Anda di halaman 1dari 16

Benign Paroxysmal Positional Vertigo

Iriawan Indra Putra


10-2008-203
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Abstrak: vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal

Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi
kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang
menimbulkan keluhan vertigo. Angka prevalensi BPPV di negara Amerika Serikat sekitar
64 per 100 000 dan mengenai lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57
tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki
riwayat cedera kepala. Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek,
yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil atau rasa pusing.
Ada beberapa penatalaksanaan yang dapt dilakukan pada BPPV antara lain; Canalith
Repositioning Treatment (CRT) atau maneuver Epley, perasat liberatory, latihan BrandtDaroff dan pengobatan simptomatik.
Kata kunci: vertigo, BPPV, gangguan keseimbangan perifer

Benign Paroxysmal Positional Vertigo


Iriawan Indra Putra
10-2008-203
Faculty of Medicine University of Christian Krida Wacana
Arjuna Utara street No.6, West Jakarta 11510

Abstract: vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) or Benign Paroxysmal Positional


Vertigo (BPPV) is the most peripheral balance disorder that often found. The

characteristic vertigo associated with positioning changes were attributed at that


time. Some patients knows the vertigo clearly. The prevalence in America was 64 per
100 000 mostly 51-57 years old in elder women. BPPV seldom on a person who
below 35th and never get a traumatic brain injury. Vertigo signs are dizziness and
unsteady when positioning changes. The treatment on BPPV are Canalith
Repositioning Treatment (CRT), Epley maneuver, Liberatory maneuver, BrandtDaroff maneuver and symptomatic treatment.
Key words: vertigo, BPPV, peripheral balance disorder

Pendahuluan
Vertigo merupakan keluhan yang sangat menggangu aktivitas kehidupan seharihari. Sampai saat ini sangat banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan vertigo.
Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat masih terus disempurnakan. Vertigo posisi
paroksismal jinal (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang paling sering dijumpai. Gejala yang
dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala, beberapa
pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan
vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa
detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama.1
Isi
Anamnesis
Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang
penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari
mulanya. Anamnesis kadang-kadang dapat pula menolong kita membedakan apakah sutu
keluhan bersifat organik atau psikogen, yaitu dari cara pasien mengemukakan
keluhannya serta pola keluhannya. Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan
menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya,
yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter.
Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri; sejak kapan mulai, sifat serta
beratnya, lokasi serta penjalarannya, hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam,
sedang tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya), keluhan lain yang ada
hubungannya dengan keluhan tersebut, pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya,
faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan, dan perjalanan keluhan
(apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk serangan dan
lain sebagainya). Pada penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya
keluhan atau kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti
pada tabel 1.2

Tabel 1. Beberapa pertanyaan yang ditanyakan terkait dengan keluhan yang

dirasakan pasien
Keluhan
Hal-hal yang perlu di tanyakan
Nyeri kepala
Apakah anda menderita sakit kepala?
Bagaimanakah sifatnya, dalam bentuk serangan atau terus menerus?
Dimana lokasinya?
Apakah progresif, makin lama makin berat?
Apakah mengganggu aktivitas sehari-hari?
Muntah
Apakah disertai rasa mual atau tidak?
Apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak, dan proyektil?
Vertigo
Pernakah anda merasakan seolah-olah anda berputar atau bergerak sendiri?
Apakah rasa tersebut ada hubungannya dengan perubahan sikap?
Apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis)
Visus
Apakah ketajaman penglihaan anda menurun pada satu atau kedua mata?
Apakah anda melihat dobel (diplopia)
Pendengaran
Adakah perubahan pada pendengaran anda?
Adakah tinitus(telinga berdenging, berdesis)
Saraf otak
lainnya
Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi dan lakrimasi?
Adakah kelemahan pada otot wajah?
Apakah bicara jadi cadel atau pelo?
Apakah sulit menelan (disfagia)?
Fungsi luhur
Bagaimana dengan memori?
Apakah anda jadi pelupa?
Bagaimana dengan kemampuan membaca, menulis, dan sebagainya?
Kesadaran
Pernakah anda kehilangan kesadaran?
Pernakah anda pingsan atau merasa lemas dan tiba-tiba jatuh?
Motorik
Adakah gerakan yang tidak cekatan?
Adakah kelemahan pada ekstremitas?
Adakah bentuk dan gerakan yang abnormal?
Sensibilitas
Adakah gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas?
Adakah rasa seperti kesemutan, rasa tertusuk, atau terbakar?
Apakah rasa tersebut menjalar?
Saraf otonom
Bagaimana buang air kecil, buang air besar dan libido anda?
Adakah retensio atau inkontinensia utin atau alvi?
sumber: Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Pemeriksaan fisik dan mental.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.5-6

