PENDAHULUAN
1
pernah dipasung mencapai 18,2 persen. Sementara di daerah perkotaan,
proporsinya hanya mencapai 10,7 persen (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data
Puskesmas Pembantu (Pustu) Paringan di Kecamatan Jenangan pada bulan
Januari 2016 sampai dengan Desember 2016 daftar kunjungan pasien dengan
gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Pembantu Paringan masih tinggi yaitu
sebanyak 4.601 orang, dengan rerata kunjungan sebanyak 384 pasien per bulan.
Pustu Paringan memiliki empat desa sebagai wilayah kerjanya yaitu Desa Krajan,
Desa Krangkungan, Desa Semampu, dan Desa Bagusan, dengan kasus terbanyak
yaitu skizofrenia, dengan prosentase sebesar 96,7%, diikuti dengan kasus retardasi
mental sebesar 1,7%, gangguan jiwa lain sebesar 1,1%, dan kasus gangguan
neurosa sebesar 0,5%.
2
terhadap anggota keluarga atau siapapun yang memiliki gangguan jiwa; sehingga
mereka dapat tetap dapat dihargai selayaknya manusia bermartabat yang perlu
dibantu untuk mendapatkan kembali kehidupan yang berkualitas (Depkes, 2016).
Gangguan jiwa merupakan penyakit yang dapat menjadi kronis dan sulit
untuk dipulihkan bila lama tidak ditangani dan tidak diterapi dengan baik. Prinsip
terapi pada pasien dengan gangguan jiwa meliputi terapi farmakologis dan terapi
non farmakologis sebagai suatu kesatuan. Tingginya angka gangguan jiwa, serta
rendahnya efektivitas terapi dan kualitas hidup pasien gangguan jiwa di Indonesia,
terutama di wilayah Puskesmas Jenangan, yaitu Pustu Paringan merupakan dasar
dari penulis untuk membuat suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan
terapi secara holistik, dari sisi farmakologis maupun non farmakologis. Sehingga,
diharapkan pasien gangguan jiwa dapat pulih, memiliki kualitas hidup yang baik,
dan produktif seperti masyarakat pada umumnya.
1.3. TUJUAN
3
1.4. MANFAAT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 GANGGUAN JIWA
2.1.1 DEFINISI GANGGUAN JIWA
Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan
itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai
sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam
kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan
merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial
individu secara optimal, serta dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan
mempunyai sifat positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati, 2009).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran
sosial. Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi
oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena
persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri
(Budiman, 2010).
Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah gangguan
alam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa
(Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam
gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive),
hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
Gangguan Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik
5
kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu
orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2009). Gangguan Jiwa
sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja gangguan
jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut
hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila
(Budiman, 2010).
Menurut literature terbaru, Gangguan jiwa menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ III) memiliki
tiga butir kriteria yaitu adanya gejala klinis yang bermakna yang berupa sindrom
atau gejala perilaku serta sindrom atau pola psikologik. Gejala klinis tersebut
menimbulkan penderitaan, antara lain dapat berupa: rasa nyeri, tidak nyaman,
tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll. Gejala klinis tersebut
menimbulkan disabilitas dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan
diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian,
makan, kebersihan diri, dll (Maslim, 2013).
6
gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif,
sedang yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3) Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami
gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker,
dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan
sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat
menyebabkan rasa rendah diri
b. Ansietas dan Ketakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan
yang tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa
terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya
terancam.
c. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan
yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian
kasih sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras akan
menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian yang
bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
d. Faktor Sosio-Kultural
Faktor sosio-kultural adalah faktor lingkungan sosial dan budaya
pada masing-masing area tempat tinggal yang dapat meningkatkan
stressor pada individu.
e. Faktor Presipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan
seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu
mempersepsikan dirinya melawan tantangan, ancaman, atau tuntutan
untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh
setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan.
7
Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya.
Lingkungan dan stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan
hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan
prosedur tindakan serta pengobatan (Stuart&Sundeen, 2008).
a. Skizofrenia.
b. Depresi
8
diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang
ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak
berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah gangguan patologis
terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan,
sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa,
ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut
pada bahaya yang akan datang. Individu yang menderita depresi biasanya akan
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju ke
keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas (Kaplan, 2010).
c. Gangguan Cemas
Gangguan cemas adalah suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut
sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik. Penyebabnya biasanya
tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari
kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat (Maramis, 2010). Sundeen
mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang
meliputi kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.
d. Gangguan Kepribadian
Gangguan Mental Organik (GMO) Merupakan gangguan jiwa psikotik atau non-
psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi
jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit intra cerebral maupun ekstra
cerebral. Manifestasi yang terjadi akan berhubungan dengan bagian otak yang
9
mengalami gangguan. Gangguan mental organik dibagi menjadi psikotik dan non
psikotik (Maramis, 2010).
f. Gangguan Psikosomatik
g. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama
masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,
2003).
Gangguan perilaku pada anak dan remaja menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat. Anak dengan
gangguan perilaku biasanya menemui kesulitan dalam asuhan dan pendidikan.
Gangguan perilaku dapat berasal dari individu atau lingkungan. Gangguan otak
seperti trauma kepala, ensefalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan
kepribadian (Maramis, 2010).
10
2. 2 SKIZOFRENIA
11
Untuk mendiagnosis skizofrenia terdapat kriteria diagnosis yang bisa dipakai
yang dapat berbeda bergantung dari budaya dan negara (Tandon, 2010). Di
Indonesia sistem klasifikasi yang dipakai adalah PPDGJ-III (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, III) yang diterbitkan
oleh Depertemen Kesehatan Republik Indonesia yang merupakan adaptasi dari
ICD-10 (World Health Organization’s International Classification of Diseases-
10). Secara garis besar diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III adalah:
12
Beberapa subtipe yang dipakai dalam PPDGJ-III secara garis besar dibagi
menjadi 6 yaitu paranoid dimana waham dan halusinasi adalah gejala yang
dominan, hebefrenik (disorganized) ditandai dengan regresi menjadi kemampuan
primitif, serta disorganisasi pikiran dan perilakuk, katatonik biasanya yang
menonjol adalah gangguan aktivitas motorik. tak terinci (Undifferentiated)
adalah skizofrenia yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga kategori
tersebut. Residual adalah skizofrenia berkelanjutan dimana mulai muncul gejala
negatif dimana waham dan halusinasi yang awalnya ada menjadi tidak prominen.
Subtipe lainnya subtipe lain berupa depresi pasca skizofrenia (F20.4), skizofrenia
simpleks (F20.6), serta subtipe lain yang berbeda-beda bergantung klasifikasi
negara dan budaya setempat (Sadock et al, 2015).
