TRAUMA THORAX
Disusun Oleh:
Anisafitri Siregar 14010016
Cut Zia Firdina 140100033
Namira Ayu Natasya 140100216
Singgih Prawira 140100206
Ricky Alexander 140100179
Fakhri Syahnaufal 140100102
Pembimbing:
dr.Marshal, Sp.B,Sp.BTKV(K)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus kami yang
berjudul TRAUMA THORAX.
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
2.2. Epidemiologi..............................................................................................3
2.3. Patogenesis................................................................................................3
2.6 Penatalaksanaan..........................................................................................8
2.7 Komplikasi..................................................................................................9
2.8 Prognosis.....................................................................................................10
BAB 6 KESIMPULAN...................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus
luka bakar dan membandingkannya dengan landasan teori yang sesuai.
Penyusunan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan
Program Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi
2.2.2 Epidemiologi
Trauma thoraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi
dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.Di Amerika Serikat dan Eropa rata-rata
mortalitas trauma tumpul thoraks dapat mencapai 60%. Disamping itu 20-25%
kematian multipel trauma disebabkan oleh trauma thoraks (Veysi, et al., 2009).
Trauma tumpul dinding dada terjadi lebih dari 10% kasus trauma yang datang ke
ruang gawat darurat di seluruh dunia, dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
mulai 4 hingga 20% (Battle, et al., 2012).
2.2.3 Etiologi
Trauma pada thoraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Penyebab trauma thoraks tersering adalah kecelakaan
kendaraanbermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis
tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan
terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat
yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda.
Penyebab trauma thoraksoleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3
berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendahseperti trauma tusuk,
berenergi sedang seperti pistol,dan berenergi tinggi seperti pada senjata militer.
Penyebab trauma thoraksyang lain adalahadanya tekanan yang berlebihan pada
paru-paru yang bisa menyebabkan pneumothoraksseperti pada scuba(David,
2005;Sjamsoehidajat,2003).
Trauma thoraksdapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intra thoraksdan parenkim paru. Kerusakan
ini dapat terjadi tunggal atau kombinasi tergantung mekanisme cedera
(Gallagher, 2014)
2.2.4. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi
pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -
otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan
negatif dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru -
paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang
berbeda dari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4
komponen, yaitu dinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum.
Dalam dinding dada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait.
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru
termasuk paru - paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat
mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel. Mediastinum termasuk
jantung, aorta / pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan
esofagus. Secara normal toraks bertanggungjawab untuk fungsi vital fisiologi
kardiopulmoner dalam menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme
jaringan pada tubuh.
Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi
keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Eckstein & Handerson, 2014;
Lugo,, et al., 2015).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada
beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera,
cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari.
Pasien - pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek
pada fungsirespirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi
jantung.
Pengobatan dari trauma Toraks bertujuan untuk mengembalikan fungsi
kardiorespirasi menjadi normal, menghentikan perdarahan dan mencegah
sepsis(Saaiq, et al., 2010; Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,, et al., 2015)
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan sampai
berat tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma.
Kerusakan anatomi yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta simpel.
Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel
dengan komplikasi pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio pulmonum.
Trauma yang lebih berat menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma
langsung pada jantung (Saaiq et al., 2010; Lugo, et al., 2015).
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
mengganggu fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan kardiovaskuler. Gangguan
sistem respirasi dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung
kerusakan anatominya. Gangguan faal respirasi dapat berupa gangguan fungsi
ventilasi, difusi gas, perfusi, dan gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu
penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan
pembuluh darah (Saaiq, et al., 2010; Mattox, et al., 2013; Lugo,, et al., 2015).
Suatu trauma mayor ditentukan bila skor ISS lebih dari 15 (Domingues, et
al., 2011; Ehsaei, et al., 2014). Walaupun ISS telah menjadi indeks terbaik untuk
menentukan tingkat keparahan trauma selama hampir 20 tahun, namun skoring
ini hanya meliputi satu cedera yang paling parah di setiap regio tubuh,
bagaiamanapun, pasien politrauma dapat memiliki dua cedera terparah pada satu
regio tubuh yang sama. Pada kasus seperti ini, ISS akan meng-underestimate
tingkat keparahan trauma (Domingues, et al., 2011).