Pemeriksaan

Pada pemeriksaan, kita dapat mengobservasi seluruh keadaan pasien dengan


melakukan serangkaian pemeriksaan seperti; pemeriksaan umum, pemeriksaan motorik,
pemeriksaan sensorik, pemeriksaan neurologis, dan berbagai jenis pemeriksaan lainnya. 1
Pada penderita vertigo, khususnya Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
biasanya pemeriksaan neurologis dan motoriknya normal. Pada BPPV. Diagnosis BPPV
dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan menilai timbulnya nistagmus
pada posisi tersebut. Kebanyakan kasus BPPV saat ini disebabkan oleh kanalitiasis
bukan kupolitiasis. Perbedaan antara berbagai tipe BPPV dapat dinilai dengan mengobservasi timbulnya nistagmus secara teliti, dengan melakukan berbagai perasat
provokasi menggunakan infrared video camera.
Dikenal tiga jenis perasat untuk memprovokasi timbulnya nistagmus yaitu;
perasat Dix Hallpike, perasat side lying, dan perasat roll. Perasat Dix Hallpike merupakan
perasat yang paling sering digunakan. Side lying test digunakan untuk menilai BPPV
pada kanal posterior dan anterior. Perasat Roll untuk menilai vertigo yang melibatkan
kanal horisontal. Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan
dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon
vertigo dari kanalis semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat DixHallpike atau side lying.
Perasat Dix-Hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut posisi
kepala sangat sempurna untuk Canalith Repositioning Treatment (CRT) . Pada saat
perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi timbulnya respon
nistagmus pada kacamata Frenzel yang dipakai oleh pasien dalam ruangan gelap, lebih
baik lagi bila direkam dengan system video infra merah (VIM). Penggunaan VIM
memungkinkan penampakan secara simultan dari beberapa pemeriksaan dan rekaman
dapat disimpan untuk penayangan ulang.
Perasat Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Perasat DixHallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat
Dix-Hallpike kiri pada bidang posterior kiri dan anterior kanan. Untuk melakukan perasat
Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh
450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan
sampai kepala pasien menggantung 20-30 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40
5

detik sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama +
1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini maka dapat
langsung dilanjutkan dengan Canalith Repositioning Treatment (CRT) bila terdapat
abnormalitas. Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila perasat tersebut tidak
diikuti dengan CRT maka pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan
pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke
kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya
respon abnormal, dapat di lanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal
atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan
didudukkan kembali.
Perasat side lying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat side lying kanan yang
menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri atau kanalis posterior
kanan pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior pada posisi paling
bawah dan perasat side lying kiri yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis
anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan
kanal posterior pada posisi paling bawah.
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja,
kemudian dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala ditolehkan 45 ke kiri (menempatkan
kepala pada posisi kanalis anterior kiri atau kanalis posterior kanan), tunggu 40 detik
sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk diakukan perasat
Sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45 ke
kanan (menempatkan kepala pada posisi kanalis anterior kanan/kanalis posterior kiri).
Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, + 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya
serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. Pemeriksa dapat
mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat arah fase cepat nistagmus
yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke depan; fase cepat ke atas berputar
ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kanan, fase cepat ke atas berputar ke
kiri menunjukkan BPPV pada kanalis posterior kiri, fase cepat ke bawah berputar ke
6

