM Bogor yang dimulai pada
tanggal 26 Mei sampai 21 Juni 2010. Pada penelitian ini telah diteliti 53 orang
klien yang memiliki masalah keperawatan perilaku kekerasan (PK). Klien
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 28 klien di kelompok kontrol dan 25 klien di
kelompok intervensi (3 orang drop out) sesuai dengan kriteria inklusi yang
telah ditetapkan. Pada kelompok intervensi, peneliti melakukan terapi
generalis dan REBT untuk dapat mengontrol perilaku kekerasan klien,
sedangkan pada kelompok kontrol hanya dilakukan terapi generalis.
5.1 Proses Pelaksanaan Terapi
5.1.1 Tahap Persiapan
Persiapan pelaksanaan penelitian tentang pengaruh REBT pada klien dengan
perilaku kekerasan (PK) di RSMM Bogor diawali dengan pengurusan
perizinan penelitian dengan menyertakan proposal penelitian yang sudah
disetujui pembimbing dan surat pernyataan lolos uji etik. Dalam pengurusan
perizinan penelitian di RSMM Bogor, peneliti tidak mendapatkan hambatan
karena pihak rumah sakit sangat mendukung dilakukannya penelitian baik pada
klien maupun pada perawat. Selanjutnya peneliti membawa surat persetujuan
untuk dilakukannya penelitian dari diklat RSMM Bogor ke setiap ruangan
yang akan digunakan untuk penelitian ini dan disana peneliti menemui kepala
ruangan beserta timnya untuk menjelaskan tujuan penelitian, lama penelitian
dan intervensi yang akan dilakukan kepada klien yang dijadikan responden.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
103
Universitas Indonesia
Peneliti memilih lima ruangan rawat di RSMM Bogor sebagai tempat yang
akan dilakukan penelitian . Pemilihan lima ruangan ini didasarkan pada
ruangan klien dewasa dan banyaknya jumlah klien yang dirawat di ruangan
tersebut. Ruangan tersebut adalah Yudistira, Bratasena, Sadewa, Arimbi dan
Utari. Dari kelima ruangan ini peneliti memilih klien yang berada di ruangan
Yudistira, Sadewa dan Utari sebagai klien yang akan mendapatkan intervensi
REBT sedangkan klien yang ada di ruangan Bratasena dan Arimbi sebagai
klien kontrol. Pembagian ruangan intervensi dan kontrol di dasarkan pada
ruangan untuk jenis kelamin pria dan wanita kecuali ruang sadewa karena pada
ruangan ini kliennya bergabung antara pria dan wanita. Dengan demikian
penetapan kelompok intervensi dan kelompok kontrol diharapkankan sama
jumlah dan jenis kelamin antar kelompok.
Berikutnya peneliti mempersiapkan untuk pengumpul data yaitu peneliti dan
dibantu oleh perawat yang sedang pendidikan S2 dengan kekhususan
keperawatan jiwa yang sama dengan peneliti. Kemudian dilanjutkan dengan
melakukan pengarahan untuk penyamaan persepsi tentang prosedur, cara
pengambilan data dan waktu pengumpulan data tetapi tidak dilakukan
interraiter realibility. Setelah mempersiapkan pengumpul data selanjutnya
adalah melakukan pengambilan sampel. Pengambilan sampel secara
Consecutive Sampling, dimana semua subyek yang datang dan memenuhi
kriteria inklusi penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek
yang diperlukan terpenuhi.
Selanjutnya peneliti mengidentifikasi dan menyeleksi klien yang akan
dijadikan responden dengan mengkaji secara langsung pada klien tentang
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan memvalidasinya dengan melihat
rekam mediknya. Klien yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
104
Universitas Indonesia
dijelaskan tentang tujuan penelitian yang akan dilakukan , dampaknya terhadap
klien dan pelayanan keperawatan di rumah sakit, kemudian peneliti meminta
kesediaan klien untuk menjadi responden dalam penelitian dengan
menandatangani informed concern.
5.1.2 Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini diawali dengan dilakukannya pre test pada klien dengan cara
meminta klien untuk mengisi kuesioner tentang data demografi dan skala
pengungkapan emosi marah yang dibantu oleh peneliti, mengukur tanda- tanda
vital klien serta mengobservasi respon fisiologis lainnya terkait dengan
penelitian. Pre test dilakukan secara individu pada setiap klien yang akan
dijadikan responden. Setelah dilakukan pre test maka peneliti melakukan
kontrak pertemuan dengan klien.
Pada kelompok intervensi peneliti melakukan kontrak untuk pelaksanaan terapi
generalis dan REBT. Terapi generalis diberikan dengan cara memvalidasi
dahulu kepada klien tentang kemampuannya terkait dengan masalah perilaku
kekerasan yang dialami, apabila klien sudah mampu maka peneliti lanjutkan
dengan pemberian REBT namun bila klien belum mampu maka peneliti
menjelaskan terapi generalis dan REBT. Sedangkan pada kelompok kontrol
peneliti melakukan kontrak untuk pelaksanaan terapi generalis. Pelaksanaan
terapi generalisnya juga diawali dengan memvalidasi dahulu kemampuan klien
dalam mengontrol perilaku kekerasan, apabila klien sudah mampu peneliti
mengingatkan kembali namun bila klien belum mengetahui maka peneliti akan
menjelaskan dan melatih cara untuk mengontrol perilaku kekerasan sesuai
dengan Standar Asuhan Keperawatan (SAK).
Setelah itu dilanjutkan dengan sesi 1 REBT sampai berlanjut pada sesi 5
REBT. Pada saat sesi 1 sampai sesi 3 dilakukan hanya sekali sedangkan sesi 4
dan 5 dilakukan 2 kali sehingga jumlah pertemuan dengan klien adalah 7 kali
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
105
Universitas Indonesia
untuk setiap individu. Waktu pelaksanaan REBT untuk setiap sesinya
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara peneliti dengan responden yaitu
20 sampai 30 menit untuk setiap individu.
Pada pelaksanaan sesi 1 dan sesi 2 klien tidak menemukan hambatan dalam
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah dialaminya dan
menempatkan perasaan pada saat kejadian berdasarkan skala pada
thermometer perasaan yang telah disediakan di dalam buku kerja klien. Pada
sesi 3 klien mendapat hambatan dalam menentukan opini dan fakta dari
kejadian yang dialaminya khususnya pada klien yang mempunyai pendidikan
SD dan SMP. Penjelaskan tentang perbedaan opini dan fakta dari suatu
kejadian beserta contoh-contohnya ternyata dapat membantu klien untuk
memahaminya. Pada sesi 4 dan 5 dilakukan 2 kali karena pada sesi ini adalah
belajar dan latihan menganalisa diri sendiri terhadap kejadian dengan
mengubah cara berpikir sehingga dapat merubah suasana hati (emosi) dan pada
akhirnya juga mempengaruhi perilaku. Pengulangan sesi ini dilakukan peneliti
dengan harapan latihan berulang-ulang dapat membantu klien untuk lebih
memahami dan terlatih menggunakan cara berpikir seperti yang diajarkan.
Selama intervensi REBT diberikan pada klien yang termasuk dalam kelompok
intervensi tampak adanya kerjasama yang baik, hal ini dapat terlihat dari upaya
klien untuk mengerjakan PR pada buku kerjanya dan menjaga buku kerjanya
dengan baik sehingga tidak ada satupun bukunya yang hilang. Klien juga
langsung tanggap bila terapis (peneliti) datang ke ruangannya, klien sudah siap
dengan buku kerja dan penanya serta menunggu gilirannya masing-masing.
Kelompok kontrol selama tahap intervensi hanya mendapatkan terapi
generalis. Selama proses penelitian ini berlangsung ditemukan 3 orang klien
dari kelompok intervensi droup out yang disebabkan karena 2 orang pulang
paksa dan 1 orang melarikan diri dari ruangan sehingga jumlah klien pada
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
106
Universitas Indonesia
kelompok intervensi menjadi 25 orang. Sedangkan pada kelompok kontrol
tetap 28 orang.
Setelah sesi 5 dilaksanakan, maka dilanjutkan dengan kegiatan post test pada
klien yang termasuk kelompok intervensi untuk mengetahui kondisi akhir
kemampuan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan melalui respon
kognitif, emosi, perilaku, sosial dan fisiologisnya. Sedangkan kegiatan post test
pada klien yang termasuk kelompok kontrol dilaksanakan setelah pemberian
intervensi keperawatan generalis atau pada pertemuan ketujuh. Kegiatan
penelitian diakhiri setelah peneliti melakukan terminasi akhir untuk semua
responden dikedua kelompok.
5.2 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini terdiri dari karakteristik dan respon perilaku kekerasan klien
yang dirawat di RSMM Bogor.
5.2.1 Karakteristik Klien dengan Perilaku Kekerasan (PK)
Pada bagian ini akan dijelaskan analisis karakteristik klien dengan perilaku
kekerasan dan analisis kesetaraan karakteristik Klien PK. Karakteristik klien
yang mengalami PK meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
riwayat gangguan jiwa dan frekuensi dirawat dengan masalah gangguan jiwa.
Analisis karakteristik klien PK dibagi menurut jenis datanya, yaitu data
numerik dan data katagorik. Data numerik adalah usia klien perilaku kekerasan
dan dianalisis dengan menggunakan mean, median, standar deviasi dan nilai
minimal-maksimal. Sedangkan data katagorik terdiri dari jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, riwayat gangguan jiwa, dan frekuensi dirawat karena
gangguan jiwa dan dianalisis dalam bentuk proporsi. Hasil analisis
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
107
Universitas Indonesia
menggambarkan distribusi klien PK pada kelompok yang mendapatkan REBT
dan kelompok yang tidak mendapatkan REBT.
Sedangkan kesetaraan karakteristik antara kelompok yang mendapatkan
REBT dan kelompok yang tidak mendapatkan REBT dianalisis dengan uji T
Independen untuk data numerik dan uji Chi Square untuk data kategorik.
Hasil penelitian dikatakan valid apabila tidak ada perbedaan secara bermakna
antara kedua kelompok, dengan kata lain kedua kelompok sama atau
homogen.
5.2.1.1 Karakteristik Usia
Karakteristik usia pada klien dengan PK merupakan variabel numerik
sehingga dianalisis dengan menggunakan sentral tendensi guna mendapatkan
nilai mean, standar deviasi, nilai minimal dan maksimal. Sementara untuk
menganalisis kesetaraan karakteristik berdasarkan usia pada kelompok yang
mendapatkan REBT dan kelompok yang tidak mendapatkan REBT dilakukan
dengan uji T Independen. Hasil analisisnya disajikan pada tabel 5.1.
Hasil analisis usia klien dengan perilaku kekerasan pada tabel 5.1 menjelaskan
bahwa dari 53 orang responden dalam penelitian ini, rata-rata berusia 35,02
tahun dengan usia termuda 19 tahun dan tertua 56 tahun. Uji statistik
kesetaraan karakteristik berdasarkan usia pada tabel 5.1 menunjukkan tidak
ada perbedaan yang bermakna rata-rata usia klien perilaku kekerasan pada
kelompok yang mendapatkan REBT dan kelompok yang tidak mendapatkan
REBT dengan p value 0, 99 0,05. Ini berarti rata-rata usia klien PK pada
kedua kelompok homogen.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
108
Universitas Indonesia
Tabel 5.1.
Analisa Usia Klien PK Pada Kelompok yang Mendapatkan REBT Dan
Kelompok yang Tidak Mendapatkan REBT Di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 53)
Variabel
Jenis
Kelompok
n Mean Median SD
Min-
Maks
P Value
Intervensi 25 35,04 36,00 7,44 19 51
Kontrol 28 35,00 34,00 10,19 20 56
0,99
Usia
Total 53 35,02 35,00 8,81 19 56
5.2.1.2 Karakteristik Klien Berdasarkan Jenis Kelamin, Pekerjaan, Pendidikan,
Riwayat Gangguan Jiwa, Dan Frekuensi Dirawat Klien Perilaku
Kekerasan.
Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, riwayat
gangguan jiwa, dan frekuensi dirawat merupakan variabel kategorik sehingga
dianalisis menggunakan distribusi frekuensi sedangkan uji kesetaraan klien
PK berdasarkan karakteristik jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, riwayat
gangguan jiwa dan frekuensi dirawat menggunakan uji Chi Square. Hasil
analisis disajikan pada tabel 5.2.
Berdasarkan uraian hasil analisis karakteristik pada tabel 5.2. dapat diketahui
bahwa karakteristik klien dengan perilaku kekerasan dalam penelitian ini
lebih banyak perempuan 27 orang (50,9%), sebagian besar tidak bekerja 30
orang (56,6%), memiliki jenjang pendidikan SD dan SMP 32 orang (60,4%),
dengan adanya riwayat gangguan jiwa 41 orang (77,4%) dan frekuensi
dirawat di rumah sakit 2 kali atau lebih 41 orang (77,4%).
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
109
Universitas Indonesia
Tabel 5.2.
