Anda di halaman 1dari 51

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL APRIL 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN REFARAT

UNIVERSITAS TADULAKO

PENCITRAAN ORAL DAN MAKSILOFASIAL

Disusun Oleh :

NURUL FITRIANI

N 111 17 082

Pembimbing :

drg. Moh. Gazali, Sp. BM

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dari sudut pandang radiodiagnostik, pencitran rongga mulut

merupakan area yang ‘penuh tantangan’ untuk diinterpretasikan. Interpretasi

radiografi kondisi patologi dalam rongga mulut memerlukan pengetahuan

mengenai jaringan keras dan jaringan lunak oral, struktur kelenjar, relasi

tulang, radioanatomi, patologi, serta pengetahuan mengenai alur penyebaran

penyakit di area oral dan maksilofasial. Citra rongga mulut seringkali

mengalami keterbatasan akibat superimposisi dengan artefak tumpatan

amalgam ataupun benda asing lain yang terletak di area intraoral maupun

ektraoral, superimposisi dengan gambaran mukosa pada sisi kontralateral 1

Pencitraan Dento-Maxillofacial merupakan salah satu spesialisasi gigi

yang diakui dengan nama dan divisi yang berbeda oleh sekitar 40 negara di

dunia. Teknik pencitraan ini termasuk, pencitraan intra-oral, pencitraan

panoramik gigi, pencitraan sefalometrik, sialografi, Cone Beam Computed

Tomography (CBCT), CT medis multislice, ultrasonografi (AS),dan

pencitraan resonansi magnetik (MRI). 1

Radiologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan

dengan pencitraan medis yang menggunakan mesin sinar-X dan perangkat

radiasi. Gambaran foto ronsen sangat penting terutama dalam mendeteksi

2
adanya kelainan-kelainan yang tidak tampak menjadi dapat diketahui secara

jelas, sehingga dapat membantu penegakan diagnosis. 2

Trauma dentoalveolar merupakan ancaman besar terhadap kesehatan

gigi melebihi karies dan penyakit periodontal. Pasien dengan trauma

maxillofacial yang disertai lesi intrakranial akut memiliki prognosis yang

buruk jika terlambat mendapatkan penanganan yang tepat, sebagian dari

pasien tersebut dapat berakhir pada kecacatan fungsional bahkan kematian. 2

Maksilofasial merupakan bagian yang penting bagi kehidupan

manusia. Maksilofasial dibentuk oleh tulang-tulang wajah atau tengkorak

bagian depan, sehingga apabila terjadi fraktur dapat mengakibatkan suatu

kelainan pada bentuk wajah yang menyebabkan gangguan estetik pada wajah

yang tidak jarang mengakibatkan deformitas berat dan meninggalkan

kecacatan. 2

Melalui pemeriksaan radiografik akan dapat diperoleh gambaran

radiografis suatu obyek secara tepat, sehingga dapat disusun rencana

perawatan yang tepat, dan resiko pengambilan jaringan serta timbulnya

trauma dapat dibatasi sekecil mungkin, sehingga komplikasi ataupun

kegagalan perawatan dapat dihindari. Dengan demikian waktu serta resiko

perawatan dapat dikurangi seminimal mungkin, sehingga hasil perawatan

yang dihasilkan lebih maksimal. Sebaliknya tanpa menggunakan metode

lokasi obyek secara radiografis dapat terjadi tidak tepatnya gambaran lokasi

obyek, karena terbatasnya gambaran yang diperoleh dari foto dua dimensi,

kesalahan diagnosis, dan penyusunan rencana perawatan yang tidak tepat. 3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 ANATOMI MAKSILOFASIAL

Maksilofasial merupakan bagian penting dari tubuh manusia karena

terdapat organ atau struktur penglihatan, penciuman, pengecapan,

pendengaran, perabaan, mastikasi dan onetik serta berbagai saraf kranial

yang menunjang kerja indra tersebut. 3

Kulit wajah dipersarafi oleh cabang-cabang ketiga divisi nervus

trigeminus yang juga merupakan saraf sensoris untuk mulut, gig i, rongga

hidung dan sinus paranasalis. Saraf sensoris wajah te rdiri atas nervus

optalmikus, nervus maksil aris dan nervus mandibularis. Nervus fasialis

merupakan saraf untuk mempersarafi semua otot-otot ekspresi wajah.

Nervus fasialis ber jalan kedepan di dalam substansi glandula parotidea.

Saraf ini terbagi atas lima cabang terminal yaitu ramus temporalis, ramus

zigomatikus, ramus buccalis, ramus mandibularis, ramus servikalis. 3

Wajah menerima pasokan darah yang banyak dari dua pembuluh

utama yaitu arteri fasialis dan arteri temporalis superfisial. Arteri fasialis

dipercabangkan dari arteri karotis eksterna. Arteri temporalis superfisial

bercabang menjadi arteri fasialis transversa. Vena fasialis menampung darah

dari cabang-cabang arteri fasialis. Bercabang menjadi vena fasialis

profunda, vena fasialis transversa dan vena maksilaris. 3

4
Otot-otot wajah berguna untuk ekspresi wajah, membuka/menutup

mulut, membuka/menutup mata dan lain-lain. Otot-otot wajah tertanam

didalam fasia superfisialis, dan hampir seluruhnya berorigo pada tulang

maksilofasial dan berensersio pada kulit. Otot-otot wajah terdiri dari ototr-

otot palpebra, otot-otot lubang hidung, otot-otot bibir dan pipi, dan otot-otot

mastikasi.

Regio Maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian, bagian pertama

merupakan wajah bagian atas (upper face), dimana fraktur dapat terjadi

meliputi tulang frontal dan sinus frontalis. Bagian kedua merupakan wajah

tengah (midface), dibagi menjadi bagian atas dan bawah. Bagian atas

midface dimana terjadi fraktur Le Fort II dan Le Fort III dan atau fraktur

tulang hidung, nasoethmoidal atau kompleks zygomaticomaxillary, dan

dasar orbita. Fraktur Le Fort I merupakan fraktur midface bagian bawah.

Sedangkan bagian ketiga dari regio maksilofasial adalah wajah bagian

bawah yang lebih rendah, yaitu fraktur yang terjadi pada mandibula.