13
2.2.4 TATALAKSANA SKIZOFRENIA
Terapi utama pada gangguan jiwa terutama adalah somatoterapi dan terapi
psikososial. Sebelum memulai terapi mulai dengan pemeriksaan fisik yang
lengkap dan tingkat keparahan dari gejala yang dialami pasien. Terapi psikososial
seperti edukasi pada keluarga terutama bagi caregiver dan psikoterapi suportif
dapat dimulai segera setelah terdiagnosis untuk menciptakan suasana yang
kondusif bagi pasien (Gadelha et al, 2012). Somatoterapi adalah terapi utama
untuk mengontrol gejala psikosis pada pasien skizofrenia. Pilihan untuk Masuk
Rumah Sakit (MRS) diindikasikan pada pasien yang beresiko mencelakai diri
sendiri atau orang lain, disorganisasi berat, dalam pengaruh waham dan halusinasi
sehingga pasien tidak dapat mengurusi dirinya sendiri, membutuhkan dukungan
dan supervisi yang ketat, atau bila pengobatan rawat jalan tidak aman atau tidak
efektif (Lehman et al, 2004). Terdapat dua fase pengobatan skizofrenia yaitu akut
dan rumatan. Pada fase akut dapat berlangsung selama mingguan hingga
bulanan. Tujuan dari fase ini adalah mencapai remisi (dipertahankannya gejala
dalam tingkat ringan) (Gadelha et al, 2012), dan mengurangi gejala-gejala yang
membahayakan (Lehman et al, 2004). Terdapat dua generasi obat-obatan
skizofrenia yaitu generasi pertama (tipikal) yang memiliki efek samping besar
daripada obat-obatan antipsikotik generasi kedua (atipikal). Jenis-jenis obat dan
dosis ditampilkan dalam tabel 1 (12).
14
A. TERAPI FARMAKOLOGIS
Terdapat beberapa kondisi pada fase akut yang harus dipertimbangkan apakah itu
episode awal, apakah terdapat gejala yang persisten, ataukah terdapat efek
samping yang bermakna sehingga untuk kepentingan algoritma maka jenis obat
antipsikotik ini dibagi menjadi 4 kelompok. Pilihan obat dalam kondisi-kondisi
tersebut dirangkum dalam tabel 2.
15
Terdapat beberapa algoritma dalam pengobatan skizofrenia dan pengaturannya
dalam penggantian obat apabila respon tidak adekuat (gambar 1)
16
Penentuan dosis pada fase akut bersifat sulit dan individual. Efek terapi
awal biasanya muncul dua hingga empat minggu dan efek terapi yang penuh
biasanya tercapai dalam 6 bulan atau lebih lama lagi. Diperlukan evaluasi efek
samping yang dapat terjadi dalam pengobatan ini dengan cermat sehingga dapat
ditangani dengan tepat(Lehman et al, 2004).
Terapi utama pada gangguan jiwa terutama adalah somatoterapi dan terapi
psikososial. Sebelum memulai terapi mulai dengan pemeriksaan fisik yang
lengkap dan tingkat keparahan dari gejala yang dialami pasien. Terapi psikososial
seperti edukasi pada keluarga terutama bagi caregiver dan psikoterapi suportif
dapat dimulai segera setelah terdiagnosis untuk menciptakan suasana yang
kondusif bagi pasien (Gadelha et al, 2012). Somatoterapi adalah terapi utama
untuk mengontrol gejala psikosis pada pasien skizofrenia. Secara historis,
sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang
mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah
adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini.
17
Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga (Durand, 2007).
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi
ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan
sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi
saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi,
sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan
berkomunikasi. Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi
kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah
sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk
menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit
penderita kambuh kembali.(Tomb, 2003)
18
a. Level keempat adalah penanganan kesehatan jiwa di keluarga
2. Intervensi keluarga
19
4. Terapi pelatihan keterampilan sosial
5. Terapi Elektrokonvulsif
20
2.2.5 KOMPLIKASI SKIZOFRENIA
Pada bahasan ini yang lebih ditekankan adalah beban yang dapat timbul
pada pasien skizofrenia baik pada dirinya sendiri maupun keluarganya. Beban
yang dapat timbul antara lain: menurunnya kualitas hidup pasien, depresi (dapat
muncul sebagai komorbid atau bagian dari penyakit), efek samping pengobatan
(diabetes, obesitas, hipertensi, dyslipidemia, dan sindroma metabolik),
pembebanan pengasuh/keluarga, gangguan kognitif, mortalitas/bunuh diri, tuna
wisma, memperparah komorbiditas yang ada sebelum skizofrenia muncul,
munculnya stigmatisasi, kekerasan, penurunan gaya hidup seperti bekerja dan
aktivitas mandiri, meningkatnya aborsi / kelambatan kehamilan (Millier et al,
2014)
21
dan bersama masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar.
Upaya peningkatan peran dan fungsi Posyandu bukan semata-mata
tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di
masyarakat, termasuk kader. Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu
sangat besar karena selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada
masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke Posyandu dan
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 2016).
Kegiatan Pokok Posyandu Kesehatan Jiwa adalah sebagai berikut (Depkes RI,
2016):
1. Pendaftaran (registrasi) dan pemantauan kesehatan fisik, meliputi tinggi
badan, berat badan, dan status nutrisi pasien dengan gangguan jiwa.
2. Pemantauan gejala psikologis, pemberian terapi psikofarmakologis,
pemberian vitamin esensial, dan penambahan nutrisi pada pasien dengan
gangguan jiwa.
22
3. Pelaksanaan dan pemberian terapi non psikofarmakologis, meliputi
pengendalian gejala dan terapi aktivitas kelompok.
4. Peningkatan perawatan diri dan aktivitas sehari-hari (Activity Daily
Living), seperti mandi, sikat gigi, mencuci baju, membersihkan rumah, dan
berdandan.
5. Peningkatan ketrampilan hidup bagi para pasien dengan gangguan jiwa
yang melatih kemandirian dan produktivitas.
23
– Mencatat jenis kelamin klien
– Menanyakan alamat klien/ keluarga
2. Pemantauan kesehatan fisik
– Menimbang berat badan klien
– Mencatat berat badan klien
– Mengukur tinggi badan klien
– Mencatat tinggi badan klien
– Pemeriksaan fisik
24
b. Meja 2
Meja 2 Posyandu Kesehatan Jiwa meliputi sebagai berikut :
1. Pengkajian Kesehatan Jiwa
b. Menanyakan keluhan fisik yang dirasakan oleh klien yang meliputi
sulit tidur, malas makan, badan kaku, sakit kepala dan jantung
berdebar.
