Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat terbesar. Sifilis merupakan salah satu penyakit infeksi
menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema Pallidum,
sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang
hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai
masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin. [1]
World Health Organization (WHO) memperkirakan sebesar 12 juta kasus
baru terjadi di Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin dan
Caribbean. Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey
Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) tahun 2011 Kementrian Kesehatan RI
terjadi peningkatan angka kejadian sifilis di tahun 2011 dibandingkan tahun
2007. [2]
Angka sifilis di Amerika terus menurun sejak tahun 1990, jumlahnya
dibawah 40.000 kasus per tahun. Center for Disease Control (CDC)
melaporkan hanya 11,2 kasus sifilis per 100.000 populasi pada tahun 2000 dan
kasus ini terpusat di kota besar dan wilayah tertentu. Penyebaran sifilis di
dunia telah menjadi masalah kesehatan yang besar dan umum, dengan jumlah
kasus 12 juta per-tahun. Hasil Penelitian Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan HAM, dari 24 lapas dan rutan di Indonesia
didapatkan prevalensi sifilis 8,5% pada responden perempuan dan 5,1% pada
responden laki-laki [3]
Penularan sifilis biasanya melalui kontak seksual dengan pasangan yang
terinfeksi, kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang
menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan.
Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi apabila dibiarkan
penyakit ini dapat menjadi infeksi yang sistemik dan kronik. Infeksi sifilis
dibagi menjadi sifilis stadium dini dan lanjut. Sifilis stadium dini terbagi

1
menjadi sifilis primer, sekunder, dan laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk
sifilis tersier (gumatous, sifilis kardiovaskular dan neurosifilis) serta sifilis
laten lanjut. Istilah untuk penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat karena
keganasannya.[3]

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini untuk menguraikan mengenai definis,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan penunjang,
diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, dan prognosis sifils untuk
membantu menentukan diagnosis serta memberikan terapi yang tepat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
Pallidum dan mempunyai beberapa sifat, yaitu perjalanan penyakitnya
sangat kronis, dalam perjalanannya dapat menyerang semua organ tubuh,
dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dapat kambuh
kembali (rekuren), dan dapat ditularkan dari ibu ke janinnya sehingga
menimbulkan kelainan kongenital. Selain ibu ke bayinya dan melalui
hubungan seksual, sifilis juga ditularkan melalui luka, transfusi dan jarum
suntik. Menurut sejarahnya terdapat banyak sinonim sifilis yang tak lazim

2
dipakai. Sinonim yang umum ialah lues venerea atau biasanya disebut lues
saja. Dalam istilah Indonesia disebut raja singa [1]

2.2. Epidemiologi
Sifilis sangat banyak ditemui diberbagai bagian dunia. Prevalensi
penyakit ini menurun drastis setelah perang dunia ke II namun mulai
meningkat lagi pada 1960-an. Wanita dan pria yang memiliki resiko tinggi
untuk mengalami sifilis adalah yang berusia muda, dari kelompok
sosioekonomi rendah, dan memiliki pasangan seksual multipel. Remaja dan
dewasa muda berisiko paling terkena sifilis, karena perilaku seksual dan
perilaku berisiko lainnya (misalnya penggunaan narkoba). [8,10]
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di
Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian
yang dibawa oleh anak buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol
pada tahun 1492. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis
dan gonore disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan
oleh infeksi yang sama. [1]
Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860
morbilitas sifilis di Eropa menurun cepat mungkin perbaikan sosio-
ekonomi. Selama perang dunia kedua insidennya meningkat dan mencapai
puncaknya pada tahun 1946, kemudian makin menurun. [1]
Negara-negara Eropa tertentu telah mengalami peningkatan kasus
sifilis bawaan, dan sifilis tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat
utama di sub-Sahara Afrika dan di negara berkembang. Fokus utama dalam
mengendalikan sifilis adalah skrining antenatal dan pengobatan ibu yang
terinfeksi. [10]
Insiden sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996
berkisar antara 0,04-0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang
tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidennya 0,61%. Penderita
terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis stadium 1 yang jarang, dan
yang langka adalah sifilis stadium 2. [1]

3
2.3. Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales,
familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Gerakannya berupa rotasi
sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara
pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan
pada umumya tidak dapat dilakukan diluar badan. Diluar badan kuman
tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72
[1]
jam
Treponema pallidum merupakan organisme yang relatif rapuh yang
tidak dapat hidup lebih dari beberapa jam pada daerah yang lembap diluar
tubuh. [8]
Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk
spiral yang halus, ramping dengan lebar kira-kira 0,2 m dan panjang 5-15
m. Bakteri yang patogen terhadap manusia, bersifat parasit obligat
intraselular, mikroaerofilik, akan mati apabila terpapar oksigen, antiseptik,
sabun, pemanasan, pengeringan sinar matahari dan penyimpanan di
refrigerator. [3]

