Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kesehatan jiwa menurut undang – undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014


merupakan suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikaan kontribusi untuk komunitasnya. Menurut Riyadi dan Purwanto
(2013), kesehatan jiwa suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu
penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri, kebugaran dan
kemampuan pengendalian diri.

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang


signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena
skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Selain itu, 25 % dari penduduk
dunia pernah mengalami masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya merupakan
gangguan jiwa berat.

Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental


emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk
usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah
penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk (Depkes, 2016). Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis,
psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus
gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara
dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.

Prevalensi gangguan jiwa di daerah pedesaan terbukti lebih tinggi


dibanding daerah perkotaan. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan
minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan

1
pernah dipasung mencapai 18,2 persen. Sementara di daerah perkotaan,
proporsinya hanya mencapai 10,7 persen (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data
Puskesmas Pembantu (Pustu) Paringan di Kecamatan Jenangan pada bulan
Januari 2016 sampai dengan Desember 2016 daftar kunjungan pasien dengan
gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Pembantu Paringan masih tinggi yaitu
sebanyak 4.601 orang, dengan rerata kunjungan sebanyak 384 pasien per bulan.
Pustu Paringan memiliki empat desa sebagai wilayah kerjanya yaitu Desa Krajan,
Desa Krangkungan, Desa Semampu, dan Desa Bagusan, dengan kasus terbanyak
yaitu skizofrenia, dengan prosentase sebesar 96,7%, diikuti dengan kasus retardasi
mental sebesar 1,7%, gangguan jiwa lain sebesar 1,1%, dan kasus gangguan
neurosa sebesar 0,5%.

Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa psikotik yang menjadi


perhatian yang serius di bidang psikiatri. Gangguan ini memiliki prevalensi
seumur hidup sebesar 0.3 – 0.7% (Sadock et al., 2015). Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2013 menyebutkan prevalensi skizofrenia dan gangguan jiwa berat di
Indonesia yaitu 1.7‰ (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Skizofrenia terutama ditandai dengan gejala utama berupa gejala positif dan
negatif. Gejala positif yaitu halusinasi, waham, perilaku yang kacau, dan
pembicaraan yang kacau. Gejala negatif skizofrenia antara lain afek tumpul,
alogia, asosial, avolisi, abulia, dan anhedonia (American Psychiatric Association,
2013).

Berdasarkan fakta fakta permasalahan kesehatan jiwa tersebut, World


Health Organization (WHO) dan World Federation for Mental Health (WFMH)
berupaya menekankan penyelesaian permasalahan kesehatan jiwa dari akarnya,
yang dituangkan ke tema Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2016. Mengambil tema
Martabat dalam Kesehatan Jiwa: Pertolongan Pertama Psikologis dan Kesehatan
Jiwa Bagi Semua dengan sub tema Jiwa yang Sehat Berawal dari Keluarga Sehat;
maka pesan utama yang ingin disampaikan adalah bahwa setiap orang memiliki
hak untuk dihargai dan mendapatkan perlakuan layak sesuai dengan harkat dan
martabat sebagai manusia. Pesan ini berarti bahwa penghargaan terhadap hak-hak
manusia juga secara perlahan harus mampu menghapus diskriminasi dan stigma

2
terhadap anggota keluarga atau siapapun yang memiliki gangguan jiwa; sehingga
mereka dapat tetap dapat dihargai selayaknya manusia bermartabat yang perlu
dibantu untuk mendapatkan kembali kehidupan yang berkualitas (Depkes, 2016).

Gangguan jiwa merupakan penyakit yang dapat menjadi kronis dan sulit
untuk dipulihkan bila lama tidak ditangani dan tidak diterapi dengan baik. Prinsip
terapi pada pasien dengan gangguan jiwa meliputi terapi farmakologis dan terapi
non farmakologis sebagai suatu kesatuan. Tingginya angka gangguan jiwa, serta
rendahnya efektivitas terapi dan kualitas hidup pasien gangguan jiwa di Indonesia,
terutama di wilayah Puskesmas Jenangan, yaitu Pustu Paringan merupakan dasar
dari penulis untuk membuat suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan
terapi secara holistik, dari sisi farmakologis maupun non farmakologis. Sehingga,
diharapkan pasien gangguan jiwa dapat pulih, memiliki kualitas hidup yang baik,
dan produktif seperti masyarakat pada umumnya.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka didapatkan perumusan


masalah Apakah bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan gangguan jiwa?

1.3. TUJUAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

Membentuk suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien


dengan gangguan jiwa

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

Meningkatkan tingkat kepatuhan kontrol, meningkatkan efektivitas terapi,


meningkatkan pengetahuan mengenai gangguan jiwa, meningkatkan kemampuan
interaksi sosial, meningkatkan kemampuan perawatan diri, dan meningkatkan
ketrampilan serta kemandirian pasien dengan gangguan jiwa.

3
1.4. MANFAAT

1.4.1. BAGI ILMU PENGETAHUAN

Menambah wawasan tentang kebutuhan pasien dengan gangguan jiwa


dalam hal terapi holistik

1.4.2. BAGI PUSKESMAS JENANGAN

Dapat membentuk kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dengan


gangguan jiwa

1.4.3. BAGI MASYARAKAT

Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian keluarga dan masyarakat


terhadap pasien dengan gangguan jiwa.

1.4.4 BAGI PEMERINTAH SETEMPAT

Dapat menjadikan contoh kegiatan yang dapat diaplikasikan pada daerah


dengan jumlah penderita gangguan jiwa yang tinggi

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 GANGGUAN JIWA
2.1.1 DEFINISI GANGGUAN JIWA
Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan
itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai
sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam
kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan
merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial
individu secara optimal, serta dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan
mempunyai sifat positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati, 2009).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran
sosial. Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi
oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena
persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri
(Budiman, 2010).
Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah gangguan
alam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa
(Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam
gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive),
hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
Gangguan Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik

5
kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu
orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2009). Gangguan Jiwa
sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja gangguan
jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut
hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila
(Budiman, 2010).
Menurut literature terbaru, Gangguan jiwa menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ III) memiliki
tiga butir kriteria yaitu adanya gejala klinis yang bermakna yang berupa sindrom
atau gejala perilaku serta sindrom atau pola psikologik. Gejala klinis tersebut
menimbulkan penderitaan, antara lain dapat berupa: rasa nyeri, tidak nyaman,
tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll. Gejala klinis tersebut
menimbulkan disabilitas dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan
diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian,
makan, kebersihan diri, dll (Maslim, 2013).

2.1.2 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Etiologi gangguan jiwa dapat dikarenakan somatogenik, sosiogenik,


maupun psikogenik (Maramis, 2010). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal,
akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur tersebut yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan jiwa.
Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas :
a. Faktor Biologis/Jasmaniah
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin
terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan
jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan
kejiwaan yang tidak sehat.
2) Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang
berhubungan dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh

6
gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif,
sedang yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3) Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami
gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker,
dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan
sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat
menyebabkan rasa rendah diri
b. Ansietas dan Ketakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan
yang tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa
terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya
terancam.
c. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan
yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian
kasih sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras akan
menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian yang
bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
d. Faktor Sosio-Kultural
Faktor sosio-kultural adalah faktor lingkungan sosial dan budaya
pada masing-masing area tempat tinggal yang dapat meningkatkan
stressor pada individu.
e. Faktor Presipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan
seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu
mempersepsikan dirinya melawan tantangan, ancaman, atau tuntutan
untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh
setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan.

7
Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya.
Lingkungan dan stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan
hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan
prosedur tindakan serta pengobatan (Stuart&Sundeen, 2008).

2.1.3 JENIS GANGGUAN JIWA

Macam-macam gangguan jiwa menurut Maramis, 2010 dibagi menjadi :


Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan
gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan
somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan
faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental,
gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan
onset masa kanak dan remaja.

a. Skizofrenia.

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai dengan hendaya


hebat terhadap pikiran, emosi, persepsi, dan tingkah laku. Karakteristik terutama
dari gejala skizofrenia adalah halusinasi, waham, serta disorganisasi bahasa dan
perilaku. Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat dan
menimbulkan disorganisasi personalitas yang besar. Skizofrenia juga merupakan
suatu bentuk psikosa yang paling sering dijumpai. Pasien dengan skizofrenia tidak
mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya
abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas,
dan jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan (Maramis, 2010).

b. Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang


berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan,
rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Depresi juga dapat

8
diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang
ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak
berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah gangguan patologis
terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan,
sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa,
ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut
pada bahaya yang akan datang. Individu yang menderita depresi biasanya akan
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju ke
keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas (Kaplan, 2010).

c. Gangguan Cemas

Gangguan cemas adalah suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut
sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik. Penyebabnya biasanya
tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari
kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat (Maramis, 2010). Sundeen
mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang
meliputi kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.

d. Gangguan Kepribadian

Gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dapat terjadi pada orang dengan


intelegensi tinggi ataupun rendah. Gangguan kepribadian diklasifikasikan
menjadi: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian
skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif,
kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian
pasif agresif, kepribadian inadequate (Maslim, 2003).

e. Gangguan Mental Organik

Gangguan Mental Organik (GMO) Merupakan gangguan jiwa psikotik atau non-
psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi
jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit intra cerebral maupun ekstra
cerebral. Manifestasi yang terjadi akan berhubungan dengan bagian otak yang

9
mengalami gangguan. Gangguan mental organik dibagi menjadi psikotik dan non
psikotik (Maramis, 2010).

f. Gangguan Psikosomatik

Gangguan Psikosomatik merupakan gangguan komponen psikologik yang diikuti


gangguan fungsi tubuh. Gejala yang terjadi sering berhubungan dengan gangguan
fungsi organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan ini
sering disebut sebagai gangguan psikofisiologis dikarenakan sebagian besar hanya
fungsi fisiologis saja yang terganggu (Maramis, 2010).

g. Retardasi Mental

Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama
masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,
2003).

h. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.

Gangguan perilaku pada anak dan remaja menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat. Anak dengan
gangguan perilaku biasanya menemui kesulitan dalam asuhan dan pendidikan.
Gangguan perilaku dapat berasal dari individu atau lingkungan. Gangguan otak
seperti trauma kepala, ensefalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan
kepribadian (Maramis, 2010).

10
2. 2 SKIZOFRENIA

2.2.1 DEFINISI SKIZOFRENIA

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai dengan


hendaya hebat terhadap pikiran, emosi, persepsi, dan tingkah laku.
Karakteristik terutama dari gejala skizofrenia adalah halusinasi, waham, serta
disorganisasi bahasa dan perilaku (Padmanabhan and Kshavan, 2016). Definisi
skizofrenia telah mengalami pergantian melalui tiap edisi dari Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) dari DSM-I hingga DSM-5. tetapi
definisi tersebut memiliki tiga akar utama yaitu :
a) Pandangan Kraepelinian yang menekankan adanya avolisi (penurunan motivasi
untuk melakukan atau mengerjakan aktivitas yang berguna bagi dirinya sendiri
sebagai contoh: aktivitas rutin, hobi, pergi bekerja dan/atau sekolah, serta aktivitas
sosial), kronisitas, dan hasil yang kurang memuaskan
b) Pandangan Bleurian menekankan perubahan disosiatif bersifat primer atau
fundamental yang terdapat pada gejala negatif
c) Pandangan Schneiderian menekankan pada distorsi realita atau gejala positif
(Tandon et al, 2013).

2.2.2 DIAGNOSIS SKIZOFRENIA

Skizofrenia adalah diagnosis eklsklusi yang didapatkan dengan wawancara


psikiatrik, riwayat kesehatan sekarang dan dahulu, riwayat psikiatrik sekarang dan
dahulu, riwayat keluarga, dan riwayat sosial. Pada skizofrenia terdapat gejala
psikosis seperti afek datar, waham, kebiasaan sosial atau motorik yang abnormal,
serta disorganisasi pikiran dan pembicaraan. Untuk menyingkirkan psikosis yang
disebabkan oleh kondisi medis umum atau neurologis maka pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratoris. Pemeriksaan laboratoris dasar yang dapat digunakan
adalah kadar elektrolit, darah lengkap, tes fungsi hati, tiroid, dan fungsi ginjal,
kadar vitamin B12, tes antibody HIV, antibody treponemal (Padmanabhan and
Kshavan, 2016).