c. Menanyakan perilaku yang dirasakan oleh klien meliputi
keengganan untuk merawat diri, tidak mau berinteraksi atau
bergaul dengan orang lain, malas minum obat, keengganan
melakukan kegiatan yang biasa dilakukan, ingin marah, melihat
atau mendengar sesuatu, menyendiri, merasa dirinya menjadi
sesuatu seperti menjadi nabi, presiden dan yang lainnya
d. Menanyakan perasaan dan pikiran yang saat ini dirasakan oleh
klien seperti bingung, sedih atau senang berlebihan
2. Pemberian Terapi Psikofarmakologis
3. Pemberian Vitamin
4. Penambahan Nutrisi
25
c. Meja 3
Meja 3 Posyandu Kesehatan Jiwa meliputi sebagai berikut :
1. Terapi Non Psikofarmakologis,
a. Konseling antara dokter/petugas kesehatan dengan pasien gangguan jiwa
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) untuk meningkatkan interaksi antar
individu, serta latihan untuk berkomunikasi dan bekerja sama
c. Penyuluhan kepada keluarga pasien dengan gangguan jiwa mengenai
gangguan jiwa dan pentingnya peran serta dukungan keluarga untuk proses
pemulihan pasien dengan gangguan jiwa
2. Pengendalian gejala-gejala gangguan jiwa
e. Meja 4
Meja 4 Posyandu Kesehatan Jiwa meliputi kegiatan peningkatan perawatan diri
dan aktivitas sehari-hari (Activity Daily Living), seperti :
1. Latihan membersihkan diri mandi, sikat gigi, mencuci muka
2. Latihan Toileting
3. Latihan cara makan
26
4. Latihan berdandan.
e. Meja 5
Meja 5 Posyandu Kesehatan Jiwa meliputi kegiatan peningkatan ketrampilan
hidup bagi para pasien dengan gangguan jiwa yang bersifat melatih kemandirian
dan produktivitas, contohnya :
1. Latihan mencuci baju
2. Latihan membersihkan kamar
3. Latihan membuat sapu
4. Latihan membuat keset
5. Latihan membuat kemoceng, maupun yang lainnya.
27
Gambar 8. Setting Meja 5
Keterangan :
- Meja 1 dan 2 adalah contoh ketrampilan dasar yang mengarah pada
kemandirian
- Meja 3, 4, dan 5 adalah contoh ketrampilan advance yang mengarah pada
produktifitas
28
BAB III
METODE
1. Populasi Penelitian
Menurut Arikunto (2006) populasi adalah keseluruhan dari responden
penelitian. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah pasien dengan
gangguan jiwa, keluarga pasien, dan kader serta tokoh masyarakar yang berada di area
Kecamatan Jenangan.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini
sampel akan diambil dengan menggunakan teknik non- probability sampling.
Metode yang digunakan adalah accidental sampling.
Dikarenakan keterbatasan jarak dan waktu, pengambilan sampel dilakukan
secara accidental sampling pada 41 pasien dengan gangguan jiwa beserta
keluarga, dan 5 orang kader dan tokoh masyarakat. Pengisian kuisioner pasien dan
keluarga saat pasien dan keluarga kontrol ke Puskesmas Pembantu Paringan dan
29
Puskesmas Jenangan. Sedangkan pengisian kuisioner kader dan tokoh masyarakat
dilakukan secara “door to door” oleh dokter internsip.
3.1.3 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah lingkungan Puskesmas Pembantu Paringan dan
Puskesmas Jenangan Ponorogo.
2.Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2017.
Kuesioner pertama untuk pasien gangguan jiwa dan keluarga terdiri dari
11 pertanyaan yang telah peneliti sesuaikan dengan responden di lingkup
Puskesmas Jenangan. Terdiri dari 9 pertanyaan tertutup dan 2 pertanyaan
terbuka. Setiap pertanyaan tertutup memiliki 3 buah opsi jawaban poin a, b dan
c. Setiap jawaban memiliki nilai (3), (2), dan (1).
30
Kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” akan diadakan satu
bulan sekali. Pada 2 bulan pertama, yaitu Bulan Desember 2017 dan Bulan
Januari 2018 kegiatan posyandu akan dilakukan oleh dokter internsip beserta
kader jiwa, disertai pendampingan dokter internsip kepada kader jiwa untuk
pelaksanaan Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” selanjutnya, setelah
dokter internsip tidak bertugas lagi di Puskesmas Jenangan. Sehingga, diharapkan
untuk pelaksanaan Posyandu Kesehatan Jiwa bulan ke-3 dan selanjutnya dapat
dilakukan mandiri oleh kader-kader jiwa yang ada di Puskesmas Jenangan,
beserta petugas kesehatan di Puskesmas Jenangan.
1. Meja 1 (Penanggung Jawab : dr. Putri Siti Sarifah dan dr. Dyah Cahyani
Susilo):
Pendaftaran dan isi absensi
Cari rekam medis pustu
Pemberian rekam medis versi posyandu dan rekam medis pustu
Pengukuran BB dan TB
2. Meja 2 (Penanggung Jawab : dr. Ervina Rosmarwati):
Anamnesis dan Tensi
Pemeriksaan fisik
Diagnosis
Terapi Farmakologis
3. Meja 3a/pasien (Penanggung Jawab : dr. Khalifa Rahmani):
Perkenalan
Games Perkenalan
Menceritakan hal-hal tentang diri pasien di depan umum ( hal yg
disukai, hobi, kegiatan sehari-hari, dll)
31
Rencana yang diinginkan selama 2-5 tahun mendatang dan
persiapannya.
4. Meja 3b/ keluarga (Penanggung Jawab : dr. Dyah Cahyani Susilo):
Perkenalan
Pembagian leaflet
Penyuluhan
Tanya jawab
5. Meja 4 (Penanggung Jawab : dr. Putri Siti Sarifah)
Perkenalan
Mengajari perawatan diri:
1. Mandi dan gosok gigi
2. Cuci tangan
3. Toilet manner
4. Berhias
5. Makan
6. Meja 5 (dr. Yuri Sadewo):
Perkenalan
Penjelasan keterampilan yang akan dibuat dan bagaimana
caranya
Pembagian alat dan bahan
Membuat ketrampilan bersama
32
3.2.2 ALUR PELAKSANAAN KEGIATAN
Semua peserta
Seluruh peserta MEJA 1
kumpul di aula
dibagi dalam 2
untuk pembukaan "PENDAFTARAN"
kelompok
dan penjelasan acara
MEJA 3A (10
MEJA 2 (10 org/kel org/kel B-pasien) MEJA 3B (10
A-pasien) " INTERAKSI org/kel B-Keluarga)
" TERAPI " DALAM "PENYULUHAN"
KELOMPOK"
Kelompok A
Bertukar dengan Penutupan Pengambilan Obat
Kelompok B
Kelompok sasaran primer pada kegiatan ini adalah para pasien dengan
gangguan jiwa (Khususnya Skizofrenia) di Wilayah Puskesmas Pembantu
33
Paringan dan Puskesmas Jenangan. Dalam rangka efektivitas dan kelancaran
proses kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”, maka pada setiap
kegiatan posyandu dibatasi hanya 20 peserta yang masing-masing didampingi
oleh keluarganya. Para peserta sasaran primer Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan
Mulya” 2 minggu sebelumnya diberi undangan untuk datang ke acara posyandu.
