Anda di halaman 1dari 22

Presentasi Kasus

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 13 TAHUN DENGAN


OBS. KEJANG

OLEH :
dr. Adha Nurjanah
PENDAMPING :
dr. Ike Indrayani
dr. Dyah Ayu Retnaningtyas

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH CEPU
2016
BAB I

STATUS PASIEN
A. IDENTITAS :
Nama / Umur

: An. M / 13 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Pelajar

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Tanggal masuk

: 10 Mei 2016

Tgl pemeriksaan

: 10 Mei 2016

B. ANAMNESA
KELUHAN UTAMA

: Kejang

KELUHAN TAMBAHAN

: Muntah

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:


Pasien datang ke IGD dengan keluhan kejang di rumah 1x sekitar jam 12.30.
Kejang terjadi tiba-tiba pada saat pasien sedang tidur, tiba-tiba kejang selama 1
menit. Kejang diseluruh tubuh disertai kaku dan kelojotan, pasien dalam keadaan
tidak sadar. Saat kejang, mata memandang keatas, lidah tidak tergigit tapi keluar
lendir berbusa muntahan makanan dari mulut pasien, lalu kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang selesai, pasien kembali sadar dan gelisah kemudian tertidur. Demam
disangkal. Pasien belum mendapat pengobatan sama sekali. Sebelumnya pasien
sudah pernah mengalami kejang, di mana awalnya pasien mengalami kejang
pertama kali pada usia kurang dari 1 tahun sebanyak 1 kali, yang terjadi saat pasien
demam. Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat kelahiran, pasien dilahirkan
cukup bulan secara sesar, karena letak sungsang.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:

Alergi

Sakit paru

: Disangkal
: Disangkal

Sakit jantung : Disangkal

Dyspepsia

: Disangkal
2

Kejang

: Diakui (saat demam)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Hipertensi

Diabetes mellitus

Sakit jantung : Disangkal

Sakit paru

Epilepsi

: Disangkal
: Disangkal

: Disangkal
: Diakui (Simbah)

C. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNUS

Kesadaran

:Compos Mentis / E3M6V5 GCS = 14

Keadaan umum

:Tampak gelisah

Gizi

: Baik

Tanda vital
TD

:101/53 mmHg

Nadi

: 97x/menit

Pernafasan

: 22 x/menit

Suhu

: 35,5C

Berat Badan

: 35 Kg

Kepala

: Mesocephale

Mata

: Pupil isokor, Reflek +/+, lebar pupil 2/2, konjungtiva anemis

(-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-).

Telinga

: Discharge (-/-)

Mulut

: Sianosis (-/-)

Leher

:Simetris, Tidak ada pembesaran limfonodi

Kulit

: Petekie (-/-), Ruam (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-)

THORAX

Pulmo :

Inspeksi

: hemithorax dextra et sinistra simetris, retraksi

ICS (-/-)
o Palpasi : Nyeri (-/-), stem fremitus simetris normal
o Perkusi : Sonor (+/+)
o Auskutasi

: SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Cor :
Inspeksi

: Ictus cordis tampak 2 cm medial linea

midclavicula
o Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat
o Perkusi :

Batas atas

: ICS II, Linea parasternal sinistra

Batas kanan

: ICS VI, 2 cm medial Linea midclavicula sinistra

Batas kiri

: ICS V, Linea parasternal dextra

Batas pinggang

: ICS III, Linea parasternal sinsitra

o Auskutasi

: BJ I-II Reguler, Bising jantung (-)

Abdomen
o

Inspeksi

o Auskutasi

: Datar simetris.