Gambar 1. Treponema pallidum menggunakan mikroskop elektron [4]

2.4 Patogenesis

4
Stadium dini
Pada sifilis yang didapat, T.pallidum masuk kedalam kulit melalui
mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut
membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas
sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama diperivesikuler, pembuluh
pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh T.pallidum dan sel-sel
radang. Treponema tersebut terletak diantara endometrium kapiler dan
jaringan perivaskular disekitarnya. Kehilangan pendarahan akan
menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai stadium 1. [1]
Sebelum stadium 1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah
bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula
penjalaran hematogen dan menyebar ke semua tampak kemudian.
Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai stadium 2, yang terjadi
6-8 minggu sesudah stadium 1. Stadium 1 akan sembuh perlahan-lahan
karena kuman ditempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian
terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks.
Stadium 2 juga mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang. [1]
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi
yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu
dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenita. [1]
Kadang-kadang proses imunitas gatal mengontrol infeksi sehingga
T.pallidum membiak lagi pada tempat stadium 1 dan menimbulkan lesi
rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui jaringan menyebabkan
reaksi serupa dengan dengan lesi rekuren stadium 2, yang terakhir ini lebih
sering terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat timbul
berulang-berulang, tetapi pada umumnya tidak melebihi dua tahun 3-10
tahun. [1]

Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema
dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum
penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat secara tiba-

5
tiba berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu
faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah stadium 3 berbentuk guma.
Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T.pallidum, reaksinya
hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah
mengalami masa laten yang bervariasi guma tersebut timbul ditempat lain.
[1]

Pada stadium 3 ini dimulai dengan timbulnya granuloma didalam


jaringan (otot,tulang,dsb) yang kemudian memecah ke permukaan
membentuk ulkus yang dalam dengan dasar tertutup pus. Tepi ulkus
meninggi dan keras dindingnya curam (seperti dilubangi). Proses gumma
juga terjadi pada laring, paru, gastrointestinal, hepar dan testis . [6]
Treponema mencapai sistem kardiovaskular dan sistem saraf pada
waktu dini, tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan
waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Penderita dengan
guma biasanya tidak mendapat gangguan saraf dan kardiovaskuler,
demikian pula sebaliknya. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten
tidak memberi gejala. [1]

2.5 Manifestasi klinis


Sifilis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui kontak seksual
dengan lesi infeksius, dari ibu ke janin didalm rahim, melalui transfusi
darah, dan bisa melalui sela-sela kulit yang bersentuhan dengan lesi yang
menular, jika tidak diobati, maka akan berkembang menjadi 4 tahap, yaitu
sifilis primer, sifilis sekunder, sifilis laten, dan sifilis tersier. [9]
A. Sifilis dini
1. Sifilis primer (SI)
Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu. T.pallidum
masuk kedalam selaput lendir atau kulit yang telah mengalami
lesi/mikrolesi secara langsung, biasanya melalui senggama.
Treponema tersebut akan berkembang biak, kemudian terjadi
penyebaran secara limfogen dan hematogen. [1]

6
Kelainan kulit dimulai sebagai papul lentikuler yang
permukaannya segera menjadi erosi, umumnya kemudian menjadi
ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat, soliter, dasarnya ialah jaringan
granulasi berwarna merah dan bersih, diatasnya hanya tampak
serum. Dindingnya tak bergaung , kulit disekitar tidak menunjukan
tanda-tanda radang akut. Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan
teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum. [1]
Pada stadium 1 timbul suatu ulkus yang disebut ulkus durum
yang mempunyai sifat khusus. Sifat-sifat ulkus tersebut yaitu; tidak
nyeri (indolen), sekitar ulkus teraba keras, dasar ulkus bersih dan
berwarna merah, soliter (biasanya hanya 1-2 ulkus). Lokasi ulkus ini
pada laki-laki biasanya terdapat pada preputium, ulkus koronarius,
batang penis dan skrotum. Pada wanita dilabia mayora dan minora,
klitoris, dan bisa juga pada serviks. Ulkus bisa terdapat pada ekstra
genital misalnya pada anus, rektum, bibir, mulut, lidah, tonsil, dan
payudara [6]
Lesi primer sifilis yaitu chancre, berkembang pada lokasi di
kelamin yang dekat pada lokasi masuknya T.Pallidum ke dalam
tubuh: penis, labia, perineum, anus, atau rektum. Chancre
merupakan papul kecil yang tidak nyeri dan menetap selama 1-2
bulan dan akan sembuh spontan [8]
Kelainan tersebut dinamakan afek primer dan umumnya
berlokasi pada genitalia eksterna. Pada pria tempat yang sering
dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita dilabia
minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di
lidah, tonsil, dan anus. [1]
Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran
kelenjar getah bening regional diinguinalis medialis.
Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut soliter,
indolen, tidak lunak, besarnya biasanya lentikuler, tidak supuratif

