Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS SEPTEMBER 2018

“DIARE PADA ANAK”

IN

Disusun Oleh :
Nurul Fitriani
N111 17 082

Pembimbing :
dr. Indah P. Kiay Demak, M.Med.Ed

dr. Intje Norma

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Menurut WHO tahun 1998, diare adalah buang air besar encer atau
cair lebih dari tiga kali sehari.
Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-
oral, dengan air dan makanan yang merupakan penghantar untuk kerjadian
terbanyak. Adapun beberapa penyebab diare pada anak yaitu infeksi virus .
Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain
Rotavirus (sebanyak 40-60%), Norwalk virus, Adenovirus. Norwalk virus
dan Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada anak besar dan
dewasa, sedangkan Rotavirus sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun
terutama usia dibawah 2 tahun. Selain virus diare juga disebabkan oleh
bakteri, ada beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak yaitu
E.coli, Shigella, Campylobacter yeyuni, Salmonella sp, Yersinia dan Vibrio.
Untuk Parasit penyebab diare yaitu Entamoeba Histolytica, Giardia Lamblia
dan Crytosporidium. Selain itu, penyebab lain dari diare adalah Malabsorbsi
Karbohidrat/Lemak, Alergi susu atau makanan, keracunan dan
Imunodefisiensi.
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan
mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh
Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat
kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik
menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk.

2
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR
yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan
jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan
kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare
di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang
(CFR 1,74 %).2
Beberapa wilayah kerja Puskesmas Tipo merupakan daerah rawan
diare, mengingat pentingnya penanggulangan penyakit diare yang
merupakan salah satu program pencegahan penyakit menular maka program
pencegahan maupun tatalaksananya sangat penting untuk menanggulangi
angka kejadian penyakit ini. Diantara beberapa program yang ada di
Puskesmas Tipo, salah satu diantaranya adalah program pencegahan
penyakit diare. Dengan adanya program ini diharapkan dapat mencegah
terjadinya diare di wilayah kerja Puskesmas Tipo.4
Menurut data UPTD Puskesmas Tipo angka kejadian Diare
termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Tipo tahun 2017 yaitu
menempati urutan ke-sembilan, dengan jumlah kasus 347 kasus.

Tabel 1 Data 10 Penyakit Terbesar UPTD Urusan PuskesmasTipo


Tahun 2017

No Nama Penyakit Jumlah

1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut 2222

2 Hipertensi 1846

3 Gastritis (Maag) 1298

4 Penyakit Sistem Otot dan Jaringan 690


Pengikat

3
5 Alergi 686

6 Pneumonia 510

7 Penyakit Pulpa 419

8 Ginggivitasi dan Jaringan Periodental 366

9 Diare 347

10 Tonsilitis 292

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyaji memilih Diare


sebagai refleksi kasus karena insiden Diare masih cukup tinggi serta
mengetahui faktor-faktor lingkungan yang dapat menjadi pemicu timbulnya
Diare di wilayah kerja Puskesmas Tipo

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit diare dan beberapa faktor
resiko penyebarannya di wilayah kerja Puskesmas Tipo

4
BAB II

PERMASALAHAN

2.1 Menentukan Prioritas Masalah Menggunakan Rumus Hanlon Kuantitatif

Tabel 2.1 Prioritas masalah di puskesmas Tipo

No Masalaah Besar Kegawat Kemungkinan Nilai


kesehatan masalah
Daruratan Diatasi

1 ISPA 4 2 4 10

2 Hipertensi 3 4 4 11

3 Gastritis 4 3 1 8

5 Pneumonia 4 3 1 8

6 Tonsilitis 3 3 1 7

9 Diare 3 2 3 8

Dilihat dari table diatas masalah yang menjadi prioritas pada puskesmas Tipo
adalah ISPA, Hipertensi dan Diare

a. KRITERIA A : Besar masalah, dapat dilihat dari besarnya insidensi atau


prevalensi. Skor 1-10
Masalah Besar masalah Nilai
kesehatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

X (Diare) V 8

Y (ISPA) V 7

Z (Hipertensi) V 6

5
b. KRITERIA B :Kegawatan Masalah (SKOR 1-5)
Masalah Keganasan Tingkat Biaya yang Nilai
kesehatan urgency dikeluarkan