: Peristaltik (+) normal, Bruits (-)

o Perkusi : Timpani
o Palpasi : Supel, NTA (-).

o Hepar

:Tidak teraba membesar

o Lien

:Tidak teraba membesar

Ekstremitas :Akral hangat,edema(-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Lab darah tanggal 10 Mei 2016
Darah Rutin

Eritrosit : 5.840.000/mm3
Hb
: 14,8 mg/dl
Leukosit : 11.000/mm3
Trombosit: 322.000/mm3
Hematokrit
: 45%
MCV
: 77%
4

MCHC
MCH

: 32%
: 25%

Elektrolit

Natrium
Kalium serum
Chlorida

: 139,6 mmol/L
: 3,93 mmol/L
: 104,4 mmol/L

E. DIAGNOSIS
Obs. Kejang
F. DIFFERENT DIANOSIS
Epilepsi
G. PENATALAKSANAAN
Infus NaCl 16 tpm
Inj Phenitoin 2x1amp
Inj Metyl Prednisolon 2x62,5mg
Inj Ceftriaxone 2x500mg
Inj Antrain 2x1amp
H. PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad Fungsionam

: dubia ad bonam

Ad sanam

: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5

KEJANG
1. DEFINISI
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan (betz & Sowden,2002).
2. ETIOLOGI
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak,
trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit,
gejala putus alcohol, gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik subcutan,
dan sebagian kejang merupakan idiopatik (tidak diketahui etiologinya).

EPILEPSI
1. DEFINISI
Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan
tidak terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.3
Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala
akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan.Cetusan
tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau
yang lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi
merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai proses
patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan
dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman elektroensefalografi (EEG), atau
keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya
bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).3
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya factor predisposisi yang dapat
mencetuskan kejang epileptik,perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan
adanya konsekuensi social yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan
sedikitnya satu riwayat kejang epileptik sebelumnya.Sedangkan bangkitan
epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas
(transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di
otak.4

Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang
berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.(4)
2. ETIOLOGI
Etiologi Epilepsi kemungkinan disebabkan oleh:
a. Aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang mempengaruhi
otak
b. Gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak akibat
trauma otak pada saat lahir atau cedera lain
c. Pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia waktu
lahir, trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi
congenital pada otak, atau infeksi
d. Pada anak-anak dan remaja mayoritas adalah epilepsy idiopatik, pada
umur 5-6 tahun disebabkan karena febril
e. Pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi idiopatik, karena birth
trauma, cedera kepala, tumor otak (usia 30-50 th), penyakit serebro
vaskuler (> 50 th)
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
a. Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetic,
awitan biasanya pada usia >3tahun. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan alat-alat diagnostic yang canggih kelompok ini
semakin sedikit.
b. Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan
saraf pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat
(SSP), gangguan metabolic, malformasi otak kongenital, asphyxia
neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik
serta kelainan neurodegenerative.
c. Epilepsy kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindrom LennoxGastaut dan epilepsy mioklonik.7
3. KLASIFIKASI
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan
klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor7

faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau


idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan
klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan
elektroensefalogram.
Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe bangkitan epilepsi adalah :3
Bangkitan parsial/fokal
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
3) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik-klonik, tonik
atau klonik)
Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)
1) Bangkitan lena (absence)
Lena (absence), sering disebut petitmal.Serangan terjadi secara
tiba-tiba, tanpa di dahului aura.Kesadaran hilangselama beberapa
detik, di tandai dengan terhentinya percakapan untuk sesaat,
pandangan kosong, atau mata berkedip dengan cepat.Hampir selalu
pada anak-anak, mungkin menghilang waktu remaja atau diganti
dengan serangan tonik-klonik.
2) Bangkitan mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang
singkat dan tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau
asinkronis.Muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot
skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung
sejenak.Biasanya

tidak

ada

kehilangan

kesadaran

selama

serangan.Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan


fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
terjadinya cepat.
3) Bangkitan tonik
Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba
meningkat dari otot ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap
yang khas.Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan
tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi.Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa menit
terjadi pada anak 1-7 tahun.
8