7
dan tidak terdapat periadenitis. Kulit diatasnya tidak menunjukkan
tanda-tanda radang akut. [1]

Gambar 2. Lesi sifilis primer pada vagina[4]

Gambar 3. Lesi sifilis primer pada penis [9]

2. Sifilis sekunder (SII)


Biasanya stadium II timbul setelah 6-8 minggu sejak stadium II
dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai stadium II. Lama
stadium II dapat sampai sembilan bulan. Berbeda dengan stadium 1
yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada stadium II dapat disertai
gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama stadium II. Gejala
sistemik umumnya tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat
badan, malaise, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia.
[1]

8
Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit
sehingga disebut the great imitator. Selain itu juga terdapat kelainan
pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang dan saraf. [1]
Gejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai
penyakit kulit yang lain adalah : kelainan kulit pada stadium II
umunya tidak gatal, sering dijumpai limfadenitis generalisata, pada
stadium II dini kelainan kulit juga terjadi pada telapak tangan dan
kaki. [1]

Gambar 4. Sifilis sekunder pada telapak tangan [9]

Gambar 5. Sifilis sekunder pada telapak kaki [4]

3. Sifilis laten dini


Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejal klinis, akan
tetapi pemeriksaan serologis positif. Dalam perjalanan penyakit
sifilis selalu melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau
seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit akan berhenti pada
tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk
gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. Tes

9
serologik darah positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif.
Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA. [1]
B. Sifilis lanjut
1. Sifilis laten lanjut
Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan tes serologik. Lama masa laten beberapa tahun
hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup. Likuor
serebrospinalis hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan
neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk
melihat, apakah ada aorititis. [1]
2. Sifilis tersier (stadium III)
Lesi pertama umumnya terlihat antara 3-10 tahun setelah S
I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip,
kronis, biasanya melunak, dan destruktif. Guma dapat
menyebabkan destruksi dari kartilago dan tulang hidung
sehingga menyebabkan saddle nose [1]
Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur
ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-
tanda radang akut dan dapat digerakkan. setelah beberapa bulan
mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang
mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat
terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan
keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen; pada
beberapa kasus disertai jaringan nekrotik. [1]

10
Gambar 6. Guma pada stadium sifilis tersier [9]

Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya


lonjong/bulat, dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut
terdorong ke luar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga
membentuk pinggir yang polisiklik. Jika telah menjadi ulkus,
maka infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai
benjolan menjadi datar. Tanpa pengobatan guma tersebut akan
bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun. Biasanya guma
solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya asimetrik. Gejala
umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan
perlunakannya cepat, dapat disertai demam. [1]
Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus.
Mula- mula di kutan kemudian ke epidermis, pertumbuhannya
lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya
meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam
perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah
dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi
sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus lebih superfisial
dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak,
mempunyai kecenderungan untuk bergerombol atau
berkonfluensi; selain itu tersebar (diseminata). Warnanya merah
kecoklatan. [1]
Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh secara
serpiginosa. Bagian yang belum sembuh dapat tertutup skuama
seperti lilin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening
regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang
disebut nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan
yang fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.
[1]

S III pada mukosa

11
Guma jugs ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau
menyebar. Yang setempat biasanya pada mulut dan tenggorok
atau septum nasi. Seperti biasanya akan melunak dan
membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapat merusak tulang
rawan septum nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi.
Pada lidah yang tersering ialah guma yang nyeri dengan fisur-
fisur tidak teratur serta leukoplakia. [1]

Gambar 7. Guma pada palatum [2]

S III pada tulang


Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur,
fibula, dan humerus. Gejala nyeri, biasanya pada malam hari.
Terdapat dua bentuk, yakni periostitis gumatosa dan osteitis
gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosis dengan sinar-X. [1]
S III pada alat dalam
Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering
diserang. Guma bersifat multipel, jika sembuh terjadi fibrosis,
hingga hepar mengalami retraksi, membentuk lobus-lobus tidak
teratur yang disebut hepar lobatum. [1]
Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun
jarang. Guma dapat menyebabkan fibrosis. Pada paru juga
jarang, guma solitar dapat terjadi di dalam atau di luar bronkus;
jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bronkiektasi.
Guma dapat menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat,
meskipun jarang. S III pada ovarium jarang, pada testis kadang-
kadang berupa guma atau fibrosis interstisial, tidak nyeri,
permukaannya rata dan unilateral. Kadang-kadang memecah ke
bagian anterior skrotum. [1]