Panfacial fracture merupakan fraktur yang melibatkan ketiga regio

maksilofasial tersebut. 3

5
Gambar 1. Anatomi tulang maksilofasial. 3

Tulang-tulang maksilofasial terdiri dari:

1. Tulang hidung (os nasale)

Merupakan tulang yang mudah patah, kedua tulang hidung membentuk

batang hidung. Ke atas dihubungkan dengan tulang frontal oleh sutura

frontonasalis, ke bawah berartikulasi dengan tulang maksila, kebelakang

melekat dengan perpendikuler dari tulang etmoid.

2. Tulang zigomatikus ( os zygomaticus)

6
Membentuk tonjolan pipi dan sebagian dinding lateral serta dasar

orbita.Tulang zigoma berhubungan antara tulang frontal, sfenoid dan

maksila,kemudian dihubungkan dengan temporal. Di medial bersendi

dengan maksila,di lateral dengan processus zygomaticus ossis temporalis

membentukarcuszygomaticus, arkus ini yang menentukan dimensi

anteroposterior dari tonjolan pipi.

3. Tulang maksila (os maxilaris)

Kedua tulang maksila (maksila kiri dan kanan) merupakan bagian utama

dariwajah bagian tengah (mid face), membentuk rahang atas, pars anterior

palatum durum, sebagian dinding lateral cavum nasi, dan sebagian

dasar orbita. Bersama palatum merupakan penyangga dari gigi atas.

Mempunyai rongga udara yang paling besar di bagian maksilofasial,

rongga berbentuk piramid yang dilapisi mukosa disebut sinus

maksilaris. Rongga ini berhubungandengan hidung dan berfungsi

sebagai resonator udara. Tempat keluarnya saraf infraorbitalis dan

pembuluh darah infraorbitalis. Bersama dengan tulang zigoma, frontal,

etmoid, sisi medial nasal membentuk rongga mata. Di posterior tulang

maksila bergabung dengan tonjolan pterigoid dari tulangsfenoid. Struktur

tulang maksila kuat dan tebal di pilar lateralnya, sedangkan pada bagian

tengah dan depan tipis (rata-rata hanya 0,5 mm).

7
4. Tulang madibula (os mandibula)

Terdiri dari kondilus, prosesus koronoideus, ramus, angulus dan korpus

yang bergabung menjadi simfisis mandibula. Korpus berbentuk tapal kuda

dan bertemu dengan ramus masing-masing sisi pada angulus mandibula.

Foramenmentale dapat dilihat di bawah gigi premolar kedua, dari

lubang ini kelua, arteri, vena dan nervus alveolaris inferior. Pinggir

atas korpus mandibula disebut pars alveolaris. Pada orang dewasa

berisi 16 lubang untuk akar-akargigi. Tulang mandibula menonjol

dan membentuk kontur wajah, artikulasidengan dasar tengkorak

melalui kondilus yang bertumpu pada fossaglenoidalis dan

membentuk temporomandibular joint (TMJ). Mandibula dari aspek

fungsinya merupakan gabungan tulang berbentuk “L” bekerja untuk

mengunyah dengan dominasi terkuat m.temporalis yang berinsersi di

sisi medial pada ujung prosesus koroideus dan m.masseter yang

berinsersi pada sisi lateral angulus dan ramus mandibula. m. pterogideus

berinsersi pada sisimedial bawah dari ramus dan angulus mandibula.

m. masseter bersama m.temporalis merupakan kekuatan untuk

menggerakkan mandibula dalam proses menutup mulut. M. pterigoid

berperan untuk membuka madibula.

5. Os lacrimale

Merupakan tulang yang tipis dan tulang terkecil pem bentuk wajah.

Os lacrimale berada di lateral dan posterior os nasale. Os nasale

berisi fossa lacrimale dan saccus lacrimale.

8
6. Os palatinum

Berbentuk huruf L yang membentuk bagian posterior palatum durum,

bagian dasar dan lateral rongga nasal. Bagian posterior palatum durum

dibentuk oleh lamina horizontal os palatinum.

7. Concha nasal inferior

Lebih inferior dari concha nasal medial os ethmoid. Concha nasal

inferiormerupakan tulang yang terpisah, dan bukan bagian dari os ethmoid.

Conchanasal inferior merupakan tulang pembentuk bagian dari dinding

lateral inferior rongga hidung.

8. Vomer

Merupakan tulang segitiga didasar rongga hidung yang berartikulasi

denganlamina perpendicular os ethmoid pada bagian superior. Pada bagian

inferior berartikulasi dengan kedua maxilla dan os palatinum. Vomer

membentuk bagian inferior septum nasal. 3

2.2 PENCITRAAN

Perkembangan teknologi terbaru telah menghasilkan berbagai teknik dan

prosedur pencitraan yang kompleks dan membingungkan. Namun demikian,

prinsip dasar pencitraan adalah tetap, yaitu memberikan gambaran anatomi

bagian tubuh tertetu dan kelainan-kelainan yang berhubungan, dengan

modalitas utama pencitraan sebagai berikut:

a. Sinar - X polos : memanfaatkan pancaran sinar-X untuk

menggambarkan struktur tulang, dada, abdomen dan sebagainya

9
b. Fluroskopi : menggunakan pancaran sinar-X yang berkesinambungan

untuk menghasilkan gambar bergerak untuk memonitor berbagai

pemeriksaan seperti barium meal, barium enema, dan sebagainya.

c. Ultrasonografi : menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi

untuk memperlihatkan sebagai struktur seperti abdomen, pelivis, leher

dan jaringan lunak perifer.

d. Computed tomography (CT) : mendapatkan potongan melintang densitas

dan citra terkomputerisasi dari pancaran sinar-X / sistem detektor.