Distribusi Karakteristik Klien PK Berdasarkan Jenis Kelamin, Pekerjaan,
Pendidikan, Riwayat Gangguan Jiwa, Dan Frekuensi Dirawat Pada
Kelompok yang Mendapatkan REBT Dan Kelompok yang Tidak
Mendapatkan REBT Di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 53)
Kelompok
Intervensi
(n = 25)
Kelompok
Kontrol
(n = 28)
Jumlah
(n = 53)
p Value
Karakteristik
N % N % N %
1. Jenis Kelamin Klien PK
a. Laki-laki
b. Perempuan
12
13
48,0
52,0
14
14
50,0
50,0
26
27
49,1
50,9
1,000
2. Pekerjaan Klien PK
a. Bekerja
b. Tidak bekerja
12
13
48,0
52,0
11
17
39,3
60,7
23
30
43,4
56,6
0,718
3. Pendidikan Klien PK
a. SD dan SMP
b. SMA dan PT
13
12
52,0
48,0
19
9
67,9
32,1
32
21
60,4
39,6
0,531
4. Riwayat Gangguan Jiwa
a. Ada
b. Tidak Ada
19
6
76,0
24,0
22
6
78,6
21,4
41
12
77,4
22,6
1,000
5. Frekuensi di rawat
a. Pertama
b. 2 kali/lebih
6
19
24,0
76,0
6
22
21,4
78,6
12
41
22,6
77,4
1,000
Pada tabel 5.2 menjelaskan hasil analisis uji statistik kesetaraan karakteristik
berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, riwayat gangguan jiwa dan
frekuensi dirawat pada klien PK didapatkan tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kelompok yang mendapatkan REBT dan kelompok yang
tidak mendapatkan REBT, ini berarti kedua kelompok memiliki varian yang
sama atau homogen (p value 0,05).
5.2.2 Respon- Respon Perilaku Kekerasaan Klien
Pada bagian ini akan dipaparkan distribusi rata-rata respon-respon dari perilaku
kekerasan klien sebelum REBT diberikan, kesetaraan antar kelompok
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
110
Universitas Indonesia
intervensi dan kelompok kontrol, perbedaan antara sebelum dengan setelah
REBT diberikan pada kedua kelompok, perbedaan setelah REBT dilakukan
dan perbedaan rata-rata selisih respon dari perilaku kekerasan klien sebelum
dengan setelah REBT antara kelompok intervensi dan kontrol.
5.2.2.1 Respon-respon Perilaku Kekerasan
Pada bagian ini akan dijelaskan analisis respon-respon perilaku kekerasan
klien yang terdiri atas : kognitif, emosi, perilaku, sosial dan fisiologis pada
klien PK dan kesetaraan dari respon-respon PK Klien yang di rawat di RSMM
sebelum dilakukannya terapi REBT pada kelompok intervensi dan pada
kelompok kontrol. Kesetaraan responrespon PK dianalisis dengan
menggunakan uji Independent Sample t Test dengan hasil uji analisisnya
terangkum pada tabel 5.3.
Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon kognitif adalah
minimal 8 dan maksimal 32 (rendah 8 16 ; sedang 17 18; tinggi 19 - 32).
Ini berarti respon kognitif pada klien PK semakin meningkat menunjukkan
kognitif yang semakin baik. Hasil analisis respon kognitif pada tabel 5.3
dibawah memperlihatkan bahwa dari jumlah total 53 orang klien yang
menjadi responden menunjukkan rata-rata respon kognitif sebelum dilakukan
terapi REBT adalah 18,48 dengan nilai minimal 13 dan maksimal 26, maka
dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon kognitif klien PK sebelum
dilakukan terapi REBT adalah sedang.
Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon emosi adalah
minimal 7 dan maksimal 28 (rendah 7 15 ; sedang 16 17; tinggi 18 - 28).
Respon emosi pada klien PK semakin menurun menunjukkan emosi yang
semakin baik. Pada hasil analisis respon emosi perilaku kekerasan pada klien
dengan perilaku kekerasan pada tabel 5.3 dibawah memperlihatkan dari
jumlah total 53 klien dengan perilaku kekerasan menunjukkan rata-rata respon
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
111
Universitas Indonesia
emosi sebelum dilakukan REBT adalah 17,19 dengan nilai minimal 12 dan
nilai maksimal 26. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon emosi
klien PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang.
Tabel 5.3
Analisis Respon Perilaku Kekerasan Klien Sebelum Dilakukan
REBT Di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 53)
Respon PK Kelompok n Mean SD SE
Min
Max
p Value
Kognitif
1.Intervensi
2. Kontrol
Total
25
28
53
18,88
18,07
18,48
2,86
3,49
3,18
0,57
0,66
0,62
15 26
13 26
13 - 26
0,364
Emosi 1. Intervensi
2. Kontrol
Total
25
28
53
17,12
17,25
17,19
3,53
3,01
3,27
0,71
0,57
0,64
12 26
12 23
12 - 26
0,886
Perilaku 1. Intervensi
2. Kontrol
Total
25
28
53
13,00
13,50
13,25
2,02
1,88
2,38
0,40
0,35
0,38
8 - 16
10 - 17
8 - 17
0,355
Sosial 1. Intervensi
2. Kontrol
Total
25
28
53
14,24
13,29
13,77
1,88
2,42
2,15
0,38
0,46
0,42
11 19
10 18
10 - 19
0,118
Fisiologis
1. Intervensi
2. Kontrol
Total
25
28
53
9,04
9,29
9,16
1,31
1,15
1,23
0,26
0,22
0,24
6 11
8 13
6 - 13
0,470
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
112
Universitas Indonesia
Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon perilaku adalah
minimal 5 dan maksimal 20 (rendah 5 11 ; sedang 12 14; tinggi 15 - 20).
Respon perilaku pada klien PK semakin menurun menunjukkan perilaku yang
semakin baik. Hasil analisis respon perilaku dari perilaku kekerasan klien
pada tabel 5.3 diatas memperlihatkan dari jumlah total 53 klien PK rata-rata
respon perilaku sebelum dilakukan REBT adalah 13,25 dengan nilai minimal
8 dan nilai maksimal 17. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon
perilaku klien PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang.
Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon sosial adalah
minimal 6 dan maksimal 24 (rendah 6 12 ; sedang 13 14; tinggi 15 - 24).
Respon sosial pada klien PK semakin meningkat menunjukkan sosial yang
semakin baik. Hasil analisis respon sosial dari perilaku kekerasan klien PK
pada tabel 5.3 diatas memperlihatkan dari jumlah total 53 klien PK
menunjukkan rata-rata respon sosialnya sebelum dilakukan REBT adalah
13,77 dengan nilai minimal 10 dan nilai maksimal 19. Maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata respon sosial klien PK sebelum dilakukan terapi
REBT adalah sedang.
Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon fisiologis adalah
minimal 6 dan maksimal 12 (rendah 6 8 ; sedang 8 9; tinggi 10 - 24).
Respon fisiologis pada klien PK semakin menurun menunjukkan fisiologis
yang semakin baik. Hasil analisis respon fisiologis dari perilaku kekerasan
klien dengan perilaku kekerasan pada tabel 5.3 diatas memperlihatkan dari
jumlah total 53 klien PK menunjukkan rata-rata respon fisiologis sebelum
dilakukan REBT adalah 9,16 dengan nilai minimal 6 dan nilai maksimal 13.
Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon fisiologis klien PK sebelum
dilakukan terapi REBT adalah sedang.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
113
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 5.3 diatas hasil uji statistik terhadap kesetaraan respon-
respon perilaku kekerasan pada klien PK sebelum dilakukan REBT antara
kelompok yang mendapatkan REBT dan kelompok yang tidak mendapatkan
REBT menunjukkan respon kognitif, emosi, sosial, perilaku dan fisiologis
mempunyai kesetaraan yang sama atau homogen (p value 0,05)
5.2.2.2 Perbedaan respon-respon perilaku kekerasan pada Klien PK sebelum dan
sesudah dilakukan REBT
Perubahan respon-respon perilaku kekerasan klien dengan PK sebelum dan
sesudah dilakukan REBT pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
dilakukan dengan uji dependen sample t-Test (Paired t Test) yang hasil
analisanya disajikan pada tabel 5.4 dan tabel 5.5
Dari tabel 5.4 menjelaskan bahwa berdasarkan uji statistik yang dilakukan
pada kelompok yang mendapatkan REBT terdapat perubahan yang bermakna
sesudah mendapatkan REBT terhadap respon-respon PK. Respon kognitif
klien meningkat secara bermakna sebesar 3,80 dengan p value 0,000 0,05,
respon emosi klien menurun secara bermakna sebesar 2,92 dengan p value
0,001 0,05, respon perilaku klien menurun secara bermakna sebesar 2,32
dengan p value 0,000 0,05, respon sosial klien meningkat secara bermakna
sebesar 1,6 dengan p value 0,002 0,05 dan respon fisiologis klien menurun
secara bermakna sebesar 2,56 dengan p value 0,000 0,05.
Berdasarkan hasil uji statistik dibawah maka dapat disimpulkan pada 5%
ada perubahan yang bermakna (perubahan yang lebih baik) dari respon
kognitif, emosi, perilaku, sosial dan fisiologis klien PK setelah mendapat
REBT.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
114
Universitas Indonesia
Tabel 5.4
Analisis Perubahan Respon Perilaku Kekerasan Pada Klien PK
Sebelum Dan Sesudah Pelaksanaan REBT Pada Kelompok Intervensi
Di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 25)
Dari tabel 5.5 dibawah menjelaskan bahwa berdasarkan uji statistik yang
dilakukan pada kelompok kontrol tidak terdapat perubahan yang bermakna
pada klien dengan PK yang tidak mendapat REBT. Respon kognitif
meningkat sebesar 0,47 dengan p value 0,613 0,05, respon emosi
menurun sebesar 0,36 dengan p value 0,514 0,05, respon perilaku sebesar
0,14 dengan p value 0,718 0,05, respon sosial meningkat sebesar 0,25
dengan p value 0,677 0,05 dan respon fisiologis menurun sebesar 0,43
dengan p value 0,184 0,05.
Respon PK Pelaksanaan
REBT
n Mean SD SE p Value
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
18,88
22,68
3,80
2,86
3,69
0,83
0,57
0,58
0,000
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
17,12
14,20
2,92
3,53
2,77
0,76
0,71
0,55
0,001
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
13,00
10,68
2,32
2,02
1,82
0,2
0,40
0,36
0,000
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
14,24
15,84
1,6
1,88
1,57
0,31
0,38
0,15
0,002
Respon
kognitif
Respon
Emosi
Respon
Perilaku
Respon
Sosial
Respon
Fisiologis
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
9,04
6,48
2,56
1,31
0,59
0,72
0,26
0,12
0,000
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
115
Universitas Indonesia
Tabel 5.5
Analisis Perubahan Respon-Respon Perilaku Kekerasan Pada klien PK
Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan REBT Pada Kelompok Kontrol
di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 28)
Respon PK Pelaksanaan
REBT
n Mean SD SE p Value
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
18,07
18,54
0,47
3,49
3,21
0,28
0,66
0,61
0,613
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
17,25
16,89
0,36
3,01
2,91
0,1
0,57
0,55
0,514
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
13,50
13,36
0,14
1.88
1,68
0,2
0,35
0,32
0,718
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
13,29
13,54
0,25
2,42
2,15
0,27
0,46
0,41
0,667
Respon
kognitif
Respon
Emosi
Respon
Perilaku
Respon
Sosial
Respon
Fisiologis
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
9,29
8,86
0,43
1,15
1,08
0,07
0,22
0,20
0,184
Berdasarkan hasil uji statistik diatas, maka dapat disimpulkan pada 5%
tidak ada perubahan yang bermakna terhadap respon perilaku kekerasan
pada klien yang tidak mendapat REBT (p value 0,05).
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
116
Universitas Indonesia
5.2.2.5 Perbedaan Respon-Respon Perilaku Kekerasan Setelah Dilakukan REBT
Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol
Pada bagian ini akan dijelaskan distribusi karakteristik respon-respon perilaku
kekerasan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan sesudah dilakukan
REBT pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dianalisis dengan
menggunakan uji Independent sample t-Test dan hasil analisisnya disajikan
pada tabel 5.6.