X (Diare) 2 4 4 10

Y (ISPA) 2 2 3 7

Z (Hipertensi) 2 3 4 9

c. KRITERIA C : Kemudahan dalam Penanggulangan

Sangat sulit Z Y X sangat mudah

1 2 3 4 5

d. KRITERIA D : PEARL factor


Masalah P E A R L Hasil
kesehatan perkalian

X 1 1 1 1 1 1

Y 1 1 1 1 1 1

Z 1 1 1 1 1 1

e. PENETAPAN NILAI
 DIARE
NPD : (A+B) C = (8+10) 4 = 18x4 =72
NPT : (A+B) CxD = (8+10) 4x1 = 18x4 =72

 ISPA
NPD : (A+B) C = (7+7) 3 = 14 x3 = 42
NPT : (A+B) CxD = (7+7) 3x1 = 14 x3 = 42

 HIPERTENSI
NPD : (A+B) C = (6+9) 2 = 15 x2 = 30

6
NPT : (A+B) CxD = (6+9) 2x1 = 15 x2 =30
f. KESIMPULAN
Masalah A B C NPD D NPT Prioritas
kesehatan (PEARL)

DIARE 8 10 4 72 1 72 1

ISPA 7 7 3 42 1 42 2

HIPERTENSI 6 9 2 30 1 30 3

Kesimpulan dari rumus hanlon ini yaitu prioritas masalah yang ada
dipuskesmas Tipo berdasarkan penyakit disimpulkan bahwa penyakit Diare
merupakan prioritas ke -1, ISPA merupakan prioritas ke-2 dan Hipertensi
prioritas ke-3.

7
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds.Salena
Tanggal pemeriksaan : 3 September 2018

II. ANAMNESIS
 Keluhan utama : BAB Cair
 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien anak usia 4 tahun datang bersama ibunya dengan keluhan BAB
cair sejak <lebih 1 minggu yang lalu. BAB cair dialami sebanyak 4kali
dalam sehari, berwarna kuning, berampas (+), berlendir (+), berbusa (-),
darah (-). Keluhan juga disertai dengan flu dan demam yang dirasakan 3 hari
setelah muncul gejala BAB cair. Pasien tidak mengalami mual dan muntah.
Buang air kecil lancar. Ibu pasien juga mengatakan bahwa anaknya terlihat
lemas dan sering merasa haus.

 Riwayat penyakit dahulu :


Pasien pernah berobat dengan keluhan yang sama
 Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
 Riwayat sosial-ekonomi :
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah. Ayah pasien
bekerja sebagai tukang kebun dan ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah
tangga.
 Riwayat imunisasi :
Pasien mendapatkan imunisasi dasar

8
 Riwayat sosial dan lingkungan :
1. Pasien tinggal bersama kedua orangtua, dan 1 adiknya.
2. Pasien makan 3 kali sehari. Menu makanan pasien yaitu nasi, kladi, ubi
bakar, lauk pauk, dan sayuran Ibu pasien mengatakan, pasien sering
makan makanan sembarangan dan makanan yang kotor seperti makanan
yg jatuh dilantai. Sebelum makan, pasien juga jarang mencuci
tangannya. Ibu pasien mengatakan, pasien hanya meminum ASI sampai
umur 2 bulan, setelah itu diganti dengan susu formula.
3. Tempat tinggal pasien adalah rumah beratap genteng, tidak memiliki
plavon, dengan lantai semen, yang terdiri dari 1 ruang tamu, satu ruang
keluarga yang tergabung dengan ruang tidur. Terdapat dapur dibagian
belakang, dan tidak ada kamar mandi. Pasien biasanya tidur bersama
bapak dan ibunya dengan sebuah kasur. Dapur berlantaikan kayu, dan
sehari-harinya pasien memasak dengan kayu bakar. Dapur tersebut
berukuran 2 meter x 1,5 meter. Kondisi rumah pasien terlihat sangat
kotor dan banyak sampah didalamnya.
4. Ibu pasien sehari-harinya memasak menggunakan kayu bakar, sabut
kelapa dan asapnya akan memenuhi seluruh dapur dan dapat memenuhi
seluruh ruangan rumah.
5. Pasien tidak memiliki WC, untuk mandi dan buang air pasien serta
keluarga biasanya pergi ke WC umum yg berada dekat dengan rumah
pasien atau ke sungai belakang rumah.
6. Untuk sumber air minum, biasanya ibu pasien mengambil air untuk
minum dan kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan mencuci dari
sungai.
7. Pasien sering bermain diluar dan didalam rumah tidak memakai celana