Rontgen dada dapat memberikan data awal pada skor ini. Tujuan dibuatnya
skor ini untuk membantu dokter ataupun tenaga medis pada unit gawat darurat
mengidentifikasi pasien yang mengalami resiko tinggi terjadinya komplikasi
pada trauma toraks. Skor ini dirasakan lebih baik dalam menentukan keparahan
dari cedera toraks dibandingkan dengan skor trauma secara umum seperti ISS
dan TRISS. Grading dari TTSS dapat dilihat pada gambar (Hildebrand, et al.,
2002; Aukema, et al., 2011; Subhani, et al., 2014).
Gambar 2.7. Thoracic Trauma Severity Score (TTSS) (Aukema, et al., 2011)
Penerapan dari skor ini lebih pada peningkatan resiko kematian seiring
dengan meningkatnya skor. Skor 0-5 pada pasien trauma toraks
direkomendasikan untuk rawat jalan, skor 6-10 diindikasikan untuk rawat inap,
skor 11- 20 diindikasikan untuk perawatan di ruang intensif dan diatas itu 21-25
merupakan kasus yang fatal kebanyakan mengalami kematian segera (Subhani,
et al., 2014).
2.2.6. Klasifikasi trauma thoraks
Pembagian pneumothoraks:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps. Pada pemeriksaan foto toraks
dijumpai adanya gambaran radiolusen atau gambaran lebih hitam pada
daerah yang terkena, biasanya dijumpai gambaran pleura
line.Penatalaksanaan simple pneumotoraks dengan Torakostomi atau
pemasangan selang intra pleural + WSD.
b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, tekanan vena jugularis meningkat, pergerakan
dinding dada yang asimetris. Tension pneumotoraks merupakan
keadaan life-threatening, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan
foto toraks.
d. Torakostomi + WSD.
e. Singkirkan adanya perlukaan atau laserasi pada paru-paru atau organ
intra toraks lain.
Pada pneumotoraks kecil (< 20%) gejala minimal dan tidak ada
respiratory distress, serangan yang pertama kali, sikap kita adalah
observasi dan penderita istirahat 2-3 hari. Bila pneumotoraks sedang, ada
respiratory distress atau pada observasi nampak progresif foto toraks,
atau adanya tension pneumothorax, dilakukan tindakan bedah dengan
pemasangan torakostomi + WSD untuk pengembangan paru dan
mengatasi gagal nafas.
1. Kebocoran paru yang masif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae
/ fistel bronkopleura).
2. Pneumotoraks berulang.
4. Pneumotoraks bilateral.
Penatalaksanaan hematotoraks
· Flail Chest
2. Pain control
4. Bronchial toilet
5. Fisioterapi agresif
· Tamponade jantung
Tamponade jantung adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh
akumulasi cairan dalam ruang perikardial, sehingga mengurangi pengisian
ventrikel dan kompromi hemodinamik berikutnya. Kondisi ini merupakan
keadaan darurat medis, yang komplikasinya meliputi edema paru-paru, syok, dan
kematian.
Penyebab tamponade jantung dapat disebabkan oleh keganasan (30%-
60% kasus), uremia (10%), penyakit infeksi serta trauma toraks. Pada pasien
yang menjalani operasi katup, tamponade berhubungan dengan efusi perikardial.
Gejala tamponade jantung bervariasi berdasarkan kegawatan dan
penyebab yang mendasari tamponade jantung. Pasien dengan tamponade akut
dapat menunjukkan gejala dispnea, takikardi dan takipnea. Extremitas yang
dingin dan basah karena hipoperfusi kadang dijumpai pada pasien. Gejala
lainnya yang dapat timbul, yaitu:
· Peningkatan TVP
· Pulsus paradoxus
· Chest pressure
· Penurunan UOP
· Konfusi
· Disforia
Diagnosis yang segera merupakan kunci untuk mengurangi risiko
mortalitas terhadap pasien dengan tamponade jantung. Ekokardiografi dapat
dilakukan sebagai visualisasi kompresi kelainan ventrikular dan atrial sirkulasi
darah ke jantung.