Tabel 5.6
Analisis Respon Perilaku Kekerasan Pada Klien PK Setelah
Dilakukan REBT Di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 53)
Respon PK Kelompok n Mean SD
Min
Max
p Value
Kognitif
1.Intervensi
2. Kontrol
25
28
22,68
18,54
2,90
3,21
18 31
11 25
0,000
Emosi 1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
14,20
16,89
2,39
2,30
8 - 19
12 23
0,001
Perilaku 1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
10,68
13,36
1,82
1,68
7 14
10 - 16
0.000
Sosial 1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
15,84
13,54
1,57
2,15
13 - 19
8 19
0,000
Fisiologis 1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
6,48
8,86
0,59
1,08
6 8
6 10
0,000
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
117
Universitas Indonesia
Hasil analisis diatas memperlihatkan bahwa respon kognitif, emosi,perilaku,
sosial dan fisiologis pada klien PK yang mendapat REBT lebih baik secara
bermakna dibandingkan dengan klien PK yang tidak mendapatkan REBT
5.2.2.6 Selisih Perubahan respon-respon perilaku kekerasan sebelum dan setelah
terapi pada kelompok intervensi dan kontrol
Perbedaan selisih perubahan rata-rata respon-respon perilaku kekerasan antara
klien yang mendapat REBT dan yang tidak mendapat REBT dianalisis dengan
menggunakan uji Independent Sample t-Test dengan hasil seperti tabel 5.7
Tabel 5.7
Analisis Selisih Perubahan Respon-Respon Perilaku Kekerasan Pada Klien
PK Sebelum Dan Sesudah Pelaksanaan REBT Pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol Di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 53)
Respon PK Kelompok N Mean SD SE t p value
Respon Kognitif
(Selisih Pre & Post)
1.Intervensi
2. Kontrol
25
28
3,80
0,46
4,18
4,80
0,84
0,91
2,68 0,010
Respon Emosi
(Selisih Pre & Post)
1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
2,92
0,36
3,98
2,86
0,79
0,54
2,72 0,009
Respon Perilaku
(Selisih Pre & Post)
1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
2,32
0,14
1,84
2,07
0,37
0,39
4,03 0,000
Respon Sosial
(Selisih Pre & Post)
1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
1,60
0,25
2,29
3,04
0,46
0,57
1,81 0,076
Respon Fisiologis
(Selisih Pre & Post)
1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
2,56
0,43
1,29
1,67
0,26
0,32
5,16 0,000
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
118
Universitas Indonesia
Berdasar tabel 5.7 diketahui selisih perubahan respon kognitif PK antara
yang mendapat REBT dan yang tidak mendapat REBT ada perbedaan yang
bermakna (P
value
= 0.023; = 0.05).
Berdasar tabel 5.7 diketahui selisih perubahan respon emosi PK antara yang
mendapat REBT dan yang tidak mendapat REBT ada perbedaan yang
bermakna (P
value
= 0.009; = 0.05).
Berdasar tabel 5.7 diketahui selisih perubahan respon perilaku PK antara
yang mendapat REBT dan yang tidak mendapat REBT ada perbedaan yang
bermakna (P
value
= 0.000; = 0.05).
Berdasar tabel 5.7 diketahui selisih perubahan respon sosial PK antara yang
mendapat REBT dan yang tidak mendapat REBT tidak ada perbedaan yang
bermakna (P
value
= 0.076; = 0.05).
Berdasar tabel 5.7 diketahui selisih perubahan respon fisiologis PK antara
yang mendapat REBT dan yang tidak mendapat REBT ada perbedaan yang
bermakna (P
value
= 0.000; = 0.05).
Berdasarkan hasil-hasil analisis diatas maka dapat diketahui bahwa ada
perbedaan yang bermakna ( P -value 0,05) pada selisih perubahan respon-
respon PK antara yang mendapat REBT dan yang tidak mendapat REBT
kecuali pada respon sosial P-value 0,05.
5.2.4 Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Respon Perilaku Kekerasan Pada
Klien Dengan Perilaku Kekerasan
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perubahan respon perilaku kekerasan
pada klien yang mengalami masalah PK dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya perubahan yang bermakna terhadap respon-respon perilaku kekerasan
pada klien setelah REBT diberikan pada kelompok intervensi. Faktorfaktor
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
119
Universitas Indonesia
yang berkontribusi terhadap respon-respon PK klien dianalisis menggunakan
uji Korelasi Regresi Linier Ganda yang dapat dilihat pada tabel tabel berikut :
Tabel 5.8
Faktor yang berkontribusi terhadap Respon Kognitif Perilaku
Kekerasan Pada Klien Perilaku Kekerasan di RSMM Bogor
Tahun 2010
( n = 53 )
Respon Kognitif
Karakteristik Klien PK B SE p R
2
(Constant) -0.466 5.501
0.933
1. Terapi REBT 3.538 1.319 0.373 0.01
2. Usia -0.047 0.076 -0.088 0.534
3. Jenis Kelamin 0.89 1.509 0.094 0.558
4. Pendidikan -0.448 0.636 -0.099 0.485
5. Pekerjaan 0.054 0.591 0.015 0.928
6. Frekuensi di rawat 1.396 1.558 0.123 0.375
0.163
Hasil analisis dari tabel 5.8 diatas dapat diketahui bahwa REBT memiliki
hubungan yang sedang dengan nilai r sebesar 0,403. Adapun peluang untuk
memperbaiki respon kognitif dari perilaku kekerasan dengan memberikan
REBT adalah sebesar 16,3% (R
2
= 0,163).
Dari regresi linier ganda variabel yang mempunyai P-value 0,25 seperti
usia, jenis kelamin, pendidikan, frekuensi di rawat dan riwayat gangguan jiwa
akan dikeluarkan dari pemodelan sehingga pemodelan seperti table 5.9
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
120
Universitas Indonesia
Tabel 5.9
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Respon Kognitif Perilaku
Kekerasan Pada Klien Perilaku Kekerasan di RSMM Bogor Tahun 2010
( n = 53 )
Respon Kognitif
Karakteristik Klien PK B SE p R
2
(Constant) 0.464 0.855
0.589
1. Terapi REBT 3,336 1,244 0,351 0,010
0.124
Berdasarkan table 5.9 dapat diketahui bahwa terapi REBT mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap respon kognitif dengan p Value 0,05.
Hasil analisis dari tabel 5.10 dibawah dapat diketahui bahwa REBT memiliki
hubungan sedang dengan nilai r sebesar 0,455. Adapun peluang untuk
memperbaiki respon emosi dari perilaku kekerasannya dengan memberikan
REBT adalah sebesar 20,7% (R
2
= 0,207).
Tabel 5.10
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Respon Emosi Perilaku
Kekerasan Pada Klien Perilaku Kekerasan di RSMM Bogor
Tahun 2010
(n = 53)
Respon Emosi
Karakteristik Klien PK B SE p R
2
(Constant) 2.026 4.068
0.621
1. Terapi REBT 2.73 0.975 0.379 0.007
2. Usia 0.072 0.056 0.177 0.203
3. Jenis Kelamin -0.37 1.116 -0.051 0.742
4. Pendidikan -0.197 0.471 -0.058 0.678
5. Pekerjaan -0.407 0.437 -0.147 0.356
6. Frekuensi di rawat -1.275 1.152 -0.148 0.274
0.207
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
121
Universitas Indonesia
Dari regresi linier ganda variabel yang mempunyai p Value 0,25 seperti
usia, jenis kelamin, pendidikan, frekuensi di rawat dan riwayat gangguan jiwa
akan dikeluarkan dari pemodelan sehingga pemodelan seperti table 5.11
Tabel 5.11
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Respon Emosi Perilaku
Kekerasan Pada Klien Perilaku Kekerasan di RSMM Bogor
Tahun 2010
(n = 53)
Respon Emosi
Karakteristik Klien
PK B SE p R
2
(Constant) 0.357 0.648
0.584
1. Terapi REBT 2,563 0,944 0,355 0,007
0,126
Berdasarkan table 5.11 dapat diketahui bahwa terapi REBT mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap respon emosi dengan P-value 0,05.
Tabel 5.12
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Respon Sosial Perilaku
Kekerasan Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan di RSMM Bogor,
Tahun 2010
(n = 53)
Respon Sosial
Karakteristik Klien
PK B SE p R
2
(Constant) -0.754 3.085
0.808
1. Terapi REBT 1.151 0.739 0.209 0.126
2. Usia 0.044 0.042 0.143 0.300
3. Jenis Kelamin 1.155 0.846 0.21 0.179
4. Pendidikan 0.175 0.357 0.067 0.626
5. Pekerjaan 0.191 0.331 0.09 0.566
6. Frekuensi di rawat -1.776 0.874 -0.271 0.048
0.215
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
122
Universitas Indonesia
Hasil analisis dari tabel 5.12 diatas dapat diketahui bahwa frekuensi dirawat
mempunyai hubungan yang sedang dengan nilai r 0, 464. Adapun peluang
memperbaiki respon sosial dari perilaku kekerasannya dengan frekuensi
dirawat sebesar 21,5% (R
2
= 0,215). Sedangkan REBT tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan perubahan pada respon sosial P-value
0,126 0,05.
Dari regresi linier ganda variabel yang mempunyai p Value 0,25 seperti
usia, jenis kelamin, pendidikan, dan riwayat gangguan jiwa akan dikeluarkan
dari pemodelan sehingga pemodelan seperti table 5.13
Tabel 5.13
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Respon Sosial Perilaku
Kekerasan Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan di RSMM Bogor,
Tahun 2010
(n = 53)
Respon Sosial
Karakteristik Klien
PK B SE pValue R
2
(Constant) 3.889 1.599
0.019
1. Terapi REBT 1,298 0,714 0,236 0,075
2. Frekuensi di rawat -2,038 0,852 -0,311 0,021
0.215
Berdasarkan table 5.13 diatas dapat diketahui bahwa terapi REBT tidak
mempunyai hubungan dengan respon sosial. Namun frekuensi di rawat lebih
memiliki hubungan dengan respon sosial pada klien PK.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
123
Universitas Indonesia
Tabel 5.14
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Respon Perilaku dari
Perilaku Kekerasan Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan di
RSMM Bogor, Tahun 2010
Respon Perilaku
Karakteristik Klien PK B SE P R
2
(Constant)
1.647 2.394 0.495
1. Terapi REBT 3.538 1.319 0.373 0.01
2. Usia -0.047 0.076 -0.088 0.534
3. Jenis Kelamin 0.89 1.509 0.094 0.558
4. Pendidikan -0.448 0.636 -0.099 0.485
5. Pekerjaan 0.054 0.591 0.015 0.928
6. Frekuensi di rawat 1.396 1.558 0.123 0.375
0.273
Hasil analisis dari tabel 5.14 diatas dapat diketahui bahwa REBT memiliki
hubungan yang kuat dengan nilai r sebesar 0,522. Adapun peluang untuk
memperbaiki respon perilaku dari PK dengan memberikan REBT adalah
sebesar 27,3% (R
2
= 0,273).
Dari regresi linier ganda variabel yang mempunyai p Value 0,25 seperti usia,
jenis kelamin, pendidikan, frekuensi di rawat dan riwayat gangguan jiwa akan
dikeluarkan dari pemodelan sehingga pemodelan seperti table 5.15
Tabel 5.15
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Respon Perilaku dari
Perilaku Kekerasan Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan di
RSMM Bogor, Tahun 2010
(n = 53)
Respon Perilaku
Karakteristik Klien PK B SE p R
2
(Constant)
0.143 0.371 0.702
1. Terapi REBT 2,177 0,541 0,491 0,000
0,241
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
124
Universitas Indonesia
Berdasarkan table 5.15 dapat diketahui bahwa terapi REBT mempunyai
hubungan yang bermakna dengan respon perilaku (p Value 0,05).
Tabel 5.16
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Respon Fisiologis Perilaku
Kekerasan Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan di RSMM Bogor,
Tahun 2010
Respon Fisiologis
Karakteristik Klien PK B SE p R
2
(Constant) 2.209 1.788
0.223
1. Terapi REBT 2.158 0.429 0.593 0
2. Usia -0.006 0.025 -0.028 0.813
3. Jenis Kelamin -0.199 0.49 -0.055 0.687
4. Pendidikan -0.211 0.207 -0.122 0.312
5. Pekerjaan 0.207 0.192 0.148 0.286
6. Frekuensi di rawat -0.58 0.506 -0.134 0.258
0.399
Hasil analisis dari tabel 5.16 diatas dapat diketahui bahwa REBT memiliki
hubungan yang kuat nilai r sebesar 0,631. Adapun peluang untuk
memperbaiki respon fisiologis dari perilaku kekerasan dengan memberikan
REBT adalah sebesar 39,9% (R
2
= 0,399).
Dari regresi linier ganda variabel yang mempunyai p Value 0,25 seperti usia,
jenis kelamin, pendidikan, frekuensi di rawat dan riwayat gangguan jiwa akan
dikeluarkan dari pemodelan sehingga pemodelan seperti table 5.17
Tabel 5.17
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
125
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Respon Fisiologis Perilaku
Kekerasan Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan di RSMM Bogor
Tahun 2010
( n = 53 )
Respon Fisiologis
Karakteristik Klien PK B SE p R
2
(Constant) 0.429 0.284
1.37
1. Terapi REBT 2,131 0,413 0,586 0,000
0.343
Berdasarkan table 5.17 diatas dapat diketahui bahwa terapi REBT mempunyai
hubungan yang bermakna dengan respon fisiologis (p Value 0,05).
Berdasarkan hasil analisis tabel-tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terapi
REBT mempunyai hubungan yang sedang untuk respon kognitif dan emosi
dan mempunyai hubungan yang kuat untuk respon perilaku dan emosi.
namun tidak ada hubungan dengan respon sosial (p Value 0,05).
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
126
BAB 6
PEMBAHASAN
Bab ini akan memaparkan tentang pembahasan hasil penelitian, keterbatasan penelitian baik dari
aspek metodologis maupun proses pelaksanaan, dan implikasi hasil penelitian terhadap
pelayanan keperawatan jiwa, keilmuan dan penelitian berikutnya.
6.1 Pengaruh Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) Terhadap Respon Perilaku
Kekerasan pada Klien Perilaku Kekerasan (PK)
Pengaruh REBT terhadap respon-respon perilaku kekerasan seperti emosi, perilaku, sosial
dan fisiologis akan diuraikan terhadap masing respon tersebut .