12
Sifilis kardiovaskular
Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada stadium III.
dengan masa laten 15-30 tahun. Umumnya mengenai usia 40-50
tahun. [1]
Pada dinding aorta terjadi infiltrasi perivaskular yang terdiri
atas sel limfosit dan sel plasma. Endarteritis akan menyebabkan
iskemia. Lapisan intima dan media juga dirusak sehingga terjadi
pelebaran aorta yang menyebabkan aneurisma. [1]
Aortitis yang tersering ialah yang mengenai aorta asendens,
katup mengalami kerusakan sehingga darah mengalir kembali ke
ventrikel kiri. Aortritis juga sering mengensi arteria coronaria
dan menyebabkan iskemia miokardium. Aortritis dapat tanpa
komplikasi dan tidak memberi gejala, pada pemeriksaan dengan
sinarX memberikan kelainan yang khas. [1]
Neurosifilis
Infeksi terjadi pada stadium dini. Sebagian besar kasus tidak
memberi gejala, setelah bertahun-tahun baru memberi gejala.
Pada sejumlah 20-37% kasus terdapat kelainan pada likuor
serebrospinalis, sebagian kecil diantaranya dengan kelainan
meningeal. Neurosifilis dibagi menjadi empat macam, yaitu :
neurosifilis asimtomatik, sifilis meningovaskular, sifilis
parenkim, dan guma. [1]
Sifilis meningovaskular penyakit ini mengenai serebrum dan
medula spinalis (meningo, menyebabkan fibrosis meningen dan
kerusakan saraf; vaskular, menyebabkan endarteritis dan
nekrosis sitemik). Nyeri kepala sering menjadi keluhan utama. [7]
Golongan sifilis parenkim yaitu tabes dorsalis dan demensia
paralitika. Tabes dorsalis timbul antaara 8-12 tahun setelah
infeksi pertama. Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa
tabes dorsalis, kerusakan terutama pada radiks posterior dan
funikulus dorsalis. [1]

13
Guma umumnya terdapat pada meninges, rupanya terjadi
akibat perluasan dari tulang tengkorak. Jika membesar akan
menyerang dan menekan parenkim otak. Keluhannya yaitu nyeri
kepala, mual, muntah dan dapat terjadi konvulsi gangguan visus.
[1]

C. Sifilis kongenital
Sifilis kongenital pada bayi terjadi jika ibunya terkena sifilis,
terutama sifilis dini sebab banyak T.Pallidum beredar dalam darah.
Treponema masuk secara hematogen ke janin melalui plasenta yang
sudah dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu. [1]
Sifilis pada ibu hamil dapat menyebabkan lahir mati dan abortus
spontan (40%), kematian perinatal (20%), dan infeksi neonatal berat
(20%) atau bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Data lain
menunjukkan bahwa sekitar 500.000 kehamilan akan mengalami
keguguran atau lahir mati dan 500.000 menjadi prematur akibat sifilis
kongenital dan BBLR akibat sifilis ibu hamil. [5]
Apabila penyakit ini mengenai ibu hamil, maka kuman dapat
ditularkan ke bayi melalui plasenta atau pada saat bersalin dan dapat
mengakibatkan keguguran, lahir mati, serta sifilis kongenital pada bayi.
[5]

Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang


kemudian menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi
abortus pada bulan kelima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan,
berikutnya janin dengan sifilis kongenital akan meninggal dalam
beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup dengan
sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir bayi yang sehat. Keadaan ini
disebut hukum Kossowitz. [1]
Tidak semua bayi akan tertular, oleh karena itu makin awal terjadi
infeksi, risiko penularan ke bayi akan semakin tinggi. Pada perempuan
yang telah menderita sifilis dalam beberapa tahun, hampir separuhnya
dapat berpengaruh pada kehamilannya. Dari angka tersebut, separuhnya

14
dapat berakibat lahir mati termasuk keguguran dan separuhnya lagi
berakibat kematian perinatal atau kongenital sifilis dan BBLR. [5]
1. Sifilis kongenital dini
Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir
adalah bulla bergerombol, simetris pada telapak tangan dan
kaki. Bentuk ini biasanya disebut dengan pemfigus sifilitika.
Kelainan lain biasnya timbul pada waktu bayi berumur
beberapa minggu dan mirip erupsi pada stadium II.
Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat
badan sehingga kulit berkeriput. Alopesia juga dapat terjadi
pada sisi belakang kepala. Kuku dapat terlepas akibat papul
dibawahnya disebut onikia sifilitika.
Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat
plaque muqueuses seperti pada stadium II. Kelainan ini sering
terjadi pada daerah mukoperiosteum dalam cavum nasiyang
menyebabkan rinitis disebut syphiliyic snuffles. [1]
2. Sifilis kongenital lanjut
Umumnya terjadi antara umur 7-15 tahun. Guma dapat
menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan organ dalam. Yang
khas ialah guma pada hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan
di septum nasi akan terjadi perforasi.
Keratitis interstisial merupakan gejala yang paling umum,
biasanya terjadi antara umur 3-30 tahun dan dapat meyebabkan
kebutaan.
Pada kedua sendi lutut dapat terjadi pembengkakan yang
nyeri disertai efusi dan disebut cluttons joints. Kelainan
tersebut terjadi biasanya antara umur 10-20 tahun, dan bersifat
kronik. [1]
D. Stigmata
1. Stigmata pada lesi dini
a. Fasies