kanan menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kanan, fase cepat ke bawah berputar ke
kiri menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kiri.
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike atau side lying pada
bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. Perlu diperhatikan, bila respon nistagmus
sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus sekunder dengan arah fase cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus sekunder terjadi oleh karena proses adaptasi sistem
vertibuler sentral. Perlu dicermati bila pasien kembali ke posisi duduk setelah mengikuti
pemeriksaan dengan hasil respon positif, pada umumnya pasien mendapat serangan
nistagmus dan vertigo kembali. Respon tersebut menyerupai respon yang pertama namun
lebih lemah dan nistagmus fase cepat timbul dengan arah yang berlawanan. Hal tersebut
disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula.1,3
Diagnosis
BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang
dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Beberapa
pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo.
Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik saja
walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan
sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi. Hal ini
yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini
sering berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya. Vertigo pada BPPV
termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada
sistem vestibularis.1
Diagnosa banding pada BPPV ialah Menieres disease dan neuritis vestibularis.
Menieres disease merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa
pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga
disebabkan oleh; meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, berkurangnya
tekanan osmotik di dalam kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler dan
tersumbatnya jalan keluar sakus endolimfatikus, sehingga terjadi penimbunan cairan.
Gejala klinis pada penyakit ini berupa vertigo, tinitus dan tuli sensorineural. Diagnosis
dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis berikut; vertigo hilang timbul,
7

fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf, menyingkirkan kemungkinan


penyebab dari sentral misalnya tumor N. VIII. Khusus pada penyakit ini, pengobatan
diberikan obat vasodilator perifer untuk mengurangi tekanan hidrops endolimfa.4
Neuritis vestibularis merupakan penyakit yang ditandai oleh serangan vertigo
yang mendadak dan berlangsung lama, sering disertai mual, muntah, disekulilibrium dan
muka pucat pasi. Gejala dipicu oleh gerakan kepala atau perubahan posisi. Penyakit ini
menyerang segala usia. Penyebabnya sampai sekarang masih belum dapat diketahui,
diduga disebabkan oleh infeksi virus.5
Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan yang dapt dilakukan pada BPPV antara lain;
Canalith Repositioning Treatment (CRT) atau maneuver Epley, perasat liberatory, latihan
Brandt-Daroff dan pengobatan simptomatik. CRT sebaiknya segera dilakukan setelah
hasil perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalitiasis pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang
terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk, namun kepala pasien dirotasikan
dengan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke
utrikulus, tempat di mana kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior
kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.
Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal
dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala
direndahkan dan diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat.
Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi
menghadap ke kiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat ke
lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk, dengan kepala menghadap ke depan.
Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak
menunduk, berbaring, dan membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur
pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.
Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalitiasis pada
kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal
8

posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan, yaitu dimulai dengan
kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh ke kanan sebelum duduk. Gejala-gejala
remisi yang terjadi setelah CRT kemungkinan disebabkan oleh perasat itu sendiri, bukan
oleh perasat pada saat pasien duduk tegak. Bila dirasakan adanya gangguan leher,
ekstensi kepala diperlukan pada saat terapi dilakukan. Digunakan meja pemeriksaan yang
bertujuan untuk menghindari keharusan posisi ekstensi dari leher. Pada akhirnya
beberapa pasien mengalami vertigo berat dan merasa mual sampai muntah pada saat tes
provokasi dan penatalaksanaan. Pasien harus diminta untuk duduk tenang selama
beberapa saat sebelum meninggalkan klinis.1,6
Gambar 1. The Epley maneuver. A, Turn the head 45 degrees toward the affected ear. B, Deliberately move
the patient into the supine position, maintaining the head turn. Extend the neck just enough so that the
downward ear is below the shoulder. C, Keeping the neck extended, rotate the head 90 degrees so that the
unaffected ear is now pointed 45 degrees downward. D and E, The patient rolls into the right lateral
decubitus position, and the head is rotated so the nose is now pointed toward the ground. Observe for
nystagmus. Nystagmus with a downbeat component indicates an ineffective procedure. F, The patient
brings the knees to the chest and drops the legs over the edge of the table, while the head is kept in the
nose down position. G, The patient is brought up to the sitting position, keeping the head rotated close to 90
degrees on the body. In the upright position, keeping the chin tucked down, the head is rotated straight
ahead, and then the patient may assume a normal head position (not shown).

sumber: Solomon D. Benign paroxysmal positional vertigo. Philadelphia: Departement of


Neurology, University of Pennsylvania; 2000.