6.1.1 Pengaruh REBT Terhadap Respon Kognitif pada Klien PK
Pada klien yang mendapatkan terapi psikososial REBT ditemukan peningkatan secara
bermakna pada respon kognitif, ini berarti REBT berpengaruh terhadap peningkatan
respon kognitif klien PK sehingga pengetahuan klien meningkat tentang masalah perilaku
kekerasan yang dialaminya sebagai perilaku maladaptif yang dapat mencelakakan
dirinya, orang lain dan lingkungan. Hasil penelitian ini sesuai dengan Rieckert (2000)
menyatakan terapi REBT secara signifikan dapat mengurangi kemarahan, perasaan
bersalah dan harga diri yang rendah. Pemberian terapi REBT pada klien PK didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Jensen (2008) yang menyatakan bahwa respon-
respon prilaku kekerasan mengalami perubahan yang bermakna disebabkan karena terapi
REBT yang diberikan menggunakan pendekatan kognitif dan perilaku dengan
mengemukakan fakta-fakta bahwa perilaku yang dihasilkan bukan berasal dari kejadian
yang dialami namun dari keyakinankeyakinan yang tidak rasional. Hal ini sesuai dengan
teori REBT yang memodifikasi keyakinan irrasional dari individu secara spesifik
sehingga dapat menurunkan perilaku agresifnya.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
127
Universitas Indonesia
Berdasarkan literatur lainnya dinyatakan bahwa Perasaan dan pikiran negatif serta
penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat
diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional (faizmh,
2009). REBT diberikan bertujuan untuk mengurangi keyakinan irrasional dan
menguatkan keyakinan rasional yang dapat efektif untuk dewasa yang marah dan agresif
(Ellis, 1962 dalam Adomeh, 2006). Melalui terapi REBT klien dilatih untuk dapat
mengevaluasi diri sendiri dengan mengidentifikasi kejadian yang pernah dialami, pikiran-
pikiran irrasional yang timbul terkait dengan kejadian dan mempengaruhi perasaan
(emosi) klien sehingga menghasilkan perilaku maladaptif yang sebenarnya tidak
diinginkan. Oleh karena itu klien juga dilatih untuk mengubah pikiran yang tidak rasional
tersebut menjadi lebih rasional sehingga perasaan (emosi) menjadi lebih baik dan
menunjukkan perilaku yang adaptif. Dengan demikian klien mengetahui dan menyadari
bahwa pikiran dan persepsi yang negatif atau salah terhadap suatu kejadian atau peristiwa
yang menimbulkan terjadinya PK.
Sedangkan Pada klien yang tidak mendapatkan terapi REBT tidak ditemukan
peningkatan secara bermakna pada respon kognitif. Hal ini dapat disebabkan karena
klien belum mengetahui atau menyadari pikiran, persepsi atau keyakinannya yang salah
atau tidak rasional terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang dialami. Cristopher (2010)
mengatakan bahwa hubungan pemikiran dan emosi berperan penting dalam
menerjemahkan marah menjadi perilaku agresif atau PK. Banyak klien PK mengalami
kesulitan dalam mengidentifikasi perasaannya, kebutuhannya dan keinginannya untuk
diungkapkannya pada orang lain sehingga klien merasa tertekan. Pengetahuan dan
intelegensi adalah sumber koping yang akan menuntun individu untuk melihat cara lain
dalam menghadapi tekanan (Stuart, 2009). Dengan demikian Klien PK pada kelompok
ini tidak mendapatkan pendidikan kesehatan lanjutan untuk masalah PK sehingga klien
hanya mengetahui cara untuk mengontrol marahnya namun belum mengetahui cara untuk
mencegah timbulnya rasa marah dengan mengubah cara berpikir dan keyakinan menjadi
lebih rasional terhadap kejadian atau peristiwa yang dialami.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
128
Universitas Indonesia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan respon kognitif
secara bermakna antara kelompok yang mendapatkan terapi REBT dengan yang tidak
mendapatkan terapi REBT. Pada klien yang mendapatkan terapi terjadi peningkatan
respon kognitif secara bermakna dibandingkan dengan yang tidak mendapat terapi
REBT. Hal ini berarti terapi REBT mempengaruhi terjadinya perubahan berupa
peningkatan pada respon kognitif klien PK. Secara substansi peningkatan kognitif
sebenarnya juga terjadi pada kelompok yang tidak mendapat REBT namun tidak sebesar
kelompok yang mendapatkan REBT, ini dapat disebabkan karena kelompok yang tidak
mendapat REBT tetap mendapatkan terapi generalis. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Keliat (2003), menyatakan bahwa pemberian terapi generalis PK
menghasilkan kemampuan mencegah PK secara mandiri sebesar 86,6% dan secara
bermakna menurunkan PK.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi generalis kepada klien PK
dapat menurunkan perilaku kekerasan namun akan lebih maksimal penurunan perilaku
kekerasan bila dilanjutkan dengan terapi lanjutan (spesialis) seperti REBT. Terapi REBT
akan meningkatkan repon kognitif klien PK untuk dapat membedakan antara pikiran
yang rasional dan pikiran yang tidak rasional, karena pikiran yang tidak rasional akan
menimbulkan perasaan dan perilaku yang tidak sehat atau maladaptif.
6.1.2 Pengaruh REBT Terhadap Respon Emosi pada Klien PK
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada klien PK menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan penurunan respon emosi secara bermakna antara kelompok yang mendapatkan
terapi REBT dan yang tidak mendapatkan REBT. Hal ini karena terapi REBT
memberikan kesempatan pada klien untuk mengenali perasaan-perasaan yang disebabkan
karena adanya pikiran yang tidak rasional terhadap setiap kejadian atau peristiwa yang
membuat klien berperilaku kekerasan sehingga klien mengenali perasaan-perasaan yang
dapat menimbulkan perilaku maladaptif. REBT adalah metode untuk memahami dan
mengatasi masalah emosi dan perilaku (Froggatt, 2005).
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
129
Universitas Indonesia
Respon emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan
filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional
tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irrasional, dimana
emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal,
dan irrasional. Teori REBT menegaskan bahwa keyakinan yang tidak rasional akan
membawa individu pada emosi dan perilaku negatif yang tidak sehat seperti perilaku
amuk (agresif) dan rasa bersalah (Jensen, 2008). REBT baik diberikan pada klien PK
karena di dalam materi REBT menjelaskan pada klien cara berpikir rasional, mengubah
emosi yang mengganggu menjadi emosi yang menyenangkan sehingga klien dapat
menyelesaikan masalah. Berdasarkan pada konsep REBT bahwa emosi dan perilaku
merupakan hasil dari proses pikir yang memungkinkan bagi manusia untuk
memodifikasinya seperti proses untuk mencapai cara yang berbeda dalam merasakan dan
bertindak (Froggatt, 2005).
Sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan terapi REBT pada penelitian ini
tidak mengalami penurunan emosi secara bermakna. Ini disebabkan karena klien belum
mampu mengidentifikasi perasaan-perasaannya terkait dengan adanya pemikiran dan
keyakinan yang tidak rasional ketika menghadapi suatu kejadian atau peristiwa dalam
kehidupannya. Ini dapat membuat klien tetap mempertahankan pemikiran yang tidak
rasional tersebut sehingga ketika bertemu dengan peristiwa yang sama maka emosi klien
akan tetap sama. Dengan demikian pemikiran irrasional yang tidak dirubah akan
mempengaruhi emosi dan menyebabkan perilaku yang maladaptif berulang.
Hasil analisis terhadap respon emosi setelah diberikan REBT pada kelompok yang
mendapatkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan REBT menunjukkan perbedaan
yang bermakna dimana pada kelompok yang mendapatkan REBT memperlihatkan
terjadinya penurunan respon emosi secara bermakna sedangkan pada yang tidak
mendapatkan terjadi penurunan yang tidak bermakna. Penurunan tetap terjadi pada
kelompok yang tidak mendapatkan REBT walaupun tidak sebesar penurunan pada
kelompok yang mendapatkan REBT disebabkan karena adanya terapi generalis yang
diberikan, ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Keliat (2003), pemberian terapi
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
130
Universitas Indonesia
generalis perilaku kekerasan pada klien secara afektif berupa kemauan untuk mengontrol
perilaku kekerasan yang dilatih.
6.1.3 Pengaruh REBT Terhadap Respon Perilaku pada Klien PK
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap klien PK memperlihatkan adanya penurunan
secara bermakna pada respon perilaku. Penurunan secara bermakna ini terlihat pada
kelompok yang mendapatkan REBT. Ini berarti bahwa REBT memberikan pengaruh
yang bermakna terhadap penurunan perilaku kekerasan pada klien. Berdasarkan literatur
Albert Ellis (Corsini & Wedding, 1989 dalam Dominic, 2003) berpendapat bahwa yang
perlu dirubah oleh individu untuk mengatasi masalah emosi maupun perilakunya adalah
adanya keyakinan irrasional yang dikembangkan sendiri oleh individu dan Albert Ellis
mengembangkan sebuah terapi bernama REBT (Rational Emotive Behavioural Therapy).
REBT adalah suatu proses pembelajaran dimana terapis mengajarkan klien bagaimana
cara untuk megidentifikasi keyakinan yang tidak rasional, menolaknya, dan
menggantikannya dengan keyakinan dan pikiran yang rasional.
REBT berpeluang 39,9% menurunkan respon perilaku dan ini dapat terlihat walaupun
dalam waktu yang singkat yaitu seminggu. Mengubah perilaku dapat dilakukan dengan 3
strategi (WHO, dalam Notoadmojo, 2003) yaitu menggunakan kekuasaan/
kekuatan/dorongan, pemberian informasi, diskusi partisipan. Dengan demikian masih
ada 60,1% lagi yang dapat dicapai oleh klien untuk menurunkan perilaku kekerasannya
dan ini dapat dicapai dengan memberikan kesempatan dan memotivasi klien untuk
melaksanakan latihan yang diberikan sehingga membudaya dalam diri klien. Sunaryo
(2004) menyatakan bahwa perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
kebutuhan, motivasi, sikap dan kepercayaan.
Sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan REBT tidak terjadi penurunan
perilaku kekerasan secara bermakna. Penurunan respon perilaku tidak sebesar pada
kelompok yang mendapatkan REBT. Penurunan tetap ditemukan karena klien
mendapatkan terapi generalis yang melatih klien kemampuan secara psikomotor berupa
cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif ( Keliat, 2003).
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
131
Universitas Indonesia
Hasil analisis pada klien PK setelah dilakukan REBT pada kelompok yang mendapat dan
pada kelompok yang tidak mendapat REBT menunjukkan bahwa perbedaan penurunan
respon perilaku secara bermakna pada kelompok yang mendapatkan REBT. Ini berarti
pemberian terapi REBT dan terapi generalis pada klien PK menurunkan respon perilaku
yang lebih besar dari pada hanya diberikan terapi generalis saja.
6.1.4 Pengaruh REBT Terhadap Respon Sosial pada Klien PK
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada klien PK ditemukan peningkatan secara
bermakna pada respon sosial klien yang mendapatkan REBT. Hal ini berarti REBT
berpengaruh secara bermakna dalam meningkatkan respon sosial klien PK. Menurut
Boyd dan Nihart (1998) tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial akan ditemukan
penurunan interaksi sosial. Menurut Beck, emosi marah sering merangsang kemarahan
orang lain. Pengalaman marah dapat mengganggu hubungan interpersonal. Dengan
diberikan REBT, klien akan belajar untuk berpikir secara rasional dan berperilaku yang
adaptif sehingga hubungan interpersonalnya dengan orang lain meningkat.
Sedangkan pada klien yang tidak mendapat REBT ditemukan tidak ada peningkatan
secara bermakna pada respon sosialnya. Peningkatan respon sosial pada klien PK yang
tidak mendapatkan terapi REBT disebabkan karena klien mendapatkan terapi generalis
tentang cara mengontrol perilaku kekerasan dan disamping itu sebagian dari klien ada
yang mendapatkan terapi generalis isolasi sosial. Sesuai dengan literature yang
menyatakan sebagian orang menyalurkan kemarahan dengan menilai dan mengkritik
tingkah laku orang lain sehingga orang lain merasa sakit hati. Proses tersebut dapat
menyebabkan seseorang menarik diri dari orang lain.
Hasil analisis setelah dilakukan REBT pada klien yang mendapat REBT menunjukkan
ada peningkatan respon sosial secara bermakna begitu juga pada saat membedakan
perubahan respon sosial setelah pemberian REBT pada kedua kelompok. Namun pada
hasil uji perbedaan selisih perubahan respon sosial pada klien PK terjadi peningkatan
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
132
Universitas Indonesia
respon sosial tidak bermakna. Sebenarnya terjadi peningkatan dikedua kelompok dan
secara substansi peningkatan pada kelompok yang mendapatkan REBT lebih besar dari
yang tidak mendapatkan REBT. Hal ini disebabkan karena adanya faktor lain yang ikut
berkontribusi dalam perubahan respon sosial ini selain REBT yaitu frekuensi di rawat di
rumah sakit, dimana frekuensi dirawat ini mempunyai hubungan yang kuat dengan
respon sosial pada klien PK. Dengan demikian REBT dapat meningkatkan respon sosial
klien PK namun dapat dipengaruhi oleh frekuensi klien dirawat di rumah sakit.