11
Untuk mendiagnosis skizofrenia terdapat kriteria diagnosis yang bisa dipakai
yang dapat berbeda bergantung dari budaya dan negara (Tandon, 2010). Di
Indonesia sistem klasifikasi yang dipakai adalah PPDGJ-III (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, III) yang diterbitkan
oleh Depertemen Kesehatan Republik Indonesia yang merupakan adaptasi dari
ICD-10 (World Health Organization’s International Classification of Diseases-
10). Secara garis besar diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III adalah:

A. Harus ada sedikitnya satu gejala:


a. Thought echo, insertion, withdrawal, atau broadcasting
b. Delusion of control, influence, atau passivity
c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus atau
suara orang ketiga
d. Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil.
B. Atau, paling sedikitnya dua gejala:
a. Halusinasi yang menetap
b. Neologisme atau interpolasi arus pikiran yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan
c. Perilaku katatonik
d. Gejala-gejala negatif
C. Durasi minimal satu bulan
D. Terdapat perubahan mutu keseluruhan yang konsisten dan bermakna.

Diagnosis PPDGJ-III masih menggunakan subtipe skizofrenia yang


digolongkan berdasarkan kriteria diagnosis yang terdapat di dalamnya. Berbeda
dengan kriteria DSM-5 (American Psychiatric Association’s Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders), dimana gejala harus menetap selama 6
bulan. Selain itu, gangguan mood dan afek dapat terjadi pada PPDGJ-III sehingga
terkadang dapat rancu antara gangguan skizoafektif dengan skizofrenia (Tandon,
2010).

12
Beberapa subtipe yang dipakai dalam PPDGJ-III secara garis besar dibagi
menjadi 6 yaitu paranoid dimana waham dan halusinasi adalah gejala yang
dominan, hebefrenik (disorganized) ditandai dengan regresi menjadi kemampuan
primitif, serta disorganisasi pikiran dan perilakuk, katatonik biasanya yang
menonjol adalah gangguan aktivitas motorik. tak terinci (Undifferentiated)
adalah skizofrenia yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga kategori
tersebut. Residual adalah skizofrenia berkelanjutan dimana mulai muncul gejala
negatif dimana waham dan halusinasi yang awalnya ada menjadi tidak prominen.
Subtipe lainnya subtipe lain berupa depresi pasca skizofrenia (F20.4), skizofrenia
simpleks (F20.6), serta subtipe lain yang berbeda-beda bergantung klasifikasi
negara dan budaya setempat (Sadock et al, 2015).

2.2.3 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding skizofrenia dibagi menjadi gangguan mental organik


dan gangguan mental dengan gejala psikotik lainnya. Gangguan mental organik
yang memiliki gejala mirip adalah delirium dimana terdapat halusinasi dan
waham dimana penyakit ini bersifat akut oleh karena terdapat penyakit yang
mendasari. Dementia dapat bermanifestasi sebagai waham curiga pada awalnya
tetapi onset dari penyakit ini adalah usia tua dan terdapat gangguan kognitif yang
cukup berat pada pasien ini. Penyakit yang lain oleh karena kondisi medis umum
seperti epilepsi, proses desak ruang otak, gangguan endokrin, ataupun karena zat
tertentu dapat disingkirkan dengan pemeriksaan fisik yang khas atau dengan
pemeriksaan penunjang. Pencitraan, dan rekam EEG tidak diperlukan bila tidak
ada indikasi yang kuat. Gangguan mental dengan gejala psikotik lainnya adalah
diagnosis dari spektrum skizofrenia lainnya dimana terdapat perbedaan lama
gejala serta tingkat keparahannya (gangguan kepribadian skizotipal, gangguan
psikosis akut, gangguan skizofreniform, gangguan skizoafektif) serta gangguan
waham menetap. Penyakit yang tidak kalah penting adalah gangguan mood
bipolar dengan gejala psikotik (Padmanabhan and Kshavan, 2016).

13
2.2.4 TATALAKSANA SKIZOFRENIA

Terapi utama pada gangguan jiwa terutama adalah somatoterapi dan terapi
psikososial. Sebelum memulai terapi mulai dengan pemeriksaan fisik yang
lengkap dan tingkat keparahan dari gejala yang dialami pasien. Terapi psikososial
seperti edukasi pada keluarga terutama bagi caregiver dan psikoterapi suportif
dapat dimulai segera setelah terdiagnosis untuk menciptakan suasana yang
kondusif bagi pasien (Gadelha et al, 2012). Somatoterapi adalah terapi utama
untuk mengontrol gejala psikosis pada pasien skizofrenia. Pilihan untuk Masuk
Rumah Sakit (MRS) diindikasikan pada pasien yang beresiko mencelakai diri
sendiri atau orang lain, disorganisasi berat, dalam pengaruh waham dan halusinasi
sehingga pasien tidak dapat mengurusi dirinya sendiri, membutuhkan dukungan
dan supervisi yang ketat, atau bila pengobatan rawat jalan tidak aman atau tidak
efektif (Lehman et al, 2004). Terdapat dua fase pengobatan skizofrenia yaitu akut
dan rumatan. Pada fase akut dapat berlangsung selama mingguan hingga
bulanan. Tujuan dari fase ini adalah mencapai remisi (dipertahankannya gejala
dalam tingkat ringan) (Gadelha et al, 2012), dan mengurangi gejala-gejala yang
membahayakan (Lehman et al, 2004). Terdapat dua generasi obat-obatan
skizofrenia yaitu generasi pertama (tipikal) yang memiliki efek samping besar
daripada obat-obatan antipsikotik generasi kedua (atipikal). Jenis-jenis obat dan
dosis ditampilkan dalam tabel 1 (12).

14
A. TERAPI FARMAKOLOGIS

Tabel 1. Antipsikotik yang sering digunakan

Terdapat beberapa kondisi pada fase akut yang harus dipertimbangkan apakah itu
episode awal, apakah terdapat gejala yang persisten, ataukah terdapat efek
samping yang bermakna sehingga untuk kepentingan algoritma maka jenis obat
antipsikotik ini dibagi menjadi 4 kelompok. Pilihan obat dalam kondisi-kondisi
tersebut dirangkum dalam tabel 2.

Tabel 2. Pilihan pengobatan pada fase akut

15
Terdapat beberapa algoritma dalam pengobatan skizofrenia dan pengaturannya
dalam penggantian obat apabila respon tidak adekuat (gambar 1)

Gambar 1. Terapi farmakologis pada skizofrenia

16
Penentuan dosis pada fase akut bersifat sulit dan individual. Efek terapi
awal biasanya muncul dua hingga empat minggu dan efek terapi yang penuh
biasanya tercapai dalam 6 bulan atau lebih lama lagi. Diperlukan evaluasi efek
samping yang dapat terjadi dalam pengobatan ini dengan cermat sehingga dapat
ditangani dengan tepat(Lehman et al, 2004).

Efek ekstrapiramidal terjadi karena didudukinya reseptor D2 secara


antagonisme pada jaras dopamin oleh karena antipsikotik yang memiliki affinitas
tinggi pada reseptor tersebut. Beberapa kelainan ekstrapiramidal yang dapat
terjadi adalah parkinsonism (ditandai dengan tremor istirahat, akinesia, rigiditas,
dan instabilitas postural), distonia (spasme otot yang berkepanjangan dan lambat),
dan akathisia (perasaan subjektif yang tidak dapat berhenti (restlessness).
Beberapa penulis memasukkan efek samping tardive dyskinesia (gerakan
involunter muka, lidah, mulut, dan kepala yang abnormal) serta neuroleptic
malignant syndrome yang ditandai dengan trias rigiditas, hipertermia, dan
instabilitas otonom. Penggunaan pengobatan sebagai profilaksis tidak dibenarkan
dan hanya diberikan apabila terdapat gejala saja (11). Terapi psikososial yang
dapat diberikan adalah CBT (cognitive behavioural therapy) pada pasien serta
intervensi anggota keluarga yang dekat (13).

B. TERAPI NON FARMAKOLOGIS

Terapi utama pada gangguan jiwa terutama adalah somatoterapi dan terapi
psikososial. Sebelum memulai terapi mulai dengan pemeriksaan fisik yang
lengkap dan tingkat keparahan dari gejala yang dialami pasien. Terapi psikososial
seperti edukasi pada keluarga terutama bagi caregiver dan psikoterapi suportif
dapat dimulai segera setelah terdiagnosis untuk menciptakan suasana yang
kondusif bagi pasien (Gadelha et al, 2012). Somatoterapi adalah terapi utama
untuk mengontrol gejala psikosis pada pasien skizofrenia. Secara historis,
sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang
mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah
adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini.

17
Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga (Durand, 2007).

Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi
ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan
sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi
saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi,
sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan
berkomunikasi. Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi
kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah
sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk
menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit
penderita kambuh kembali.(Tomb, 2003)

Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk


mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif
secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara
bersama sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-
cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh
Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan
keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya
mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi- terapi
secara individual Ada beberapa pendekatan psikososial yang dapatdigunakan
untuk pengobatan skizofrenia. Intervensi psikososial merupakan bagian dari
perawatan yang komprehensif dan dapat meningkatkan kesembuhan jika
diintegrasikan dengan terapi farmakologis. Intervens psikososial ditujukan untuk
memberikan dukungan emosional pada pasien. Pilihan pendekatan dan intervensi
psikososial didasarkan kebutuhan khusus pasien sesuai dengan keparahan
penyakitnya.

WHO merekomendasikan sistem 4 level untuk penanganan masalah


gangguan jiwa, baik berbasis masyarakat maupun pada tatanan kebijakan seperti
puskesmas dan rumah sakit.

18
a. Level keempat adalah penanganan kesehatan jiwa di keluarga

b. Level ketiga adalah dukungan dan penanganan kesehatan jiwa di masyarakat

c. Level kedua adalah penanganan kesehatan jiwa melalui puskesmas

d. Level pertama adalah pelayanan kesehatan jiwa komunitas

1. Program for Assertive Community Treatment (PACT)

PACT merupakan program rehabilitasi yang terdiri dari manajemen kasus


dan Intervensi aktif oleh satu tim menggunakan pendekatan yang sangat
terintegrasi. Program ini dirancang khusus untuk pasien yang fungsi sosialnya
buruk dan bertujuan untuk mencegah kekambuhan dan memaksimalkan fungsi
sosial dan pekerjaan. Unsur -unsur kunci dalam PACT adalah menekankan
kekuatan pasien dalam beradaptasi dengan kehidupan masyarakat, penyediaan
dukungan dan layanan konsultasi untuk pasien, memastikan bahwa pasien tetap
dalam program perawatan. Laporan dari bebarapa penelitian menunjukan bahwa
PACT efektif untuk memperbaiki gejala, mengurangi lama perawatan di rumah
sakit dan memperbaiki kondisi kehidupan secara umum.

2. Intervensi keluarga

Prinsipnya adalah bahwa keluarga pasienharus dilibatkan dan terlibat


dalam penyembuhan pasien. Anggota keluarga diharapkan berkontribusi untuk
perawatan pasien dan memerlukan pendidikan, bimbingan dan dukungan serta
pelatihan membantu mereka mengoptimalkan peran mereka.

3. Terapi perilaku kognitif

Dalam terapi ini dilakukan koreksi atau modifikasi terhadap keyakinan


(delusi), fokus terhadap halusinasi pendengaran dan menormalkan pengalaman
psikotik pasien sehingga mereka bisa tampil secara normal. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terapi perilaku efektif dalam mengurangi frekuensi dan
keparahan gejala positif. Namun ada risiko penolakan yang mungkin disebabkan
oleh pertemuan mingguan yang mungkin terlalu membebani pasien-pasien dengan
gejala negatif yang berat.

19
4. Terapi pelatihan keterampilan sosial

Terapi ini didefinisikan sebagai penggunaan teknik perilaku atau kegiatan


pembelajaran yang memungkinkan pasien untuk memenuhi tuntutan interpersonal,
perawatan diri dan menghadapi tuntutan masyarakat. Tujuannya adalah
memperbaiki kekurangan tertentu dalam fungsi sosial pasien. Terapi ini tidak
efektif untuk mencegah kekambuhan atau mengurangi gejala.