Perasat liberatory juga dibuat untuk memindahkan otolit (debris/kotoran) dari


kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang
terlibat, apakah kanal anterior atau posterior. Bila terdapat keterlibatan kanal posterior
kanan, perasat liberatory kanan perlu
dilakukan.

Perasat

dimulai

dengan

penderita diminta untuk duduk pada meja


pemeriksaan

dengan

kepala

diputar

menghadap ke kiri 45. Pasien yang duduk


dengan kepala menghadap ke kiri secara
cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan
kepala menggantung ke bahu

kanan.

Setelah 1 menit, pasien digerakan secara


cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke
posisi side lying kiri dengan
menoleh

45

ke

kiri.

kepala

Pertahankan
9

penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali ke posisi duduk.
Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang
diterapi dengan CRT. Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan
sama, namun kepala diputar menghadap ke kanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat,
perasat liberatory kiri harus dilakukan, (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri
kemudian posisi side lying kanan dengan kepala menghadap ke kanan). Bila kanal
anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar
menghadap ke kiri. Angka kesembuhan 70-84% setelah terapi tunggal perasat
liberatory.1,6
Gambar 2. Treatment for BPPV emanating from the left posterior semicircular canal begins with the patient
sitting on the edge of the table (the same sequence would be performed for involvement of the right side,
except that right and left would be reversed). A, The head is turned 45 degrees away from the affected side.
B, The patient is then brought into the sidelying position, with the occiput resting against the surface and the
affected ear downward. This position is maintained for at least one minute. C, The next change in position
must be performed briskly; while keeping the head in the same orientation with respect to the body, the
patient is rapidly moved through the original upright
position to the opposite side-lying position. The patient is kept in this position, with the forehead against the
surface, for another minute before being brought back to the upright position with the head still turned on the
body. Note that throughout this maneuver, the head remains turned toward the same shoulder.

sumber: Solomon D. Benign paroxysmal positional vertigo. Philadelphia: Departement of


Neurology, University of Pennsylvania; 2000.

Latihan Brandt dan Daroff dapat di lakukan oleh pasien di rumah tanpa bantuan
terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan dari duduk ke samping yang dapat
mencetuskan vertigo (dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan
selama 30 detik, lalu kembali ke posisi duduk dan tahan selama 30 detik, lalu dengan
cepat berbaring ke sisi yang berlawanan (dengan kepala menoleh ke arah yang
berlawanan) dan tahan selama 30 detik,
lalu secara cepat duduk kembali. Pasien
melakukan latihan secara rutin 10-20
kali, 3 kali sehari sampai vertigo hilang
paling sedikit 2 hari.1,6
Figure 4. Brandt-Daroff exercises begin
by sitting the patient upright on the
edge of the bed, with the head turned
45 degrees to one side. The patient is
instructed to move rapidly down into the
side-lying position, keeping the head

10

turned in the same direction. This position


is maintained until the precipitated vertigo
subsides, or at least for 30 seconds.
The patient then returns to the upright,
and holds this position for an additional
30 seconds. The head is then turned in
the opposite direction, and the same
procedure is repeated on the other side.
Patients repeat the whole sequence
until vertigo is no longer experienced
with changes in position. These exercises
may be performed several times each day,
and should continue until at least one
full day after no symptoms of vertigo
are experienced.

sumber: Solomon D. Benign paroxysmal positional vertigo. Philadelphia: Departement of


Neurology, University of Pennsylvania; 2000.