6.1.5 Pengaruh REBT Terhadap Respon Fisiologis pada Klien PK
Pada klien yang mendapatkan terapi psikososial REBT ditemukan penurunan secara
bermakna pada respon fisiologis, ini berarti REBT berpengaruh terhadap penurunan
respon fisiologis klien PK. Menurut Stuart dan Laraia (2009), Perilaku kekerasan dapat
dilihat dari wajah tegang, tidak bisa diam, mengepalkan atau memukulkan tangan, rahang
mengencang, peningkatan pernafasan, dan kadang tiba-tiba seperti kataton. Menurut
Beck respons fisiologis marah timbul karena kegiatan system syaraf otomom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi denyut jantung
meningkat, wajah merah, pupil melebar, dan frekuensi pengeluaran urin meningkat.
Dengan diberikannya REBT pada klien maka klien akan belajar untuk berpikir rasional,
mengontrol perasaannya dan perilakunya sehingga system syaraf otonom tidak bereaksi
dan respon fisiologis menjadi turun mencapai batas normal.
Sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan REBT menunjukkan tidak ada
penurunan yang bermakna pada respon fisiologisnya. Walaupun penurunan sebenarnya
juga terjadi namun tidak sebesar yang mendapatkan REBT. Ini disebabkan karena klien
hanya mendapatkan terapi generalis, dimana klien dilatih untuk dapat mengontrol
perilaku kekerasannya.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
133
Universitas Indonesia
Hasil analisis setelah diberikannya terapi REBT pada kelompok yang mendapat dan tidak
mendapat REBT menunjukkan penurunan yang signifikan atau bemakna terhadap respon
fisiologis. Hal ini berarti REBT menunjukkan perbedaan penurunan respon perilaku
secara bermakna pada kelompok yang mendapatkan REBT dibandingkan dengan yang
tidak mendapat REBT. Terapi REBT berpengaruh secara bermakna terhadap penurunan
respon fisiologis.
6.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon PK
Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa faktor yang berhubungan atau tidak berhubungan
secara bermakna dengan respon-respon PK. Pembahasan selengkapnya terurai sebagai
berikut:
6.2.1 Hubungan Usia dengan respon PK
Berdasarkan hasil penelitian ini usia tidak ada hubungan yang bermakna dengan respon
perilaku kekerasan. Ini berarti perubahan usia tidak diikuti oleh perubahan pada respon
perilaku kekerasan. Baik itu dari respon kognitif, emosi(afektif), perilaku, sosial maupun
fisiologis.
Menurut literatur karakteristik yang termasuk pada sosial budaya seperti: usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, peran sosial, latar belakang budaya, agama dan
kayakinan individu (Stuart & Laraia, 2005), riwayat perilaku kekerasan di masa lalu
(American Psychiatric Assosiations, 2000; steinert, Wiebe, & Gebhardt, 1999 dalam
Fauziah, 2009).Ini semua adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
perilaku kekerasan pada individu
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara usia dengan respon PK ini
disebabkan karena peneliti melihat hubungan usia dari masing-masing respon perilaku
kekerasan yaitu respon kognitif, emosi(afektif), perilaku, sosial maupun fisiologis,
sedangkan pada penelitian sebelumya hubungan tersebut dikaitkan dengan perilaku
kekerasan secara keseluruhan.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
134
Universitas Indonesia
6.2.2 Hubungan Jenis kelamin dengan respon PK
Berdasarkan hasil penelitian ini jenis kelamin tidak ada hubungan yang bermakna dengan
respon perilaku kekerasan. Ini berarti jenis kelamin antara pria dan wanita tidak
mempengaruhi perubahan pada respon perilaku kekerasan. Baik itu dari respon kognitif,
emosi(afektif), perilaku, sosial maupun fisiologis.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa karakteristik jenis kelamin
berhubungan dengan kejadian perilaku kekerasan verbal (p value 0,001) dan klien laki-
laki dua kali lipat lebih banyak dari klien perempuan, Namun pada penelitian ini tidak
ditemukan adanya hubungan antara jenis kelamin disebabkan karena peneliti melihat
hubungan dari masing-masing respon perilaku kekerasan yaitu respon kognitif,
emosi(afektif), perilaku, sosial maupun fisiologis sedangkan pada penelitian sebelumya
hubungan tersebut dikaitkan dengan perilaku kekerasan secara keseluruhan.
6.2.3 Hubungan Pendidikan dengan respon PK
Berdasarkan hasil penelitian ini pendidikan tidak ada hubungan yang bermakna dengan
respon perilaku kekerasan. Ini berarti tingkat pendidikan seseorang tidak mempengaruhi
terjadinya perubahan pada respon perilaku kekerasan. Baik itu dari respon kognitif,
emosi(afektif), perilaku, sosial maupun fisiologis.
Hasil penelitian terdahulu ditemukan penelitian yang dilakukan Keliat (2003)
menyebutkan karakeristik pendidikan, status perkawinan dan pekerjaan mempengaruhi
dalam kejadian perilaku kekerasan, dimana sebahagian besar berpendidikan menengah
dan rendah, tidak bekerja, tidak kawin dan dirawat untuk pertama kali di rumah sakit.
Faktor sosial, budaya juga merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan
pada individu.
Namun pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara jenis kelamin
disebabkan karena peneliti melihat hubungan dari masing-masing respon perilaku
kekerasan yaitu respon kognitif, emosi(afektif), perilaku, sosial maupun fisiologis
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
135
Universitas Indonesia
sedangkan pada penelitian sebelumya hubungan tersebut dikaitkan dengan perilaku
kekerasan secara keseluruhan.
6.2.4 Hubungan Pekerjaan dengan respon PK
Berdasarkan hasil penelitian ini pekerjaan tidak ada hubungan yang bermakna dengan
respon perilaku kekerasan. Ini berarti pekerjaan yang dilakukan seseorang tidak
mempengaruhi terjadinya perubahan pada respon perilaku kekerasan. Baik itu dari
respon kognitif, emosi(afektif), perilaku, sosial maupun fisiologis.
Pada hasil penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan Keliat (2003)
menyebutkan karakeristik pendidikan, status perkawinan dan pekerjaan mempengaruhi
dalam kejadian perilaku kekerasan. Kondisi sosial lain yang dapat menimbulkan perilaku
kekerasan seperti : keluarga single parent, pengangguran, kesulitan mempertahankan tali
persaudaraan, struktur keluarga, dan kontrol sosial ( Stuart & Laraia, 2005).
Namun pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara jenis kelamin
disebabkan karena peneliti melihat hubungan dari masing-masing respon perilaku
kekerasan yaitu respon kognitif, emosi(afektif), perilaku, sosial maupun fisiologis
sedangkan pada penelitian sebelumya hubungan tersebut dikaitkan dengan perilaku
kekerasan secara keseluruhan.
6.2.5 Hubungan Frekuensi di Rawat Dengan Respon PK
Berdasarkan hasil penelitian ini frekuensi di rawat tidak ada hubungan yang bermakna
dengan respon perilaku kekerasan seperti respon kognitif, emosi(afektif), perilaku
maupun fisiologis. Ini berarti frekuesi klien dirawat di rumah sakit tidak mempengaruhi
terjadinya perubahan pada respon perilaku kekerasan. Frekuensi di rawat mempunyai
hubungan yang bermakna dengan respon sosial perilaku kekerasan , artinya Frekuensi
rawat klien di rumah sakit akan mempengaruhi klien dalam respon sosialnya.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
136
Universitas Indonesia
Berdasarkan Dyah (2009) menyatakan frekuensi dirawat menunjukkan seberapa sering
individu dengan PK mengalami kekambuhan. Namun pada penelitian ini tidak
ditemukan adanya hubungan antara frekuensi di rawat disebabkan karena peneliti melihat
hubungan dari masing-masing respon perilaku kekerasan yaitu respon kognitif,
emosi(afektif), perilaku,maupun fisiologis sedangkan pada penelitian sebelumya
hubungan tersebut dikaitkan dengan perilaku kekerasan secara keseluruhan.
6.2.6 Hubungan Riwayat Gangguan Jiwa Dengan Respon PK
Berdasarkan hasil penelitian ini Riwayat gangguan jiwa tidak ada hubungan yang
bermakna dengan respon perilaku kekerasan. Ini berarti riwayat seseorang mengalami
gangguan jiwa tidak mempengaruhi terjadinya perubahan pada respon perilaku
kekerasan. Baik itu dari respon kognitif, emosi(afektif), perilaku, sosial maupun
fisiologis.
Berdasarkan literatur dinyatakan riwayat perilaku kekerasan di masa lalu (American
Psychiatric Assosiations, 2000; steinert, Wiebe, & Gebhardt, 1999 dalam Fauziah, 2009),
Keliat (2003) menyebutkan karakeristik pendidikan, status perkawinan dan pekerjaan
mempengaruhi dalam kejadian perilaku kekerasan, dimana sebahagian besar
berpendidikan menengah dan rendah, tidak bekerja, tidak kawin dan dirawat untuk
pertama kali di rumah sakit.
Namun pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara riwayat gangguan
jiwa, disebabkan karena peneliti melihat hubungan dari masing-masing respon perilaku
kekerasan yaitu respon kognitif, emosi(afektif), perilaku, sosial maupun fisiologis
sedangkan pada penelitian sebelumya hubungan tersebut dikaitkan dengan perilaku
kekerasan secara keseluruhan. Dengan demikian diperlukan adanya penelitian untuk klien
PK dengan terapi REBT yang dilihat dari kemampuan klien yang dihasilkan dari terapi
sehingga lebih dapat dihubungkan dengan riwayat gangguan jiwa.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
137
Universitas Indonesia
6.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah dalam pengumpulan data peneliti menggunakan perawat
lain namun untuk penyamaan persepsi dan cara pengambilan data belum dilakukan uji
interriter. Keterbatasan lainnya adalah kuesioner untuk masing-masing respon PK jumlahnya
juga sedikit sehingga kurang mewakili secara maksimal informasi yang dibutuhkan untuk
mengetahui respon PK tersebut dan kata-kata dan isi kuesioner kurang sederhana sehingga
bila digunakan untuk klien dengan gangguan jiwa mengalami kesulitan untuk memahaminya
secara langsung sehingga pengumpul data harus menjelaskan dengan berulang kali.
Kuesioner lebih tepat bila diberikan pada klien dengan perilaku kekerasan yang
penyebabnya jelas dan nyata sehingga kurang tepat bila diberikan kepada klien Risiko PK
dengan halusinasi. Lamanya waktu yang digunakan untuk penelitian ini dirasa kurang
karena untuk melihat secara langsung perubahan perilaku dan membudayaannya pada klien
membutuhkan waktu yang cukup lama.
6.5 Implikasi Hasil Penelitian
Berikut ini diuraikan implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan keperawatan jiwa,
keilmuan dan pendidikan keperawatan, dan terhadap penelitian berikutnya.
6.5.1 Pelayanan Keperawatan Jiwa
Terapi REBT dapat menjadi salah satu satu terapi modalitas keperawatan jiwa yang efektif
untuk membantu klien dengan perilaku kekerasan untuk mengontrol perilaku PKnya
dengan melatih cara berpikir, berperasaan (emosi), berperilaku sehingga meningkatkan
hubungan sosialnya dan menurunkan respon fisiologis sehingga mencapai nilai normal.
Terapi REBT dapat diberikan dalam bentuk individu dan kelompok. Terapi juga dapat
diberikan pada saat klien sudah di masyarakat yaitu saat kontrol ke rumah sakit, sehingga
klien tidak harus lama dirawat di rumah sakit.
6.5.2 Keilmuan dan pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menambah keilmuan tentang aplikasi salah satu terapi modalitas
keperawatan jiwa pada kelompok gangguan dan risiko dalam upaya meningkatkan
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
138
Universitas Indonesia
kesehatan jiwa dan dapat diberikan sebagai bahan pembelajaran keperawatan jiwa lanjut
khususnya di rumah sakit dan komunitas.
6.5.3 Penelitian berikutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk pelaksanaan penelitian berikutnya
tentang pengaruh terapi REBT terhadap peningkatan perkembangan keperawatan jiwa
pada berbagai individu dan kelompok dengan masalah keperawatan yang sama atau
berbeda.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
139
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai
berikut:
7.1 Simpulan
7.1.1 Karakterisitik dari 53 orang responden yang dilakukan dalam penelitian ini rata-rata
berusia 35tahun dengan usia termuda 19 tahun dan tertua 56 tahun, lebih banyak
perempuan (50,9%), sebagian besar adalah tidak bekerja (56,6%), memiliki jenjang
pendidikan SD dan SMP (60,4%), dengan adanya riwayat gangguan jiwa (77,4%) dan
frekuensi dirawat di rumah sakit 2 kali atau lebih .
7.1.2 Kemampuan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan diketahui dari respon respon
PK klien yang meliputi respon kognitif, emosi, perilaku, sosial dan fisiologis. Respon-
respon tersebut sebelum pelaksanaan REBT bervariasi, pada respon Kognitif dan Sosial
bervariasi dari rendah sampai tinggi. Begitu juga dengan respon emosi, perilaku dan
fisiologis bervariasi dari tinggi sampai rendah.