Kelompok Sasaran
No Waktu Acara
1. 08.00-08.17 PEMBUKAAN
08.00-08.02 Pembukaan
08.02-08.20 Sambutan-sambutan
5. 10.40-10.45 Penutupan
34
2. Susunan acara Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” Ke-2
Hari : Selasa
Tanggal : 16 Januari 2018
Tempat : Puskesmas Pembantu Paringan
No Waktu Acara
1. 08.00-08.10 PEMBUKAAN
5. 10.30-10.35 Penutupan
Evaluasi
Rencana
Kegiatan Process Impact Outcome
35
kejiwaan dan diberikan sekitar wilayah Pustu
pemeriksaan fisik Paringan
secara komprehensif
oleh dokter
4. Seluruh peserta dapat
mendapatkan terapi
farmakologis dengan
baik
MEJA 3A
5. Kader dan keluarga
pasien dapat aktif
dalam sesi tanya
jawab mengenai
materi yang diberikan
MEJA 3B
6. Peserta antusias dan
aktif dalam
mengikuti terapi
aktivitas kelompok
7. Peserta dapat saling
berkomunikasi dan
berinteraksi satu
sama lain
MEJA 4
8. Peserta aktif dan
memperhatikan
penjelasan materi
perawatan diri
9. Peserta aktif dalam
mengikuti role play
perawatan diri yang
dicontohkan oleh
dokter
MEJA 5
10. Peserta aktif dan
antusias dalam
mengikuti pelatihan
ketrampilan
11. Peserta mau
mencoba dan berlatih
mengerjakan
ketrampilan sendiri
36
12. Sarana dan
prasarana kegiatan
tersedia dan dapat
digunakan
13. Kegiatan tertib
dan tepat waktu
14. Peserta dan
keluarga pasien
memberikan kritik
dan saran mengenai
pelaksanaan
posyandu
37
BAB IV
HASIL KEGIATAN
38
Gambar 10. Wilayah Geografis Jenangan
Luas wilayah Puskesmas Jenangan sebesar 352,7 km2. Terdiri atas 11
desa/kelurahan, yaitu : Jenangan, Ngrupit, Semanding, Kemiri, Sraten, Sedah,
Nglayang, Paringan, Panjeng, Tanjungsari, dan Wates.
39
tertinggi yaitu 2029 jiwa/Km2, sedangkan kepadatan terendah di Desa
Nglayang sebesar 644 jiwa/Km2. Jumlah kepala keluarga yang tercatat pada
Registrasi Penduduk 2015 di Kecamatan Jenangan sebesar 19.586 keluarga.
Dengan demikian secara rata-rata setiap keluarga terdiri dari 3 sampai 4 orang
anggota keluarga (BPS Ponorogo, 2016). Mayoritas penduduk di Kecamatan
Jenangan adalah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 65,33 %.
Sementara penduduk usia muda (0-14 tahun) sebesar 21,76 %, sedangkan
sisanya penduduk usia tua (65 tahun keatas) sebesar 12,91% (BPS Ponorogo,
2016).
40
jejaring dibawahnya sebanyak 2 pustu, 11 poskesdes, 1 polindes, 8 poskesdes dan
44 posyandu.
Tabel 4. Tenaga kesehatan Puskesmas Jenangan 2017
Petugas Kesehatan Jumlah
Dokter Spesialis 0
Dokter Umum 1
Dokter Gigi 1
Perawat 21
Bidah Puskesmas 4
Bidan Desa 10
Apoteker 2
Analis Laboratorium 1
41
4.1.7 ANALISA HASIL PENELITIAN
Berdasarkan kuisioner yang sudah dibagikan kepada responden,
didapatkan hasil sebagai berikut :
Pasien dan Keluarga
1. Gambaran keluhan sulit tidur pada pasien dengan gangguan jiwa
Tidak
Ya
48%
52%
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 52% atau 21 pasien
dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini memiliki
keluhan sulit tidur. Sedangkan, sebanyak 48% atau 19 responden tidak
mengalami kesulitan tidur dari total 40 responden.
2. Gambaran keluhan sering bersedih pada pasien dengan gangguan jiwa
Tidak
Ya
48%
52%
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 52% atau 21 pasien
dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini memiliki
42
keluhan sering bersedih. Sedangkan, sebanyak 48% atau 19 responden
tidak sering besedih dari total 40 responden.
3. Gambaran kesulitan bergaul pada pasien dengan gangguan jiwa
Kesulitan Bergaul
Sangat Gambar 13. Gambaran keluhan
Sulit, sulit bergaul pada pasien
10% dengan gangguan jiwa di
Wilayah Puskesmas Jenangan
Sulit,
November 2017
47.50%
Tidak,
42.50%
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 47.5% atau 19 pasien
dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini memiliki
keluhan sulit bergaul, serta 10% atau 4 pasien mengatakan sangat sulit
untuk bergaul. Sedangkan, sebanyak 42.5% atau 17 responden tidak
mengalami kesulitan bergaul dari total 40 responden.
4. Gambaran tingkat pengetahuan keluarga pasien mengenai tanda dan gejala
gangguan jiwa
Pengetahuan Gangguan
Jiwa
Gambar 14. Gambaran
Tidak tingkat pengetahuan
menjawab
3%
keluarga pasien dengan
gangguan jiwa di
Wilayah Puskesmas
Jenangan November
2017
Buruk
45% Baik
52%
43
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan keluarga
pasien dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini
kategori baik sebanyak 52% atau 21 responden, kategori buruk sebanyak
45% atau 18 responden, dan responden yang tidak menjawab sebanyak 3%
atau 1 responden dari total 40 responden.
5. Gambaran banyaknya ODGJ di sekitar lingkungan pasien dan keluarga
Banyak
78%
Dari gambar diatas dari total 40 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
78% atau 31 responden kuisioner ini mengatakan terdapat banyak pasien
dengan gangguan jiwa di sekitar mereka, sedangkan 22% atau 9
responden mengatakan hanya terdapat sedikit pasien dengan gangguan
jiwa di sekitar mereka.
6. Gambaran tingkat kepatuhan kontrol pasien
Patuh
68%
44
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 67% atau 27 pasien
dengan gangguan jiwa yang merupakan responden kuisioner ini memiliki
tingkat kepatuhan kontrol yang baik, sedangkan sebanyak 33% atau 13
responden memiliki tingkat kepatuhan kontrol yang buruk dari total 40
responden.