e. Magnetic resonance imaging (MRI) : memanfaatkan sifat-sifat magnetik

atom hidrogen dalam tubuh untuk mendapatkan citra. 4

2.3 MEDIA KONTRAS

Agen kontras merupakan zat yang membantu visualisasi beberapa

struktur selama melakukan teknik-teknik diatas, bekerja berdasarkan prinsip

dasar penyerapan sinar-X, sehingga mencegah pengiriman sinar tersebut

pada pasien. Zat kontras yang paling banyak digunakan adalah barium sulfat

yang dapat memperlihatkan bentuk saluran pencernaan, dan sediaan iodin

organik, yang banyak digunakan secara intravena pada CT untuk

memperjelas gambaran vaskular dan berbagai organ. 4

Terdapat kemungkinan terjadi reaksi alergi terhadap media kontras

yang diionisasi, resiko alergi meningkat pada mereka dengan riwayat alergi,

10
bronkospasme, dan penyakit jantung yang pernah diderita sebelumnya, serta

pada lansia, neonatus, dan pengidap diabetes. 4

Reaksi terhadap media kontras :

a. Reaksi minor : mual, muntah, bercak urtikaria, sakit kepala

b. Reaksi intermediate : hipotensi, bronkospasme

c. Rekasi mayor : konvulsi, edema paru, aritmia jantung, henti jantung

2.4 PROTEKSI RADIASI


Semua individu menerima radiasi alami namun saat ini berbagai tes

diagnostik merupakan sumber terbesar pajanan radiasi sehingga harus

dilakukan usah-usaha untuk mengurangi radiasi tersebut. Walaupun radiasi

ionisasi dianggap memiliki potensi bahaya, resiko ini harus

dipertimbangkan selain berbagai manfaat yang akan didapatkan oleh pasien.

a. Selalu gunakan dosis minimum pemeriksaan penunjang radiologis hanya

dilakukan jika penatalaksaan selanjutnya akan efektif. Harus selalu

diperhatikan dosis radiasi untuk pasien pada setiap pemeriksaan

penunjang khusus. Pemeriksaan dengan CT barium dan radionuklida

adalah pemeriksaan fisik yang menggunakan dosis rendah.

b. Janin biasanya bersifat sensitif, terutama pada trimester pertama dengan

kemungkinan mengalami induksi karsinogenesis atau malformasi janin.

Anamnesis mengenai riwayat menstruasi pada wanita usia reproduktif,

dan jika perlu dengan melakukan pemeriksaan kehamilan, akan

mencegah bahaya pajanan radiasi pada janin.

11
c. Permintaan yang jelas kepada bagian radiologi, disertai rincian klinis

yang relevan akan membantu pemilihan posisi dan jenis pemeriksaan

penunjang yang paling sesuai.

d. Pemeriksaan fisik yang tidak perlu harus dihindari, misalnya mengulang

foto sinar X dada untuk mendapatkan resolusi pada kasus konsolidasi

pneumonik, kurang dari dari interval mingguan atau melakukan sinar-X

pada praoperasi pada pasien usia muda.

e. Ultrasonografi dan MRI tidak menimbulkan radiasi ionisasi, merupakan

modalitas pencitraan yang lebih disukai jika memiliki indikasi klinis. 4

2.5 RADIOGRAFI KONVENSIONAL

Sinar-X merupakan bagian dari spektrum elektomagnetik, dipancarkan

akibat pengeboman anoda wolfram oleh elektron-elektron bebas dari suatu

katoda. Film polos dihasilkan oleh pergerakan elektron-elektron tersebtu

melintasi pasien dan menampilkan film radiografik.

Tulang dapat menyerap sebagian besar radiasi, menyebabkan pajanan

pada film paling sedikit, sehingga film yang dihasilkan tampak berwarna

putih. Udara paling sedikit menyerap radiasi, menyebabkan pajanan pada

film maksimal, sehingga film tampak berwarna hitam. Diantara kedua

keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan yang sangat berbeda-beda

menghasilkan citra dalam skala abu-abu (grey scale). 4

12
2.6 RADIOGRAFI DIGITAL

Pada radiografi digital, prinsip dasarnya sama namun layar digital

menggantikan film sinar-X. Informasi pada layar dimanipulasi melalui

komputer dan citra ditampilkan pada monitor. CT, MRI, dan Ultrasonografi

telah tersedia dalam bentuk digital, dengan diperkenalakannya radiografi

polos digital, film polos konvensional tidak akan digunakan lagi, sehingga

bagian radiologi tidak akan menggunakan film sama sekali (PACS, picture

archival and communication system). Berbagai keuntungan dasar dari

radiografi digital adalah :

a. Pengurangan yang signifikan terhadap paparan radiasi

b. Perbaikan dengan menggunakan digital memastikan semua citra dalam

kualitas yang baik

c. Pengiriman citra antar tempat diluar bagian radiologi

d. Tidak ada film yang hilang

e. Kemudahan untuk mendapatkan kembali citra sebelumnnya dan laporan

untuk bahan perbandingan

f. Kemudahan pemeriksaan fisik bagi klinisi. 4

13
Gambar 2. Radigrafi digital

1. Computed Tomography (CT)

Computed tomography (CT) menggunakan pancaran sinar-X

terkolimasi pada pasien untuk mendapatkan citra potongan

melintang yang tipis dari kepala dan tubuh pasien. Sebagai

pengganti pancaran pada film sinar-X, digunakan sistem deteksi

yang lebih sensitif dengan tabung fotomultiper. Tabung sinar-X

berputar mengelilingi pasien beberapa kali. Citra didapatkan

melalui pembacaan digital dari tabung fotomultiplier yang

diproses oleh komputer dan analisis pola penyerapan pada tiap

jaringan. Nilai penyerapan dinyatakan pada skala +1000 unit

14
untuk tulang yaitu penterapan maksimum pancaran sinar-X, hinga

-1000 unit untuk udara yang merupakan penyerap terendah. 4

Setiap gambar mewakili suatu potongan tubuh, dengan

ketebalan bervariasi dari 1 hingga 10 mm. Jaringan yang berada

diatas atau dibawah potongan ini tidak tercakup sehingga diambil

suatu seri potongan untuk mencakup daerah tertentu. 4

Citra pada CT mengandung sebuah matriks elemen gambar

(pixel), ketebalan potongan menggambarkan komponen volume

(voxel). Setiap voxel menggambarkan nilai penguatan pancaran

sinar-X pada titik tubuh tertentu.

Kegunaan :

a. Setiap bagian tubuh dapat dipindai ; otak, leher, abdomen,

pelvis, dan tungkai.

b. Dapat mengetahui staging tumor

c. Mendapatkan detai anatomis yang tepat jika tidak berhasil

dengan USG

Keuntungan :

a. Memiliki resolusi kontras yang baik

b. Memberikan detail anatomis yang tepat

c. Suatu teknik pemeriksaan yang cepat, sehingga baik untuk

pasien yang sakit

15
d. Berlawanan dengan USG, citra diagnostik dpaat diperoleh dari

pasien obes walaupun terdapat lemak yang memisahkan

organ-organ abdomen.

