Anda di halaman 1dari 25

STATUS ASMATIKUS

Di s u su n o l e h : DR . K h a l i fa ra hm ani
Do kte r p e n dam ping : d r. Hj. A n i r u l iana
DESKRIPSI KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. EF
No. RM : 351252
Usia : 45 Tahun
Alamat : Jl. Madura 37A Mangkujayan Ponorogo
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Sesak nafas
Riwayat Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas memberat sejak + 3 jam SMRS. Pasien mengatakan mulai sesak
nafas sejak 1 hari SMRS dan memberat hari ini. Sebelumnya (pada hari yang sama), pasien sudah periksa ke
IGD dan diuap, namun sampai di rumah masih sesak dan semakin memberat. Pasien tidak ingat
pemicu/kondisi sebelum sesak yang dialaminya. Pasien hanya mengatakan akhir-akhir ini pekerjaannya
sedang banyak sehingga makannya tidak teratur dan kurang istirahat. Pasien hanya mampu mengucapkan
penggalan kata saat ditanya dan posisinya membungkuk saat datang ke IGD, serta terdengar bunyi ngik-
ngik saat pasien bernafas. Pasien juga mengeluhkan batuk, namun tidak mengeluhkan demam ataupun
pilek. Pasien mengatakan sesak napasnya kadang kambuh, dalam 1 bulan kadang 1-2 x kambuh, kadang
disertai batuk kadang tidak.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Pengobatan
• Riwayat Asma (+) • Beberapa jam sebelumnya, pasien telah periksa ke
IGD RSU Aisyiyah Ponorogo dan diberi obat lasal 3 x 4
• Riwayat hipertensi disangkal mg, lameson 2 x 4 mg, dan mucohexin 3 x 1 tab
• Riwayat DM disangkal namun sesak nafas masih muncul dan memberat. Jika
sesak nafas kambuh, pasien biasanya datang ke IGD
• Riwayat penyakit jantung disangkal RSU Aisyiyah Ponorogo lalu dinebul serta diberikan
• Riwayat penyakit ginjal disangkal obat serupa, dan biasanya membaik.

Riwayat Personal Sosial


Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
• Riwayat merokok (-) suami perokok (+)
• Riwayat Asma (+)
• Riwayat minum minuman keras disangkal
• Riwayat hipertensi disangkal
• Riwayat mengkonsumsi obat2 terlarang disangkal
• Riwayat stroke disangkal
• Riwayat DM disangkal
• Riwayat penyekit jantung disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak Sesak
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6
Tanda vital :
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 108x / menit, regular, isi dan tegangan cukup
Suhu : 37,3° C
Pernafasan : 30 x / menit. SpO2 : 93%
Kepala : normosefali, hematoma (-)
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor.
Telinga : normotia, serumen (-/-), sekret (-/-)
Hidung : normosepta, sekret (-), deformitas (-) darah (-)
Tenggorokan : dbn
Leher : KGB tidak teraba membesar
PEMERIKSAAN FISIK
Cor :
• I : Ictus cordis tidak tampak Abdomen :
• P : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
• I : Bentuk Flat, jejas (-)
• P : Batas-batas jantung :
kanan atas ( ICS II linea parasternal dextra) • A : Bising usus (+) N
kiri atas ( ICS II linea parasternal sinistra) • P : Timpani, tidak ada pembesaran organ
kiri bawah ( ICS IV linea midclavicula sinistra)
• P : Supel (+) Nyeri tekan (-)
kanan bawah (ICS IV linea parasternal dextra)
>> tidak ada cardiomegali
• A : S1 dan S2 single, regular, murmur (-), gallop (-) Ekstremitas :
• Edema : (-) ekstremitas atas maupun bawah
Pulmo : • Akral dingin : (-) ekstremitas atas maupun bawah, CRT < 2”
• I : Bentuk paru simetris, jejas(-), retraksi (-) • Sianosis : (-) ekstremitas atas maupun bawah
• P : Tidak ada nyeri tekan pada lapang paru. ketinggalan gerak (-)
• P : sonor di seluruh lapang paru
• A : Suara dasar vesikuler : +/+, ronkhi : -/- wheezing : +/+ ( penuh
di kedua lapang paru saat inspirasi dan ekspirasi)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