7. Gambaran tempat berobat dan kontrol pasien dengan gangguan jiwa
Tempat berobat dan
kontrol Gambar 17. Gambaran
tempat berobat dan
Lain-lain kontrol pasien dengan
5% gangguan jiwa di Wilayah
Puskesmas Jenangan
November 2017
Puskesm
as Pustu
Jenangan Paringan
33% 62%
Dari gambar diatas dari total 40 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
62% atau 25 pasien dengan gangguan jiwa yang merupakan responden
kuisioner ini berobat dan kontrol di Puskesmas Pembantu Paringan,
sebanyak 33% atau 13 responden berobat dan kontrol di Puskesmas
Jenangan, dan sebanyak 5% berobat dan kontrol di tempat lain, yaitu di
Bapak Kamituwo Paringan dan di Bapak Mantri di Desa.
45
8. Gambaran mengenai pendapat pasien dan keluarga mengenai acara rutin
untuk menangani dan melatih para penderita gangguan jiwa
Kegiatan Penanganan
dan Pelatihan ODGJ Gambar 18. Gambaran
pendapat pasien dan
Tidak keluarga mengenai acara
perlu rutin untuk menangani
0% dan melatih para
penderita gangguan jiwa
di Wilayah Puskesmas
Jenangan November
Sangat Perlu
perlu 50% 2017
50%
Dari gambar diatas dari total 40 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
50% atau 20 keluarga pasien dan pasien dengan gangguan jiwa yang
merupakan responden kuisioner ini merasa bahwa kegiatan penanganan
dan pelatihan orang dengan gangguan jiwa sangat diperlukan, sebanyak
50% lainnya juga merasa perlu dilakukannya kegiatan penanganan dan
pelatihan orang dengan gangguan jiwa.
9. Gambaran keinginan keluarga terkait keikutsertaan kader dan tokoh
masyarakat dalam pelatihan para pasien dengan gangguan jiwa
Setuju
70%
46
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 70% atau 28 keluarga
pasien dan pasien dengan gangguan jiwa yang merupakan responden
kuisioner ini merasa sangat setuju terhadap partisipasi kader jiwa dan
tokoh masyarakat dalam kegiatan penanganan dan pelatihan orang dengan
gangguan jiwa, sebanyak 18% atau 7 responden sangat setuju, dan 12%
atau 5 responden tidak setuju apabila ada tokoh masyarakat yang
berpartisipasi.
10. Gambaran pendapat pasien dan keluarga mengenai kegiatan yang dapat
membantu para pasien dengan gangguan jiwa
Rehabilitasi
3%
Latihan komunikasi
17%
47
atau 1 responden menginginkan adanya kegiatan rehabilitasi bagi pasien,
sedangkan 5 responden sisanya tidak menjawab dari total 40 responden.
Sosialisasi
2%
Pengobatan rutin
2%
48
Kader dan Tokoh Masyarakat
Pengetahuan
Gambar 22. Gambaran
Gangguan Jiwa tingkat pengetahuan kader
jiwa dan tokoh masyarakat
di Wilayah Puskesmas
Buruk Jenangan November 2017
20%
Baik
80%
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan kader jiwa
dan tokoh masyarakat mengenai gangguan jiwa kategori baik sebanyak
80% atau 4 responden, sedangkan kategori buruk sebanyak 20% atau 1
responden dari total 5 responden.
2. Gambaran banyaknya ODGJ di sekitar lingkungan kader jiwa dan tokoh
masyarakat
Banyak
80%
Dari gambar diatas dari total 5 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
80% atau 4 responden kuisioner ini mengatakan terdapat banyak pasien
dengan gangguan jiwa di sekitar mereka, sedangkan 20% atau 1 responden
mengatakan hanya terdapat sangat banyak pasien dengan gangguan jiwa di
49
sekitar mereka. Tidak ada responden yang memilih sedikit ODGJ di
sekitar mereka.
Kegiatan Penanganan
dan Pelatihan ODGJ Gambar 24. Gambaran
Tidak pendapat kader jiwa dan
Perlu
tokoh masyarakat
0%
mengenai acara rutin
Perlu
20%
untuk menangani dan
melatih para penderita
gangguan jiwa di Wilayah
Puskesmas Jenangan
Sangat
Perlu
November 2017
80%
Dari gambar diatas dari total 5 responden, dapat dilihat bahwa sebanyak
80% atau 4 kader jiwa dan tokoh masyarakat yang merupakan responden
kuisioner ini merasa bahwa kegiatan penanganan dan pelatihan orang
dengan gangguan jiwa sangat diperlukan, sedangkan sebanyak 20% atau 1
responden lainnya juga merasa perlu dilakukannya kegiatan penanganan
dan pelatihan orang dengan gangguan jiwa.
50
4. Gambaran keikutsertaan kader jiwa dan tokoh masyarakat dalam pelatihan
para pasien dengan gangguan jiwa
Partisipasi Kader dan
Tokoh Masyarakat Gambar 25. Gambaran
keikutsertaan kader jiwa
Tidak dan tokoh masyarakat
Setuju dalam pelatihan para
0% pasien dengan gangguan
jiwa di Wilayah
Setuju
Puskesmas Jenangan
40%
November 2017
Sangat
Setuju
60%
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 60% atau 3 kader jiwa
dan tokoh masyarakat yang merupakan responden kuisioner ini merasa
sangat setuju untuk berpartisipasi dalam kegiatan penanganan dan
pelatihan orang dengan gangguan jiwa, sebanyak 40% atau 2 responden
lainnya juga merasa setuju untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
5. Gambaran pendapat kader jiwa dan tokoh masyarakat mengenai kegiatan
yang dapat membantu para pasien dengan gangguan jiwa
51
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa sebanyak 40% atau 2 kader jiwa
dan tokoh masyarakat yang merupakan responden kuisioner ini
mengusulkan kegiatan peninjauan rutin dan konseling, sebanyak 40% atau
2 responden lain mengusulkan kegiatan ketrampilan dan berkumpul
dengan sesama penderita gangguan jiwa, sedangkan 20% atau 1
responden mengusulkan kegiatan pelatihan minum obat, dari total 5
responden.
6. Saran-saran yang diberikan untuk kegiatan penanganan dan pelatihan
pasien dengan gangguan jiwa
52
dan dinas sosial dalam mendukung kesembuhan pasien dengan gangguan
jiwa di Wilayah Puskesmas Jenangan.
Berdasarkan hasil penelitian kuisioner diatas, maka dirumuskan
suatu kegiatan yaitu “Posyandu Kesehatan Jiwa Harapan Mulya” yang
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan gangguan jiwa (ODGJ) dengan cara
pengobatan rutin oleh dokter, terapi aktivitas kelompok, penyuluhan
mengenai gangguan jiwa kepada keluarga, pelatihan perawatan sehari-
hari, dan pelatihan ketrampilan untuk kemandirian pasien. Diharapkan
kegiatan ini dapat dilakukan rutin setiap bulannya, dan dibantu oleh para
kader jiwa dalam pelaksanaannya.