5. Terapi Elektrokonvulsif

Dalam sebuah kajian sistematik menyatakan bahwa penggunaan ECT dan


kombinasi dengan obat-obat antipsikotik dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
bagi penderita skizofrenia terutama jika menginginkan perbaikan umum dan
pengurangan gejala yang cepat (American Psychiatric Assosiated, 2013)

Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada


penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy
(ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah
menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.
ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa,
termasuk skizofrenia. Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal
terhadap ECT semakin memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak
menguntungkan bagi sebagian besar penderita skizofrenia meskipun penggunaan
terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih
manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan
pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke
tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali
menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya,
intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai
cacat fisik (Durand, 2007).

20
2.2.5 KOMPLIKASI SKIZOFRENIA

Pada bahasan ini yang lebih ditekankan adalah beban yang dapat timbul
pada pasien skizofrenia baik pada dirinya sendiri maupun keluarganya. Beban
yang dapat timbul antara lain: menurunnya kualitas hidup pasien, depresi (dapat
muncul sebagai komorbid atau bagian dari penyakit), efek samping pengobatan
(diabetes, obesitas, hipertensi, dyslipidemia, dan sindroma metabolik),
pembebanan pengasuh/keluarga, gangguan kognitif, mortalitas/bunuh diri, tuna
wisma, memperparah komorbiditas yang ada sebelum skizofrenia muncul,
munculnya stigmatisasi, kekerasan, penurunan gaya hidup seperti bekerja dan
aktivitas mandiri, meningkatnya aborsi / kelambatan kehamilan (Millier et al,
2014)

2.2.6 PROGNOSIS SKIZOFRENIA

Beberapa parameter sosiodemografik menunjukkan faktor-faktor yang


berpengaruh terhadap remisi dari skizofrenia. Jenis kelamin, status marital, tingkat
pendidikan, residen (urban atau rural), dukungan keluarga atau sosial (ada atau
tidak), agama, kontrol pengobatan (>50% dari waktu follow up atau <50%),
subtipe skizofrenia, onset (akut dan insidious), durasi penyakit (kurang dari 2 atau
lebih), terdapat EPS menunjukkan bahwa faktor-faktor ini tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap remisi skizofrenia. Faktor-faktor yang berpengaruh
secara signifikan antara lain, usia pasien (Makin tua makin baik (>40 tahun)), dan
usia saat onset. Jenis gejala-gejala yang dominan berpengaruh terhadap remisi.
Dengan waktu follow up >50% terdapat bahwa skizofrenia dengan gejala dominan
gejala negatif, gejala disorganisasi memiliki tingkat remisi yang lebih tinggi
daripada jenis psikosis yang lain (Shibre et al, 2015).

2.3 POSYANDU KESEHATAN JIWA

2.3.1 DEFINISI POSYANDU

Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk Upaya


Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk,

21
dan bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar.
Upaya peningkatan peran dan fungsi Posyandu bukan semata-mata
tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di
masyarakat, termasuk kader. Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu
sangat besar karena selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada
masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke Posyandu dan
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 2016).

2.3.2 DEFINISI POSYANDU KESEHATAN JIWA

Posyandu Kesehatan Jiwa adalah pemeliharaan kondisi sehat emosional,


psikologis, dan sosial yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat yang
dibimbing petugas yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan kemauan untuk
meningkatkan kesehatan jiwa (Windarwati, 2016).

2.3.3 TUJUAN POSYANDU KESEHATAN JIWA

Pembentukan Posyandu Kesehatan Jiwa bertujuan untuk (Windarwati, 2016):


A. Menurunkan kekambuhan pasien dengan gangguan jiwa
B. Mempertahankan kesehatan jiwa pada pasien dengan gangguan jiwa
C. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam membantu proses pemulihan,
perawatan, dan peningkatan kualitas hidup pasien dengan gangguan jiwa.

2.3.4 KEGIATAN POKOK POSYANDU KESEHATAN JIWA

Kegiatan Pokok Posyandu Kesehatan Jiwa adalah sebagai berikut (Depkes RI,
2016):
1. Pendaftaran (registrasi) dan pemantauan kesehatan fisik, meliputi tinggi
badan, berat badan, dan status nutrisi pasien dengan gangguan jiwa.
2. Pemantauan gejala psikologis, pemberian terapi psikofarmakologis,
pemberian vitamin esensial, dan penambahan nutrisi pada pasien dengan
gangguan jiwa.

22
3. Pelaksanaan dan pemberian terapi non psikofarmakologis, meliputi
pengendalian gejala dan terapi aktivitas kelompok.
4. Peningkatan perawatan diri dan aktivitas sehari-hari (Activity Daily
Living), seperti mandi, sikat gigi, mencuci baju, membersihkan rumah, dan
berdandan.
5. Peningkatan ketrampilan hidup bagi para pasien dengan gangguan jiwa
yang melatih kemandirian dan produktivitas.

2.3.5 PELAKSANAAN POSYANDU KESEHATAN JIWA

Seperti Posyandu pada umumnya, Posyandu Kesehatan Jiwa pada


pelaksanaannya terbagi menjadi lima meja, yaitu meja 1, meja 2, meja 3, meja 4,
dan meja 5.

Gambar 2. Alur pelaksanaan Posyandu Kesehatan Jiwa


a. Meja 1
Meja 1 Posyandu Kesehatan Jiwa meliputi :
1. Pendaftaran
– Mencatat tanggal kegiatan posyandu dilaksanakan pada format
pendaftaran dan KMS 

– Mengisi nomor register klien/ keluarga 

– Menanyakan nama lengkap klien/ keluarga 

– Menanyakan usia klien 


23
– Mencatat jenis kelamin klien 

– Menanyakan alamat klien/ keluarga 

2. Pemantauan kesehatan fisik
– Menimbang berat badan klien
– Mencatat berat badan klien
– Mengukur tinggi badan klien
– Mencatat tinggi badan klien
– Pemeriksaan fisik

Gambar 3. Setting Meja 1

Gambar 4. Form Pendaftaran Posyandu Kesehatan Jiwa

24
b. Meja 2
Meja 2 Posyandu Kesehatan Jiwa meliputi sebagai berikut :
1. Pengkajian Kesehatan Jiwa
b. Menanyakan keluhan fisik yang dirasakan oleh klien yang meliputi
sulit tidur, malas makan, badan kaku, sakit kepala dan jantung
berdebar.
c. Menanyakan perilaku yang dirasakan oleh klien meliputi
keengganan untuk merawat diri, tidak mau berinteraksi atau
bergaul dengan orang lain, malas minum obat, keengganan
melakukan kegiatan yang biasa dilakukan, ingin marah, melihat
atau mendengar sesuatu, menyendiri, merasa dirinya menjadi
sesuatu seperti menjadi nabi, presiden dan yang lainnya
d. Menanyakan perasaan dan pikiran yang saat ini dirasakan oleh
klien seperti bingung, sedih atau senang berlebihan
2. Pemberian Terapi Psikofarmakologis
3. Pemberian Vitamin
4. Penambahan Nutrisi

Gambar 5. Setting Meja 2

25
c. Meja 3
Meja 3 Posyandu Kesehatan Jiwa meliputi sebagai berikut :
1. Terapi Non Psikofarmakologis,
a. Konseling antara dokter/petugas kesehatan dengan pasien gangguan jiwa
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) untuk meningkatkan interaksi antar
individu, serta latihan untuk berkomunikasi dan bekerja sama
c. Penyuluhan kepada keluarga pasien dengan gangguan jiwa mengenai
gangguan jiwa dan pentingnya peran serta dukungan keluarga untuk proses
pemulihan pasien dengan gangguan jiwa
2. Pengendalian gejala-gejala gangguan jiwa

Gambar 6. Setting Meja 3

e. Meja 4
Meja 4 Posyandu Kesehatan Jiwa meliputi kegiatan peningkatan perawatan diri
dan aktivitas sehari-hari (Activity Daily Living), seperti :
1. Latihan membersihkan diri  mandi, sikat gigi, mencuci muka
2. Latihan Toileting
3. Latihan cara makan

26
4. Latihan berdandan.

Gambar 7. Setting Meja 4

e. Meja 5
Meja 5 Posyandu Kesehatan Jiwa meliputi kegiatan peningkatan ketrampilan
hidup bagi para pasien dengan gangguan jiwa yang bersifat melatih kemandirian
dan produktivitas, contohnya :
1. Latihan mencuci baju
2. Latihan membersihkan kamar
3. Latihan membuat sapu
4. Latihan membuat keset
5. Latihan membuat kemoceng, maupun yang lainnya.

27
Gambar 8. Setting Meja 5
Keterangan :
- Meja 1 dan 2 adalah contoh ketrampilan dasar yang mengarah pada
kemandirian
- Meja 3, 4, dan 5 adalah contoh ketrampilan advance yang mengarah pada
produktifitas 


28
BAB III

METODE

3.1 METODE PENELITIAN

3.1.1 DESAIN PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian analitik


observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan saran terhadap kegiatan perencanaan
Posyandu Kesehatan Jiwa di Puskesmas Jenangan. Cross sectional merupakan
jenis penelitian observasional dengan melakukan pengukuran sesaat atau
penilaian dilakukan satu kali saja. Obyek dalam penelitian ini hanya dilakukan
penelitian sekali dan data yang diperlukan diambil pada waktu bersamaan
(Sastroasmoro, 2006).

3.1.2 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

1. Populasi Penelitian
Menurut Arikunto (2006) populasi adalah keseluruhan dari responden
penelitian. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah pasien dengan
gangguan jiwa, keluarga pasien, dan kader serta tokoh masyarakar yang berada di area
Kecamatan Jenangan.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini
sampel akan diambil dengan menggunakan teknik non- probability sampling.
Metode yang digunakan adalah accidental sampling.
Dikarenakan keterbatasan jarak dan waktu, pengambilan sampel dilakukan
secara accidental sampling pada 41 pasien dengan gangguan jiwa beserta
keluarga, dan 5 orang kader dan tokoh masyarakat. Pengisian kuisioner pasien dan
keluarga saat pasien dan keluarga kontrol ke Puskesmas Pembantu Paringan dan

29
Puskesmas Jenangan. Sedangkan pengisian kuisioner kader dan tokoh masyarakat
dilakukan secara “door to door” oleh dokter internsip.
3.1.3 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah lingkungan Puskesmas Pembantu Paringan dan
Puskesmas Jenangan Ponorogo.
2.Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2017.

3.1.4 VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, sikap, dan saran


terhadap kegiatan perencanaan Posyandu Kesehatan Jiwa di Puskesmas Jenangan
yang diukur menggunakan kuisioner yang diberikan oleh peneliti.

3.1.5 DEFINISI OPERASIONAL

Kuesioner pertama untuk pasien gangguan jiwa dan keluarga terdiri dari
11 pertanyaan yang telah peneliti sesuaikan dengan responden di lingkup
Puskesmas Jenangan. Terdiri dari 9 pertanyaan tertutup dan 2 pertanyaan
terbuka. Setiap pertanyaan tertutup memiliki 3 buah opsi jawaban poin a, b dan
c. Setiap jawaban memiliki nilai (3), (2), dan (1).

Kuesioner kedua untuk kader dan tokoh masyarakat terdiri dari 6


pertanyaan, yaitu 4 pertanyaan tertutup dan 2 pertanyaan terbuka.. Setiap
pertanyaan tertutup memiliki 3 buah opsi jawaban poin a, b dan c. Setiap
jawaban memiliki nilai (3), (2), dan (1).

3.1.6 INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 buah kuisioner. Kuisioner


pertama untuk pasien dan keluarga, sedangkan kuisioner kedua untuk kader dan
tokoh masyarakat.

3.2 METODE KEGIATAN

30
Kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” akan diadakan satu
bulan sekali. Pada 2 bulan pertama, yaitu Bulan Desember 2017 dan Bulan
Januari 2018 kegiatan posyandu akan dilakukan oleh dokter internsip beserta
kader jiwa, disertai pendampingan dokter internsip kepada kader jiwa untuk
pelaksanaan Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” selanjutnya, setelah
dokter internsip tidak bertugas lagi di Puskesmas Jenangan. Sehingga, diharapkan
untuk pelaksanaan Posyandu Kesehatan Jiwa bulan ke-3 dan selanjutnya dapat
dilakukan mandiri oleh kader-kader jiwa yang ada di Puskesmas Jenangan,
beserta petugas kesehatan di Puskesmas Jenangan.