7.1.3 Respon kognitif dan sosial PK meningkat secara bermakna pada kelompok yang
mendapatkan REBT. Sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan REBT respon
kognitif dan sosial meningkat secara tidak bermakna.
7.1.4 Pada Respon Emosi, perilaku dan fisiologis menurun secara bermakna pada kelompok
yang mendapatkan REBT sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan REBT
menurun secara tidak bermakna.
7.1.5 Adanya perbedaan secara bermakna pada respon kognitif, emosi, perilaku, sosial dan
fisiologis pada kelompok yang mendapatkan REBT dengan kelompok yang tidak
mendapatkan REBT.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
140
Universitas Indonesia
7.1.6 Ada pengaruh REBT terhadap kemampuan klien dalam mengontrol PK melalui respon
kognitif, emosi, perilaku, sosial dan fisiologisnya. Ada pengaruh frekuensi klien dirawat
di rumah sakit dengan respon sosial klien PK. Tidak ada pengaruh, usia, jenis kelamin,
pekerjaan, riwayat gangguan jiwa dan ferekuensi dirawat di rumah sakit dengan respon
kognitif, emosi, perilaku dan fisiologis klien PK.
7.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu
sebagai berikut:
7.2.1 Aplikasi keperawatan
7.2.1.1 Perawat jiwa di rumah sakit diharapkan selalu
memotivasi klien dan mengevaluasi kemampuan-kemampuan yang telah dipelajari dan
dimiliki oleh klien sehingga latihan yang diberikan membudaya.
7.2.1.2 Perawat jiwa dirumah sakit sebaiknya memberikan terapi lanjutan pada klien selain terapi
generalis yang sudah standar untuk menjadikan kemampuan klien meningkat secara
lebih bermakna seperti memberikan generalis PK dan terapi REBT pada klien dengan
perilaku kekerasan.
7.2.2 Pengembangan keilmuan
7.2.2.1 Pihak pendidikan tinggi keperawatan hendaknya mengembangkan terapi REBT pada
individu dan kelompok serta menjadi salah satu kompetensi yang dikuasai mahasiswa
atau lulusan perawat yang melakukan praktek di keperawatan jiwa.
7.2.2.2 Hasil penelitian ini hendaknya digunakan sebagai evidence based dalam mengembangkan
terapi REBT pada berbagai individu dan kelompok, sehingga menjadi modalitas terapi
keperawatan jiwa yang efektif dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa dan
meningkatkan kesehatan jiwa.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
141
Universitas Indonesia
7.2.3 Penelitian berikutnya
7.2.3.1 Perlu penelitian lebih lanjut pada Klien PK dengan desain longitudinal untuk mengetahui
pencapaian kemampuan dalam mengontrol PK setelah dilakukan terapi REBT.
7.2.3.2 Perlunya dilakukan penelitian tentang efektifitas terapi REBT terhadap kemampuan
mengontrol PK dibandingkan dengan pendekatan terapi yang lain.
7.2.3.3 Perlu dilakukan penelitian tentang respon perilaku kekerasan dengan berbagai
karakteristik seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, budaya, ras, agama, sosial
ekonomi keluarga, geografis dan sebagainya.
7.2.3.4 Perlu dilakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi respon-
respon PK, untuk mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap
perubahan respon-respon PK.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Adomeh. (2006), Fostering Emotional Adjustment Among Nigerian Adolescents
With Rational Emotive Behaviour Therapy,
http://www.highbeam.com/doc/1P3-1161697701.html. diperoleh tanggal 5
Februari 2010
Ariawan, I . (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan, Jakarta
: FKM-UI (tidak di publikasikan).
Banks & Zions (2009). Teaching a Cognitif Behaviour Strategy to Manage
Emotions, Rational Emotive Behaviour Therapy in Educational Setting,
Department Behaviour Management
Boyd, M.A. & Nihart, M.A. (2002). Psychiatric Nursing Contemporary Practice.
USA. Lippincott Raven Publisher
Boyd, M.A. & Nihart, M.A. (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice.
USA. Lippincott Raven Publisher
Brockop,D.Y., & Tolsma,M.T.H. (1995). Dasar-Dasar Riset Keperawatan. Edisi
ke-2. Jakarta:EGC
Dyah W (2009). Pengaruh Assertive Trainning Terhadap Perilaku Kekerasan
pada Klien Skizoprenia, Tesis. Jakarta. FIK UI. tidak dipublikasikan
Dominic. J (2003), Effects of Trait Anger and Negative Attitudes Towards Women
on Physical Assaults in Dating Ralationships, Journal of Family Violence,
Vol 18, No.5, Oktober 2003 diperoleh tanggal 10 februari 2010
Cristopher, E. (2010), Anger, Agression, and Irrational Beliefs In Adolescents,
Cogn Ter Res. Springer Science LLC diperoleh tanggal 10 Februari 2010
Endang (2009). Pengaruh Terapy Musik pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan,
Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak dipublikasikan
Faizmh. (2009), Resume Teori Pendekatan Konseling Rational Emotive Therapy,
diperoleh tanggal 20 januari 2010
Fauziah (2009). Pengaruh Terapiu Perilaku Kognitif Pada Klien Skizoprenia
Dengan Perilaku Kekerasan, Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak dipublikasikan
Fontaine, K.L. (2003). Mental Health Nursing. New Jersey. Pearson Education.
Inc
Frisch, N.C. & Frisch, L.E. (2006). Psychiatric Mental Health Nursing. Third
edition. Canada. Thomson Delmar Learning
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
Universitas Indonesia
Froggatt, W (2005). A Brief Introduction To Rational Emotive Behaviour
Therapy, Journal of Rational Emotive Behaviour Therapy, version Feb
2005
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia (tidak dipublikasikan).
Hidayat, A.A.A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan tehnik analisis data.
Jakarta : Salemba Medika.
Jalil, M. (2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penderita
skizoprenia di RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Skripsi. Tidak
dipublikasikan.
Jensen. (2010), Evaluating the ABC Models of Rational Emotive Behaviour
Therapy Theory : An Analysis of The Relationship Between Irrational
Thinking and Guilt, Thesis of Science in Psychology. The Faculty of
Department Psychology Villanova University. United State. ProQuest
LLC
Kaplan , H.I. ; Sadock, B.J. & . Grebb,J.A. (1997). Sinopsis Psikiatri (7
th
ed.).
Jakarta: Bina Rupa Aksara
Kaplan & Sadock. (2007). Sinopsis Psikiatri: ilmu pengetahuan psikiatri klinis.
(Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Keliat, B.A. (1995). Peran serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa. Jakarta. EGC
Keliat, B.A. (2003). Pemberdayaan Klien dan Keluarga dalam Perawatan Klien
Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan di RSJP Bogor. Disertasi. Jakarta.
FKM UI. tidak dipublikasikan
Keliat & Sinaga.(1991), Asuhan Keperawatan Pada Klien Marah, Jakarta : EGC
Kneisl, C.R., Wilson, S.K., and Trigoboff, E. (2004). Psychiatric Mental Health
Nursing. New Jersey: Pearson Prentice Hall
Maramis, W.F. (2006). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga
University Press
Martin & Dahlen (2004). Irrational Beliefs and The Experience and Expression of
Anger, Journal of Rational Emotive & Cognitif - Behaviour Therapy, Vol
22, No. 1, Spring
McDermut, dkk (2009). Trait Anger and Axis I Disorder : Implications for REBT,
Journal of Rational Emotive Behaviour Therapy, 27 : 121- 135
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
Universitas Indonesia
Mila. (2009), Pengaruh Family Psychoeducation Therapy Terhadap Beban Dan
Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Klien Pasung Di Kabupaten
Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam, Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak
dipublikasikan
Notoatmojo,S.(2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Pusat Penelitian dan Perkembangan Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar
2007. www.litbang.go.id, diperoleh tanggal 20 Oktober 2009
Rieckert & Moller (2000). Rational Emotive Behaviour Therapy In The
Treatment Of Adult Victims of Childhood Sexual Abuse, Journal of
Rational Emotive & Cognitif - Behaviour Therapy, Vol 18, No. 2, Summer
Rawlins & Beck, C.K.(1993). Mental Health- Psychiatric Nursing 3 rd Ed. St.
Louis : Mosby Year
Sabri, L & Hastono, S.P. (2007). Statistik kesehatan. Edisi 1. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Saladino. (2007, www.proquest umi.com/pqdweb?index, diperoleh tanggal 10
januari 2010)
Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2008). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis
(3
th
ed). Jakarta: CV. Sagung Seto.
Soetjiningsih (2004). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja Dan
Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto
Stuart, G.W & Laraia, M.T (2005). Principles and Practice of psychiatric
nursing. (7th edition). St Louis: Mosby
Stuart, G.W & Laraia, M.T (2009). Principles and Practice of psychiatric
nursing. (7th edition). St Louis: Mosby
Stuart, G.W & Sundeen. (1995), Principles Practice Psychiatric Nursing (5
th
edition). St. Louis : Mosby
Sudjana. (2001). Metoda statistika. Edisi revisi. Bandung: Tarsito
Sunaryo.(2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC
Supriyanto, S. (2007). Metodologi riset. Surabaya: Program Administrasi &
Kebijakan Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
Universitas Indonesia
Townsend, C.M. (2005). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing. (3th
Ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company
Triantoro, S. & Saputra (2009), Manajemen Emosi, Jakarta. Bumi Aksara
Varcarolis, E.M. (2006), Psychiatric Nursing Clinical Guide; Assesment Tools
and Diagnosis . Philadelphia. W.B Saunders Co
Varcarolis, E.M. (2003), Psychiatric Nursing Clinical Guide; Assesment Tools
and Diagnosis . Philadelphia. W.B Saunders Co
Videbeck, S.L. (2006). Psychiatric Mental Health Nursing. (3
rd
edition).
Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins.
Videbeck, Sheila. L.(2008), Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC.
Wardhani. (2009), Pengalaman Keluarga Menghadapi Ketidakpatuhan Anggota
Keluarga Dengan Skizofrenia Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik:
Pengobatan, Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak dipublikasikan
WHO. (2001). The world Health Report: 2001: mental health: new
Understanding, new hope. www.who.int/whr/2001/en/ diperoleh tanggal
20 Januari 2010
WHO. (2003), Investing in Mental Health. www.who.int/mental_health. diperoleh
tanggal 23 Februari 2009
WHO. (1992), The ICD 10 Classification of Mental and Behavioural Disorders
: Clinical Description and Diagnosis Guidelines. Diperoleh tanggal 29
Maret 2010
World Federation For Mental health (2008), Leraning about Schizophrenia: An
international Mental Health Awareness Packet. Http:///www.wfmh.org.
diperoleh tanggal 8 Januari 2019
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY TERHADAP KLIEN
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG RAWAT INAP RSMM BOGOR TAHUN 2010.
MANUSKRIP PENELITIAN
Dewi Eka Putri
NPM : 0806469565
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA
DEPOK
JULI 2010
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
PENGARUH RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY TERHADAP KLIEN
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG RAWAT INAP RSMM BOGOR TAHUN 2010
Dewi Eka Putri, Budi Anna Keliat
2
dan Yusron Nasution
3
Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jakarta 10430, Indonesia
Email : dewi_adisifa@yahoo.com
Abstrak
Perilaku kekerasan (PK) adalah respon kemarahan maladaptif dalam bentuk perilaku menciderai diri,
orang lain dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran Pengaruh Rational Emotive
Behaviour Therapy terhadap penurunan perilaku kekerasan di ruang rawat inap RSMM Bogor. Desain
Quasi Experimental Pre-Post Test with Control Group dengan intervensi Rational Emotive
Behaviour Therapy (REBT). Sampel penelitian adalah 53 klien skizoprenia paranoid dengan PK,
terdiri atas 25 kelompok intervensi dan 28 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan
peningkatan respon kognitif dan sosial serta penurunan respon emosi, perilaku dan fisiologis secara
bermakna (P-value 0,05) pada klien yang mendapatkan REBT. REBT direkomendasikan untuk
diterapkan pada klien PK bersama dengan tindakan keperawatan generalis.
Kata Kunci: Perilaku Kekerasan, Rational Emotive Behaviour Therapy.
Abstract
Violent behavior is a maladaptive anger response, which is shown by the People whom treated
themselves, others and the environment. The study aims to get the explanation of the effect rational
emotive behavioral therapy in reducing violent behavioral in Bogor RSMM hospital. Design with
Quasi-Experimental design Pre-Post Test with Control Group and the intervention of rational
emotive behavior therapy (REBT). The samples of this research are 53 clients with paranoid
schizophrenia who has violent behavior, consisted of 25 clients as intervention group and 28 clients as
control group. The Results of this research show the increasing response of cognitive, social and
reducing of emotional response, behavioral, and physiological significantly, at (P-value 0,05) on the
clients who get REBT. In 2 times frequency treated associated with the client's social response
increased. REBT are recommended to provide to the clients with REBT critical nursing generalist.