FOTO THORAX PA

Jantung: ukuran tidak membesar (CTR < 50%), benuk


dan posisi baik, aorta dan mediastinum tidak melebar.
Trakhea di tengah

Paru: Tidak tampak infiltrate, kalsifikasi maupun nodul di


kedua lapang paru. Kedua hilus tidak menebal. Corakan
bronkhovaskular kedua paru baik. Kedua hemidiafragma
licin. Kedua sudut costophrenicus lancip. Jaringan lunak
dan tulang dinding dada terlihat baik.

KESIMPULAN: Foto Thorax Normal


Nama Pemeriksaan NILAI NORMAL

Leukosit 14.200 4.500-11.000/µL

Hitung Jenis 3/6/0/69/16/6 1-4/0-1/2-5/36-66/22-40/2-8

Hemoglobin 15,3 13,5-18,0 g/dl

Eritrosit 5,13 4,6-6,2 juta/µL

PCV/Hematokrit 46 % 40-54%

Trombosit 450.000 150.000-450.000/µL

Gula Darah Sewaktu 144 80-144 mg/dl

SGOT 15 < 37 IU/L

SGPT 15 < 40 IU/L

Serum Creatinin 0,92 0,8-1,5 mg/dl

BUN 8,35 7-21 g/dl

Uric Acid 4,8 3,1-7,9 mg/dl


DIAGNOSIS : Asma Derajat Intermitten Serangan Berat

PLANNING
• Terapi di IGD : Nebulasi Combivent 1 fl >> masih sesak, wheezing masih ada di kedua paru (hanya berkurang
sedikit)>> Observasi dengan O2 canul selama + 10 menit >> masih sesak >> wheezing tidak berkurang >> MRS,
konsul Sp.P, advice terapi:
O2 3 liter/menit
Inf. RL + drip aminophilin 1½ ampul 14 tpm
Inj. Broadcet 1 x 1 gr IV
Inj. Cortidex 3 x 1 Ampul IV
Inj. Rantin 2 x 1 Ampul IV
Oral : Vestein Syrup 3 x 1 cth
• Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, GDA, Roentgent Thorax PA
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI ASMA DAN STATUS ASMATIKUS
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,
sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Sedangkan status asmatikus adalah sebutan untuk kondisi serangan asma berat yang tidak berespon pada
pemberian tatalaksana awal berupa pemberian obat-obatan bronchodilator yang dapat berakibat pada tejadinya
hipoksemia, hiperkarbia, asidosis respiratorik, bahkan sampai gagal nafas.
PATOFISIOLOGI ASMA
FAKTOR RESIKO ASMA
DIAGNOSIS ASMA
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan
jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit / gejala : Pemeriksaan Fisik


• Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau
tanpa pengobatan Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering
• Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada keadaan
dan berdahak serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka
• Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume
• Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya
• Respons terhadap pemberian bronkodilator saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan
penyakit : hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya
• Riwayat keluarga (atopi) terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun
• Riwayat alergi / atopi demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada
• Penyakit lain yang memberatkan serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala
• Perkembangan penyakit dan pengobatan lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi,
hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.
Faal Paru
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai: obstruksi jalan napas, reversibiliti kelainan faal paru, dan variabiliti faal paru sebagai penilaian tidak
langsung hiperesponsif jalan napas . Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas (standar) dan
mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).
Spirometri. Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa
melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang
jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable.
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis
asma :
 Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
 Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis
asma
 Menilai derajat berat asma
Arus Puncak Ekspirasi (APE). Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat
peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat
layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/ dipahami baik oleh dokter
maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan
ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas. Manfaat APE dalam diagnosis asma:
 Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons
terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
 Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai
derajat berat penyakit (lihat klasifikasi).
Pemeriksaan Penunjang Asma
◦ Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru
normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang
tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil
positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti
rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.
◦ Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik
serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor
risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan. Uji kulit adalah cara
utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit
merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu.
Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu
dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain
dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE
total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi.
Diagnosis Banding Asma
Dewasa Anak
Penyakit Paru Obstruksi Kronik Benda asing di saluran napas
Bronkitis kronik Laringotrakeomalasia
Gagal Jantung Kongestif Pembesaran kelenjar limfe
Batuk kronik akibat lain-lain Tumor
Disfungsi larings Stenosis trakea
Obstruksi mekanis (misal tumor) Bronkiolitis
Emboli Paru
Klasifikasi Asma
Berdasarkan Berat
Penyakit
Klasifikasi Asma
Berdasarkan Berat
Serangan
PENATALAKSANAAN ASMA