15
Akibat rinitis yang parah dan terus menerus pada bayi,
akan menyebabkan gangguan pertumbuhan septum nasi dan
tulang lain pada cavum nasi, kemudian terjadi depresi pada
jembatan hidung yang disebut Saddle nose.
b. Gigi
Gigi hutchinson merupakan kelainan yang khas, hanya
terdapat pada gigi insisi permanen. Gigi tersebut lebih kecil
daripada normal, sisi gigi konveks, sedangkan daerah untuk
menggigit konkaf. Kelainan paling khas adalah gigi molar
pertama bagian bawah, disebut dengan Moons molar.
c. Kuku
Onikia akan merusak dasar kuku dan meninggalkan
kelainan yang permanen , kelainan ini tidak khas.
2. Stigmata pada lesi lanjut
a. Sikatriks gumatosa
Guma pada kulit meninggalkan sikatriks yang hipertrofi
seperti kertas perkamen. Pada palatum dan septi nasi
meninggalkan perforasi.
b. Tulang
Osteopororis gumatosa menyebabkan delormitas sebagai
sabre tibia. Nodus periosteal yang menyembuh sering memberi
prominen yang abnormal.
c. Trias hutchinson
Trias hutchinson ialah sindrom yang terjadi atas keratitis
interstisialis, gigi hutchinson, dan kelainan nervus VII. [1]

Gambar 8. Lesi mukokutaneus pada sifilis kongenital [4]

16
2.6 Pemeriksaan penunjang
A. Tes serologis sifilis
Secara umum, tes serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu:
1. Tes non-treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma
Reagin) dan VDRL. Tes serologis yang termasuk dalam kelompok
ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap
bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi ini dapat
timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Namun antibodi ini
juga dapat timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut
(misalnya: infeksi virus akut) dan penyakit kronis (misalnya:
penyakit otoimun kronis). Oleh karena itu, tes ini bersifat non-
spesifik, dan bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes non-spesifik
dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif,
serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh
lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering
dipakai untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil
reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik treponema, untuk
menghemat biaya. [4]
2. Tes spesifik treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema
Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema
Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle
Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody
Absorption). Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini
mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap treponema. Oleh
karena itu, tes ini jarang memberikan hasil positif palsu.Tes ini dapat
menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi
sifilis telah berhasil .Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk
membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi
secara adekuat.Tes treponemal hanya menunjukkan bahwa seseorang

17
pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan
apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif.Tes ini juga tidak
dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi treponema
lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan
riwayat perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya
dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding. [4]
Kedua tes serologi, treponema dan non-treponema, dibutuhkan
untuk diagnosis dan tatalaksana pasien sifilis oleh petugas kesehatan.
Hasil tes treponema memastikan bahwa pasien pernah terinfeksi
sifilis, sedangkan hasil tes non-treponema menunjukkan aktivitas
penyakit. [4]
B. Pemeriksaan T.Pallidum
Cara pemeriksaan adalah dengan mengambil serum dari lesi
kukit dan diliat bentuk serta pergerakannya dengan mikroskop
lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut. Bila
negatif, bukan selalu diagnosisnya bukan sifilis, mungkin
kumannya terlalu sedikit. Treponema tampak berwarna putih pada
latar belakang gelap. Pergerakannya memutar terhadap sumbunya,
bergerak secara perlahan-lahan. [1]
C. Tes Cepat Sifilis (Rapid test Syphilis)
Akhir-akhir ini, telah tersedia rapid test untuk sifilis yaitu
(Treponema Pallidum Rapid). Penggunaan rapid test ini sangat
mudah dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat
(10-15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau TPPA,
sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85% sampai 98%, dan
spesifisitasnya berkisar antara 93% sampai 98%. Rapid test sifilis
yang tersedia saat ini TP Rapid termasuk kategori spesifik
treponema yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap berbagai
spesies treponema (tidak selalu T pallidum), sehingga tidak dapat
digunakan membedakan infeksi aktif dari infeksi yang telah
diterapi dengan baik. TP Rapid hanya menunjukkan bahwa