Kerugian :

a. Biaya yang tinggi untuk perlatan dan pemindaian

b. Artefak tulang pada pemindaian otak, biasanya pada foto

posterior, menurunkan kualitas citra

c. Pemindaian sebagian besar terbatas pada bidang tranversal,

walaupun pengulangan dapat dilakukan pada bidang lain.

d. Menimbulkan radiasi ionisasi dosis tinggi pada setiap

pemeriksaan

Gambar 3. Prinsip dasar CT 4

16
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemindaian resonansi magnetik menghasilkan citra tubuh

dengan memanfaatkan sifat-sifat magnetik inti atom tertentu,

terutama inti atom hidrogen pada molekul air. Pasien diposisikan

pada terowongan pemindai, dikelilingi oleh magnet yang besar,

dan dipajankan pada medan magnet berintensitas tinggi. Hal in

mendorong inti atom hidrogen untuk bersatu pada medan magnet.

Suatu gelombang frekuensi radio diberikan pada inti atom ini dan

kemudian memindahkannya dari posisi sebelumnya, ketika

gelombang ini menghilang, nti atom tersebut ke keadan

sebelumnya, melepaskan energi dalam bentuk sinyal frekuensi

radio). Analsisis komputer memproses energi ini menjadi sinyal

digital, dengan konversi menjadi citra skala abu-abu. Oleh karena

itu prinsip dasar MRI adalah mempelajari respons jaringan dalam

suatu medan magnet terhadp gelombang frekuensi radio, dimana

jaringan patologis memantulkan sinyal yang berbeda

dibandingkan jaringan normal. 4

Penggunaan :

a. Sistem saraf pusat (CNS) : teknik pilihan untuk pencitraan otak

dan tulang belakang

b. Muskuloskeletal : pencitraan yang akurat pada kelainan

persendian, tendon, ligamen, dan otot.

17
c. Jantung : pencitraan dengan teknik gatting yang berhubungan

dengan siklus jantung memungkinkan diagnosis berbagai

kondisi jantung

d. Toraks : penilaian struktur vaskular pada mediastinum

e. Abdomen : organ abdomen dapat divisualisasi dengan baik

yang dikelilingi oleh sinyal-sinyal yang tinggi dari lemak

disekelilingnya.

f. Pelvis : staging neoplasma prosta, kandung kemih dan pelvis

Keuntungan :

a. Dapat mencitrakan pada bidang aksial, sagital , atau korona

b. Nonionisasi sehingga diyakini aman

c. Tidak terdapat artefak tulang akibat kurangnya sinyal dan tulang

d. Detail anatomis yang sangat baik terutama pada jaringan lunak

e. Dapat memperlihatkan pembuluh darah tanpa kontras : Magnetic

resonance angiography (MRA).

f. Penggunaan kontras intravena yang jauh lebih jarang

dibandingkan CT

Kerugian :

a. Biaya operasional mahal

b. Citra yang kurang baik pada lapangan paru

c. Tidak mampu untuk menunjukkan klasifikasi dengan akurat

18
d. Darah segar pada perdarahan baru tidak divisualisasi sebaik pada

CT

e. MRI lebih sulit ditoleransi dengan waktu pemeriksaan yang lebih

lama dibandingkan CT
f.
Kontraindikasi pada pasien dengan pacemaker, benda asing

logam pada mata, dan klip aneurisma asterial (dapat terdorong

lepas dari posisinya oleh medan magnet yang kuat).

Gambar 4. Prinsip dasar MRI 4

19
2.7 PENCITRAAN DENTO-MAXILLOFACIAL

Pencitraan Dento-Maxillofacial merupakan salah satu bidang

spesialisasi gigi yang diakui dengan nama dan divisi yang berbeda oleh

sekitar 40 negara di dunia. Teknik pencitraan ini termasuk ; Pencitraan intra-

oral (radiografi periapikal, bite-wing, oklusal), Pencitraan ekstra-oral

(radiografi panoramik, cephalometri), Cone Beam Computed Tomography

(CBCT), Computed Tomography (CT), Ultrasonografi (AS), dan Pencitraan

Resonansi Magnetik (MRI). 5

1. Pencitraan intra-oral

Teknik Radiografi Intra Oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan

sekitar secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut

pasien. Untuk mendapatkan gambaran lengkap rongga mulut yang

terdiri dari 32 gigi diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto. 6

a. Radiografi Periapikal

Teknik ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota

serta akar gigi dan tulang pendukungnya. Ada dua teknik

pemotretan yang digunakan untuk memperoleh foto Periapikal

yaitu teknik Paraleling dan Bisekting. Teknik ini digunakan untuk

menentukan gigi yang tidak ada, apakah karena telah dicabut,

impaksi atau genesis. Untuk menentukan posisi gigi yang belum

erupsi terhadap permukaan rongga mulut berguna untuk

menetapkan waktu erupsi, untuk membandingkan ruang yang ada

dengan lebar mesiodistal gigi permanen yang belum erupsi. 6

20
A B

Gambar 5. A menunjukkan radiolusens berbatas jelas pada apeks

gigi 4.1 (gtanuloma) , gambar B menunjukkan area kerusakan tulang yang

luas, difus pada gigi 2.2 dan area kecil pada gigi 2.1 (abses periapikal)

Gambar 6. Terlihat gigi 48 impaksi, sedangkan gigi 45,46,47 normal

21
b. Bite-Wing

Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas

dan rahang bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat

digunakan untuk melihat permukan gigi yang berdekatan dan

puncak tulang alveolar. Teknik pemotretannya yaitu pasien dapat

menggigit sayap dari film untuk stabilisasi film di dalam mulut. 6

Gambar 7. Radiografi Bite-Ewing, pada penampakan gigi caries

c. Oklusal

Teknik ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada rahang

atas maupun rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan

adalah film oklusal. Teknik pemotretannya yaitu pasien

diinstruksikan untuk mengoklusikan atau menggigit bagian dari film

tersebut. 6

22
Gambar 8. Radigrafi oklusal

2. Pencitraan Ekstra-Oral

Teknik Radiografi Ekstra Oral digunakan untuk melihat area yang

luas pada rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar

mulut. Teknik Radiografi Ekstra Oral yang paling umum dan paling

sering digunakan adalah Radiografi Cephalometri dan Radiografi

Panoramik. 5

a. Cephalometri/sefalometri

Sefalometri adalah ilmu pengukuran kepala serta komponen-

komponennya dengan cara Rontgenografik. Diperkenalkan oleh

Broabdent pada tahun 1931, dan kemudian berkembang menjadi

bagian integral dari peenlitian bidang ortodonsia. 8

23
Dengan perkembangan ilmu, ruang lingkup radigrafi

sefalometri tidak hanya dibidang ortodonsia, tetapi juga dibidang

bedah plastik dalam prosedur ortognatik maksilofasial. 8

Manfaat sefalometri menurut Salzmann 1966, yaitu :

1. Menggambarkan morfologi dan hubungan dari komponen

Dentomaxillofacial complex.