9
III. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum
Derajat sakit : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
Denyut nadi : 92 x/menit
Respirasi : 30 x/menit
Suhu badan : 37,2 0C
 Pemeriksaan Kepala - leher
Kepala : normocephal
Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
Telinga : deformitas (-/-)
Hidung : deformitas (-)
Mulut : bibir kering (+), sianosis bibir (-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
A. Toraks
Inspeksi : simetris, tarikan dinding dadang (-/-)
Palpasi : simetris bilateral
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi: vesikular (+/+), rhonki basal (-/-), wheezing (-/-)
B. Abdomen
Inspeksi : tampak datar, distensi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan meningkat
Perkusi : timpani 4 kuadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-)
C. Ekstremitas atas
Edema (-/-), akral hangat (+/+)
D. Ekstremitas bawah
Edema (-/-), akral hangat (+/+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

10
V. DIAGNOSIS
Diare Dengan Dehidrasi Ringan Sedang
VI. TERAPI
Medikamentosa :
- Oralit
- Zink 20mg 2x1 tab (selama 10 hari)
- Cotrimoksazole 3x1cth
- Paracetamol syr 3x1cth

Non medikamentosa
Edukasi :
- Istirahat yang cukup
- Banyak minum air putih
- Memberi makanan bergizi pada anak secara teratur untuk membantu
meningkatkan daya tahan tubuh
- Menganjurkan pasien untuk menjaga kebersihan rumah
- Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.
- .
- Menganjurkan pasien untuk cuci tangan sebelum dan setelah makan, serta
setelah BAB ataupun BAK menggunakan sabun.
- Pasien harus datang kontrol 3 hari berikutnya atau datang secepatnya jika
keluhan pasien semakin memberat.

VII. Identifikasi Masalah Pada Pasien


1. Bagaimana masalah Diare di Wilayah kerja Puskesmas Tipo?
2. Faktor resiko apa saja yang mempengaruhi masalah Diare di Wilayah
kerja Puskesmas Tipo ?

11
BAB III

PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor -


faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu :
1. Faktor genetik (keturunan)
2. Perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat
3. Faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik)
4. Faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya).1,4
Namun yang paling berperan dalam terjadinya Diare adalah faktor perilaku,
lingkungan serta pelayanan kesehatan.
1. Faktor Perilaku
Faktor perilaku yang dapat diambil dari kasus ini adalah pasien yang
kurang menjaga kebersihan, dimana pasien sering memakan sesuatu
sembarangan dan sering memakan makanan yang sudah jatuh dilantai.
Kemudian perilaku pasien juga yang jarang mencuci tangannya baik sebelum
makan ataupun setelah BAB dan BAK. Pasien juga sering bermain diluar
maupun dalam rumah tidak memakai celana. Kemudian, perilaku keluarga
yang jarang membersihkan rumah, sehingga rumah pasien tampak sangat
kotor dan sampah berserakan dilantai. Dari pemaparan ibunya, pasien tidak
mendapatkan ASI eksklusif saat bayi. Pasien hanya mendapatkan ASI sampai
berumur 2 bulan. Setelah itu pasien hanya diberikan susu formula.
Faktor pendidikan Ayah dan ibu pasien juga berperan, dimana ayah dan
ibu pasien berpendidikan rendah sehingga memiliki pengetahuan yang rendah
terutama mengenai perilaku hidup yang bersih dan sehat. Akibatnya, keluarga
pasien kurang memiliki kesadaran untuk berperilaku yang bersih dan sehat
dirumah sehingga memudahkan untuk terjadinya penyakit infeksi