18
seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat
menunjukkan seseorang sedang mengalami infeksi aktif. TP Rapid
dapat digunakan hanya sebagai pengganti pemeriksaan TPHA,
dalam rangkaian pemeriksaan bersama dengan RPR. Penggunaan
TP Rapid tetap harus didahului dengan pemeriksaan RPR. Jika
hasil tes positif, harus dilanjutkan dengan memeriksa titer RPR,
untuk diagnosis dan menentukan pengobatan. Pemakaian TP
Rapid dapat menghemat waktu, namun harganya jauh lebih mahal
dibandingkan dengan TPHA. Bagi daerah yang masih mempunyai
TPHA konvensional/bukan rapid masih bisa digunakan. [4]
D. Pemeriksaan histopatologi
Kelaian yang utama pada sifilis adalah proliferasi sel-sel
endotel terutama terdiri atas ingiltrat perivaskular tersusun oleh sel-
sel limfoid dan sel-sel plasma. Pada stadium II dan III juga terdapat
inifiltrat granulomatosa terdiri atas epiteloid dan sel-sel raksasa. [1]

2.7 Diagnosis
1. Anamnesis :
Adanya riwayat kontak hubungan seksual atau senggama dengan
pasien
Adanya gejala gejala sistemik seperti demam, sakit kepala dan
nyeri sendi , ini umumnya terjadi pada sifilis sekunder.
Adanya keluhan tanda-tanda kelainan pada kulit (UKK), genitalia,
rambut dan alat lainnya [3]
2. Pemeriksaan fisik :
Pada sifilis primer bentuk kelainan berupa erosi yang selanjutnya
menjadi ulkus durum yang tunggal, keras, bulat atau lonjong,
bersih, tidak nyeri, kemudian dapat atau tidak disertai
pembengkakan kelenjar getah bening regional serta tidak sakit.

19
Pada sifilis sekunder bentuk kelainan berupa roseola, papulo
skuamosa, kondiloma lata, pustula, sifilis bentuk varisela atau
bentuk plak mukosa.
Pada sifilis tersier bersifat destruktif berupa guma dan nodus dikulit
ataupun alat alat dalam dan kardiovaskuler serta neurosifilis [3]
3. Pemeriksaan penunjang :
Sebagai pembantu untuk mendiagnosis sifilis dilakukan
beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu :
Pemeriksaan T.pallidum
Pemeriksaan serologis (treponema dan nontreponema)
Pemeriksaan histopatologi
Tes Cepat Sifilis (Rapid test Syphilis)

2.8 Diagnosis banding


Dasar diagnosis S I sebagai berikut :
Pada anamnesis dapat diketahui masa inkubasi; gejala konstitusi tidak
terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada rasa nyeri. Pada afek
primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar,
bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan
dapat nyeri jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar,
indolen, tidak berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes
serologik setelah beberapa minggu bereaksi positif lemah. [1]
1. Herpes simpleks
Penyakit ini residif dapat disertai rasa gatal dan nyeri, lesi berupa
vesikel di alas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah
tampak kelompok erosi, sering berkonfluensi dan polisiklik, tidak
terdapat indurasi. [1]

20
[4]
Gambar 9. Herpes simpleks

2. Ulkus piogenik
Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik.
Ulkus tampak kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi.
Jika terdapat limfadenitis regional disertai tanda-tanda radang akut
dapat terjadi supurasi yang serentak, dan terdapat leukositosis pada
pemeriksaan darah tepi. [1]

[9]
Gambar 10. Ulkus piogenik

3. Limfogranuloma venereum (L.G.V.)


Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul,
vesikel, pustul, ulkus, dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah
limfadenitis regional, disertai tanda-tanda radang akut, supurasi tidak
serentak, terdapat periadenitis. L.G.V. disertai gejala konstitusi:
demam, malese, dan artralgia. [1]

[7]
Gambar 11. Limfogranuloma venereum

4. Ulkus mole
Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari satu, disertai tanda-tanda
radang akut, terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus Ducreyi

21
positif. Jika terjadi limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda radang
akut, terjadi supurasi serentak. [1]

[5]
Gambar 12. Ulkus mole

Diagnosis banding S II :
S II timbul enam sampai delapan minggu sesudah S I. Seperti telah
dijelaskan, S II ini dapat menyerupai berbagai penyakit kulit. Untuk
membedakannya dengan penyakit lain ada beberapa pegangan. Pada
anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita luka di alat
genital (S I) yang tidak nyeri. [1]
Klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S
II dini kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/kaki jugs
dikenai. Pada S II lambat terdapat kelainan setempat, berkelompok, dapat
tersusun menurut susunan tertentu, misalnya: arsinar, polisiklik,
korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata. Tes serologik
positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut. [1]
Seperti telah diterangkan, sifilis dapat menyerupai berbagai
penyakit karena itu diagnosis bandingnya sangat banyak, tetapi hanya
sebagian yang akan diuraikan.
1. Erupsi obat alergi
Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat
yang dapat disertai demam. Kelainan kulit bermacam-macam, di
antaranya berbentuk eritema sehingga mirip roseala pada S II.
Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya tidak gatal. [1]