2. Menggambarkan deviasi morfologi Dentomaxillofacial complex.

3. Mendapatkan norma-norma ukuran Dentomaxillofacial complex.

4. Membantu menegakkan diagnosa dan merencakan perawatan

ortodonsia.

5. Mengevaluasi hasil perawtaan kelaian Dentomaxillofacial

Teknik pengambilan foto sefalogram :

1. Cephalostat dengan ear rods bilateral dimasukkan kedalam

masing-masing pada meatus auditorius dextra et sinistra

2. Penderita dalam posisi berdiri

3. Bidang sagital penderita sejajar dengan bidang film

4. Jarak kaset film dengan garis median berjarak 1,5cm

5. Sumber sinar x-ray berjarak 5 feet daro penderita

6. Kaset film sebelum dipakai ditandai dengan film marker untuk

menulis nama penderita, nomor kasus, tanggal pengambilan, dan

nama dokter dipojok kanan.

24
7. Penderita di instruksikan melihat lurus kedepan, agar bidang

Frankort Horizontal sejajar.

8. Penderita harus dalam keadaan sentrik oklusi dan menahan nafas,

kemudian dilakukan exposure.

9. Selama proses pembuatan foto penderota harus mengenakan baju

pelapis timah untuk melindungi tubuh dari radiasi. 8

Landmark adalah suatu titik yang dapat dipakai sebagain

petunjuk untuk pengukuran. Titik landmark yang ideal berlokasi tepat

ditulang kranium. Struktur tulang kadang-ladang lebih mudah ditandai

pada tulang anak-anak dan remaja daripada orang dewasa, sebab

densitas struktur tulang orang dewasa kadang-kadang kabur, misalnya

pada daerah prosesus mastoideus dan sinus frontalis akan berubah

selama masa pertumbuhan. Jaringan lunak seperti dinding pharyngeal,

jaringan adenoid, lidah, hidunh, dan fasil merupakan bagian yang dapat

di analisa melalui hasil sefalometri radiografi. 8

Lokasi titik sefalometri dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Titik pada basis kranium :

25
Gambar 9. Lateral cephalogram 8

b. Titik pada maksila dan mandibula

Gambar 10. Lateral cephalogram 8

26
Indikasi pemeriksaan cephalogram :

1. Pada trauma/kelainan pada tulang wajah

2. Untuk melihat jaringan nasopharangeal, sinus paranasal

3. Untuk melakukan pemeriksaan tumor pada kelenjar pituitary pada

acromegaly

b. Radiografi Panoramik

Gambar 11. Pesawat panoramik

Teknik radiografi panoramik merupakan foto yang harus ada pada

perawatan ortodontik. Tujuan utama pembuatan foto adalah untuk melihat

adanya benih gigi. Bila benih gigi ada maka informasi yang bisa diperoleh

dari foto ini yaitu : letak benih, bentuk benih, ukuran benih, urutan erupsi

gigi dan pembentukan akar gigi. Selain itu dari foto ini juga dapat

digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan

perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit, melihat adanya fraktur

pada rahang mandibula dan maksilla, serta mengevaluasi trauma. Ada

27
beberapa gigi yang sering mengalami agenesi (tidak ada benih) misalnya

insisivi lateral bawah dan premolar kedua bawah. 7

Radigrafi panoramik sangat berguna untuk mengetahui keadaan

pasien pada segala usia. Foto panoramik memiliki 2 keunggulan

dibandingkan dengan foto rontgen lokal/periapikal, yaitu :

a. Luasnya daerah cakupan sehingga memungkinkan untuk melihat

adanya gigi yang impaksi dan gigi kelebihan yang letaknya sangat

menyimpang dari letak normalnya, adanya kelainan patologis dan

kondisi mandibula

b. Paparan radiasi yang lebih kecil apabila diperlukan melihat keadaan

yang lebih jelas, misalnya adanya karies atau resoprsi akar dapat

ditambah dengan foto periapikal atau pun biteweing. 7

Beberapa mesin foto panoramik juga dapat menghasilkan

gambaran kondisi mandibula yang jelas. Cakupan yang lebih luas ini

sangat menguntungkan ortodontis karena infromasi yang didapat juga

lebih banyak. 7

Radiografi Panoramik merupakan pemeriksaaan yang

memprlihatkan keadaan serta hubungan maksila dan mandibula secara

keseluruhan dalam satu radiografi. Untuk memperoleh radiografi

Panoramik yang memenuhi kualitas diagnostik, prinsip teknik radiografi

secara umum patut diketahui dokter gigi, terutama dengan berkembangnya

pembuatan Panoramik di laboratorium umum dengan sarana digital. 7

28
Pada Teknik Radiografi Panoramik rahang atas maupun rahang

bawah merupakan struktur yang cukup rumit untuk diproyeksikan secara

radiografis karena berbentuk elips dimana struktur anatomis

disekitarnyayang dapat diproyeksikan tumpang tindih sehingga

menyulitkan pada saat interpretasi. Prinsip Teknik Radiografi Panoramik

yang penting yaitu mekanisme pergerakan sinar-X dan film menghasilkan

zona bidang gambaran radiografik tiga dimensi berbentuk kurva yang di

sebut Focal Trough. Semua obyek dalam Focal Trough terproyeksi secara

focus. Semua obyek di luar Focal Trough terlihat kabur,sehingga tumpang

tindih gambaran struktur anatomis lain disekitar rahang dapat dihindari

dengan posisi standar, posisi TMJ atau sinus, posisi anterior.