Hari : Rabu
Tanggal : 13 Desember 2017
Tempat : Puskesmas Pembantu Paringan
53
Kepala
Puskesmas (8’)
*sekaligus
meresmikan
mulainya
pelaksanaan
posyandu jiwa
2. 09.20- Penjelasan Teknis Pak Sulin/Yuri Poin yang harus dijelaskan :
09.30 Pelaksanaan
Posyandu - Penjelasan majam-macam meja
- Penjelasan urutan meja yang
diikuti
- Penjelasan Pengambilan obat
- Pembagian 2 kelompok besar
3. 09.30- Persiapan Kader dan Perlengkapan tiap meja :
09.40 Kegiatan Dokter
internsip Meja 1: Rekam Medis pustu
(petugas pustu), rekam medis
posyandu, Absensi, Timbangan
BB dan Tinggi badan
Toilet manner : -
54
Posyandu internsip
Hari : Selasa
Tanggal : 16 Januari 2018
Tempat : Puskesmas Pembantu Paringan
55
Meja 3 : kertas plano, kertas
lipat, spidol, double tip,
Toilet manner : -
PROSES
MEJA 1 MEJA 1
1. Kehadiran minimal 70% peserta 1. Peserta posyandu yang hadir sebanyak
posyandu kesehatan jiwa yang diberi 85% (17 orang) dari total 20 orang yang
undangan (14 orang) diberi undangan
2. Kehadiran minimal 50% kader 2. Kader jiwa yang hadir sebanyak 50% (6
kesehatan jiwa yang diberi orang) dari total 12 kader jiwa yang ada di
undangan (6 orang) Paringan.
56
MEJA 2 MEJA 2
3. Seluruh peserta dapat dilakukan 3. Dokter melakukan pemeriksaan kejiwaan
pemeriksaan kejiwaan dan dan pemeriksaan fisik secara
pemeriksaan fisik secara komprehensif kepada seluruh peserta
komprehensif oleh dokter 4. Seluruh peserta mendapatkan terapi
4. Seluruh peserta dapat mendapatkan farmakologis dengan baik, yang diberikan
terapi farmakologis dengan baik pada akhir kegiatan posyandu
MEJA 3A MEJA 3A
5. Kader dan keluarga pasien dapat 5. Kader dan keluarga pasien aktif dalam sesi
aktif dalam sesi tanya jawab tanya jawab mengenai materi yang
mengenai materi yang diberikan diberikan, ditandai dengan tanya-jawab
interaktif antara dokter dan keluarga
pasien sebanyak 6 pertanyaan yang
dijawab oleh dokter
MEJA 3B MEJA 3B
6. Peserta antusias dan aktif dalam 6. Peserta antusias dan aktif dalam mengikuti
mengikuti terapi aktivitas terapi aktivitas kelompok, semua peserta
kelompok aktif menjawab, aktif bertanya, hafalan
7. Peserta dapat saling berkomunikasi doa-doa sehari-hari, dan beberapa
dan berinteraksi satu sama lain mengajukan diri untuk bernyanyi
7. Peserta saling berkomunikasi dan
berinteraksi satu sama lain. Saling
berkenalan, dan bercerita hobi dan cita-
cita jangka pendek dan jangka panjang
MEJA 4 MEJA 4
8. Peserta aktif dan memperhatikan 8. Seluruh peserta aktif dan memperhatikan
penjelasan materi perawatan diri penjelasan materi perawatan diri, ditandai
9. Peserta aktif dalam mengikuti role dengan terjadinya komunikasi dua arah
play perawatan diri yang dan interaksi antara dokter dan para
dicontohkan oleh dokter peserta
9. Peserta aktif mengikuti role play
perawatan diri, masing-masing saling
mempraktekkan cara perawatan diri yang
benar
MEJA 5 MEJA 5
10. Peserta aktif dan antusias 10. Para peserta aktif dan antusias dalam
mengikuti pelatihan ketrampilan, sesi
57
dalam mengikuti pelatihan tanya jawab ketrampilan sangat aktif
ketrampilan 11. Seluruh peserta aktif mencoba dan berlatih
11. Peserta mau mencoba dan mengerjakan ketrampilan sendiri, bahkan
berlatih mengerjakan ketrampilan mereka berlomba-lomba untuk berlatih
sendiri ketrampilan lebih dulu.
1. Peserta dan keluarga pasien dapat 1. Peserta dan keluarga pasien mengerti dan
mengerti dan memahami teknis memahami teknis pelaksanaan posyandu
pelaksanaan posyandu ditandai dengan pelaksanaan posyandu yang
2. Peserta dan keluarga dapat tertib dan sesuai alur pelaksanaan yang telah
mengerti dan memahami materi direncanakan
penyuluhan dan pelatihan yang
diberikan 2. Peserta dan keluarga mengerti dan
memahami materi penyuluhan dan pelatihan
yang diberikan, ditandai dengan peserta dan
keluarga yang dapat menjawab saat diberi
pertanyaan, serta mengerti dan paham saat
dilakukan crosscheck secara random
OUTCOME
58
wilayah Pustu Paringan
PROSES
MEJA 1 MEJA 1
1. Kehadiran minimal 70% peserta 1. Peserta posyandu yang hadir sebanyak
posyandu kesehatan jiwa yang 65% (13 orang) dari total 20 orang yang
diberi undangan (14 orang) diberi undangan, beberapa peserta
2. Kehadiran minimal 50% kader berhalangan hadir karena ada kerabat dan
kesehatan jiwa yang diberi tetangga yang meninggal dunia.
undangan (6 orang) 2. Kader jiwa yang hadir sebanyak 50% (6
orang) dari total 12 kader jiwa yang ada di
Paringan.
MEJA 2 MEJA 2
3. Seluruh peserta dapat dilakukan 3. Dokter melakukan pemeriksaan kejiwaan
pemeriksaan kejiwaan dan dan pemeriksaan fisik secara
pemeriksaan fisik secara komprehensif kepada seluruh peserta
komprehensif oleh dokter 4. Seluruh peserta mendapatkan terapi
4. Seluruh peserta dapat mendapatkan farmakologis dengan baik, yang diberikan
terapi farmakologis dengan baik pada akhir kegiatan posyandu
MEJA 3A MEJA 3A
5. Kader dan keluarga pasien dapat 5. Kader dan keluarga pasien aktif dalam sesi
aktif dalam sesi tanya jawab tanya jawab mengenai materi yang
mengenai materi yang diberikan diberikan, ditandai dengan tanya-jawab
interaktif antara dokter, pasien, dan
keluarga pasien.
MEJA 3B
MEJA 3B 6. Peserta antusias dan aktif dalam mengikuti
6. Peserta antusias dan aktif dalam terapi aktivitas kelompok, semua peserta
mengikuti terapi aktivitas aktif menjawab, aktif bertanya,
kelompok menceritakan aktivitas mereka sehari-hari,
7. Peserta dapat saling berkomunikasi memiliki semangat berkompetisi, dan
59
dan berinteraksi satu sama lain beberapa mengajukan diri untuk bernyanyi
7. Peserta saling berkomunikasi dan
berinteraksi satu sama lain dengan baik,
bercerita tentang kegiatan sehari-sehari,
serta lebih berani untuk maju ke depan,
dan bicara di depan orang banyak.
