UNIVERSITAS TADULAKO
Disusun Oleh :
NURUL FITRIANI
N 111 17 082
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
mengenai jaringan keras dan jaringan lunak oral, struktur kelenjar, relasi
amalgam ataupun benda asing lain yang terletak di area intraoral maupun
yang diakui dengan nama dan divisi yang berbeda oleh sekitar 40 negara di
2
adanya kelainan-kelainan yang tidak tampak menjadi dapat diketahui secara
kelainan pada bentuk wajah yang menyebabkan gangguan estetik pada wajah
kecacatan. 2
lokasi obyek secara radiografis dapat terjadi tidak tepatnya gambaran lokasi
obyek, karena terbatasnya gambaran yang diperoleh dari foto dua dimensi,
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 ANATOMI MAKSILOFASIAL
trigeminus yang juga merupakan saraf sensoris untuk mulut, gig i, rongga
hidung dan sinus paranasalis. Saraf sensoris wajah te rdiri atas nervus
Saraf ini terbagi atas lima cabang terminal yaitu ramus temporalis, ramus
utama yaitu arteri fasialis dan arteri temporalis superfisial. Arteri fasialis
4
Otot-otot wajah berguna untuk ekspresi wajah, membuka/menutup
maksilofasial dan berensersio pada kulit. Otot-otot wajah terdiri dari ototr-
otot palpebra, otot-otot lubang hidung, otot-otot bibir dan pipi, dan otot-otot
mastikasi.
merupakan wajah bagian atas (upper face), dimana fraktur dapat terjadi
meliputi tulang frontal dan sinus frontalis. Bagian kedua merupakan wajah
tengah (midface), dibagi menjadi bagian atas dan bawah. Bagian atas
midface dimana terjadi fraktur Le Fort II dan Le Fort III dan atau fraktur
bawah yang lebih rendah, yaitu fraktur yang terjadi pada mandibula.
maksilofasial tersebut. 3
5
Gambar 1. Anatomi tulang maksilofasial. 3
6
Membentuk tonjolan pipi dan sebagian dinding lateral serta dasar
Kedua tulang maksila (maksila kiri dan kanan) merupakan bagian utama
dariwajah bagian tengah (mid face), membentuk rahang atas, pars anterior
tulang maksila kuat dan tebal di pilar lateralnya, sedangkan pada bagian
7
4. Tulang madibula (os mandibula)
lubang ini kelua, arteri, vena dan nervus alveolaris inferior. Pinggir
5. Os lacrimale
Merupakan tulang yang tipis dan tulang terkecil pem bentuk wajah.
8
6. Os palatinum
bagian dasar dan lateral rongga nasal. Bagian posterior palatum durum
8. Vomer
2.2 PENCITRAAN
9
b. Fluroskopi : menggunakan pancaran sinar-X yang berkesinambungan
pada pasien. Zat kontras yang paling banyak digunakan adalah barium sulfat
yang diionisasi, resiko alergi meningkat pada mereka dengan riwayat alergi,
10
bronkospasme, dan penyakit jantung yang pernah diderita sebelumnya, serta
11
c. Permintaan yang jelas kepada bagian radiologi, disertai rincian klinis
pada film paling sedikit, sehingga film yang dihasilkan tampak berwarna
12
2.6 RADIOGRAFI DIGITAL
komputer dan citra ditampilkan pada monitor. CT, MRI, dan Ultrasonografi
polos digital, film polos konvensional tidak akan digunakan lagi, sehingga
bagian radiologi tidak akan menggunakan film sama sekali (PACS, picture
13
Gambar 2. Radigrafi digital
14
untuk tulang yaitu penterapan maksimum pancaran sinar-X, hinga
Kegunaan :
dengan USG
Keuntungan :
15
d. Berlawanan dengan USG, citra diagnostik dpaat diperoleh dari
organ-organ abdomen.
Kerugian :
pemeriksaan
16
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Suatu gelombang frekuensi radio diberikan pada inti atom ini dan
Penggunaan :
17
c. Jantung : pencitraan dengan teknik gatting yang berhubungan
kondisi jantung
disekelilingnya.
Keuntungan :
dibandingkan CT
Kerugian :
18
d. Darah segar pada perdarahan baru tidak divisualisasi sebaik pada
CT
lama dibandingkan CT
f.
Kontraindikasi pada pasien dengan pacemaker, benda asing
19
2.7 PENCITRAAN DENTO-MAXILLOFACIAL
spesialisasi gigi yang diakui dengan nama dan divisi yang berbeda oleh
1. Pencitraan intra-oral
a. Radiografi Periapikal
20
A B
luas, difus pada gigi 2.2 dan area kecil pada gigi 2.1 (abses periapikal)
21
b. Bite-Wing
c. Oklusal
Teknik ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada rahang
atas maupun rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan
tersebut. 6
22
Gambar 8. Radigrafi oklusal
2. Pencitraan Ekstra-Oral
luas pada rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar
mulut. Teknik Radiografi Ekstra Oral yang paling umum dan paling
Panoramik. 5
a. Cephalometri/sefalometri
23
Dengan perkembangan ilmu, ruang lingkup radigrafi
Dentomaxillofacial complex.
ortodonsia.