Tatalaksana pada tamponade jantung merupakan emergensi medis yang
membutuhkan drainase yang urgensi terhadap cairan perikardial. Sebaiknya,
pasien dimonitor di ICU dan mendapatkan:
· Oksigen
· Mempertahankan volume intravaskular yang adekuat untuk
meningkatkan cardiac output
· Tirah baring dengan elevasi pada tungkai, dapat membantu peningkatan
venous return.
· Evaluasi pemeriksaan ekokardiogram dan foto toraks untk melihat
rekurensi penumpukan cairan.
2.2.7.Komplikasi
Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yang
paling sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks,
perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit,
subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta. Kebanyakan hematoma
ekstrapleura tidak membutuhkan pembedahan, karena jumlah darah yang
cenderung sedikit (Milisavljevic, et al., 2012 ; Lugo, et al., 2015 ).
Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupun
tidak langsung. Fraktur kosta terjadi sekitar 35% - 40% pada trauma toraks.
Karakteristik dari trauma kosta tergantung dari jenis benturan terhadap dinding
dada (Saaiq, et al., 2010; Milisavljevic, et al., 2012). Gejala yang spesifik pada
fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau
pada saat bergerak. Pasien akan berusaha mencegah daerah yang terkena untuk
bergerak sehingga terjadi hipoventilasi. Hal ini meningkatkan risiko atelektasis
dan pneumonia (Novakov, et al., 2014 ; Feng Lin, et al., 2015 ; Lugo, et al.,
2015).
Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah
kostokondral. Angka kejadian dari flail chest sekitar 5%, dan kecelakaan lalu
lintas menjadi penyebab yang paling sering. Diagnosis flail chest didapatkan
berdasarkanpemeriksaan fisik, foto Toraks, dan CT scan Toraks (Wanek &
Mayberry, 2004; Milisavljevic, et al., 2012; Lugo, et al., 2015)
Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering
kali disertai dengan fraktur kosta multipel. Gangguan organ mediastinum harus
dicurigai pada pasien fraktur sternum, umumnya adalah kontusio miokardium
(dengan nyeri prekordium dan dispnea). Diagnosis fraktur sternum didapatkan
dari pemeriksaan fisik, adanya edema, deformitas, dan nyeri lokal (Milisavljevic,
et al., 2012).
Nama : NS
No. RM : 355670
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 26-09-1960
Alamat : Setiabudi Gg. Sepakat
Pekerjaan : Wiraswata
Anamnesis
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya
pasien sedang bekerja shift malam di sekitar pasar I Padang Bulan lalu ditusuk
oleh sekelompok orang tidak dikenal dengan senjata tajam. Timbul luka
tersebut pada punggung pasien. Luka tusuk juga ditemukan pada lengan kanan
pasien. Keluhan disertai dengan sesak nafas. Riwayat mual muntah tidak
dijumpai. Riwayat pingsan tidak dijumpai.
Riwayat keluarga :-
Primary survey
A : Clear,
B : Spontan, RR : 24x/i
C : TD 110/70 mmHg, HR 96x/i, CRT >2
D : GCS 15
E : Undress, log roll
VAS : 4
AMPLE
• A : No history of allergies
• M : No history of medication
• P : No history of past illnesses
• L : Last meal 4 hours before accident
• E : Street
Secondary Survey
• Kepala : Dalam batas normal
• Dada : Pada status lokalisata
• Abdomen : Dalam batas normal
• Genitalia : Laki-laki, dalam batas normal
• Extremities : Dalam batas normal
Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Temp : 36.7 C
Kepala
PemeriksaanPenunjang
Hematologi
Hematokrit 27 % 39 – 54
Ginjal
Metabolisme Karbohidrat
Elektrolit
3.6
3.7 Tatalaksana
Inj Ceftriaxon 1 gr
Inj Ranitidin 50 mg
Inj Ketorolac 30 mg
BAB 4
FOLLOW UP
12 Juli 2019
S Nyeri
HR: 88 x/i
RR: 20 x/i
Thoraks:
A Nonpenetrating thoracal injury + lacerated wound o/t (R) back and (R)
arm.
Inj Ceftriaxon 1 gr