3.2.1 RENCANA KEGIATAN

Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” dibagi menjadi lima meja,


yaitu meja 1, meja 2, meja 3, meja 4, dan meja 5. Kegiatan yang dilakukan setiap
meja adalah sebagai berikut :

1. Meja 1 (Penanggung Jawab : dr. Putri Siti Sarifah dan dr. Dyah Cahyani
Susilo):
 Pendaftaran dan isi absensi
 Cari rekam medis pustu
 Pemberian rekam medis versi posyandu dan rekam medis pustu
 Pengukuran BB dan TB
2. Meja 2 (Penanggung Jawab : dr. Ervina Rosmarwati):
 Anamnesis dan Tensi
 Pemeriksaan fisik
 Diagnosis
 Terapi Farmakologis
3. Meja 3a/pasien (Penanggung Jawab : dr. Khalifa Rahmani):
 Perkenalan
 Games Perkenalan
 Menceritakan hal-hal tentang diri pasien di depan umum ( hal yg
disukai, hobi, kegiatan sehari-hari, dll)

31
 Rencana yang diinginkan selama 2-5 tahun mendatang dan
persiapannya.
4. Meja 3b/ keluarga (Penanggung Jawab : dr. Dyah Cahyani Susilo):
 Perkenalan
 Pembagian leaflet
 Penyuluhan
 Tanya jawab
5. Meja 4 (Penanggung Jawab : dr. Putri Siti Sarifah)
 Perkenalan
 Mengajari perawatan diri:
1. Mandi dan gosok gigi
2. Cuci tangan
3. Toilet manner
4. Berhias
5. Makan
6. Meja 5 (dr. Yuri Sadewo):
 Perkenalan
 Penjelasan keterampilan yang akan dibuat dan bagaimana
caranya
 Pembagian alat dan bahan
 Membuat ketrampilan bersama

32
3.2.2 ALUR PELAKSANAAN KEGIATAN

Semua peserta
Seluruh peserta MEJA 1
kumpul di aula
dibagi dalam 2
untuk pembukaan "PENDAFTARAN"
kelompok
dan penjelasan acara

MEJA 3A (10
MEJA 2 (10 org/kel org/kel B-pasien) MEJA 3B (10
A-pasien) " INTERAKSI org/kel B-Keluarga)
" TERAPI " DALAM "PENYULUHAN"
KELOMPOK"

MEJA 4 (10 org/kel MEJA 5 (10 org/kel


Kelompok A A-pasien) B-pasien)
Bertukar dengan
Kelompok B " PERAWATAN "
DIRI" KETERAMPILAN"

Kelompok A
Bertukar dengan Penutupan Pengambilan Obat
Kelompok B

Gambar 9. Alur pelaksanaan kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa

3.2.3 KELOMPOK SASARAN

Kelompok sasaran primer pada kegiatan ini adalah para pasien dengan
gangguan jiwa (Khususnya Skizofrenia) di Wilayah Puskesmas Pembantu

33
Paringan dan Puskesmas Jenangan. Dalam rangka efektivitas dan kelancaran
proses kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”, maka pada setiap
kegiatan posyandu dibatasi hanya 20 peserta yang masing-masing didampingi
oleh keluarganya. Para peserta sasaran primer Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan
Mulya” 2 minggu sebelumnya diberi undangan untuk datang ke acara posyandu.

Kelompok Sasaran

Pasien dengan gangguan jiwa di wilayah Puskesmas


Primer
Jenangan

Sekunder Kader Jiwa dan Tokoh Masyarakat

3.2.4 SUSUNAN ACARA

1. Susunan acara Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” Ke-1


Hari : Rabu
Tanggal : 13 Desember 2017
Tempat : Puskesmas Pembantu Paringan

No Waktu Acara

1. 08.00-08.17 PEMBUKAAN

08.00-08.02 Pembukaan
08.02-08.20 Sambutan-sambutan

 Ketua Pelaksana (5’)


 Kepala Puskesmas (8’) *sekaligus meresmikan
mulainya pelaksanaan posyandu jiwa
 Kalam Ilahi (5’)
2. 08.20-08.30 Penjelasan Teknis Pelaksanaan Posyandu

3. 08.30-08.40 Persiapan Kegiatan

4. 08.40- 10.40 Pelaksanaan Kegiatan Posyandu

5. 10.40-10.45 Penutupan

6. 10.45-11.30 Evaluasi Panitia

34
2. Susunan acara Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” Ke-2
Hari : Selasa
Tanggal : 16 Januari 2018
Tempat : Puskesmas Pembantu Paringan

No Waktu Acara

1. 08.00-08.10 PEMBUKAAN

2. 08.10-08.20 Penjelasan Teknis Pelaksanaan Posyandu

3. 08.20-08.30 Persiapan Kegiatan

4. 08.30- 10.30 Pelaksanaan Kegiatan Posyandu

5. 10.30-10.35 Penutupan

6. 10.35-11.00 Evaluasi Panitia

3.2.5 RENCANA EVALUASI

Evaluasi
Rencana
Kegiatan Process Impact Outcome

Posyandu MEJA 1 1. Peserta dan - Posyandu Kesehatan


Kesehatan 1. Kehadiran minimal keluarga pasien Jiwa Harapan Mulya
Jiwa “Harapan 70% peserta dapat mengerti dapat dilaksanakan rutin
Mulya” posyandu kesehatan dan memahami setiap bulan
jiwa yang diberi teknis
undangan (14 orang) pelaksanaan - Seluruh peserta
2. Kehadiran minimal posyandu posyandu dapat
50% kader kesehatan 2. Peserta dan menghasilkan karya
jiwa yang diberi keluarga dapat ketrampilan
undangan (6 orang) mengerti dan kemandirian yang telah
MEJA 2 memahami diajarkan
3. Seluruh peserta dapat materi - Hasil karya para
dilakukan penyuluhan dan peserta posyandu dapat
pemeriksaan pelatihan yang dipasarkan minimal di

35
kejiwaan dan diberikan sekitar wilayah Pustu
pemeriksaan fisik Paringan
secara komprehensif
oleh dokter
4. Seluruh peserta dapat
mendapatkan terapi
farmakologis dengan
baik
MEJA 3A
5. Kader dan keluarga
pasien dapat aktif
dalam sesi tanya
jawab mengenai
materi yang diberikan
MEJA 3B
6. Peserta antusias dan
aktif dalam
mengikuti terapi
aktivitas kelompok
7. Peserta dapat saling
berkomunikasi dan
berinteraksi satu
sama lain
MEJA 4
8. Peserta aktif dan
memperhatikan
penjelasan materi
perawatan diri
9. Peserta aktif dalam
mengikuti role play
perawatan diri yang
dicontohkan oleh
dokter
MEJA 5
10. Peserta aktif dan
antusias dalam
mengikuti pelatihan
ketrampilan
11. Peserta mau
mencoba dan berlatih
mengerjakan
ketrampilan sendiri

36
12. Sarana dan
prasarana kegiatan
tersedia dan dapat
digunakan
13. Kegiatan tertib
dan tepat waktu
14. Peserta dan
keluarga pasien
memberikan kritik
dan saran mengenai
pelaksanaan
posyandu

37
BAB IV

HASIL KEGIATAN

4.1 HASIL PENELITIAN


4.1.2 PROFIL KOMUNITAS UMUM
Wilayah Jenangan sebagian besar adalah pegunungan, kondisi jalan di
Kecamatan Jenangan kebanyakan mendaki, sempit dan banyak kelok-kelokan.
Penduduk kecamatan Jenangan berada pada menengah kebawah. Mata
pencaharian utama penduduk, Kecamatan Jenangan merupakan daerah yang
cukup potensial di sektor pertanian. Produksi tanaman pangan di Kecamatan
Jenangan cukup tinggu. Perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang penting.
Selain berguna membuka lapangan pekerjaan juga untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Di kecamatan Jenangan usaha perdagangan didominasi
oleh usaha perdagangan kecil seperti toko dan warung rumah tangga.

4.1.3 DATA GEOGRAFIS


Puskesmas Jenangan kabupaten Ponorogo berlokasi di Jl. Raya Jenangan,
kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. Wilayah kerja Puskesmas Jenangan
sebanyak 11 desa dari 17 desa di wilayah Kecamatan Jenangan. Enam desa
lainnya termasuk ke dalam wilayah kerja puskesmas Setono.
Batas wilayah kerja:
 Utara : Kabupaten Madiun
 Timur : Kecamatan Ngebel
 Selatan : Kecamatn Siman
 Barat : Kecamatan Babadan

38
Gambar 10. Wilayah Geografis Jenangan
Luas wilayah Puskesmas Jenangan sebesar 352,7 km2. Terdiri atas 11
desa/kelurahan, yaitu : Jenangan, Ngrupit, Semanding, Kemiri, Sraten, Sedah,
Nglayang, Paringan, Panjeng, Tanjungsari, dan Wates.

4.1.4 DATA DEMOGRAFIK


Menurut hasil Registrasi Penduduk Tahun 2015 jumlah penduduk di
Kecamatan Jenangan mencapai 61.753 jiwa yang terdiri dari 30.553 penduduk
laki-laki dan 31.200 penduduk perempuan. Angka ini meningkat 20,03 persen
dibanding Jumlah penduduk tahun 2010 dengan sex ratio sebesar 97,93 pada
tahun 2015 dan 100,87 pada tahun 2010. Sementara jika dibandingkan dengan
tahun 2014, jumlah penduduk hanya meningkat 0,20 persen dengan sex ratio
sebesar 97,76 (BPS Ponorogo, 2016).

Dari 15 desa dan 2 kelurahan yang ada, Desa Ngrupit mempunyai


penduduk yang terbanyak yaitu 6.555 jiwa atau sebesar 10,61 persen dari
total penduduk di Kecamatan Jenangan. Sedangkan Desa Sraten mempunyai
penduduk paling sedikit yaitu 1.265 jiwa atau sebesar 2,05 persen (BPS
Ponorogo, 2016).

Kepadatan penduduk Kecamatan Jenangan pada tahun 2015


tercatat 1.039 jiwa/Km2. Kelurahan Singosaren mempunyai kepadatan

39
tertinggi yaitu 2029 jiwa/Km2, sedangkan kepadatan terendah di Desa
Nglayang sebesar 644 jiwa/Km2. Jumlah kepala keluarga yang tercatat pada
Registrasi Penduduk 2015 di Kecamatan Jenangan sebesar 19.586 keluarga.
Dengan demikian secara rata-rata setiap keluarga terdiri dari 3 sampai 4 orang
anggota keluarga (BPS Ponorogo, 2016). Mayoritas penduduk di Kecamatan
Jenangan adalah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 65,33 %.
Sementara penduduk usia muda (0-14 tahun) sebesar 21,76 %, sedangkan
sisanya penduduk usia tua (65 tahun keatas) sebesar 12,91% (BPS Ponorogo,
2016).