12
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan air susu hasil sekresi dari payudara
setelah ibu melahirkan. ASI merupakan makanan yang fleksibel dan mudah
didapat, siap diminum tanpa persiapan khusus dengan temperatur yang sesuai
dengan bayi, susunya bebas dari kontaminasi bakteri sehingga mengurangi
resiko gangguan gastrointestinal. Selain itu, ASI memiliki kandungan zat gizi
yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi yang tidak dimiliki oleh
susu lainnya seperti kolostrum. Kolostrum adalah cairan yang disekresikan
oleh payudara di hari-hari pertama kelahiran bayi, kolostrum lebih kental
berwarna kekuning-kuningan. Kolostrum juga mengandung zat gizi yang pas
untuk bayi antara lain protein 8,5%, lemak 2,5% , karbohidrat 3,5%, garam
dan mineral 0,4%, air 85,1% dan imunoglobulin serta kandungan
imunoglobulin lebih tinggi jika dibandingkan dengan ASI matur.8
Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah
ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan,
tanpa menambahkan dan/ atau mengganti dengan makanan atau minuman
lain kecuali vitamin, oralit dan obat. ASI dapat mencukupi seluruh atau
sekurang kurangnya 80% nutrisi yang diperlukan oleh bayi terlebih saat enam
bulan pertama. Namun, setelah usia 6 bulan dan sejalan dengan bertambahnya
usia bayi, kebutuhan nutrisi tidak cukup dari ASI saja, terlebih keterampilan
makan (Oromotor skills) terus berkembang dan bayi akan memperlihatkan
minat akan makanan selain dalam bentuk ASI. Dimulainya pemberian
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dilakukan secara bertahap jenis,
frekuensi, jumlah, konsistensi hingga anak dapat mengkonsumsi makanan
keluarga. Masa peralihan dari ASI ke MP-ASI disebut sebagai masa
penyapihan (weaning), hal ini bermanfaat bagi pemenuhan nutrisi tumbuh
kembang anak.8
Sekresi kolostrum hanya berlangsung sekitar 5 hari, diakibatkan oleh
hilangnya estrogen dan progesteron oleh plasenta yang tiba-tiba
menyebabkan laktogenik prolaktin memegang peranan dalam memproduksi
air susu. Kemudian, kelenjar payudara mulai progresif menyekresikan air
susu dalam jumlah yang besar. ASI masa transisi terjadi pada hari ke-4

13
sampai hari ke-10, dimana pengeluaran ASI oleh payudara sudah mulai stabil.
Pada masa ini, terjadi peningkatan hidrat arang dan volume ASI, serta adanya
penurunan komposisi protein. ASI matur disekresi dari hari ke-10 sampai
seterusnya. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi
jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi. Komponen laktosa
(karbohidrat) adalah kandungan utama dalam ASI sebagai sumber energi
untuk otak. Konsentrasi laktosa pada air susu manusia kira-kira 50% lebih
banyak jika dibandingkan dengan kadar laktosa dalam susu sapi.8

2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan pertama yang dapat diambil dari kasus ini adalah
keadaan rumah yang belum sesuai dengan kriteria rumah sehat. Rumah
tersebut tidak memiliki ventilasi yang baik sehingga sirkulasi dalam rumah
tidak baik.
Faktor lingkungan kedua yang dapat diambil dari kasus ini adalah
keadaan ekonomi keluarga yang tergolong menengah kebawah sehingga pola
makan keluarga tidak mencapai 4 sehat 5 sempurna. Terutama pasien yang
hanya mendapatkan susu formula sejak usia 2 bulan karena susu tersebut
harganya murah dan sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga.
Menurut Depkes RI (2002), ada beberapa prinsip standar rumah sehat.
Prinsip ini dapat dibedakan atas dua bagian :
1) Yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan, terdiri atas :
a. Perlindungan terhadap penyakit menular, melalui pengadaan air
minum, sistem sanitasi, pembuangan sampah, saluran air, kebersihan
personal dan domestik, penyiapan makanan yang aman dengan
struktur rumah yang aman dengan memberi perlindungan.
b. Perlindungan terhadap trauma/benturan, keracunan dan penyakit
kronis dengan memberikan perhatian pada struktur rumah, polusi
udara rumah, keamanan dari bahaya kimia dan perhatian pada
penggunaan rumah sebagai tempat bekerja.