Indikasi Panoramik sangat luas, meliputi evaluasi umum:

a. Medical record ( individu dengan mobilitas tinggi atau resiko pekerjaan

besar )

b. Evaluasi awal kelainan periodontal

c. Penilaian perawatan ortodonsi

d. Membandingkan gambaran radiografik sisi kiri dan kanan (sinus

maksilaris, TMJ dll.)

e. Perluasan lesi /kelainan di rahang (kista, tumor, kelainan sistemik, dan

tumbuh-kembang)

f. Pertumbuhan benih gigi tetap dan susunan geligi

g. Fraktur kompleks, gigi impaksi, sinus maksilaris, dan kasus-kasus

bedah mulut lainnya.

29
h. Kondisi (kualitas dan kuantitas tulang rahang), termasuk perawatan

i. Implant

Kelemahan utama dari radiografi Panoramik adalah tidak

tersedianya detail gambar anatomi yang baik seperti pada radiografi

Periapikal Intra Oral. Jadi pencitraan ini tidak sama manfaatnya dengan

radiografi Periapikal dalam mendeteksi lesi, struktur yang baik dari

periodontium, atau penyakit periapikal. Permukaan proksimal dari

premolar juga secara tipikal overlap. Masalah lain dari radiografi

Panoramik adalah pembesaran yang tidak sama dan distorsi geometri

dalam gambar. Kadang terdapat gambar struktur yang tumpang tindih,

seperti spina servikal yang dapat menyembunyikan lesi odontogenik,

khususnya dalam daerah insisivus. Lebih jauh lagi, objek yang secara

klinis penting dapat terkesampingkan dari bidang fokus (image layer) dan

mungkin dapat muncul distorsi atau bahkan hilang sama sekali. 7

30
Gambar 12. Foto panoramik

31
Gambar 13. Foto panoramik

32
c. Cone Beam Computed Tomography (CBCT)

Gambar 10. Alat Cone Beam Computed Tomography

Cone Beam Computed Tomography (CBCT) adalah rontgen khusus

yang digunakan ketika sinar-X pada gigi atau wajah biasa tidak cukup.

Dokter dapat menggunakan teknologi ini untuk menghasilkan gambar tiga

dimensi (3-D) dari struktur gigi, jaringan lunak, jalur saraf dan tulang

diwilayah kraniofasial dalam satu pemindaian tunggal. Gambar yang

diperoleh dengan CT cone beam memungkinkan perencanaan perawatan

yang lebih tepat. 4

Prosedur ini membutuhkan sedikit atau tidak ada persiapan khusus.

Kontraindikasi pemeriksaan jika ada kemungkinan hamil. Kenakan

pakaian longgar dan nyaman dan tidak menggunakan perhiasan. Benda

logam, termasuk perhiasan, kacamata, gigi palsu dan jepit rambut, dapat

33
memengaruhi gambar CT dan harus ditinggalkan di rumah atau dilepas

sebelum pemeriksaan. Anda juga mungkin diminta untuk menghapus alat

bantu dengar dan perawatan gigi yang bisa dilepas. Wanita akan diminta

untuk melepas bra yang mengandung logam serta melepas tindikan, jika

memungkinkan. 5

Dengan CT cone beam, sinar x-ray dalam bentuk kerucut

dihantarkan kepada pasien untuk menghasilkan sejumlah gambar. CT scan

dan CT cone beam keduanya menghasilkan gambar berkualitas tinggi. 5

Cone beam CT memberikan gambar detail pada tulang dan

digunakan untuk mengevaluasi penyakit pada rahang, pertumbuhan gigi,

struktur tulang wajah, rongga hidung dan sinus. Namun, cone beam CT

memiliki keunggulan paparan radiasi yang lebih rendah dibandingkan

dengan CT konvensional. 5

Cara kerja dari alat ini adalah dengan cara gantry berputar di

sekitar kepala dalam rotasi 360 derajat lengkap sambil menangkap

beberapa gambar dari sudut yang berbedakemudian direkonstruksi untuk

membuat gambar 3-D tunggal. 5

34
Gambar 14. Mekanisme kerja CBCT

Indikasi Cone Beam CT :

a. Untuk perencanaan bedah pada gigi yang terimpaksi.

b. Untuk mendiagnosis gangguan sendi temporomandibular (TMJ).

c. Untuk penempatan implan gigi yang akurat.

d. Untuk mengevaluasi rahang, sinus, saluran saraf dan rongga hidung.

e. Untuk mendeteksi, mengukur dan merawat tumor rahang.

f. Untuk menentukan struktur tulang dan orientasi gigi.

g. Untuk menemukan asal sakit atau patologi.

35
Keuntungan pemeriksaan Cone Beam CT :

a. Sinar x-fokus terfokus, menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik

dan jelas.

b. Pemindaian tunggal menghasilkan berbagai pandangan dan sudut untuk

memberikan evaluasi yang lebih lengkap.

c. Cone beam CT memberikan lebih banyak informasi daripada x-ray gigi

konvensional,sehingga memungkinkan perencanaan perawatan yang

lebih tepat.

d. Tidak menimbulkan rasa sakit dan akurat.

e. Kemampuannya untuk mencitrakan tulang dan jaringan lunak secara

bersamaan.

f. memiliki radiasi yang jauh lebih rendah.

Gambar 15. CBCT in Dental Implant

36
Gambar 16. Primary dentition, only primary teeth are erupted and
permanent teeth folicles are visualized but unerupted

37
Gambar 17. Mixed dentition stage: a mixture of primary and permanent
teeth are erupted into the oral cavity, some permanent teeth follicles are
unerupted.

Gambar 18. Permanent dentition complete exfoliation of all primary teeth,


only permanent teeth remain in the oral cavity

38
39
d. Computed tomography (CT)