Angka remisi 98% remisi timbul akibat latihan-latihan akan melepaskan otokonia
dari kupula dan keluar dari kanalis semirkularis, di mana mereka tidak akan
menimbulkan gejala. Remisi juga timbul akibat adaptasi sistem vestibuler sentral. Lebih
baik, kanalitiasis pada anterior dan posterior kanal diterapi dengan CRT. Bila terdapat
kupulolitiasis, kita dapat menggunakan perasat liberatory. Latihan Brandt Daroff dilakukan bila masih terdapat gejala sisa ringan. Obat-obatan dilakukan untuk menghilangkan
gejala-gejala seperti mual, muntah. Terapi pembedahan, seperti pemotongan N.
vestibularis, N. Singularis, dan penutupan kanal yang terlibat jarang dilakukan.
Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan kanalitiasis pada BPPV kanalis
horizontal, permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga yang terlibat
berada di sebelah bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal kanan secara perlahan
kepala pasien digulirkan ke kiri sampai ke posisi hidung di atas dan posisi ini
dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Kemudian kepala digulirkan
kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di sebelah atas. Pertahankan posisi ini
selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu kepala dan badan diputar bersamaan ke
kiri, hidung pasien menghadap ke bawah, tahan selama 15 detik. Akhirnya, kepala dan
badan diputar ke kiri ke posisi awal dimana telinga yang sakit berada di sebelah bawah.
Setelah 15 detik, pasien perlahan-lahan duduk, dengan kepala agak menunduk 30.
Penyangga leher dipasang dan diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk kanalis
posterior dan kanalis anterior.
11

Latihan Brandt-Daroff dapat dimodifikasi untuk menangani pasien dengan BPPV


pada kanalis horizontal karena kupulolitiasis. Pasien-pasien tersebut diminta melakukan
gerakan ke depan-belakang secara cepat pada bidang kanalis horizontal pada posisi
supinasi. Perasat ini bertujuan untuk melepaskan otokonia dari kupula. Namun bukti
menunjukan

efektifitas

perasat-perasat

terapi

untuk

kanalis

horizontal

masih

dipertanyakan. Perasat CRT, liberatory, dan Brandt Daroff merupakan latihan yang baik
untuk pasien BPPV. CRT merupakan terapi standar di berbagai negara. CRT digunakan
untuk terapi kanal posterior and anterior akibat kanalithiasis. Perasat Liberatory
digunakan untuk kupolitiasis agar menggerakkan otokonia. Latihan Brandt Daroff
digunakan untuk pasien dengan gejala yang menetap.1,6 Selain itu, pada BPPV dapat juga
kita berikan obat simptomatik seperti tabel 2 berikut:
Tabel 2. Obat-obat
antivertigo7
Obat
Lama kerja
(jam)

Dosis dewasa

Efek
sedatif

Sediaan

25 - 50 mg setiap 6
jam
++
IM, IV, oral
25 - 50 mg setiap 6
Difenhidramin
4-6
jam
++
IM, IV, oral
Prometazin
4-6
25 mg setiap 6 jam
++
IM, IV, oral
Skopolamin
12
0,5 mg setiap 12 jam
+
oral
Efedrin
4-6
25 jam setiap 6 jam
oral
sumber: Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Vertigo
posisional benigna. Dalam: kapita selekta kedokteran. Jilid II edisi ke-3.
Jakarta: Media aesculapius; 2009.h.51-53.
Dimenhidrinat

4-6

Komplikasi
Kadang-kadang CRT dapat menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith dapat
pindah ke kanal yang lain. Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher, spasme otot
akibat kepala di letakkan dalam posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi. Pasien
dianjurkan untuk melepas penopang leher dan melakukan gerakan horisontal kepalanya
secara periodik.1,6
Prognosis