MEJA 4
MEJA 4
8. Seluruh peserta aktif dan memperhatikan
8. Peserta aktif dan memperhatikan
penjelasan materi perawatan diri, ditandai
penjelasan materi perawatan diri
dengan terjadinya komunikasi dua arah
9. Peserta aktif dalam mengikuti role
dan interaksi antara dokter dan para
play perawatan diri yang
peserta
dicontohkan oleh dokter
9. Peserta aktif mengikuti role play
perawatan diri, masing-masing saling
mempraktekkan cara perawatan diri yang
benar
MEJA 5
MEJA 5 10. Para peserta aktif dan antusias dalam
10. Peserta aktif dan antusias dalam mengikuti pelatihan ketrampilan, sesi
mengikuti pelatihan ketrampilan tanya jawab ketrampilan sangat aktif
11. Peserta mau mencoba dan berlatih 11. Seluruh peserta aktif mencoba dan berlatih
mengerjakan ketrampilan sendiri mengerjakan ketrampilan sendiri, bahkan
beberapa saling membantu peserta lain
untuk membuat ketrampilan
1. Peserta dan keluarga pasien dapat 1. Peserta dan keluarga pasien mengerti dan
mengerti dan memahami teknis memahami teknis pelaksanaan posyandu
ditandai dengan pelaksanaan posyandu yang
60
pelaksanaan posyandu tertib dan sesuai alur pelaksanaan yang telah
2. Peserta dan keluarga dapat mengerti direncanakan
dan memahami materi penyuluhan dan 2. Peserta dan keluarga mengerti dan
pelatihan yang diberikan memahami materi penyuluhan dan pelatihan
yang diberikan, ditandai dengan peserta dan
keluarga yang dapat menjawab saat diberi
pertanyaan, serta mengerti dan paham saat
dilakukan crosscheck secara random
OUTCOME
61
4.2.3 KENDALA SAAT PELAKSANAAN
1. Lokasi Pustu Paringan yang cukup jauh sehingga menyebabkan acara terlambat
dimulai, salah satunya adalah keterlambatan datangnya peserta.
2. Beberapa peserta yang menunggu peserta lain merasa bosan sebelum
dimulainya posyandu, hal ini dapat diatasi dengan meja 1 dan meja 2 yang
dimulai terlebih dahulu untuk beberapa peserta sambil menunggu peserta lain
datang
3. Posyandu Kesehatan Jiwa dilakukan pada hari kerja, sehingga tidak semua
kader dapat hadir.
4. Masih ada beberapa peserta yang belum mampu berkomunikasi dengan baik
sehingga secara tidak langsung mempengaruhi peserta lain, namun hal ini
dapat diatasi dengan pendampingan oleh dokter internsip.
5. Partisipasi keluarga untuk mengantar dan mengikuti Posyandu Kesehatan Jiwa
masih kurang, sehingga banyak peserta yang datang sendiri. Hal ini
menyebabkan informasi mengenai perkembangan pasien selama mengikuti
kegiatan untuk keluarga tidak tersampaikan.
62
4.2.4 KRITIK DAN SARAN KEGIATAN
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa 80% keluarga pasien merasa sangat puas
dengan pelaksanaan Posyandu Kesehatan Jiwa dan sebanyak 20% merasa puas,
dari total 6 keluarga pasien yang hadir.
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa 82.4% peserta posyandu merasa sangat
puas dengan pelaksanaan Posyandu Kesehatan Jiwa dan sebanyak 17.6% merasa
puas, dari total 17 peserta yang hadir.
63
2. Saran-saran
Keluarga
a) Pihak bagian kesehatan khususnya Puskesmas dan Dinas Kesehatan, serta
Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan ODGJ
b) Kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa sangat membantu keluarga dan pasien,
sebaiknya dilaksanakan secara rutin dan jangan sampai putus
c) Sebaiknya kader ikut memotivasi keluarga dan mengikutsertakan keluarga
ketika Posyandu Jiwa dilakukan, karena kesembuhan pasien sangat
tergantung dari keluarganya
d) Keluarga lebih diikutsertakan dalam pengobatan nonfarmakologis
Pasien
a) Kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa terus dilanjutkan, karena dapat
memotivasi pasien untuk sembuh dan dapat beraktifitas seperti
masyarakat normal lainnya
b) Bentuk kegiatannya ditambah, agar lebih beragam
c) Waktu untuk setiap kegiatan ditambah, agar dapat melakukan aktifitas
sehari-hari secara mandiri
d) Pasien ingin diajarkan bermacam-macam kreatifitas, agar dapat
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
64
BAB V
DISKUSI
65
2017 dan Januari 2018, dan hampir keseluruhan peserta merasa sangat puas
dengan pelaksanaan yang telah dilakukan, meskipun masih terdapat beberapa
kritik dan saran membangun untuk pelaksanaan selanjutnya. Peserta posyandu
beserta keluarga sangat antusias dan aktif dalam mengikuti Posyandu Kesehatan
Jiwa, Acara secara keseluruhan berlangsung tertib, para peserta saling
berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Selain itu, para peserta juga sangat
aktif dan antusias terhadap pelatihan-pelatihan yang dilakukan, yaitu pelatihan
perawatan diri dan pelatihan ketrampilan kemandirian. Keseluruhan peserta ingin
mencoba dan menghasilkan suatu karya yang memiliki nilai bagi masyarakat dan
dapat dijual nantinya.
Berdasarkan kuisioner tingkat kepuasan pasien ODGJ terhadap kegiatan
Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”, didapatkan 82,4% Sangat Puas;
17,6% Puas; dan 0% Tidak Puas. Untuk tingkat kepuasan keluarga pasien ODGJ
terhadap kegiatan Posyandu Kesehatan Jiwa “harapan Mulya”, didapatkan 80%
Sangat Puas; 20% Puas; dan 0% Tidak Puas. Pada saran yang terdapat dari
kuesioner yang diberikan pada keluarga dan pasien ODGJ, mereka berharap agar
Posyandu ini terus terlaksana dan secara rutin dilakukan. Dari sini jelas tergambar
antusias dari keluarga dan pasien ODGJ, dan semangat dari mereka untuk
kesembuhan dan keadaan yang lebih baik dari sekarang.
Para kader, keluarga, dan pasien ODGJ sangat berharap pada pihak
Puskesmas Jenangan, Dinas Kesehatan Ponorogo, dan Pemerintah Ponorogo agar
lebih memperhatikan pasien ODGJ, memberikan tempat untuk mereka berobat
dan belajar, seperti di Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”. Pada
Posyandu ini mereka diberikan pengobatan yang tepat, diajak berpikir apa yang
mereka ingin lakukan untuk kedepannya dan ingin menjadi apa mereka untuk
diwaktu yang akan datang, mereka juga diajarkan untuk melakukan aktifitas dasar
yang dapat dilakukan sehari-hari seperti perawatan diri (mandi, toliting, dandan,
makan/minum yang benar), dan juga mereka diajak untuk berkreatifitas dan
menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai bagi masyarakat. Selain itu, dalam
kegiatan Posyandu ini, keluarga pasien ODGJ juga diberikan beberapa pelajaran
tentang ODGJ dan diberikan motivasi dalam menghadapi dan menemani ODGJ.