14
c. Stress psikologi dan sosial melalui ruang yang adekuat, mengurangi
privasi, nyaman, memberi rasa aman pada individu, keluarga dan
akses pada rekreasi dan sarana komunitas pada perlindungan
terhadap bunyi.
2) Berkaitan dengan kegiatan melindungi dan meningkatkan kesehatan
terdiri atas :
a. Informasi dan nasehat tentang rumah sehat dilakukan oleh petugas
kesehatan umumnya dan kelompok masyarakat melalui berbagai
saluran media dan kampanye.
b. Kebijakan sosial ekonomi yang berkaitan dengan perumahan harus
mendukung penggunaan tanah dan sumber daya perumahan untuk
memaksimalkan aspek fisik, mental dan sosial.
c. Pembangunan sosial ekonomi yang berkaitan dengan perumahan
dan hunian harus didasarkan pada proses perencanaan, formulasi dan
pelaksanaan kebijakan publik dan pemberian pelayanan dengan
kerjasama intersektoral dalam manajemen dan perencanaan
pembangunan, perencanaan perkotaan dan penggunaan tanah,
standar rumah, dan konstruksi rumah, pengadaan pelayanan bagi
masyarakat dan monitoring serta analisis situasi secara terus
menerus.
d. Pendidikan pada masyarakat profesional, petugas kesehatan,
perencanaan dan penentuan kebijakan akan pengadaan dan
penggunaan rumah sebagai sarana peningkatan kesehatan.
e. Keikutsertaan masyarakat dalam berbagai tingkat melalui kgiatan
mandiri diantara keluarga dan perkampungan.9
Menurut Depkes RI (2002), indikator rumah yang dinilai adalah
komponen rumah yang terdiri dari : langit-langit, dinding, lantai, jendela
kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, dapur dan
pencahayaan dan aspek perilaku. Aspek perilaku penghuni adalah pembukaan
jendela kamar tidur, pembukaan jendela ruang keluarga, pembersihan rumah
dan halaman.9

15
3. Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan yang dapat diambil dari kasus ini adalah
masih kurangnya sosialisasi mengenai penyakit Diare di Desa Salena.
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat
menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap
penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok masyarakat yang
memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh
lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga
kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk
mendatangi fasilitas dalam memperoleh perlayanan serta program pelayanan
kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
memerlukan.9

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Angka kejadian Diare di wilayah kerja Puskesmas Tipo masih cukup
tinggi sebagai peringkat ke-sembilan dari sepuluh penyakit terbanyak, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko yaitu :
1. Perilaku masyarakat yang masih kurang terhadap kebersihan diri dan
lingkungannya.
2. Lingkungan fisik (perumahan), ekonomi (pembiayaan) maupun sosial
(kondisi masyarakat sekitar pasien) yang masih kurang guna mendukung
pencapaian kondisi sehat dari masyarakat.
3. Pelayanan kesehatan yang belum maksimal dan kurang menjangkau
masyarakat akan terpenuhinya kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
merubah pola pikir serta perilakunya dalam hal kesehatan pribadinya
maupun keluarganya.

B. Saran
Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit Diare dapat dilaksanakan
dengan mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit (five level
prevention), sebagai berikut :
1. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan dalam mencegah terjadinya Diare dapat dilakukan
dengan cara :
a. Meningkatkan penyuluhan mengenai kebutuhan nutrisi anak
terutama pemberian ASI eksklusif.
b. Meningkatkan penyuluhan mengenai tumbuh kembang anak.
c. Meningkatkan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat.

17
d. Meningkatkan penyuluhan mengenai Diare

2. Perlindungan khusus
Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya penyakit Diare dapat
dilakukan dengan cara :
a. Perbaikan status gizi perorangan / masyarakat seperti mengkonsumsi
bahan makanan yang mengandung zat gizi seimbang.
b. Pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang baru lahir.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera
Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit yang lebih berat. Upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Penatalaksanaan yang tepat pada puskesmas melalui MTBS
4. Pambatasan Cacat
Pembatasan cacat merupakan pencegahan untuk terjadinya kecatatan atau
kematian akibat kasus Diare. Adapun upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Melakukan pengobatan dan perawatan sesuai pedoman sehingga
penderita sembuh dan tidak terjadi komplikasi.
b. Meningkatkan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
memungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
5. Rehabilitasi
Rehabilitasi dalam mencegah Diare dapat dilakukan dengan cara :
a. Pemberantasan, seperti :
- Penyuluhan kesehatan, terutama kepada ibu-ibu.
- Pengobatan dan perawatan kasus dengan tepat.
- Mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas


Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : IDI. 2014.
2. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.
3. Puskesmas Tipo. Profil Kesehatan Puskesmas Tipo. Palu : Puskesmas Tipo.
2016.
4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Buku
Saku Petugas Kesehatan – Lintas Diare. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
2011.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Edisi II. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.

19
LAMPIRAN

Rumah pasien tampak depan

Ruang tamu

20
Dapur pasien

21
Ruang keluargaa

Gambar 7. Kamar tidur pasien

22
Gambar 8. Wawancara bersama pasien

23

Anda mungkin juga menyukai