Tabel 3. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin berdasarkan hasil sensus


penduduk tahun 2010 menurut kelurahan/desa di kecamatan Jenangan (Badan
Pusat Statistik, 2014)
No. Desa/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Jenangan 1.992 2.066 4.058

2. Ngrupit 2.797 2.926 5.723

3. Semanding 1.234 1.248 2.482

4. Kemiri 1.789 1.736 3.525

5. Sraten 536 529 1.065

6. Sedah 857 857 1.714

7. Nglayang 1.115 1.132 2.247

8. Paringan 2.252 2.197 4.449

9. Panjeng 816 835 1.651

10. Tanjungsari 1.379 1.237 2.616

11. Wates 1.280 1.251 2.531

Total 16.047 16.014 32.061

4.1.5 SARANA PELAYANAN KESEHATAN


Puskesmas Jenangan merupakan salah satu Puskesmas yang memiliki
fasilitas rawat inap di kabupaten Ponorogo. Puskesmas Jenangan didukung

40
jejaring dibawahnya sebanyak 2 pustu, 11 poskesdes, 1 polindes, 8 poskesdes dan
44 posyandu.
Tabel 4. Tenaga kesehatan Puskesmas Jenangan 2017
Petugas Kesehatan Jumlah

Dokter Spesialis 0

Dokter Umum 1

Dokter Gigi 1

Perawat 21

Bidah Puskesmas 4

Bidan Desa 10

Apoteker 2

Analis Laboratorium 1

4.1.6 DATA PUSKESMAS PEMBANTU PARINGAN


Tabel 5. Data Kunjungan Puskesmas Pembantu Paringan 2016
ICD X Jenis Penyakit Jumlah
Pasien
F20 Skizofrenia 4.450
F07 Gangguan Kepribadian 0
F48 Gangguan Neurotik 21
F10 Ketergantungan Alkohol/Obat 2
F79 Retardasi Mental 79
F99 Gangguan Jiwa Lainnya 51
Total 4.603

41
4.1.7 ANALISA HASIL PENELITIAN
Berdasarkan kuisioner yang sudah dibagikan kepada responden,
didapatkan hasil sebagai berikut :
Pasien dan Keluarga
1. Gambaran keluhan sulit tidur pada pasien dengan gangguan jiwa

Sulit Tidur Gambar 11. Gambaran keluhan


sulit tidur pada pasien dengan
gangguan jiwa di Wilayah
Puskesmas Jenangan November
2017

Tidak
Ya
48%
52%

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 52% atau 21 pasien
dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini memiliki
keluhan sulit tidur. Sedangkan, sebanyak 48% atau 19 responden tidak
mengalami kesulitan tidur dari total 40 responden.
2. Gambaran keluhan sering bersedih pada pasien dengan gangguan jiwa

Sering Bersedih Gambar 12. Gambaran keluhan


sering bersedih pada pasien
dengan gangguan jiwa di
Wilayah Puskesmas Jenangan
November 2017

Tidak
Ya
48%
52%

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 52% atau 21 pasien
dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini memiliki

42
keluhan sering bersedih. Sedangkan, sebanyak 48% atau 19 responden
tidak sering besedih dari total 40 responden.
3. Gambaran kesulitan bergaul pada pasien dengan gangguan jiwa

Kesulitan Bergaul
Sangat Gambar 13. Gambaran keluhan
Sulit, sulit bergaul pada pasien
10% dengan gangguan jiwa di
Wilayah Puskesmas Jenangan
Sulit,
November 2017
47.50%

Tidak,
42.50%

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 47.5% atau 19 pasien
dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini memiliki
keluhan sulit bergaul, serta 10% atau 4 pasien mengatakan sangat sulit
untuk bergaul. Sedangkan, sebanyak 42.5% atau 17 responden tidak
mengalami kesulitan bergaul dari total 40 responden.
4. Gambaran tingkat pengetahuan keluarga pasien mengenai tanda dan gejala
gangguan jiwa
Pengetahuan Gangguan
Jiwa
Gambar 14. Gambaran
Tidak tingkat pengetahuan
menjawab
3%
keluarga pasien dengan
gangguan jiwa di
Wilayah Puskesmas
Jenangan November
2017
Buruk
45% Baik
52%

43
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan keluarga
pasien dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini
kategori baik sebanyak 52% atau 21 responden, kategori buruk sebanyak
45% atau 18 responden, dan responden yang tidak menjawab sebanyak 3%
atau 1 responden dari total 40 responden.
5. Gambaran banyaknya ODGJ di sekitar lingkungan pasien dan keluarga

ODGJ di sekitar Gambar 15. Gambaran


pasien banyaknya ODGJ di sekitar
pasien dengan gangguan jiwa di
Wilayah Puskesmas Jenangan
November 2017
Sedikit
22%

Banyak
78%

Dari gambar diatas dari total 40 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
78% atau 31 responden kuisioner ini mengatakan terdapat banyak pasien
dengan gangguan jiwa di sekitar mereka, sedangkan 22% atau 9
responden mengatakan hanya terdapat sedikit pasien dengan gangguan
jiwa di sekitar mereka.
6. Gambaran tingkat kepatuhan kontrol pasien

Tingkat kepatuhan Gambar 16. Gambaran tingkat


kontrol kepatuhan kontrol pasien
dengan gangguan jiwa di
Wilayah Puskesmas Jenangan
November 2017
Tidak
Patuh
33%

Patuh
68%

44
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 67% atau 27 pasien
dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini memiliki
tingkat kepatuhan kontrol yang baik, sedangkan sebanyak 33% atau 13
responden memiliki tingkat kepatuhan kontrol yang buruk dari total 40
responden.
7. Gambaran tempat berobat dan kontrol pasien dengan gangguan jiwa
Tempat berobat dan
kontrol Gambar 17. Gambaran
tempat berobat dan
Lain-lain kontrol pasien dengan
5% gangguan jiwa di Wilayah
Puskesmas Jenangan
November 2017
Puskesm
as Pustu
Jenangan Paringan
33% 62%

Dari gambar diatas dari total 40 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
62% atau 25 pasien dengan gangguan jiwa yang merupakan responden
kuisioner ini berobat dan kontrol di Puskesmas Pembantu Paringan,
sebanyak 33% atau 13 responden berobat dan kontrol di Puskesmas
Jenangan, dan sebanyak 5% berobat dan kontrol di tempat lain, yaitu di
Bapak Kamituwo Paringan dan di Bapak Mantri di Desa.

45
8. Gambaran mengenai pendapat pasien dan keluarga mengenai acara rutin
untuk menangani dan melatih para penderita gangguan jiwa

Kegiatan Penanganan
dan Pelatihan ODGJ Gambar 18. Gambaran
pendapat pasien dan
Tidak keluarga mengenai acara
perlu rutin untuk menangani
0% dan melatih para
penderita gangguan jiwa
di Wilayah Puskesmas
Jenangan November
Sangat Perlu
perlu 50% 2017
50%

Dari gambar diatas dari total 40 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
50% atau 20 keluarga pasien dan pasien dengan gangguan jiwa yang
merupakan responden kuisioner ini merasa bahwa kegiatan penanganan
dan pelatihan orang dengan gangguan jiwa sangat diperlukan, sebanyak
50% lainnya juga merasa perlu dilakukannya kegiatan penanganan dan
pelatihan orang dengan gangguan jiwa.
9. Gambaran keinginan keluarga terkait keikutsertaan kader dan tokoh
masyarakat dalam pelatihan para pasien dengan gangguan jiwa

Partisipasi Kader dan Gambar 19. Gambaran


Tokoh Masyarakat keinginan keluarga terkait
keikutsertaan kader dan tokoh
Sangat Tidak
masyarakat dalam pelatihan
setuju setuju
18% 12% para pasien dengan gangguan
jiwa di Wilayah Puskesmas
Jenangan November 2017

Setuju
70%

46
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 70% atau 28 keluarga
pasien dan pasien dengan gangguan jiwa yang merupakan responden
kuisioner ini merasa sangat setuju terhadap partisipasi kader jiwa dan
tokoh masyarakat dalam kegiatan penanganan dan pelatihan orang dengan
gangguan jiwa, sebanyak 18% atau 7 responden sangat setuju, dan 12%
atau 5 responden tidak setuju apabila ada tokoh masyarakat yang
berpartisipasi.
10. Gambaran pendapat pasien dan keluarga mengenai kegiatan yang dapat
membantu para pasien dengan gangguan jiwa

Kegiatan bermanfaat untuk


membantu ODGJ

Rehabilitasi
3%

Pelatihan aktivitas sehari-hari


6%

Latihan komunikasi
17%

Pelatihan yang dapat menghasilkan


uang 37.00%

Berkumpul dengan teman sesama


ODGJ 37.00%

Gambar 20. Gambaran pendapat pasien dan keluarga mengenai kegiatan


yang dapat membantu para pasien dengan gangguan jiwa di Wilayah
Puskesmas Jenangan November 2017
D
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 37% atau 13 keluarga
pasien dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini
mengusulkan kegiatan berkumpul dengan sesama penderita gangguan
jiwa, 37% atau 13 keluarga pasien lainnya mengusulkan diadakannya
pelatihan yang besifat produktif atau dapat menghasilkan uang, 17% atau
6 responden mengusulkan adanya latihan komunikasi dan interaksi, 6%
atau 2 responden menginginkan adanya pelatihan aktivitas sehari-hari, 3%

47
atau 1 responden menginginkan adanya kegiatan rehabilitasi bagi pasien,
sedangkan 5 responden sisanya tidak menjawab dari total 40 responden.

11. Saran-saran yang diberikan untuk kegiatan penanganan dan pelatihan


pasien dengan gangguan jiwa

Saran untuk kegiatan

Sosialisasi
2%

Pengobatan rutin
2%

Acara kumpul rutin


30%

Kegiatan pelatihan diperbanyak


33%

Agar selalu kontrol rutin


33%

Gambar 21. Gambaran Saran-saran yang diberikan untuk kegiatan


penanganan dan pelatihan pasien dengan gangguan jiwa di Wilayah
Puskesmas Jenangan November 2017
Dari gambar diatas dari 40 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak 33%
atau 13 keluarga pasien dengan gangguan jiwa yang merupakan
responden kuisioner ini memberikan saran pada kegiatan agar dapat
membimbing pasien untuk rutin kontrol, 33% atau 13 responden lainnya
menyarankan agar pelatihan diperbanyak dalam suatu kegiatan, sebanyak
30% atau 12 responden menyarankan agar kegiatan dijadikan acara
kumpul rutin bagi sesama penderita gangguan jiwa, 2% atau 1 orang
menyarankan untuk ditambahkan pengobatan rutin, dan 2% atau 1 orang
lainnya menyarankan untuk ditambahkan sosialisasi dan penyuluhan di
dalam kegiatan.

48
Kader dan Tokoh Masyarakat

1. Gambaran tingkat pengetahuan kader jiwa dan tokoh masyarakat


mengenai tanda dan gejala gangguan jiwa

Pengetahuan
Gambar 22. Gambaran
Gangguan Jiwa tingkat pengetahuan kader
jiwa dan tokoh masyarakat
di Wilayah Puskesmas
Buruk Jenangan November 2017
20%

Baik
80%

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan kader jiwa
dan tokoh masyarakat mengenai gangguan jiwa kategori baik sebanyak
80% atau 4 responden, sedangkan kategori buruk sebanyak 20% atau 1
responden dari total 5 responden.
2. Gambaran banyaknya ODGJ di sekitar lingkungan kader jiwa dan tokoh
masyarakat

ODGJ di sekitar Gambar 23. Gambaran


Sedikit kader banyaknya ODGJ di sekitar
0%
lingkungan kader dan tokoh
0%
masyarakat di Wilayah
Sangat Puskesmas Jenangan November
banyak 2017
20%

Banyak
80%

Dari gambar diatas dari total 5 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
80% atau 4 responden kuisioner ini mengatakan terdapat banyak pasien
dengan gangguan jiwa di sekitar mereka, sedangkan 20% atau 1 responden
mengatakan hanya terdapat sangat banyak pasien dengan gangguan jiwa di

49
sekitar mereka. Tidak ada responden yang memilih sedikit ODGJ di
sekitar mereka.

3. Gambaran mengenai pendapat kader jiwa dan tokoh masyarakat mengenai


acara rutin untuk menangani dan melatih para penderita gangguan jiwa

Kegiatan Penanganan
dan Pelatihan ODGJ Gambar 24. Gambaran
Tidak pendapat kader jiwa dan
Perlu
tokoh masyarakat
0%
mengenai acara rutin
Perlu
20%
untuk menangani dan
melatih para penderita
gangguan jiwa di Wilayah
Puskesmas Jenangan
Sangat
Perlu
November 2017
80%

Dari gambar diatas dari total 5 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
80% atau 4 kader jiwa dan tokoh masyarakat yang merupakan responden
kuisioner ini merasa bahwa kegiatan penanganan dan pelatihan orang
dengan gangguan jiwa sangat diperlukan, sedangkan sebanyak 20% atau 1
responden lainnya juga merasa perlu dilakukannya kegiatan penanganan
dan pelatihan orang dengan gangguan jiwa.