22
[4]
Gambar 12. Erupsi obat alergi

2. Morbili
Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedannya:
pada morbili disertai gejala konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar
getah bening tidak membesar. [1]

[5]
Gambar 13. Morbili

3. Pitiriasis rosea
Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir
dengan skuama halus, berbentuk lonjong, lentikular, susunannya
sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit ini tidak disertai limfadenitis
generalisata seperti pada S II. [1]

[5]
Gambar 14. Pitiriasis Rosea

2.9 Penatalaksanaan

23
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga
diobati, dan selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama.
Pengobatan dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin baik. Pada
sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses lebih lanjut. [1]
1. Penisilin
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat
menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat
menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan
kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut harus
bertahan dalam serum selama sepuluh sampai empat betas hari untuk
sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hari untuk neurosifilis dan sifilis
kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih
dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat
berkembang biak. [1]
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat
jam, jadi bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat
(PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan dalam
serum 2-3 minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan secara intramuskular, derivat
penisilin per-oral tidak dianjurkan karena absorbsi oleh saluran cerna
kurang dibandingkan dengan suntikan. [1]
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja
masing-masing, yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap
tiga hari dan yang ketiga biasanya setiap minggu. [1]
2. Penisilin G benzatin
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat
dalam serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita

24
tidak perlu disuntik setiap hari seperti pada pemberian penisilin G
prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan, yakni tidak
dianjurkan untuk neurosifilis karens sukar masuk ke dalam darah di
otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua.
Karena penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan,
ada penyelidik yang tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi.
Demikian pule PAM memberi rasa nyeri pada tempat suntikan dan
dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini
jarang digunakan. [1]
Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan
penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan
interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah
penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari, diberikan 3-4
juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari. [1]
Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain
dalam akua 100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan
50.000 unit/kg B.B., i.m. setiap hari selama 10 hari. [1]

Pengobatan sifilis stadium primer dan sekunder [11] :

Pengobatan sifilis laten dini dan laten lanjut [11] :

25
Pengobatan sifilis stadium tersier [11] :

Pengobatan sifilis kongenital [11] :

3. Reaksi Jarish-Herxheimer
Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish-
Herxheimer. Sebab yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui,
mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas akibat toksin yang
dikeluarkan oleh banyak T. palliidum yang mati. Dijumpai sebanyak
50-80% pada sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam
sampai dua belas jam pada suntikan penisilin yang pertama. Gejalanya
dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya hanya ringan
berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi,
nyeri kepala, artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan pada
muka. Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak karena edema
dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan menghilang

26
setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan penderita pada
S I. [1]
Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita,
misalnya: edema glotis pada penderita dengan gums di laring,
penyempitan arteria koronaria pada muaranya karena edema dan
infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur
aneurisms atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang
disebabkan oleh terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat
penyembuhan yang cepat. [1]
Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid,
contohnya dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga
dapat digunakan sebagai pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut,
terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua sampai tiga hari
sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari
kemudian. [1]

4. Antibiotik lain
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat
digunakan sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif
penisilin. Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x
500 mg/hari, atau eritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100
mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi
stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan.
Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni 90-
100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Pada penelitian terbaru
didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin yang diberikan sebagai
terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan perbaikan. Obat
yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg
sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal
i.m. atau i.v selama 15 hari. [1]

27
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama
dinegara yang sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.10
Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10
hari. Menurut laporan Verdun dkk penyembuhannya mencapai 84,4%.
tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk.,
penyembuhannya mencapai 84,4%. [1]

5. Sifilis dini pada wanita hamil


Rekomendasi WHO tentang pengobatan sifilis dini pada kehamilan
adalah sebagai berikut:
Benzathine penicillin G 2,4 juta unit sekali secara intramuskular
lebih disukai daripada penisilin prokain G 1,2 juta unit secara
intramuskular sekali sehari selama 10 hari. [9]
Bila penisilin benzathine atau procaine tidak dapat digunakan
(misalnya, karena alergi penisilin bila desensitisasi penisilin tidak
mungkin dilakukan) atau tidak tersedia (misalnya karena stok habis),
panduan menyarankan menggunakan dengan hati-hati, eritromisin 500
mg per oral 4 kali setiap hari selama 14 hari atau ceftriaxone 1g
intramuskular sekali sehari selama 10-14 hari atau azitromisin 2g
sekali secara oral. [9]
Eritromisin dan azitromisin tidak melewati penghalang plasenta
sepenuhnya, sehingga janin tidak menerima pengobatan. Oleh karena
itu perlu untuk merawat bayi baru lahir segera setelah melahirkan.
Doxycycline tidak boleh digunakan pada wanita hamil. [9]

6. Sifilis pada Bayi


Rekomendasi WHO tentang pengobatan sifilis pada bayi adalah
sebagai berikut:

28
Penisilin benzil atau penisilin prokain dianjurkan pada bayi dengan
sifilis bawaan yang telah dikonfirmasi atau bayi yang sehat secara
klinis namun ibunya memiliki sifilis yang tidak diobati, sifilis yang
tidak diobati secara memadai (termasuk pengobatan dalam 30 hari
setelah persalinan), atau sifilis yang diobati dengan rejimen non-
penisilin. [9]
Penisilin benzil 100.000-150.000 U/kg/hari diberikan secara
intravena selama 10-15 hari. Procaine penisilin 50.000 U/kg/hari
sebagai dosis tunggal diberikan secara intramuskular selama 10-15
hari [9]

2.10 Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi
lebih baik. Untuk menentukan penyembuhan mikrobiologik, yang berarti
bahwa semua T.Pallidum di badan terbunuh tidaklah mungkin.
Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup, tidak menular ke orang
lain. Jika sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh,
5% akan mendapat stadium 3, 10% mengalami sifilis kardiovaskular,
neurosifilis pada pria 9% dan pada wanita 5%, sekitar 23% akan meninggal.
[1]

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hubungan seksual dapat menularkan berbagai macam penyakit,
salah satunya yaitu sifilis. Selain itu sifilis dapat ditularkan secara vertikal
dari ibu ke janin, melalui transfusi darah, alat kesehatan yang
terkontaminasi dan lainnya.
Sifilis memiliki tiga stadium yaitu stadium primer, skunder dan
tersier. Diantara ketiga stadium tersebut terdapat stadium laten dimana tidak
menimbulkan gejala klinis namun pada pemeriksaan laboratorium
menunjukan hasil positif. Penegakan diagnosis sifilis dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang pada sifilis berupa pemeriksaan :
pemeriksaan T.pallidum, pemeriksaan serologis (treponema dan
nontreponema), pemeriksaan histopatologi dan tes cepat sifilis (Rapid test
Syphilis).
Pemberian antibiotik untuk pengobatan berdasarkan stadium sifilis.
Antibiotik yang digunakan adalah antibiotik golongan penisilin, namun pada

30
pasien dengan alergi penisilin dapat menggunakan antibiotik golongan lain
sebagai alternatif.
Jika sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh,
5% akan mendapat stadium 3, 10% mengalami sifilis kardiovaskular,
neurosifilis pada pria 9% dan pada wanita 5%, sekitar 23% akan meninggal

3.2 Saran
Penting untuk mengetahui cara mendiagnosa pasien Sifilis dengan
tepat dengan cara mengenali tanda dan gejala awal yang ditimbulkan
sehingga dengan demikian penanganan dapat diatasi dengan cepat dan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
FKUI 2015
2. Suryani Amalia, Sibero Tarigan. Syphilis. 1Medical Faculty of Lampung
University, 2Dermatovenerologist Division of Abdoel Moeloek Hospital.
Journal Majority. Volume 3, Nomor 7. [Accessed29July2017]. From
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23614255>. 2014
3. Elfrida, Elvinawati. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan
Pemeriksaan Serologi. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang. Vol.3. [Accessed29July2017].
From<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23614255>. 2014
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tatalaksana sifilis
untuk pengendalian sifilis di layanan kesehatan dasar. Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. 2013
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasioanal
Penanganan Infeksi Menular Seksual. Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. 2015
6. Murtiastutik dwi, et al. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 2.
Surabaya : Universitas Airlangga. 2009
7. Rubenstein david, et al. Kedokteran klinis. Lecture notes. Edisi keenam.
Penerbit : Erlangga. 2007
8. Linda J, et al. Sistem reproduksi. At a glance medicine. Edisi kedua.
Penerbit : Erlangga. 2010

31
9. Chandrasekar PH. Syphilis. Department of Internal Medicine, Wayne State
University School of Medicine. [Accessed 5 agustus 2017].
From<http://emedicine.medscape.com/article/229461-overview> 2017
10. Waseem muhammad. Pediatric Syphilis. Departments of Emergency
Medicine and Pediatrics, St George's University School of Medicine,
Grenada.
[Accessed5agustus2017].From<http://emedicine.medscape.com/article/2294
61-overview> 2015
11. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Sexually Transmitted
Diseases Treatment Guidelines. Recommendations and Reports / Vol. 64 /
No. 3. U.S. Department of Health and Human Services.
[Accessed15agustus2017]. From : <https://www.cdc.gov/std/tg2015/tg-
2015-print.pdf> 2015

REFERAT Agustus, 2017

SIFILIS

Disusun Oleh:

Nama : Nurul Fitriani


NIM : N 111 17 082

32
PEMBIMBING KLINIK
Dr. Diany Nurdin.,Sp.KK.,M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017

33

Anda mungkin juga menyukai