66
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pengobatan yang diberikan kepada pasien ODGJ, khususnya pasien
dengan skizofrenia selama ini belum dapat dikatakan efektif, karena hanya
berfokus pada terapi farmakologis saja. Sehingga, pelaksanaan Posyandu
Kesehatan Jiwa sangat diperlukan. Dalam rangka meningkatkan efektifitas terapi
dan meningkatkan kualitas hidup pasien ODGJ, kegiatan Posyandu Kesehatan
Jiwa “Harapan Mulya” berfokus pada pengobatan rutin, terapi aktivitas kelompok,
penyuluhan mengenai gangguan jiwa kepada keluarga, pelatihan perawatan diri,
dan pelatihan ketrampilan untuk meningkatkan kemandirian pasien ODGJ.
Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya” telah dilaksanakan sebanyak 2 kali,
yaitu bulan Desember 2017 dan Januari 2018, dan hampir keseluruhan peserta
merasa sangat puas dengan pelaksanaan yang telah dilakukan, meskipun masih
terdapat beberapa kritik dan saran membangun untuk pelaksanaan selanjutnya.
Puskesmas Jenangan melakukan sebuah terobosan baru yaitu menajdi
satu-satunya Puskesmas yang memberdayakan salah satu puskesmas
pembantunya, yaitu Pustu Paringan untuk melaksanakan Posyandu Kesehatan
Jiwa. Hal ini terlihat dari asal pasien, pasien berasal dari berbagai kecamatan di
Ponorogo, bahkan beberapa pasien berasal dari kabupaten yang berbeda salah
satunya Madiun. Ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi pihak
Puskesmas Jenangan dan Dinas Kesehatan yang turut serta dalam menyukseskan
Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”.
Para kader, keluarga, dan pasien ODGJ sangat berharap pada pihak
Puskesmas Jenangan, Dinas Kesehatan Ponorogo, dan Pemerintah Ponorogo agar
lebih memperhatikan pasien ODGJ, memberikan tempat untuk mereka berobat
dan belajar, seperti di Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”. Pada
Posyandu ini mereka diberikan pengobatan yang tepat, diajak berpikir apa yang
mereka ingin lakukan untuk kedepannya dan ingin menjadi apa mereka untuk
diwaktu yang akan datang, mereka juga diajarkan untuk melakukan aktifitas dasar
yang dapat dilakukan sehari-hari seperti perawatan diri (mandi, toliting, dandan,
67
makan/minum yang benar), dan juga mereka diajak untuk berkreatifitas dan
menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai bagi masyarakat.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut mengenai pengetahuan masyarakat
mengenai gangguan jiwa tidak hanya skizofrenia saja sertanya perlunya
dibangun posyandu jiwa di wilayah Ponorogo.
2. Perlu dilakukan Posyandu Kesehatan Jiwa secara rutin sehingga dapat
memantau perkembangan pasien ODGJ, apakah tetap sama atau terdapat
perkembangan yang signifikan. Setelah dilakukan Posyandu Kesehatan Jiwa
“Harapan Mulya” sebanyak dua kali, didapatkan perubahan positif pada
peserta, diantaranya peserta melakukan pengobatan secara rutin, sudah dapat
diajak berpikir apa yang akan mereka lakukan dikehidupan mendatang, sudah
dapat melakukan perawatan diri, dan melakukan kreatifitas yang berguna bagi
mereka dan masyarakat lainnya.
3. Memberikan pelatihan dan motivasi pada keluarga, untuk membantu perubahan
pada pasien ODGJ. Keluarga adalah hal yang sangat penting dalam proses
penyembuhan, khususnya pasien ODGJ. Keluarga perlu dibimbing dan
diberikan motivasi dalam menghadapi dan membantu pasien ODGJ. Pada
Posyandu ini, keluarga sudah diberikan bimbingan dan pengetahuan tentang
ODGJ, sehingga keluarga pasien lebih siap dalam menghadapi anggota
keluarganya dengan gangguan jiwa.
4. Memberikan pelatihan khusus pada kader agar dapat membimbing pasien dan
keluarga ODGJ membimbing mereka, berobat rutin, dan mengikuti Posyandu
Kesehatan Jiwa secara rutin, agar mendapatkan perubahan yang diharapkan
dan terciptanya kehidupan yang damai bagi seluruh masyarakat.
68
DAFTAR PUSTAKA
69
Tandon R. 2010. DSM, ICD, and psychiatric nosology: How do cultural and
national differences factor in?. Asian Journal of Psychiatry 3:1-2
Windarwati. 2016. Posyandu Kesehatan Jiwa. Surabaya : Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur.
70
LAMPIRAN 1
1.1 Kuisioner Pasien dan Keluarga
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Dusun :
Agama :
71
…………..…………………………………………………………………………
………………………………
11. Apakah saran yang dapat anda berikan untuk kegiatan tersebut?
…………..…………………………………………………………………………
………………………………
72
1.2 Kuisioner Kader dan Tokoh Masyarakat
Nama :
Usia :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Dusun :
Agama :
73
1.3 Kuisioner Evaluasi Pelaksanaan Posyandu
Nama Pasien :
Nama Keluarga :
Alamat :
No. HP :
KUISIONER EVALUASI
POSYANDU KESEHATAN JIWA
“HARAPAN MULYA”
2. Apakah menurut anda “Posyandu Kesehatan Jiwa” bermanfaat untuk anda dan
keluarga?
3. Apakah anda setuju jika “Posyandu Kesehatan Jiwa” ini diadakan rutin setiap
bulan?
4. Apakah saran yang anda berikan untuk Posyandu Kesehatan Jiwa selanjutnya?
…………………………………………………………………………………
………………………………..
Terima Kasih
74
1.4 Rekam Medis Posyandu Kesehatan Jiwa “Harapan Mulya”
REKAM MEDIS
POSYANDU KESEHATAN JIWA
“HARAPAN MULYA”
NAMA :
NO. RM :
ALAMAT :
NO.HP :
Tanggal :
Tinggi Badan :
Berat Badan :
Tekanan Darah :
S :
O :
A :
P :
75
LAMPIRAN 2
Foto Dokumentasi Kegiatan ke-1
MEJA 5 MEJA 4
“KETERAMPILAN” “PERWATAN DIRI”
76
Foto Dokumentasi Kegiatan Ke-2
MEJA 5 MEJA 4
“KETERAMPILAN” “PERWATAN DIRI”
77