50
4. Gambaran keikutsertaan kader jiwa dan tokoh masyarakat dalam pelatihan
para pasien dengan gangguan jiwa
Partisipasi Kader dan
Tokoh Masyarakat Gambar 25. Gambaran
keikutsertaan kader jiwa
Tidak dan tokoh masyarakat
Setuju dalam pelatihan para
0% pasien dengan gangguan
jiwa di Wilayah
Setuju
Puskesmas Jenangan
40%
November 2017
Sangat
Setuju
60%

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 60% atau 3 kader jiwa
dan tokoh masyarakat yang merupakan responden kuisioner ini merasa
sangat setuju untuk berpartisipasi dalam kegiatan penanganan dan
pelatihan orang dengan gangguan jiwa, sebanyak 40% atau 2 responden
lainnya juga merasa setuju untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
5. Gambaran pendapat kader jiwa dan tokoh masyarakat mengenai kegiatan
yang dapat membantu para pasien dengan gangguan jiwa

Kegiatan bermanfaat untuk


membantu ODGJ

Pelatihan minum obat 20%

Ketrampilan, berkumpul bersama


40%
ODGJ

Peninjauan rutin, konseling 40%

Gambar 26. Gambaran pendapat kader jiwa dan tokoh masyarakat


mengenai kegiatan yang dapat membantu para pasien dengan gangguan jiwa
di Wilayah Puskesmas Jenangan November 2017

51
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 40% atau 2 kader jiwa
dan tokoh masyarakat yang merupakan responden kuisioner ini
mengusulkan kegiatan peninjauan rutin dan konseling, sebanyak 40% atau
2 responden lain mengusulkan kegiatan ketrampilan dan berkumpul
dengan sesama penderita gangguan jiwa, sedangkan 20% atau 1
responden mengusulkan kegiatan pelatihan minum obat, dari total 5
responden.
6. Saran-saran yang diberikan untuk kegiatan penanganan dan pelatihan
pasien dengan gangguan jiwa

Saran untuk kegiatan

Meningkatkan peran pemerintah dan


20%
dinas kesehatan/sosial

Pengobatan rutin 40%

Meningkatkan partisipasi dan peran


40%
masyarakat

Gambar 27. Gambaran Saran-saran yang diberikan untuk kegiatan


Dpenanganan dan pelatihan pasien dengan gangguan jiwa di Wilayah
aPuskesmas Jenangan November 2017
Dari gambar diatas dari 5 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak 40%
atau 2 kader jiwa dan tokoh masyarakat yang merupakan responden
kuisioner ini memberikan saran pada kegiatan agar dapat meningkatkan
partisipasi dan peran serta masyarakat untuk mendukung kesembuhan
pasien dengan gangguan jiwa, 40% atau 2 responden lainnya
menyarankan agar dalam kegiatan yang akan dilakukan juga disertai
pengobatan rutin, sedangkan 20% atau 1 responden menyarankan agar
kegiatan tersebut dapat meningkatkan peran pemerintah, dinas kesehatan,

52
dan dinas sosial dalam mendukung kesembuhan pasien dengan gangguan
jiwa di Wilayah Puskesmas Jenangan.
Berdasarkan hasil penelitian kuisioner diatas, maka dirumuskan
suatu kegiatan yaitu “Posyandu Kesehatan Jiwa Harapan Mulya” yang
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan gangguan jiwa (ODGJ) dengan cara
pengobatan rutin oleh dokter, terapi aktivitas kelompok, penyuluhan
mengenai gangguan jiwa kepada keluarga, pelatihan perawatan sehari-
hari, dan pelatihan ketrampilan untuk kemandirian pasien. Diharapkan
kegiatan ini dapat dilakukan rutin setiap bulannya, dan dibantu oleh para
kader jiwa dalam pelaksanaannya.

4.2 HASIL KEGIATAN


4.2.1 PELAKSANAAN KEGIATAN

Hari : Rabu
Tanggal : 13 Desember 2017
Tempat : Puskesmas Pembantu Paringan

Tabel 8. Pelaksanaan kegiatan Ke-1

No Waktu Acara Person in Keterangan


Charge

1. 09.00- PEMBUKAAN MC: Khalifa Perlengkapan :


09.20
Mic, soundsystem, konsumsi (80
buah), kursi/tikar

09.00- Pembukaan Ketua Peresmian simbolis  potong


09.02 pelaksana: Yuri pita
Sambutan-
09.02- sambutan Kepala
09.20 Puskesmas:
 Ketua drg. Titik
Pelaksana (5’)
 Pendamping
Dokter
Internship {5’)

53
 Kepala
Puskesmas (8’)
*sekaligus
meresmikan
mulainya
pelaksanaan
posyandu jiwa
2. 09.20- Penjelasan Teknis Pak Sulin/Yuri Poin yang harus dijelaskan :
09.30 Pelaksanaan
Posyandu - Penjelasan majam-macam meja
- Penjelasan urutan meja yang
diikuti
- Penjelasan Pengambilan obat
- Pembagian 2 kelompok besar
3. 09.30- Persiapan Kader dan Perlengkapan tiap meja :
09.40 Kegiatan Dokter
internsip Meja 1: Rekam Medis pustu
(petugas pustu), rekam medis
posyandu, Absensi, Timbangan
BB dan Tinggi badan

Meja 2:, stetoskop, senter, alat


tulis

Meja 3 : kertas plano, kertas


lipat, spidol, double tip,

Meja 4: Mandi: gayung, ember,


shampoo, sabun, handuk. Gosok
gigi: sikat gigi dan manekin gigi.

Berhias : bedak, sisir, deodorant,


alat cukur, gunting kuku.

Makan: sabun cuci tangan,


piring, sendok, gelas

Toilet manner : -

Meja 5: alat dan bahan


keterampilan : alat bikin
kemoceng

4. 09.40- Pelaksanaan Kader dan Pelaksanaan sesuai meja masing-


11.40 Kegiatan Dokter masing.

54
Posyandu internsip

5. 11.40- Penutupan MC : Khalifa Sound system dan mic


11.45

6. 11.45- Evaluasi Panitia Yuri Presensi, hasil masing-masing


12.30 tiap meja.

Hari : Selasa
Tanggal : 16 Januari 2018
Tempat : Puskesmas Pembantu Paringan

Tabel 9. Pelaksanaan Kegiatan Ke-2

No Waktu Acara Person in Keterangan


Charge

1. 09.00- PEMBUKAAN MC: Khalifa Perlengkapan :


09.10
Mic, soundsystem, konsumsi (80
buah), kursi/tikar

2. 09.10- Penjelasan Teknis Pak Sulin/Yuri Poin yangharus dijelaskan :


09.20 Pelaksanaan
Posyandu - Penjelasan majam-macam meja
- Penjelasan urutan meja yang
diikuti
- Penjelasan Pengambilan obat
- Pembagian 2 kelompok besar
3. 09.20- Persiapan Kader dan Perlengkapan tiap meja :
09.30 Kegiatan Dokter
Internsip Meja 1: Rekam Medis pustu
(petugas pustu), rekam medis
posyandu, Absensi, Timbangan
BB dan Tinggi badan

Meja 2:, stetoskop, senter, alat


tulis

55
Meja 3 : kertas plano, kertas
lipat, spidol, double tip,

Meja 4: Mandi: gayung, ember,


shampoo, sabun, handuk. Gosok
gigi: sikat gigi dan manekin gigi.

Berhias : bedak, sisir, deodorant,


alat cukur, gunting kuku.

Makan: sabun cuci tangan,


piring, sendok, gelas

Toilet manner : -

Meja 5: alat dan bahan


keterampilan : alat bikin
kemoceng

4. 09.30- Pelaksanaan Kader dan Pelaksanaan sesuai meja masing-


11.30 Kegiatan Dokter masing.
Posyandu internsip

5. 11.30- Penutupan MC : Khalifa Sound system dan mic


11.35

6. 11.35- Evaluasi Panitia Yuri Presensi, hasil masing-masing


12.00 tiap meja.

4.2.1 EVALUASI KEGIATAN

1. Evaluasi Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” Ke-1

Indikator Keberhasilan Pelaksanaan

PROSES

MEJA 1 MEJA 1
1. Kehadiran minimal 70% peserta 1. Peserta posyandu yang hadir sebanyak
posyandu kesehatan jiwa yang diberi 85% (17 orang) dari total 20 orang yang
undangan (14 orang) diberi undangan
2. Kehadiran minimal 50% kader 2. Kader jiwa yang hadir sebanyak 50% (6
kesehatan jiwa yang diberi orang) dari total 12 kader jiwa yang ada di
undangan (6 orang) Paringan.

56
MEJA 2 MEJA 2
3. Seluruh peserta dapat dilakukan 3. Dokter melakukan pemeriksaan kejiwaan
pemeriksaan kejiwaan dan dan pemeriksaan fisik secara
pemeriksaan fisik secara komprehensif kepada seluruh peserta
komprehensif oleh dokter 4. Seluruh peserta mendapatkan terapi
4. Seluruh peserta dapat mendapatkan farmakologis dengan baik, yang diberikan
terapi farmakologis dengan baik pada akhir kegiatan posyandu

MEJA 3A MEJA 3A
5. Kader dan keluarga pasien dapat 5. Kader dan keluarga pasien aktif dalam sesi
aktif dalam sesi tanya jawab tanya jawab mengenai materi yang
mengenai materi yang diberikan diberikan, ditandai dengan tanya-jawab
interaktif antara dokter dan keluarga
pasien sebanyak 6 pertanyaan yang
dijawab oleh dokter

MEJA 3B MEJA 3B
6. Peserta antusias dan aktif dalam 6. Peserta antusias dan aktif dalam mengikuti
mengikuti terapi aktivitas terapi aktivitas kelompok, semua peserta
kelompok aktif menjawab, aktif bertanya, hafalan
7. Peserta dapat saling berkomunikasi doa-doa sehari-hari, dan beberapa
dan berinteraksi satu sama lain mengajukan diri untuk bernyanyi
7. Peserta saling berkomunikasi dan
berinteraksi satu sama lain. Saling
berkenalan, dan bercerita hobi dan cita-
cita jangka pendek dan jangka panjang

MEJA 4 MEJA 4
8. Peserta aktif dan memperhatikan 8. Seluruh peserta aktif dan memperhatikan
penjelasan materi perawatan diri penjelasan materi perawatan diri, ditandai
9. Peserta aktif dalam mengikuti role dengan terjadinya komunikasi dua arah
play perawatan diri yang dan interaksi antara dokter dan para
dicontohkan oleh dokter peserta
9. Peserta aktif mengikuti role play
perawatan diri, masing-masing saling
mempraktekkan cara perawatan diri yang
benar

MEJA 5 MEJA 5
10. Peserta aktif dan antusias 10. Para peserta aktif dan antusias dalam
mengikuti pelatihan ketrampilan, sesi

57
dalam mengikuti pelatihan tanya jawab ketrampilan sangat aktif
ketrampilan 11. Seluruh peserta aktif mencoba dan berlatih
11. Peserta mau mencoba dan mengerjakan ketrampilan sendiri, bahkan
berlatih mengerjakan ketrampilan mereka berlomba-lomba untuk berlatih
sendiri ketrampilan lebih dulu.

12. Seluruh sarana dan prasarana kegiatan


12. Sarana dan prasarana kegiatan tersedia dan dapat digunakan dengan baik
tersedia dan dapat digunakan 13. Kegiatan berlangsung tertib, namun tidak
13. Kegiatan tertib dan tepat waktu tepat waktu. Acara dimulai pukul 09.00
14. Peserta dan keluarga pasien karena menunggu beberapa peserta yang
memberikan kritik dan saran belum hadir.
mengenai pelaksanaan posyandu 14. Seluruh peserta dan keluarga pasien
memberikan kritik dan saran yang
membangun mengenai pelaksanaan
posyandu
IMPACT

1. Peserta dan keluarga pasien dapat 1. Peserta dan keluarga pasien mengerti dan
mengerti dan memahami teknis memahami teknis pelaksanaan posyandu
pelaksanaan posyandu ditandai dengan pelaksanaan posyandu yang
2. Peserta dan keluarga dapat tertib dan sesuai alur pelaksanaan yang telah
mengerti dan memahami materi direncanakan
penyuluhan dan pelatihan yang
diberikan 2. Peserta dan keluarga mengerti dan
memahami materi penyuluhan dan pelatihan
yang diberikan, ditandai dengan peserta dan
keluarga yang dapat menjawab saat diberi
pertanyaan, serta mengerti dan paham saat
dilakukan crosscheck secara random

OUTCOME

- Posyandu Kesehatan Jiwa Harapan Belum dapat dievaluasi


Mulya dapat dilaksanakan rutin setiap
bulan

- Seluruh peserta posyandu dapat


menghasilkan karya ketrampilan
kemandirian yang telah diajarkan

- Hasil karya para peserta posyandu


dapat dipasarkan minimal di sekitar

58
wilayah Pustu Paringan

2. Evaluasi Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” Ke-2


Indikator Keberhasilan Pelaksanaan

PROSES

MEJA 1 MEJA 1
1. Kehadiran minimal 70% peserta 1. Peserta posyandu yang hadir sebanyak
posyandu kesehatan jiwa yang 65% (13 orang) dari total 20 orang yang
diberi undangan (14 orang) diberi undangan, beberapa peserta
2. Kehadiran minimal 50% kader berhalangan hadir karena ada kerabat dan
kesehatan jiwa yang diberi tetangga yang meninggal dunia.
undangan (6 orang) 2. Kader jiwa yang hadir sebanyak 50% (6
orang) dari total 12 kader jiwa yang ada di
Paringan.