24
7. Penderita di instruksikan melihat lurus kedepan, agar bidang
jaringan adenoid, lidah, hidunh, dan fasil merupakan bagian yang dapat
25
Gambar 9. Lateral cephalogram 8
26
Indikasi pemeriksaan cephalogram :
acromegaly
b. Radiografi Panoramik
adanya benih gigi. Bila benih gigi ada maka informasi yang bisa diperoleh
dari foto ini yaitu : letak benih, bentuk benih, ukuran benih, urutan erupsi
gigi dan pembentukan akar gigi. Selain itu dari foto ini juga dapat
27
beberapa gigi yang sering mengalami agenesi (tidak ada benih) misalnya
adanya gigi yang impaksi dan gigi kelebihan yang letaknya sangat
kondisi mandibula
yang lebih jelas, misalnya adanya karies atau resoprsi akar dapat
gambaran kondisi mandibula yang jelas. Cakupan yang lebih luas ini
lebih banyak. 7
28
Pada Teknik Radiografi Panoramik rahang atas maupun rahang
sebut Focal Trough. Semua obyek dalam Focal Trough terproyeksi secara
besar )
tumbuh-kembang)
29
h. Kondisi (kualitas dan kuantitas tulang rahang), termasuk perawatan
i. Implant
Periapikal Intra Oral. Jadi pencitraan ini tidak sama manfaatnya dengan
khususnya dalam daerah insisivus. Lebih jauh lagi, objek yang secara
klinis penting dapat terkesampingkan dari bidang fokus (image layer) dan
30
Gambar 12. Foto panoramik
31
Gambar 13. Foto panoramik
32
c. Cone Beam Computed Tomography (CBCT)
yang digunakan ketika sinar-X pada gigi atau wajah biasa tidak cukup.
dimensi (3-D) dari struktur gigi, jaringan lunak, jalur saraf dan tulang
logam, termasuk perhiasan, kacamata, gigi palsu dan jepit rambut, dapat
33
memengaruhi gambar CT dan harus ditinggalkan di rumah atau dilepas
bantu dengar dan perawatan gigi yang bisa dilepas. Wanita akan diminta
untuk melepas bra yang mengandung logam serta melepas tindikan, jika
memungkinkan. 5
struktur tulang wajah, rongga hidung dan sinus. Namun, cone beam CT
dengan CT konvensional. 5
Cara kerja dari alat ini adalah dengan cara gantry berputar di
34
Gambar 14. Mekanisme kerja CBCT
35
Keuntungan pemeriksaan Cone Beam CT :
dan jelas.
lebih tepat.
bersamaan.
36
Gambar 16. Primary dentition, only primary teeth are erupted and
permanent teeth folicles are visualized but unerupted
37
Gambar 17. Mixed dentition stage: a mixture of primary and permanent
teeth are erupted into the oral cavity, some permanent teeth follicles are
unerupted.
38
39
d. Computed tomography (CT)
40
CT karena pemeriksaan ini mahal dan mungkin memberikan dosis radiasi
lainnya, teknik yang memiliki resolusi kontras tinggi yang melekat dan
diputar di sekitar pasien dan tipis irisan (8 mm) dari pasien dipindai. Di
menit per irisan. Saat ini mesin CT tersedia memindai lebih dari 100 mm /
41
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
proton suatu partikel inti atom dengan muatan positif dalam medan
memiliki 1 proton dalam intinya dan 1 elektron pada orbitnya. Sinyal yang
membentuk citra MRI. Citra MRI menyerupai tomograf pada CT, namun
42
Jaringan dengan kandungan lemak tinggi pada sekuen T1-weighted
sekitarnya yang sehat. Nekrosis tumor dengan kandungan air yang tinggi
citra T1-weighted dan tampak isointense atau hyperintense pada citra T2-
weighted. Untuk memperjelas area tumor jaringan lunak pada citra MRI,
43
jaringan lunak, namun media kontras merupakan kontra indikasi bagi pasien yang
sudah tidak tampak pada area yang berdekatan dengan lokasi tumor
area tulang kortikal. Metastase dan perkembangan tumor pada area tulang
44
Gambar 20. Hasil pemeriksaan MRI pada metastase kanker oral
45
f. Ultrasonografi (USG
efek samping bagi pasien. Disamping itu, pemeriksaan USG pada rongga
terpengaruh oleh artefak metal yang berasal dari restorasi gigi.46 Namun
Indonesia. . 9
USG color atau power Doppler), lokasi, serta hubungan anatomis tumor
46
mukosa oral dengan struktur di sekitar tumor. Hasil pemeriksaan USG
pasien.
kedalaman atau ketebalan kanker pada lidah yang berkaitan dengan resiko
pada citra USG, tumor benigna berupa ameloblastoma pada tulang rahang
berupa fibrous dysplasia pada tulang rahang akan menunjukkan pola echo
ukuran lesi tanpa didukung oleh tanda-tanda lain tidak dapat digunakan
47
sebagai penentu adanya metastase. Nodus limfatikus yang mengalami
tinggi, meskipun frekuensi yang digunakan pada probe USG intraoral tetap
48
49
BAB III
PENUTUP
spesialisasi gigi yang diakui dengan nama dan divisi yang berbeda oleh
50
DAFTAR PUSTAKA
Series)
2. Indah, Asmara dkk. 2016. Sinusitis Sphenoid Jamur. Jurnal Telinga Hidung
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4444604/
North America
5. Paulsen, et all. 2013. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia Kepala, Leher dan
University.
North America
51