Teknologi CT diterapkan pada praktek kedokteran gigi sejak tahun

1990-an. Terkait dengan paparan radiasi yang relatif tinggi, maka

penggunaan CT pada praktek kedokteran gigi mulai digantikan oleh

teknologi cone beam computed tomography (CBCT). 7

Computed tomography (CT) saat ini sering digunakan di Indonesia

untuk pencitraan daerah oral dan maksilofasial. Semua pemeriksaan

radiologis harus berdasarkan informasi klinis. Hal ini penting mengenai

40
CT karena pemeriksaan ini mahal dan mungkin memberikan dosis radiasi

yang sangat tinggi. CT memiliki keunggulan dibandingkan radiografi

lainnya, teknik yang memiliki resolusi kontras tinggi yang melekat dan

jaringan yang berbeda dalam kepadatan fisik kurang dari 1% dapat

dibedakan. CT adalah teknik digital yang menyediakan gambar irisan tipis

dengan ketebalan variabel. Teknik ini dijelaskan oleh Allan McLeod

Cormack dan Godfrey NewboldHounsfield, tahun 1972. 7

Hounsfield membangun sebuah mesin di mana tabung sinar-X

diputar di sekitar pasien dan tipis irisan (8 mm) dari pasien dipindai. Di

generasi pertama mesin CT waktu rekonstruksi gambar adalah sekitar 30

menit per irisan. Saat ini mesin CT tersedia memindai lebih dari 100 mm /

s dengan gambar muncul di monitor hampir secara instan. Bersamaan

dengan memindai beberapa irisan tubuh (multislice CT), waktu

pemindaian dapat dikurangi secara signifikan dan detail terkecil (resolusi

sekitar 0,3 mm) dalam waktu pemindaian yang singkat. 7

41
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Gambar 19. MRI

Pemeriksaan medis menggunakan MRI dimulaipada tahun 1980-

an. Keunggulan utama MRI antara lain tidak menggunakan radiasi

pengion serta sangat baik dalam menyajikan citra jaringan lunak. 8

Prinsip kerja MRI adalah dengan memanfaatkan perubahan arah

proton suatu partikel inti atom dengan muatan positif dalam medan

magnet. Atom paling sederhana dalam tubuh adalah hidrogen, yang

memiliki 1 proton dalam intinya dan 1 elektron pada orbitnya. Sinyal yang

dihasilkan dari proton hidrogen tersebut yang dimanfaatkan untuk

membentuk citra MRI. Citra MRI menyerupai tomograf pada CT, namun

cara menginterpretasikan citra MRI berbeda dengan radiograf ataupun

tomograf pada CT dan CBCT. 8

Pemeriksaan MRI umumnya menggunakan beberapa sekuen untuk

mendapatkan citra yang menyajikan informasi mengenai kondisi tubuh.

42
Jaringan dengan kandungan lemak tinggi pada sekuen T1-weighted

tampak terang (hyperintense), sedangkan jaringan dengan kandungan air

tinggi tampak gelap (hypointense). Citra T1-weighted umumnya

dipergunakan untuk mengetahui kondisi anatomi tubuh.23 Sekuen lain

pada MRI berupa T2-weighted. Pada citra T2-weighted, jaringan dengan

kandungan air tinggi tampak hyperintense, dan jaringan dengan kandungan

lemak tinggi tampak hypointense. Citra T2-weighted umumnya

dipergunakan untuk mengidentifikasi kondisi patologi. Jaringan patologi

umumnya disertai inflamasi dengan kandungan air lebih banyak

dibandingkan dengan jaringan sehat di sekitarnya, sehingga tampak

hypointense pada citra T1- weighted, namun tampak hyperintense pada

citra T2-weighted.23 Gambaran tumor pada MRI sangat variatif,

tergantung jenis sekuen yang digunakan. 8

Pengamatan menggunakan beberapa sekuen MRI bertujuan untuk

membedakan jaringan yang mengalami malignansi dengan jaringan di

sekitarnya yang sehat. Nekrosis tumor dengan kandungan air yang tinggi

akan tampak hypointense pada citra T1-weighted dan tampak hyperintense

pada citra T2-weighted.42 Secara umum, tumor jaringan lunak tampak

isointense (menunjukkan sinyal yang sama) dengan jaringan sehat pada

citra T1-weighted dan tampak isointense atau hyperintense pada citra T2-

weighted. Untuk memperjelas area tumor jaringan lunak pada citra MRI,

umumnya digunakan media kontras gadolinium. Penggunaan media

kontras memberikan informasi yang lebih akurat mengenai kondisi tumor

43
jaringan lunak, namun media kontras merupakan kontra indikasi bagi pasien yang

mengalami gangguan fungsi ginjal. 8

Tulang tampak hypointense pada citra MRI dengan T1- maupun

T2-weighted. Apabila gambaran hypointense pada area kortek tulang

sudah tidak tampak pada area yang berdekatan dengan lokasi tumor

jaringan lunak, maka tumor tersebut telah berkembang secara invasif ke

area tulang kortikal. Metastase dan perkembangan tumor pada area tulang

trabekula menunjukkan gambaran hypointense pada T1 yang diikuti

dengan gambaran hyperintense pada T2, atau tampak sebagai peningkatan

konsentrasi media kontras pada area tersebut.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan MRI lebih

unggul dalam mencitrakan tumor jaringan lunak dibandingkan dengan CT,

CBCT, dan USG.26,43 Pemeriksaan MRI dan CECT merupakan metode

imejing yang paling sering digunakan untuk memastikan ada tidaknya

penyebaran kanker oral pada limfonodi servikalis, sedangkan CBCT tidak

dapat digunakan untuk pemeriksaan tersebut. 8

Modalitas MRI tidak menggunakan radiasi pengion dan tidak

berpotensi merusak sel-sel tubuh,19 namun pasien yang memiliki implan

logam dan penderita klaustrofobia tidak dapat menjalani pemeriksaan

MRI. Disamping itu, gerakan pasien saat pemeriksaan MRI akan

menghasilkan artefak yang mengganggu proses interpretasi. 8

44
Gambar 20. Hasil pemeriksaan MRI pada metastase kanker oral

disertai nekrosis pada sentral pada limfonodi cervikal

45
f. Ultrasonografi (USG

Ultrasonografi merupakan prosedur pemeriksaan dengan

menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasonik) yang

dirambatkan masuk ke dalam tubuh sehingga gelombang ultrasonik

tersebut memantul dan menghasilkan echo setelah menumbuk organ

internal tubuh. Pola echo sinyal ultrasonik tersebut ditangkap oleh

transducer dan dipergunakan untuk membentuk citra jaringan tubuh yang

tampak pada monitor dan dikenal dengan istilah sonogram. 9

USG merupakan pemeriksaan radiografi non pengion yang aman

dan tidak menghasilkan radiasi, sehingga pemeriksaan USG dapat

dilakukan secara berulang sesuai kebutuhan diagnostik, tanpa memberikan

efek samping bagi pasien. Disamping itu, pemeriksaan USG pada rongga

mulut bersifat non-invasif, biayanya relatif terjangkau, serta citranya tidak

terpengaruh oleh artefak metal yang berasal dari restorasi gigi.46 Namun

demikian radiolog kedokteran gigi belum banyak yang terampil

menggunakan USG pada pemeriksaan penyakit oral, khususnya di

Indonesia. . 9

Sebagaimana MRI, pemeriksaan USG juga dapat mencitrakan

kondisi jaringan lunak rongga mulut dengan baik. Ultrasonografi sangat

tepat dipergunakan pada pemeriksaan triase dan screening tumor jaringan

lunak. Sonogram dapat digunakan untuk memperoleh informasi mengenai

jenis tumor (solid atau kistik), ukuran, jumlah, vaskularitas (menggunakan

USG color atau power Doppler), lokasi, serta hubungan anatomis tumor

46
mukosa oral dengan struktur di sekitar tumor. Hasil pemeriksaan USG

tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai pertimbangan apakah pasien

memerlukan biopsi atau pemeriksaan imejing diagnostik lain untuk

mendapatkan informasi yang lebih detail mengenai kondisi patologi

pasien.