MEJA 2 MEJA 2
3. Seluruh peserta dapat dilakukan 3. Dokter melakukan pemeriksaan kejiwaan
pemeriksaan kejiwaan dan dan pemeriksaan fisik secara
pemeriksaan fisik secara komprehensif kepada seluruh peserta
komprehensif oleh dokter 4. Seluruh peserta mendapatkan terapi
4. Seluruh peserta dapat mendapatkan farmakologis dengan baik, yang diberikan
terapi farmakologis dengan baik pada akhir kegiatan posyandu

MEJA 3A MEJA 3A
5. Kader dan keluarga pasien dapat 5. Kader dan keluarga pasien aktif dalam sesi
aktif dalam sesi tanya jawab tanya jawab mengenai materi yang
mengenai materi yang diberikan diberikan, ditandai dengan tanya-jawab
interaktif antara dokter, pasien, dan
keluarga pasien.

MEJA 3B
MEJA 3B 6. Peserta antusias dan aktif dalam mengikuti
6. Peserta antusias dan aktif dalam terapi aktivitas kelompok, semua peserta
mengikuti terapi aktivitas aktif menjawab, aktif bertanya,
kelompok menceritakan aktivitas mereka sehari-hari,
7. Peserta dapat saling berkomunikasi memiliki semangat berkompetisi, dan

59
dan berinteraksi satu sama lain beberapa mengajukan diri untuk bernyanyi
7. Peserta saling berkomunikasi dan
berinteraksi satu sama lain dengan baik,
bercerita tentang kegiatan sehari-sehari,
serta lebih berani untuk maju ke depan,
dan bicara di depan orang banyak.

MEJA 4
MEJA 4
8. Seluruh peserta aktif dan memperhatikan
8. Peserta aktif dan memperhatikan
penjelasan materi perawatan diri, ditandai
penjelasan materi perawatan diri
dengan terjadinya komunikasi dua arah
9. Peserta aktif dalam mengikuti role
dan interaksi antara dokter dan para
play perawatan diri yang
peserta
dicontohkan oleh dokter
9. Peserta aktif mengikuti role play
perawatan diri, masing-masing saling
mempraktekkan cara perawatan diri yang
benar

MEJA 5
MEJA 5 10. Para peserta aktif dan antusias dalam
10. Peserta aktif dan antusias dalam mengikuti pelatihan ketrampilan, sesi
mengikuti pelatihan ketrampilan tanya jawab ketrampilan sangat aktif
11. Peserta mau mencoba dan berlatih 11. Seluruh peserta aktif mencoba dan berlatih
mengerjakan ketrampilan sendiri mengerjakan ketrampilan sendiri, bahkan
beberapa saling membantu peserta lain
untuk membuat ketrampilan

12. Seluruh sarana dan prasarana kegiatan


12. Sarana dan prasarana kegiatan tersedia dan dapat digunakan dengan baik
tersedia dan dapat digunakan 13. Kegiatan berlangsung tertib, namun tidak
13. Kegiatan tertib dan tepat waktu tepat waktu. Acara dimulai pukul 09.00
14. Peserta dan keluarga pasien karena menunggu beberapa peserta yang
memberikan kritik dan saran belum hadir.
mengenai pelaksanaan posyandu 14. Seluruh peserta dan keluarga pasien
memberikan kritik dan saran yang
membangun mengenai pelaksanaan
posyandu
IMPACT

1. Peserta dan keluarga pasien dapat 1. Peserta dan keluarga pasien mengerti dan
mengerti dan memahami teknis memahami teknis pelaksanaan posyandu
ditandai dengan pelaksanaan posyandu yang

60
pelaksanaan posyandu tertib dan sesuai alur pelaksanaan yang telah
2. Peserta dan keluarga dapat mengerti direncanakan
dan memahami materi penyuluhan dan 2. Peserta dan keluarga mengerti dan
pelatihan yang diberikan memahami materi penyuluhan dan pelatihan
yang diberikan, ditandai dengan peserta dan
keluarga yang dapat menjawab saat diberi
pertanyaan, serta mengerti dan paham saat
dilakukan crosscheck secara random

OUTCOME

- Posyandu Kesehatan Jiwa Harapan Belum dapat dievaluasi


Mulya dapat dilaksanakan rutin setiap
bulan

- Seluruh peserta posyandu dapat


menghasilkan karya ketrampilan
kemandirian yang telah diajarkan

- Hasil karya para peserta posyandu


dapat dipasarkan minimal di sekitar
wilayah Pustu Paringan

61
4.2.3 KENDALA SAAT PELAKSANAAN

1. Lokasi Pustu Paringan yang cukup jauh sehingga menyebabkan acara terlambat
dimulai, salah satunya adalah keterlambatan datangnya peserta.
2. Beberapa peserta yang menunggu peserta lain merasa bosan sebelum
dimulainya posyandu, hal ini dapat diatasi dengan meja 1 dan meja 2 yang
dimulai terlebih dahulu untuk beberapa peserta sambil menunggu peserta lain
datang
3. Posyandu Kesehatan Jiwa dilakukan pada hari kerja, sehingga tidak semua
kader dapat hadir.
4. Masih ada beberapa peserta yang belum mampu berkomunikasi dengan baik
sehingga secara tidak langsung mempengaruhi peserta lain, namun hal ini
dapat diatasi dengan pendampingan oleh dokter internsip.
5. Partisipasi keluarga untuk mengantar dan mengikuti Posyandu Kesehatan Jiwa
masih kurang, sehingga banyak peserta yang datang sendiri. Hal ini
menyebabkan informasi mengenai perkembangan pasien selama mengikuti
kegiatan untuk keluarga tidak tersampaikan.

62
4.2.4 KRITIK DAN SARAN KEGIATAN

1. Hasil kuisioner evaluasi

Tingkat Kepuasan Keluarga ODGJ terhadap


Posyandu Kesehatan Jiwa
Gambar 28. Gambaran
Tidak Puas 0% tingkat kepuasan keluarga
ODGJ terhadap Posyandu
Puas 20%
Sangat Puas Kesehatan Jiwa “Harapan
Mulya”
Puas
Sangat Tidak Puas
Puas 80%

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa 80% keluarga pasien merasa sangat puas
dengan pelaksanaan Posyandu Kesehatan Jiwa dan sebanyak 20% merasa puas,
dari total 6 keluarga pasien yang hadir.

Tingkat Kepuasan Pasien ODGJ terhadap


Posyandu Kesehatan Jiwa Gambar 29. Gambaran
tingkat kepuasan pasien
Tidak Puas 0% ODGJ terhadap Posyandu
Kesehatan Jiwa “Harapan
Puas 17,6% Sangat Puas
Mulya”
Puas
Tidak Puas
Sangat Puas
82,4%

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa 82.4% peserta posyandu merasa sangat
puas dengan pelaksanaan Posyandu Kesehatan Jiwa dan sebanyak 17.6% merasa
puas, dari total 17 peserta yang hadir.

63
2. Saran-saran
Keluarga
a) Pihak bagian kesehatan khususnya Puskesmas dan Dinas Kesehatan, serta
Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan ODGJ
b) Kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa sangat membantu keluarga dan pasien,
sebaiknya dilaksanakan secara rutin dan jangan sampai putus
c) Sebaiknya kader ikut memotivasi keluarga dan mengikutsertakan keluarga
ketika Posyandu Jiwa dilakukan, karena kesembuhan pasien sangat
tergantung dari keluarganya
d) Keluarga lebih diikutsertakan dalam pengobatan nonfarmakologis

Pasien
a) Kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa terus dilanjutkan, karena dapat
memotivasi pasien untuk sembuh dan dapat beraktifitas seperti
masyarakat normal lainnya
b) Bentuk kegiatannya ditambah, agar lebih beragam
c) Waktu untuk setiap kegiatan ditambah, agar dapat melakukan aktifitas
sehari-hari secara mandiri
d) Pasien ingin diajarkan bermacam-macam kreatifitas, agar dapat
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat

64
BAB V
DISKUSI

Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan


fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan
itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Sedangkan gangguan jiwa adalah
gangguan alam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective),
tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-
keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan
mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan
jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Maramis, 2010). Gangguan jiwa yang
paling banyak terjadi (95%), terutama di Wilayah Puskesmas Jenangan adalah
Skizofrenia.
Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa psikotik yang menjadi
perhatian yang serius di bidang psikiatri. Gangguan ini memiliki prevalensi
seumur hidup sebesar 0.3 – 0.7% (Sadock et al., 2015).
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menyebutkan prevalensi
skizofrenia dan gangguan jiwa berat di Indonesia yaitu 1.7‰ (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Skizofrenia terutama ditandai dengan
gejala utama berupa gejala positif dan negatif. Gejala positif yaitui halusinasi,
waham, perilaku yang kacau, dan pembicaraan yang kacau. Gejala negatif
skizofrenia antara lain afek tumpul, alogia, asosial, avolisi, abulia, dan anhedonia
(American Psychiatric Association, 2013). Skizofrenia diperkirakan mempunyai
penyebab yang beragam. Pandangan klasik skizofrenia menunjukkan bahwa
gangguan ini disebabkan oleh gangguan pada fase-fase perkembangan awal
manusia (Gabbard, 2014).
Dalam rangka meningkatkan efektifitas terapi dan meningkatkan kualitas
hidup pasien ODGJ, kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”
berfokus pada pengobatan rutin, terapi aktivitas kelompok, penyuluhan mengenai
gangguan jiwa kepada keluarga, pelatihan perawatan diri, dan pelatihan
ketrampilan untuk meningkatkan kemandirian pasien ODGJ. Posyandu Kesehatan
Jiwa “Harapan Mulya” telah dilaksanakan sebanyak 2 kali, yaitu bulan Desember

65
2017 dan Januari 2018, dan hampir keseluruhan peserta merasa sangat puas
dengan pelaksanaan yang telah dilakukan, meskipun masih terdapat beberapa
kritik dan saran membangun untuk pelaksanaan selanjutnya. Peserta posyandu
beserta keluarga sangat antusias dan aktif dalam mengikuti Posyandu Kesehatan
Jiwa, Acara secara keseluruhan berlangsung tertib, para peserta saling
berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Selain itu, para peserta juga sangat
aktif dan antusias terhadap pelatihan-pelatihan yang dilakukan, yaitu pelatihan
perawatan diri dan pelatihan ketrampilan kemandirian. Keseluruhan peserta ingin
mencoba dan menghasilkan suatu karya yang memiliki nilai bagi masyarakat dan
dapat dijual nantinya.
Berdasarkan kuisioner tingkat kepuasan pasien ODGJ terhadap kegiatan
Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”, didapatkan 82,4% Sangat Puas;
17,6% Puas; dan 0% Tidak Puas. Untuk tingkat kepuasan keluarga pasien ODGJ
terhadap kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa “harapan Mulya”, didapatkan 80%
Sangat Puas; 20% Puas; dan 0% Tidak Puas. Pada saran yang terdapat dari
kuesioner yang diberikan pada keluarga dan pasien ODGJ, mereka berharap agar
Posyandu ini terus terlaksana dan secara rutin dilakukan. Dari sini jelas tergambar
antusias dari keluarga dan pasien ODGJ, dan semangat dari mereka untuk
kesembuhan dan keadaan yang lebih baik dari sekarang.
Para kader, keluarga, dan pasien ODGJ sangat berharap pada pihak
Puskesmas Jenangan, Dinas Kesehatan Ponorogo, dan Pemerintah Ponorogo agar
lebih memperhatikan pasien ODGJ, memberikan tempat untuk mereka berobat
dan belajar, seperti di Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”. Pada
Posyandu ini mereka diberikan pengobatan yang tepat, diajak berpikir apa yang
mereka ingin lakukan untuk kedepannya dan ingin menjadi apa mereka untuk
diwaktu yang akan datang, mereka juga diajarkan untuk melakukan aktifitas dasar
yang dapat dilakukan sehari-hari seperti perawatan diri (mandi, toliting, dandan,
makan/minum yang benar), dan juga mereka diajak untuk berkreatifitas dan
menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai bagi masyarakat. Selain itu, dalam
kegiatan Posyandu ini, keluarga pasien ODGJ juga diberikan beberapa pelajaran
tentang ODGJ dan diberikan motivasi dalam menghadapi dan menemani ODGJ.