4) Bangkitan atonik/astatik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh.
Keadaan ini bisa di menifestasikan oleh kepala yang teranggukangguk, lutut lemas, atau kehilangan total dari tonus otot dan Px bisa
jatuh serta mendapatkan luka-luka. Biasanya penderita akan
kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba.Bangkitan ini
jarang terjadi.
5) Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di
sebebkan aleh hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng
singkat.Keadaan ini diikuti sentakan bilateralyang lamanya 1 menit
sampai beberapa menit yang sering asimetris dan bisa predominasi
pada satu anggota tubh. Serangan ini bisa bervariasi lamanya,
seringnya dan bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat lain.
6) Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis serang
klasik epilepsi serangan ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan
atau pendengaran selama beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan
kesadaran secara cepat.Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai
dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian diiukti oleh
kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik
(gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan,
penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan
bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara
perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan
tertidur setelahnya.
4. PATOFISIOLOGI
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih
dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi
aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion
channel opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya
dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik.Aktivitas neuron
diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan
oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.
9

Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal


mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan
potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi
akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal
muncul secara bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam
otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang
berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang
terkena dan terlibat.Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil
dengan manifestasi yang sangat bervariasi.
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan
ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan
demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan
konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori
dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila
natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium.
10

Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang
tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak
secara serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin )
kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat )
berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi
GABA (gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang
menderita epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA
dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic
potentials) adalah lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa
aktifitas epileptic disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA,
zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata
pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula.
Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bias
menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan.
Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok besar
atau seluruh neuron otak secara serentak.Lokasi yang berbeda dari kelompok
neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik.
Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang
optimal (GABA) sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan,
sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat) berlebihan.
Berbagai

macam

penyakit

dapat

menyebabkan

terjadinya

perubahan

keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer,


kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin.Kelainan tersebut
dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi
neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang
memadai. Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak
antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu
11

menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung


berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas.Pada
pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu didapatkan
kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih
dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana
terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan. Pada bayi
dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena efek traumatik,
gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya.Efek ini dapat
berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron
atau glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan
neuronal epileptogenik.Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan
metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi.Akan
tetapi anak tanpa brain damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor
genetik dianggap penyebabnya, khususnya grand mal dan petit mal serta
benigne centrotemporal epilepsy.Walaupun demikian proses yang mendasari
serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme yang sama.
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai
kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial
membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron,
yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke
intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel
terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl,
sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan
konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan
badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi
membran

neuron

berikutnya.

Ada

dua

jenis

neurotransmitter,

yakni

neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan


listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga
sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara
neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan
12

asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma


amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.Hal ini misalnya
terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron.Dalam
keadaan istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan
berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi
membrane neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui
oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan
mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik
berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy.
Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti
akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuronneuron sekitar sarang epileptic.Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan
pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus
berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya
zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
5. GEJALA

Kejang parsial simplek


Serangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala
berupa djvu : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama
sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat
di jelaskan.
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubuh tertentu.
13

Gerakan yang tidak dapat di kontrol pada bagian tubuh tertentu


Halusinasi

Kejang parsial (psikomotor) kompleks


Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya
bertahanlebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar
tidak akan mengingat waktu serangan.
Gejalanya meliputi :
gerakan seperti mencucur atau mengunyah
melakukan gerakan yang sama berulang ulang atau memainkan pakaiannya
Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling
dalam keadaan seperti sedang bingung
Gerakan menendang atau meninju yang berulang ulang
Berbicara tidak jelas seperti menggumam

Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).


Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap:
tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan
jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja.Serangan
jenis ini biasa didahului oleh aura.
Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa :
merasa sakit perut , baal, kunang kunang , telinga berdengung.
Pada tahap tonik pasien dapat : kehilangan kesadaran, kehilangan
keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan
yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik :
terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau
buang air besar tidak dapat di kontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien
mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan
semacam ini.

14

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium,
magnesium, natrium, bilirubin, ureum dalam darah. Yang memudahkan
timbulnya kejang ialah keadaan hipoglikemia, hypokalemia, hipomagnesia,
hiponatremia,

hypernatremia,

hiperbilirubinemia,

dan

uremia.

Penting puladiperiksa pH darah karena alkalosis mungkin disertai kejang.


Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau
selaputnya,toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang
otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan
subaraknoid.10,11
a. Pemeriksaan radiologis
Arteriografi dan
pneumoensefalografi

dilakukan

bila

perlu.

Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang


informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsy. Gelombang yang
ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing
lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan
foto polos kepala
b. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik
turunnya kesadaran.
c. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
15

rnenegakkan

diagnosis

epilepsi.Adanya

kelainan

fokal

pada

EEG

menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya


kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1)

Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.

2)

Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding


seharusnya misal gelombang delta.

3)

Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,


misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi
tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile
mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG
nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik
mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku
majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).

16

Gambar Pembentukan EEG

17

Gambar: profil EEG pada pasien Epilepsi

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup
penderita yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut
antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek
samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan
angka kesakitan dan kematian.10
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka
mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,
penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi
transmisi eksitatorik glutamat.
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk
epilepsi yakni:13,14
a. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi
sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan
mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.
b. Terapi dimulai dengan monoterapi
c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap
samapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
d. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat
mengontrol bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila
sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan
secara perlahan.

18

e. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti


bangkitan tidak terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme
kerjanya :
a. Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja
juga pada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin.
b.

Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan
klorida dan neurotransmitter yang voltage dependen

c. Fenobarbital : Meningkatkan aktivitas reseptor GABA , menurunkan


eksitabilitas glutamate, menurunkan konduktan natrium, kalium dan
kalsium.
d. Valproat : Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang
konduktan kalsium (T) dan kalium.
e. Levetiracetam : Tidak diketahui
f. Gabapetin : Modulasi kalsium channel tipe N
g. Lamotrigin : Blok konduktan natrium yang voltage dependent
h. Okskarbazepin : Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium,
modulasi aktivitas channel.
i. Topiramat :

Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-

Mediated chloride, modulasi efek reseptor GABA.


j. Zonisomid : Blok sodium, potassium, kalsium channel. Inhibisi eksitasi
glutamate.
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat
dihentikan tanpa kekambuhan.Penghentian sebaiknya dilakukan secara bertahap
setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang.
19

Ada 2 syarat yang penting diperhatikan ketika hendak menghentikan OAE


yakni:
a. Syarat umum yang meliputi :
-

Penghentian

OAE

telah

didiskusikan

terlebih

dahulu

dengan

pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas


bangkitan.
-

Gambaran EEG normal

Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap
bulan dalam jangka waktu 3-6bulan.

Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari


1 OAE yang bukan utama.

b. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE


-

Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya.

Epilepsi simtomatik

Gambaran EEG abnormal

Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.

Penggunaan OAE lebih dari 1

Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi

Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.

Kekambuhan akan semakin kecil kemungkinannya bila penderita telah


bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan
timbul kembali maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir,
kemudian evaluasi.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Accessed

on

February

22th

2014

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf
2. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In :
Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.2005.
p119-127.
3. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(Perdossi). Pedoman Tatalaksana Epilepsy.Jakarta: Penerbit Perdossi;2012.
4. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder,Pediat
ric Neurology: Essentials for General Practice. 1sted. 2007

21

5. Accessed

on

February

22th

2014:

http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
6. Accessed
on
February
22th
http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
7. Accessed
on
February
22th

2014:

2014

http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejalaepilepsi-pada-anak-2
8. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Ther
apy in Children and Adults. 2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd.2005
9. P r i c e d a n W i l s o n . 2 0 0 6 . Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
-Proses Penyakit.Ed: 6. Jakarta: EGC
10. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6thed. New York: McGraw-Hill.
11. Wilkinson I. Essential neurology. 4thed. USA: Blackwell
200515.PERDOSSI. Pedoman

Tatalaksana

Epilepsi.

Ed.

Publishing.
3. Jakarta.

200816.http://www.medscape.com/viewarticle/726809
12. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2009.p.439.
13. Utama H. Antiepilepsi dan Antikonvulsi dalam Farmakologi dan terapi. 5th
ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005.

22

Anda mungkin juga menyukai