Keywords : Violent behavior, Rational Emotive Behavior Therapy
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial yang terlihat dari
hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang
positif dan kestabilan emosional (Johnson, 1997, dalam Videbeck, 2008). Di Indonesia,
jumlah penderita masalah kesehatan jiwa cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke
tahun dan hampir di seluruh bagian dari wilayah Indonesia dalam beberapa dekade ini,
populasi mengalami masa sulit karena konflik, kemiskinan maupun bencana alam.
WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa,
dimana panik dan cemas adalah gejala paling ringan (Maramis, 2006). Berdasarkan hasil riset
kesehatan dasar (Ris.Kes.Das, 2007) yang dilakukan oleh Badan Penelitian Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia
sebesar 4.6 permil, dengan kata lain dari 1000 penduduk Indonesia empat sampai lima
diantaranya menderita gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif
individu berupa perubahan fungsi psikologis atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma
lokal dan budaya setempat yang menyebabkan timbulnya penderitaan dan hambatan dalam
melaksanakan peran sosialnya. Skizoprenia merupakan salah satu diagnosa medis dari
gangguan jiwa yang paling banyak ditemukan dan merupakan gangguan jiwa berat. Menurut
data statistik direktorat kesehatan jiwa, pasien gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia yaitu
70% (Dep.Kes, 2003). American Association Psychiatric (2000) menyebutkan beberapa
penelitian melaporkan bahwa kelompok individu yang didiagnosa mengalami skizoprenia
mempunyai insiden lebih tinggi untuk mengalami perilaku kekerasan (APA, 2000 dalam
Sadino, 2007). Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku untuk melukai atau
mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan secara verbal atau fisik (Stuart & Laraia,
2005;2009).
Fokus tindakan untuk perilaku kekerasan (PK) adalah mengarahkan untuk pengurangan
perilaku impulsif, tehnik manajemen marah, terapi drama, terapi musik dan terapi dansa
(Cleven, 2006 dalam Choi, 2008). Menurut Endang (2009) terapi musik dapat menurunkan
perilaku kekerasan yang diketahui dari respon fisik, respon kognitif , respon perilaku dan
respon sosial klien. menurut Stuart dan Laraia (2005) adalah terapi asertif, time outs, dan token
economy. Menurut Dyah (2009) perilaku kekerasan pada kelompok yang mendapat terapi
generalis dan asertif training menurun secara bermakna pada respon fisik, respon kognitif,
respon perilaku dan respon sosial klien. . Sedangkan menurut Fauziah (2009) terapi perilaku
kognitif dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku klien skizoprenia dengan
perilaku kekerasan. Respon kognitif merupakan hasil penilaian terhadap kejadian yang
menekan, pilihan koping yang digunakan, reaksi emosional, fisiologis, perilaku dan sosial
individu (Stuart & Laraia, 2005). Berdasarkan teori diatas maka perlu adanya intervensi pada
klien dengan perilaku kekerasan yang mengarah kepada fisik, afektif (emosi),
kognitif,fisiologis, perilaku, dan sosial. Terapi Asssertiveness Trainning, terapi Musik dan
terapi Perilaku Kognitif belum mengarahkan intervensinya secara langsung kepada emosi
klien dengan perilaku kekerasan. Adapun terapi yang dapat dilakukan untuk itu adalah
Rational Emotive Behaviour Therapy ( REBT).
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) ditemukan oleh Albert Ellis, REBT adalah suatu
metode untuk memahami dan mengatasi masalah emosi dan perilaku. Tujuan umum REBT
adalah untuk mengurangi keyakinan irrasional dan menguatkan keyakinan rasional yang dapat
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
efektif pada anak dan dewasa yang marah dan agresif melalui pembelajaran dan latihan
kognitif, emosi dan perilaku. Berdasarkan penelitian Johan Rieckert (2000) terapi REBT
secara signifikan dapat mengurangi depresi, kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah dan
harga diri yang rendah. Penelitian keparawatan di indonesia tentang Pengaruh Rasional
Emotif Behaviour Therapy terhadap klien dengan perilaku kekerasan belum diketahui.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk menerapkan Rational Emotive Behaviour
Therapy pada klien dengan perilaku kekerasan di ruang rawat inap Rumah Sakit Marzoeki
Mahdi (RSMM) Bogor. Perilaku kekerasan merupakan urutan 5 besar dari masalah
keperawatan yang ditemukan di RSMM yaitu Halusinasi 26,24%, Defisit perawatan diri
19,15%, Isolasi sosial 16,31%, HDR 13% dan PK 10,64% dari masalah keperawatan klien
yang dirawat di RSMM Bogor (Data Aplikasi 2 & Residensi 2 Keperawatan Jiwa). Oleh
karena itu perlu dilakukannya penelitian tentang Pengaruh Rational Emotive Behaviour
Therapy terhadap penurunan perilaku kekerasan di ruang rawat inap RSMM Bogor.
METODOLOGI
Penelitian ini adalah penelitian quasi expermental dengan metode kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian Quasi Experimental Pre-Post Test with Control Group
dengan intervensi Rational Emotive Behaviour Therapy ( REBT). Teknik pengambilan sampel
secara Consecutive Sampling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku
pada klien dengan perilaku kekerasan baik secara kognitif, afektif (emosi), perilaku, sosial dan
fisiologis sebelum dan sesudah diberikan intervensi berupa pemberian terapi REBT. Pada
penelitian ini responden berjumlah 53 orang yang terdiri atas 28 orang pada kelompok kontrol
dan 25 orang pada kelompok intervensi. Hal ini disebabkan karena 3 orang dari kelompok
intervensi drop out. Analisis statistik yang dipergunakan adalah univariat, bivariat dan
multivariat dengan analisis dependen dan independent sample t-Test, Chi-square serta regresi
linier ganda dengan tampilan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang telah dilakukan tanggal 26 Mei sampai dengan 21 Juni 2010 disajikan
sebagai berikut :
1. Karakteristik Klien Perilaku kekerasan
Berdasarkan uraian hasil analisis karakteristik pada klien perilaku kekerasan dalam
penelitian ini rata-rata berusia 35,02 tahun dengan usia termuda 19 tahun dan tertua 56
tahun, lebih banyak perempuan (50,9%), sebagian besar tidak bekerja (56,6%), memiliki
jenjang pendidikan SD dan SMP (60,4%), dengan adanya riwayat gangguan jiwa (77,4%)
dan frekuensi dirawat di rumah sakit 2 kali atau lebih (77,4%).
2. Respon Perilaku Kekerasan Klien PK
Analisis respon-respon perilaku kekerasan terdiri atas : kognitif, emosi, perilaku, sosial
dan fisiologis pada klien PK. Berdasarkan hasil analisis sebelum diberikannya terapi
REBT diketahui bahwa :
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
2.1 Berdasarkan kuesioner pada penelitian rentang respon kognitif adalah minimal 8
dan maksimal 32 (rendah 8 16 ; sedang 17 18; tinggi 19 - 32). Ini berarti respon
kognitif pada klien PK semakin meningkat menunjukkan kognitif yang semakin baik.
Hasil analisis respon kognitif adalah 18,48 dengan nilai minimal 13 dan maksimal 26,
dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon kognitif klien PK sebelum dilakukan terapi
REBT adalah sedang.
2.2 Berdasarkan kuesioner pada penelitian rentang respon emosi adalah minimal 7 dan
maksimal 28 (rendah 7 15 ; sedang 16 17; tinggi 18 - 28). Respon emosi pada klien
PK semakin menurun menunjukkan emosi yang semakin baik. Hasil analisis rata-rata
respon emosi sebelum dilakukan REBT adalah 17,19 dengan nilai minimal 12 dan
nilai maksimal 26. Maka dapat disimpulkan rata-rata respon emosi klien PK sebelum
dilakukan terapi REBT adalah sedang.
2.3 Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon perilaku adalah minimal 5
dan maksimal 20 (rendah 5 11 ; sedang 12 14; tinggi 15 - 20). Respon perilaku
pada klien PK semakin menurun menunjukkan perilaku yang semakin baik. Hasil
analisis respon perilaku. Rata-rata respon perilaku sebelum dilakukan REBT adalah
13,25 dengan nilai minimal 8 dan nilai maksimal 17. Maka dapat disimpulkan bahwa
rata-rata respon perilaku klien PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang.
2.4 Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon sosial adalah minimal 6
dan maksimal 24 (rendah 6 12 ; sedang 13 14; tinggi 15 - 24). Respon sosial pada
klien PK semakin meningkat menunjukkan sosial yang semakin baik. Hasil analisis
rata-rata respon sosialnya sebelum dilakukan REBT adalah 13,77 dengan nilai minimal
10 dan nilai maksimal 19. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon sosial klien
PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang.
2.5 Berdasarkan kuesioner pada penelitian ini rentang respon fisiologis adalah minimal 6
dan maksimal 12 (rendah 6 8 ; sedang 8 9; tinggi 10 - 24). Respon fisiologis pada
klien PK semakin menurun menunjukkan fisiologis yang semakin baik. Hasil analisis
rata-rata respon fisiologis sebelum dilakukan REBT adalah 9,16 dengan nilai minimal
6 dan nilai maksimal 13. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata respon fisiologis
klien PK sebelum dilakukan terapi REBT adalah sedang.
3. Perubahan Respon PK Sebelum Dan Sesudah Diberikannya REBT
Berdasarkan uji statistik terdapat perubahan yang bermakna sesudah mendapatkan
REBT terhadap respon-respon PK. Respon kognitif klien meningkat secara bermakna
sebesar 3,80 dengan p value 0,000 0,05, respon emosi klien menurun secara bermakna
sebesar 2,92 dengan p value 0,001 0,05, respon perilaku klien menurun secara
bermakna sebesar 2,32 dengan p value 0,000 0,05, respon sosial klien meningkat
secara bermakna sebesar 1,6 dengan p value 0,002 0,05 dan respon fisiologis klien
menurun secara bermakna sebesar 2,56 dengan p value 0,000 0,05. Ini dapat dilihat
pada tabel 3.1
Tabel 3.1
Analisis Perubahan Respon Perilaku Kekerasan Pada Klien PK
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
Sebelum Dan Sesudah Pelaksanaan REBT Pada Kelompok Intervensi
Di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 25)
Tabel 3.2
Analisis Perubahan Respon-Respon Perilaku Kekerasan Pada klien PK
Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan REBT Pada Kelompok Kontrol
di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 28)
Respon PK Pelaksanaan
REBT
n Mean SD SE p
Value
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
18,07
18,54
0,47
3,49
3,21
0,28
0,66
0,61
0,613
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
17,25
16,89
0,36
3,01
2,91
0,1
0,57
0,55
0,514
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
13,50
13,36
0,14
1.88
1,68
0,2
0,35
0,32
0,718
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
13,29
13,54
0,25
2,42
2,15
0,27
0,46
0,41
0,667
Respon kognitif
Respon Emosi
Respon Perilaku
Respon Sosial
Respon Fisiologis
Sebelum
Sesudah
Selisih
28
28
9,29
8,86
0,43
1,15
1,08
0,07
0,22
0,20
0,184
Berdasarkan tabel 3.2 uji statistik yang dilakukan pada kelompok kontrol sebelu dan
sesudah REBT diberikan tidak terdapat perubahan yang bermakna pada klien dengan
PK yang tidak mendapat REBT. Respon kognitif meningkat sebesar 0,47 dengan p
value 0,613 0,05, respon emosi menurun sebesar 0,36 dengan p value 0,514
0,05, respon perilaku sebesar 0,14 dengan p value 0,718 0,05, respon sosial
meningkat sebesar 0,25 dengan p value 0,677 0,05 dan respon fisiologis menurun
sebesar 0,43 dengan p value 0,184 0,05.
4. Perbedaan Respon PK Setelah Dilakukan REBT Pada Kelompok Intervensi Dan
Kelompok Kontrol .
Hasil analisis menunjukkan bahwa respon kognitif, emosi,perilaku, sosial dan fisiologis
pada klien PK yang mendapat REBT lebih baik secara bermakna dibandingkan dengan
klien PK yang tidak mendapatkan REBT. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.1
Respon PK Pelaksanaan
REBT
n Mean SD SE p
Value
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
18,88
22,68
3,80
2,86
3,69
0,83
0,57
0,58
0,000
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
17,12
14,20
2,92
3,53
2,77
0,76
0,71
0,55
0,001
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
13,00
10,68
2,32
2,02
1,82
0,2
0,40
0,36
0,000
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
14,24
15,84
1,6
1,88
1,57
0,31
0,38
0,15
0,002
Respon kognitif
Respon Emosi
Respon Perilaku
Respon Sosial
Respon Fisiologis
Sebelum
Sesudah
Selisih
25
25
9,04
6,48
2,56
1,31
0,59
0,72
0,26
0,12
0,000
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
Tabel 4.1
Analisis Respon Perilaku Kekerasan Pada Klien PK Setelah Dilakukan REBT
Di RSMM Bogor Tahun 2010
(n = 53)
5. Perbedaan Selisih Perubahan Respon-Respon Perilaku Kekerasan Sebelum Dan Setelah
Terapi Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol
Hasil analisis perbedaan selisih perubahan rata-rata respon-respon perilaku kekerasan
antara klien yang mendapat REBT dan yang tidak mendapat REBT ada perbedaan yang
bermakna ( P -value 0,05) yaitu :
5.1 Selisih perubahan respon kognitif PK antara yang mendapat REBT dan yang tidak
mendapat REBT ada perbedaan yang bermakna (P
value
= 0.023; = 0.05).