66
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Pengobatan yang diberikan kepada pasien ODGJ, khususnya pasien
dengan skizofrenia selama ini belum dapat dikatakan efektif, karena hanya
berfokus pada terapi farmakologis saja. Sehingga, pelaksanaan Posyandu
Kesehatan Jiwa sangat diperlukan. Dalam rangka meningkatkan efektifitas terapi
dan meningkatkan kualitas hidup pasien ODGJ, kegiatan Posyandu Kesehatan
Jiwa “Harapan Mulya” berfokus pada pengobatan rutin, terapi aktivitas kelompok,
penyuluhan mengenai gangguan jiwa kepada keluarga, pelatihan perawatan diri,
dan pelatihan ketrampilan untuk meningkatkan kemandirian pasien ODGJ.
Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” telah dilaksanakan sebanyak 2 kali,
yaitu bulan Desember 2017 dan Januari 2018, dan hampir keseluruhan peserta
merasa sangat puas dengan pelaksanaan yang telah dilakukan, meskipun masih
terdapat beberapa kritik dan saran membangun untuk pelaksanaan selanjutnya.
Puskesmas Jenangan melakukan sebuah terobosan baru yaitu menajdi
satu-satunya Puskesmas yang memberdayakan salah satu puskesmas
pembantunya, yaitu Pustu Paringan untuk melaksanakan Posyandu Kesehatan
Jiwa. Hal ini terlihat dari asal pasien, pasien berasal dari berbagai kecamatan di
Ponorogo, bahkan beberapa pasien berasal dari kabupaten yang berbeda salah
satunya Madiun. Ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi pihak
Puskesmas Jenangan dan Dinas Kesehatan yang turut serta dalam menyukseskan
Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”.
Para kader, keluarga, dan pasien ODGJ sangat berharap pada pihak
Puskesmas Jenangan, Dinas Kesehatan Ponorogo, dan Pemerintah Ponorogo agar
lebih memperhatikan pasien ODGJ, memberikan tempat untuk mereka berobat
dan belajar, seperti di Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”. Pada
Posyandu ini mereka diberikan pengobatan yang tepat, diajak berpikir apa yang
mereka ingin lakukan untuk kedepannya dan ingin menjadi apa mereka untuk
diwaktu yang akan datang, mereka juga diajarkan untuk melakukan aktifitas dasar
yang dapat dilakukan sehari-hari seperti perawatan diri (mandi, toliting, dandan,

67
makan/minum yang benar), dan juga mereka diajak untuk berkreatifitas dan
menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai bagi masyarakat.

6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut mengenai pengetahuan masyarakat
mengenai gangguan jiwa tidak hanya skizofrenia saja sertanya perlunya
dibangun posyandu jiwa di wilayah Ponorogo.
2. Perlu dilakukan Posyandu Kesehatan Jiwa secara rutin sehingga dapat
memantau perkembangan pasien ODGJ, apakah tetap sama atau terdapat
perkembangan yang signifikan. Setelah dilakukan Posyandu Kesehatan Jiwa
“Harapan Mulya” sebanyak dua kali, didapatkan perubahan positif pada
peserta, diantaranya peserta melakukan pengobatan secara rutin, sudah dapat
diajak berpikir apa yang akan mereka lakukan dikehidupan mendatang, sudah
dapat melakukan perawatan diri, dan melakukan kreatifitas yang berguna bagi
mereka dan masyarakat lainnya.
3. Memberikan pelatihan dan motivasi pada keluarga, untuk membantu perubahan
pada pasien ODGJ. Keluarga adalah hal yang sangat penting dalam proses
penyembuhan, khususnya pasien ODGJ. Keluarga perlu dibimbing dan
diberikan motivasi dalam menghadapi dan membantu pasien ODGJ. Pada
Posyandu ini, keluarga sudah diberikan bimbingan dan pengetahuan tentang
ODGJ, sehingga keluarga pasien lebih siap dalam menghadapi anggota
keluarganya dengan gangguan jiwa.
4. Memberikan pelatihan khusus pada kader agar dapat membimbing pasien dan
keluarga ODGJ membimbing mereka, berobat rutin, dan mengikuti Posyandu
Kesehatan Jiwa secara rutin, agar mendapatkan perubahan yang diharapkan
dan terciptanya kehidupan yang damai bagi seluruh masyarakat.

68
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. Schizophrenia spectrum and other psychotics


disorder. Dalam: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
5th Edition. Arlington VA: American Psychiatric Association; 2013.
Halaman 87-122.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peran Keluarga Dukung
Kesehatan Jiwa Masyarakat.
http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-
dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober
2017 pukul 20.21
Gabbard GO. 2014. Psychodynamic Psychiatry in Clinical Practice, Fifth Edition.
Arlington VA: American Psychiatric Publication
Gadelha A, Noto CS, Mari JDJ. 2012. Pharmacological treatment of
schizophrenia. International Review of Psychiatry 24(5): 489-498
Lehman AF, Lieberman JA, Dixon LB. 2004. Practice guideline for the treatment
of patiens with schizophrenia. 2nd ed. American psychiatry Association
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-V. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
Millier A, Schmidt U, Angermeyer MC. 2014. Humanistic burden in
schizophrenia: A literature review. Journal of Psychiatric Research 54:85-
93
Padmanabhan JL and Kshavan MS. 2016. Schizophrenia. Encyclopedia of Mental
Health (4).doi:10.1016/B978-0-12-397045-9.00094-X.
Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. 2015. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry
: behavioral science / clinical psychiatry. 11th ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health
Shibre T, Medhin G, Alem A et al. 2015. Long-term clinical course and outcome
of schizophrenia in rural Ethiopia: 10-year follow-up a population-based
cohort. Schizophrenia Research 161:414-420
Tandon R et al. 2013. Definition and description of schizophrenia in the DSM-5.
Schizophrenia Research 150: 3-1

69
Tandon R. 2010. DSM, ICD, and psychiatric nosology: How do cultural and
national differences factor in?. Asian Journal of Psychiatry 3:1-2
Windarwati. 2016. Posyandu Kesehatan Jiwa. Surabaya : Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur.

70
LAMPIRAN 1
1.1 Kuisioner Pasien dan Keluarga
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Dusun :
Agama :

KUISIONER ODGJ DAN KELUARGA


Lingkari dan isi jawaban yang menurut anda benar.
1. Apakah anda sering merasa sulit tidur?
A. Tidak B. Ya C. Sangat Sering
2. Apakah anda sering merasa sedih?
A. Tidak B. Ya C. Sangat Sering
3. Apakah anda merasa sulit bergaul?
A. Tidak B. Ya C. Sangat Sulit
4. Apakah anda mengetahui tanda dan gejala gangguan jiwa?
A. Tidak tahu B. Tahu C. Sangat tahu
5. Apakah terdapat banyak orang dengan gangguan jiwa yang ada di sekitar anda?
A. Sedikit B. Banyak C. Sangat Banyak
6. Seberapa sering anda kontrol?
A. Tidak Pernah B. Cukup Sering C. Sangat Sering
7. Dimana anda biasanya kontrol?
A. Pustu Paringan B. Puskesmas C. Lain-lain
(Sebutkan…………)
8. Menurut anda, Perlukah kegiatan rutin yang dilakukan untuk menangani dan
melatih para penderita gangguan jiwa?
A. Tidak Perlu B. Perlu C. Sangat Perlu
9. Setujukah anda apabila dalam pelatihan tersebut melibatkan tokoh-tokoh
masyarakat?
A. Tidak Setuju B. Setuju C. Sangat Setuju
10. Menurut anda, kegiatan apa yang dapat dilakukan untuk membantu para
penderita gangguan jiwa?

71
…………..…………………………………………………………………………
………………………………
11. Apakah saran yang dapat anda berikan untuk kegiatan tersebut?
…………..…………………………………………………………………………
………………………………

72
1.2 Kuisioner Kader dan Tokoh Masyarakat
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Dusun :
Agama :

KUISIONER KADER DAN TOKOH MASYARAKAT


Lingkari dan isi jawaban yang menurut anda benar.
1. Apakah anda mengetahui tanda dan gejala gangguan jiwa?
A. Tidak tahu B. Tahu C. Sangat tahu
2. Apakah terdapat banyak orang dengan gangguan jiwa yang ada di sekitar anda?
A. Sedikit B. Banyak C. Sangat Banyak
3. Menurut anda, Perlukah kegiatan rutin yang dilakukan untuk menangani dan
melatih para penderita gangguan jiwa?
A. Tidak Perlu B. Perlu C. Sangat Perlu
4. Setujukah anda apabila dalam pelatihan tersebut melibatkan tokoh-tokoh
masyarakat?
A. Tidak Setuju B. Setuju C. Sangat Setuju
5. Menurut anda, kegiatan apa yang dapat dilakukan untuk membantu para
penderita gangguan jiwa?
…………..…………………………………………………………………………
………………………………
6. Apakah saran yang dapat anda berikan untuk kegiatan tersebut?
…………..…………………………………………………………………………
………………………………

73
1.3 Kuisioner Evaluasi Pelaksanaan Posyandu

Nama Pasien :
Nama Keluarga :
Alamat :
No. HP :

KUISIONER EVALUASI
POSYANDU KESEHATAN JIWA
“HARAPAN MULYA”

1. Apakah anda merasa puas dengan pelaksanaan “Posyandu Kesehatan Jiwa”


hari ini?
A. Sangat Puas B. Puas C. Tidak Puas

2. Apakah menurut anda “Posyandu Kesehatan Jiwa” bermanfaat untuk anda dan
keluarga?

A. Sangat bermanfaat B. Bermanfaat C. Tidak Bermanfaat

3. Apakah anda setuju jika “Posyandu Kesehatan Jiwa” ini diadakan rutin setiap
bulan?

A. Sangat Setuju B. Setuju C. Tidak Setuju

4. Apakah saran yang anda berikan untuk Posyandu Kesehatan Jiwa selanjutnya?

…………………………………………………………………………………
………………………………..

Terima Kasih 

74
1.4 Rekam Medis Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”

REKAM MEDIS
POSYANDU KESEHATAN JIWA
“HARAPAN MULYA”

NAMA :

NO. RM :

ALAMAT :

NO.HP :

Tanggal :

Tinggi Badan :
Berat Badan :
Tekanan Darah :

S :

O :

A :
P :

75
LAMPIRAN 2
Foto Dokumentasi Kegiatan ke-1

MEJA 1 MEJA 2 MEJA 3


“PENDAFTARAN, “ TERAPI” “INTERAKSI DALAM
PEMERIKSAAN TTV” KELOMPOK DAN
PENYULUHAN”

MEJA 5 MEJA 4
“KETERAMPILAN” “PERWATAN DIRI”

POSYANDU KESEHATAN JIWA “HARAPAN MULYA”

76
Foto Dokumentasi Kegiatan Ke-2

MEJA 1 MEJA 2 MEJA 3


“PENDAFTARAN, “ TERAPI” “INTERAKSI DALAM
PEMERIKSAAN TTV” KELOMPOK DAN
PENYULUHAN”

MEJA 5 MEJA 4
“KETERAMPILAN” “PERWATAN DIRI”

HASIL KARYA PESERTA POSYANDU KESEHATAN JIWA


“HARAPAN MULYA”

77

Anda mungkin juga menyukai