12

Prognosis BPPV baik dimana pada penelitian mengenai efektivitas CRT terhadap
27 pasien BPPV kanal posterior dilaporkan 70% tidak mengalami kekambuhan setelah 1
minggu.8
Epidemiologi
Pada umumnya BPPV timbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian terhadap
77 pasien BPPV. Terdapat 49 pasien (64%) dengan kelainan pada kanalis posterior, 9
pasien (12%) pada kanalis anterior, 18 pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal
mana yang terlibat, serta didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada kanalis
horizontal.1 Angka prevalensi BPPV di negara Amerika Serikat sekitar 64 dari 100 000. 9
lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang
berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.10
Etiologi
Berberapa kasus BPPV terjadi setelah trauma kepala, penyakit virus, infeksi
telinga tengah, atau stapedektomi. Nistagmus posisional juga sering ditemukan pada
intoksikasi (alkohol, barbiturat). Kebanyakkan kasus spontan BPPV berhubungan dengan
kupolitiasis yaitu deposit otokonia yang degeneratif yang menempel pada kupula kanalis
semisirkularis posterior. Ini membuat kanal sangat sensitif terhadap perubahan gravitasi
yang berkaitan dengan posisi kepala yang berbeda.7

Patofisiologi
Patofisiologi BPPV dibagi menjadi dua teori yaitu teori kupulolitiasis dan teori
kanalilitiasis. Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori kupulolitiasis
untuk menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi
kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus
yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa
kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang
melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak
13

tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung
miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan
oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi
tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke
superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan
keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal
ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
Selain teori kupulolitiasis, Epley pada tahun 1980 mengemukakan teori
kanalilitiasis, partikel otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi
tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang
paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai
900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir
menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan
nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi
pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah
berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam
ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya
gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing.
Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan
"delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak.
Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif
dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep
kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.8-10
Pencegahan
Pencegahan BPPV dapat dilakukan dengan latihan vestibular. Tujuan latihan ini
adalah untuk melatih kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk
meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun, melatih gerakan bola mata,
latihan fiksasi pandangan mata, melatih menigkatkan kemampuan keseimbangan. Contoh
latihan yang biasa dilakukan ialah; berdiri tegak dengan mata dibuka kemudian dengan
mata mata ditutup, olahraga yang menggerakkan kepala (gerak rotasi, fleksi, ekstensi,
gerak miring), dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka kemudian dengan
14

mata tertutup, jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata
tertutup, berjalan lurus dengan tumit menempel di depan jari-jari kaki, jalan menaiki dan
menuruni tangga, melirikkan mata kea rah horizontal dan vertikal berulang-ulang,
melatih gerakan bola mata dengan mengikuti obyek yang bergerak dan juga memfiksasi
obyek yang diam.7
Penutup
BPPV merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya vertigo pada saat
perubahan posisi kepala. Untuk mendiagnosa penyakit ini dilakukan dengan perasat DixHallpike, guna mengetahui lokasi yang menjadi penyebab BPPV. Penyakit ini tidak
berbahaya dan dapat disembuhkan dengan terapi seperti yang telah dijelaskan di atas.

Daftar Pustaka
1. Bashiruddin J. Vertigo posisi paroksisimal jinak. Dalam: Buku ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2010.h.104-10.
2. Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010.
3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.h.134-6.
15

4. Hadjar E, Bashiruddin J. Penyakit meniere. Dalam: Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2010.h.102-3.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Neuronitis vestibularis. Dalam:
kapita selekta kedokteran. Jilid II edisi ke-3. Jakarta: Media aesculapius; 2009.h.4850.
6. Solomon D. Benign paroxysmal positional vertigo. Philadelphia: Departement of
Neurology, University of Pennsylvania; 2000.
7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Vertigo posisional benigna.
Dalam: kapita selekta kedokteran. Jilid II edisi ke-3. Jakarta: Media aesculapius;
2009.h.51-53.
8. Zahara D. Diagnosis and treatment of benign paroxysmal positional vertigo. Medan:
Departemen THT-KL FKUSU; 2010.
9. Li JC. Benign paroxysmal positional vertigo. 18 MAret 2010, di unduh dari
www.emedicine.com tanggal 24 Januari 2010.
10. Johnson J, Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current
Diagnosis & treatment in Otolaryngology-Head & Neck Surgery. New York: Mc
Graw Hill Companies; 2004.p.761-5.

16

Anda mungkin juga menyukai