5.2 Selisih perubahan respon emosi PK antara yang mendapat REBT dan yang tidak
mendapat REBT ada perbedaan yang bermakna (P
value
= 0.009; = 0.05).
5.3 Selisih perubahan respon perilaku PK antara yang mendapat REBT dan yang tidak
mendapat REBT ada perbedaan yang bermakna (P
value
= 0.000; = 0.05).
5.4 Selisih perubahan respon sosial PK antara yang mendapat REBT dan yang tidak
mendapat REBT tidak ada perbedaan yang bermakna (P
value
= 0.076; = 0.05).
5.5 Selisih perubahan respon fisiologis PK antara yang mendapat REBT dan yang tidak
mendapat REBT ada perbedaan yang bermakna (P
value
= 0.000; = 0.05).
6. Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Respon Perilaku Kekerasan Pada Klien Dengan
Perilaku Kekerasan
Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara terapi REBT dengan
respon PK (kognitif, emosi, perilaku, sosial dan fisiologis) Klien PK dengan alpha 5% ;
p value 0.05. Sedangkan analisis karakteristik Klien PK (usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, riwayat gangguan jiwa dan frekuensi di rawat) menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara karakteristik klien dengan respon PK (kognitif, emosi,
perilaku, sosial dan fisiologis) p value 0.05; alpha 5%, kecuali untuk frekuensi dirawat
ditemukan adanya hubungan denga nrespon sosial klien p value 0.05; alpha 5%
Respon PK Kelompok n Mean SD
Min
Max
p Value
Kognitif
1.Intervensi
2. Kontrol
25
28
22,68
18,54
2,90
3,21
18 31
11 25
0,000
Emosi 1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
14,20
16,89
2,39
2,30
8 - 19
12 23
0,001
Perilaku 1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
10,68
13,36
1,82
1,68
7 14
10 - 16
0.000
Sosial 1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
15,84
13,54
1,57
2,15
13 - 19
8 19
0,000
Fisiologis
1. Intervensi
2. Kontrol
25
28
6,48
8,86
0,59
1,08
6 8
6 10
0,000
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
PEMBAHASAN
1. Pengaruh Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) Terhadap Respon Perilaku
Kekerasan pada Klien Perilaku Kekerasan (PK)
1.1 Pada klien yang mendapatkan terapi psikososial REBT ditemukan peningkatan secara
bermakna pada respon kognitif, ini berarti REBT berpengaruh terhadap peningkatan
respon kognitif klien PK sehingga pengetahuan klien meningkat tentang masalah
perilaku kekerasan yang dialaminya sebagai perilaku maladaptif yang dapat
mencelakakan dirinya, orang lain dan lingkungan. Penelitian ini sesuai dengan
Rieckert (2000) menyatakan terapi REBT secara signifikan dapat mengurangi
kemarahan, perasaan bersalah dan harga diri yang rendah. Melalui terapi REBT klien
dilatih untuk dapat mengevaluasi diri sendiri dengan mengidentifikasi kejadian yang
pernah dialami, pikiran-pikiran irrasional yang timbul terkait dengan kejadian dan
mempengaruhi perasaan (emosi) klien sehingga menghasilkan perilaku maladaptif
yang sebenarnya tidak diinginkan.
1.2 Pada klien PK menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan respon emosi
secara bermakna antara kelompok yang mendapatkan terapi REBT dan yang tidak
mendapatkan REBT. Hal ini karena terapi REBT memberikan kesempatan pada klien
untuk mengenali perasaan-perasaan yang disebabkan karena adanya pikiran yang tidak
rasional terhadap setiap kejadian atau peristiwa yang membuat klien berperilaku
kekerasan sehingga klien mengenali perasaan-perasaan yang dapat menimbulkan
perilaku maladaptif. REBT adalah metode untuk memahami dan mengatasi masalah
emosi dan perilaku (Froggatt, 2005). Teori REBT menegaskan bahwa keyakinan yang
tidak rasional akan membawa individu pada emosi dan perilaku negatif yang tidak
sehat seperti perilaku amuk (agresif) dan rasa bersalah (Jensen, 2008).. REBT baik
diberikan pada klien PK karena di dalam materi REBT menjelaskan pada klien cara
berpikir rasional, mengubah emosi yang mengganggu menjadi emosi yang
menyenangkan sehingga klien dapat menyelesaikan masalah. Sesuai dengan konsep
REBT bahwa emosi dan perilaku merupakan hasil dari proses pikir yang
memungkinkan bagi manusia untuk memodifikasinya seperti proses untuk mencapai
cara yang berbeda dalam merasakan dan bertindak (Froggatt, 2005).
1.3 Hasil penelitian yang dilakukan terhadap klien PK memperlihatkan adanya penurunan
secara bermakna pada respon perilaku antara kelompok yang mendapatkan terapi
REBT dan yang tidak mendapatkan REBT. Ini berarti bahwa REBT memberikan
pengaruh yang bermakna terhadap penurunan perilaku kekerasan pada klien.
Berdasarkan literatur Albert Ellis (Corsini & Wedding, 1989 dalam Dominic, 2003)
berpendapat bahwa yang perlu dirubah oleh individu untuk mengatasi masalah emosi
maupun perilakunya adalah adanya keyakinan irrasional yang dikembangkan sendiri
oleh individu dan Albert Ellis mengembangkan sebuah terapi bernama REBT
(Rational Emotive Behavioural Therapy). Sunaryo (2004) menyatakan bahwa
perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kebutuhan, motivasi, sikap dan
kepercayaan. Dengan terbinanya saling percaya perawat dengan klien, dan adanya
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
kebutuhan serta motivasi klien untuk merubah diri maka perilaku dapat dirubah lebih
cepat.
1.4 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada klien PK ditemukan peningkatan
secara bermakna pada respon sosial klien yang mendapatkan REBT. Hal ini berarti
REBT berpengaruh secara bermakna dalam meningkatkan respon sosial klien PK.
Menurut Boyd dan Nihart (1998) tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
akan ditemukan penurunan interaksi sosial. Menurut Beck, emosi marah sering
merangsang kemarahan orang lain. Pengalaman marah dapat mengganggu hubungan
interpersonal. Dengan diberikan REBT, klien akan belajar untuk berpikir secara
rasional dan berperilaku yang adaptif sehingga hubungan interpersonalnya dengan
orang lain meningkat.
1.5 Pada klien yang mendapatkan terapi psikososial REBT ditemukan penurunan secara
bermakna pada respon fisiologis, ini berarti REBT berpengaruh terhadap penurunan
respon fisiologis klien PK. Menurut Stuart dan Laraia (2009), Perilaku kekerasan dapat
dilihat dari wajah tegang, tidak bisa diam, mengepalkan atau memukulkan tangan,
rahang mengencang, peningkatan pernafasan, dan kadang tiba-tiba seperti kataton.
Menurut Beck respons fisiologis marah timbul karena kegiatan system syaraf otomom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi
denyut jantung meningkat, wajah merah, pupil melebar, dan frekuensi pengeluaran
urin meningkat. Dengan diberikannya REBT pada klien maka klien akan belajar untuk
berpikir rasional, mengontrol perasaannya dan perilakunya sehingga system syaraf
otonom tidak bereaksi dan respon fisiologis menjadi turun mencapai batas normal.
2. Faktor Yang Berhubungan
Dengan Respon PK
Berdasarkan hasil penelitian ini usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat
gangguan jiwa dan frekuensi di rawat tidak ada hubungan yang bermakna dengan respon
perilaku kekerasan. Ini berarti perubahan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
riwayat gangguan jiwa dan frekuensi di rawat tidak diikuti oleh perubahan pada respon
perilaku kekerasan (respon kognitif, emosi, perilaku, sosial maupun fisiologis). Namun
khusus untuk frekuensi di rawat ada hubungan yang bermakna dengan respon sosial yang
berarti bila terjadi perubahan pada frekuensi dirawat maka akan terjadi pula berubahan
pada respon sosial klien.
SIMPULAN
1. Karakterisitik dari 53 orang responden yang dilakukan dalam penelitian ini rata-rata berusia
35 tahun dengan usia termuda 19 tahun dan tertua 56 tahun, lebih banyak perempuan
(50,9%), sebagian besar adalah tidak bekerja (56,6%), memiliki jenjang pendidikan SD dan
SMP (60,4%), dengan adanya riwayat gangguan jiwa (77,4%) dan frekuensi dirawat di
rumah sakit 2 kali atau lebih.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
2. Kemampuan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan diketahui dari respon respon PK
klien yang meliputi respon kognitif, emosi, perilaku, sosial dan fisiologis. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa ada perubahan yang bermakna pada respon klien PK antara
sebelum mendapatkan REBT dengan setelah mendapatkan REBT. Perubahan yang terjadi
adalah pada respon kognitif dan sosial terjadi peningkatan yang bermakna sedangkan pada
respon emosi, perilaku dan fisiologis terjadi penurunan secara bermakna.
3. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa respon kognitif, emosi,perilaku, sosial dan
fisiologis pada klien PK yang mendapat REBT lebih baik secara bermakna dibandingkan
dengan klien PK yang tidak mendapatkan REBT.
4. Ada pengaruh REBT terhadap kemampuan klien dalam mengontrol PK melalui respon
kognitif, emosi, perilaku, sosial dan fisiologisnya. Ada pengaruh frekuensi klien dirawat di
rumah sakit dengan respon sosial klien PK. Tidak ada pengaruh, usia, jenis kelamin,
pekerjaan, riwayat gangguan jiwa dan ferekuensi dirawat di rumah sakit dengan respon
kognitif, emosi, perilaku dan fisiologis klien PK.
SARAN
1. Perawat jiwa di rumah sakit diharapkan selalu memotivasi klien dan mengevaluasi
kemampuan-kemampuan yang telah dipelajari dan dimiliki oleh klien sehingga latihan yang
diberikan membudaya. Pemberian terapi lanjutan dari terapi yang sesuai dengan SAK akan
memberikan hasil yang lebih maksimal seperti terapi generalis PK dan REBT pada Klien
PK.
2. Hasil penelitian ini hendaknya digunakan sebagai evidence based dalam mengembangkan
terapi REBT pada berbagai individu dan kelompok dengan masalah keperawatan jiwa
lainnya dan menjadi bagian dari kompetensi yang dimiliki oleh perawat spesialis.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, M.A. & Nihart, M.A. (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice. USA.
Lippincott Raven Publisher
Dyah W (2009). Pengaruh Assertive Trainning Terhadap Perilaku Kekerasan pada Klien
Skizoprenia, Tesis. Jakarta. FIK UI. tidak dipublikasikan
Dominic. J (2003), Effects of Trait Anger and Negative Attitudes Towards Women on Physical
Assaults in Dating Ralationships, Journal of Family Violence, Vol 18, No.5, Oktober
2003 diperoleh tanggal 10 februari 2010
Cristopher, E. (2010), Anger, Agression, and Irrational Beliefs In Adolescents, Cogn Ter Res.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
Springer Science LLC diperoleh tanggal 10 Februari 2010
Endang (2009). Pengaruh Terapy Musik pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan, Tesis.
Jakarta. FIK UI. Tidak dipublikasikan
Fauziah (2009). Pengaruh Terapiu Perilaku Kognitif Pada Klien Skizoprenia Dengan
Perilaku Kekerasan, Tesis. Jakarta. FIK UI. Tidak dipublikasikan
Froggatt, W (2005). A Brief Introduction To Rational Emotive Behaviour Therapy, Journal of
Rational Emotive Behaviour Therapy, version Feb 2005
Jensen. (2010), Evaluating the ABC Models of Rational Emotive Behaviour Therapy Theory :
An Analysis of The Relationship Between Irrational Thinking and Guilt, Thesis of
Science in Psychology. The Faculty of Department Psychology Villanova University.
United State. ProQuest LLC
Pusat Penelitian dan Perkembangan Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007.
www.litbang.go.id, diperoleh tanggal 20 Oktober 2009
Rieckert & Moller (2000). Rational Emotive Behaviour Therapy In The Treatment Of Adult
Victims of Childhood Sexual Abuse, Journal of Rational Emotive & Cognitif -
Behaviour Therapy, Vol 18, No. 2, Summer
Rawlins & Beck, C.K.(1993). Mental Health- Psychiatric Nursing 3 rd Ed. St. Louis : Mosby
Year
Stuart, G.W & Laraia, M.T (2005). Principles and Practice of psychiatric nursing. (7th
edition). St Louis: Mosby
Stuart, G.W & Laraia, M.T (2009). Principles and Practice of psychiatric nursing. (7th
edition). St Louis: Mosby
Sunaryo.(2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC
1
Dewi Eka Putri, S.Kp: Mahasiswa Program Pasca Sarjana Kekhususan Keperawatan Jiwa FIK UI.
2
Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp., M. App.Sc: Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa FIK UI Jakarta.
3
Yusron Nasution, M.Kn: Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010
Pengaruh rational..., Dewi Eka Putri, FIK UI, 2010