Tujuan penatalaksanaan asma adalah sebagai Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit.
berikut: Asma dikatakan terkontrol bila:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma 1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Mencegah eksaserbasi akut 2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru 3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal
seoptimal mungkin (idealnya tidak diperlukan)
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise 4. Variasi harian APE kurang dari 20 %
5. Menghindari efek samping obat 5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara 6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
(airflow limitation) ireversibel 7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
7. Mencegah kematian karena asma
PENATALAKSANAAN ASMA
Program penatalaksanaan dan pengendalian
asma meliputi 7 komponen, yaitu edukasi,
menilai dan monitor berat asma secara berkala,
identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus,
merencanakan dan memberikan pengobatan
jangka panjang, menetapkan pengobatan pada
serangan akut, pemeriksaan teratur dan pola
hidup sehat.

Penatalaksanaan Asma Berdasarkan


Derajat Penyakitnya
Penatalaksanaan Asma Berdasarkan Derajat Serangan
TEMPAT
SERANGAN PENGOBATAN
PENGOBATAN
RINGAN Terbaik: Di rumah
Aktiviti relatif normal Berbicara satu kalimat Inhalasi agonis beta-2 Alternatif:
dalam satu napas Kombinasi oral agonis beta-2 Di praktek dokter/
Nadi <100 dan teofilin klinik/ puskesmas
APE > 80%

SEDANG Terbaik
Jalan jarak jauh timbulkan gejala Berbicara Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam Alternatif:
beberapa kata dalam satu napas -Agonis beta-2 subkutan Darurat Gawat/ RS
Nadi 100-120 -Aminofilin IV Klinik
APE 60-80% -Adrenalin 1/1000 0,3ml SK Praktek dokter
Puskesmas
Oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik
BERAT
Sesak saat istirahat Berbicara kata perkata Terbaik
dalam satu napas Nadi >120 Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam Alternatif:
APE<60% atau -Agonis beta-2 SK/ IV
100 l/dtk -Adrenalin 1/1000 0,3ml SK Darurat Gawat/ RS
Aminofilin bolus dilanjutkan drip Klinik
Oksigen
Kortikosteroid IV
MENGANCAM JIWA
Kesadaran berubah/ menurun Gelisah Seperti serangan akut berat Pertimbangkan intubasi dan
Sianosis ventilasi mekanis Darurat Gawat/ RS
Gagal napas ICU
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS ASMA

Komplikasi asma yang dapat terjadi dapat berupa kondisi-kondisi sebagai berikut:
 Cardiac arrest
 Respiratory failure or arrest
 Hypoxemia with hypoxic ischemic central nervous system (CNS) injury
 Pneumothorax or pneumomediastinum
 Toxicity from medications
Secara umum, kecuali jika terdapat penyakit penyulit seperti gagal jantung kongestif atau penyakit paru obstruktif
kronik, status asthmaticus memiliki prognosis yang baik jika terapi yang diberikan tepat. Keterlambatan dalam
memulai pengobatan mungkin dapat mengakibatkan prognosis menjadi buruk. Penundaan dapat diakibatkan oleh
lemahnya akses terhadap perawatan kesehatan dari pasien atau bahkan penundaan penggunaan kortikosteroid.
Penderita asma akut sebaiknya menggunakan kortikosteroid lebih awal dan agresif.

Anda mungkin juga menyukai