Ultrasonografi intraoral dapat digunakan untuk mengukur

kedalaman atau ketebalan kanker pada lidah yang berkaitan dengan resiko

metastase dan rekurensi kanker lidah. Modalitas USG juga dapat

dipergunakan untuk pemeriksaan limfonodi servikal, lesi subkutan, tumor

benigna maupun maligna, serta pemeriksaan glandula dan duktus

salivarius. Meskipun citra USG memiliki resolusi tinggi, namun USG

memiliki kontras yang rendah sehingga kurang jelas untuk

menggambarkan tepian mekanis dari objek yang dicitrakan. . 9

Kanker pada lidah dan mukosa bukal tampak hypoechoic (gelap)

pada citra USG, tumor benigna berupa ameloblastoma pada tulang rahang

akan tampak sebagai lesi hyperechoic (terang), sedangkan tumor benigna

berupa fibrous dysplasia pada tulang rahang akan menunjukkan pola echo

yang heterogen. Penderita KSS yang secara klinis menunjukkan adanya

ulkus superfisial pada gingivobukal sebaiknya langsung diperiksa

menggunakan USG untuk memastikan ada tidaknya metastase pada

limfonodi servikal. Kondisi metastase pada limfonodi servikalis pada

sonogram umumnya menunjukkan diameter ≥10 mm, namun demikian

ukuran lesi tanpa didukung oleh tanda-tanda lain tidak dapat digunakan

47
sebagai penentu adanya metastase. Nodus limfatikus yang mengalami

metastase menunjukkan hipoechogenitas sentral, distorsi pada hilum,

perluasan ekstrakapsular dengan gambaran nekrosis dengan tepi ireguler.

Deteksi metastase kanker oral pada limfonodi servikal menggunakan USG

menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan

palpasi Apabila dibandingkan dengan hasil pemeriksaan Majalah

Kedokteran Gigi Indonesia. Deteksi metastase pada limfonodi servikalis

menggunakan USG menunjukkan nilai diagnostik cukup baik, dengan

sensitivitas 86% dan spesifisitas 73%.51 Pemeriksaan lesi intraoral

menggunakan USG memerlukan probe khusus yang terbuat dari

transducer linier berfrekuensi tinggi (high resolution linear transducer)

dengan frekuensi 7-18 MHz26, untuk menghasilkan citra dengan resolusi

tinggi, meskipun frekuensi yang digunakan pada probe USG intraoral tetap

lebih rendah dibandingkan dengan USG konvensional.

Meskipun prosedur USG relatif mudah dan nyaman bagi pasien,

namun interpretasi citra USG sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan

pengalaman radiolog. Di Indonesia, pemeriksaan USG belum banyak

dipergunakan pada praktek kedokteran gigi.

48
49
BAB III

PENUTUP

Pencitraan Dento-Maxillofacial merupakan salah satu bidang

spesialisasi gigi yang diakui dengan nama dan divisi yang berbeda oleh

sekitar 40 negara di dunia. Teknik pencitraan ini termasuk ; Pencitraan intra-

oral (radiografi periapikal, bite-wing, oklusal), Pencitraan ekstra-oral

(radiografi panoramik, cephalometri), Cone Beam Computed Tomography

(CBCT), Computed Tomography (CT), Ultrasonografi (AS), dan Pencitraan

Resonansi Magnetik (MRI).

Pencitran rongga mulut merupakan area yang ‘penuh tantangan’

untuk diinterpretasikan. Interpretasi radiografi kondisi patologi dalam

rongga mulut memerlukan pengetahuan mengenai jaringan keras dan

jaringan lunak oral, struktur kelenjar, relasi tulang, radioanatomi, patologi,

serta pengetahuan mengenai alur penyebaran penyakit di area oral dan

maksilofasial. Citra rongga mulut seringkali mengalami keterbatasan akibat

superimposisi dengan artefak tumpatan amalgam ataupun benda asing lain

yang terletak di area intraoral maupun ektraoral, serta superimposisi dengan

gambaran mukosa pada sisi kontralateral.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Patel R, Pradip. 2008. Radiologi Edisi Kedua. Penerbit : Erlangga Medical

Series)

2. Indah, Asmara dkk. 2016. Sinusitis Sphenoid Jamur. Jurnal Telinga Hidung

Tenggorokan Bedah Kepala dan Leher Universitas Kedokteran Airlangga.

From (http ://www.journal.tht_com). Diakses Pada 19 Maret 2019)

3. Kıvanç Kamburoğlu, 2015. Dento-maxillofacial radiology as a specialty.

Volume 7(5). Department of Dentomaxillofacial Radiology, Faculty of

Dentistry, Ankara University, Ankara, Turkey.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4444604/

4. Tamimi dania, 2018. Oral and Maxillofacial Radiology. Radiologic Clinic Of

North America

5. Paulsen, et all. 2013. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia Kepala, Leher dan

Neuroanatomi Jilid 3. EGC . Jakarta

6. Donal, Frey. 2014. Basic CT Parameters. Journal American Roentgen Ray

Society. From:http//www.ajronline.org. American.

7. Rahardjo Pambudi, 2010. Diagnostik Ortodontik. Penerbit : Airlangga

University.

8. Ruth Amiatun, 2013. Sefalometri Radiologi Dasar. Penerbit : Sagung Seto.

9. Tamimi dania, 2018. Oral and Maxillofacial Radiology. Radiologic Clinic Of

North America

51

Anda mungkin juga menyukai