Pembimbing :
dr. Bunarwan., Sp.OT
Diajukan Oleh:
Risda Aulia Putri J510165047
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
CASE REPORT
CLOSED FRAKTUR SUPRACONDYLAR HUMERUS DEXTRA
Diajukan Oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
dr. Bunarwan Sp.OT (.................................)
2
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An.D
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jenglong, Bejen
Agama : Islam
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 27 September 2017
Tanggal Pemeriksaan : 28 September 2017
3
- Exposure : soft tissue swelling (+), angulasi (-)
D. SECONDARY SURVEY
1. Keluhan utama :
Nyeri pada siku kanan
2. Keluhan tambahan:
Nyeri pada siku kanan, terasa sakit saat siku diangkat, dan terasa panas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien laki-laki 5 tahun datang ke IGD RSUD Kabupaten Karangayar
dengan keluhan nyeri siku kanan. 4 jam SMRS penderita jatuh dari sepeda,
kemudian siku kanan terasa nyeri dan panas. Pasien terjath dari sepeda
dengan posisi tangan kanan menahan badannya. Nyeri dirasakan sangat
mengganggu. Pasien tidak pingsan (-) ataupun mengeluhkan mual (-), muntah
(-), demam (-), dan keluhan sistemik lainnya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada keluarga yang mengalami gejala serupa
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
6. Pemeriksaan fisik
Status Generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tanda vital :
1) TD : 110/60 mmHg
2) Nadi : 76 x / menit, isi dan tegangan cukup
3) RR : 16 x/menit
4) T : 37,2 C (axilar)
4
d. Status generalis
1) Kulit : kulit kering (-)
2) Kepala : mesosefal, turgor dahi cukup
3) Mata : Konjungtiva palpebra pucat(-/-), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga : discharge (-/-)
5) Hidung : discharge (-/-), napas cuping hidung (-/-)
6) Mulut : Bibir kering (-), Bibir sianosis (-)
7) Tenggorok : T1-1, Faring hiperemis (-)
8) Leher : Trakhea deviasi (-)
9) Thorax :
a) Pulmo :
Inspeksi
Statis : Hemithorax kanan=kiri
Dinamis : Hemithorax kanan=kiri
Palpasi
Stem Fremitus kanan = kiri
Perkusi
Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi
SD vesikuler (+/+) ,ST (-/-)
b) Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2cm med LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dbn
Auskultasi : suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
10) Abdomen
Inspeksi : datar, bentuk perut normal
Auskultasi : Bising usus (+) N, metallic sound (-)
Perkusi : Timpani, perkusi hepar normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), supel
5
Extremitas :
superior inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- +/-
Capilary refill time <2/<2 <2/<2
11) Genitalia externa : laki-laki, tidak ada kelainan
Status Neurologik
Dalam batas normal
Badan
Trofi otot punggung: eutrofi
Trofi otot dada: eutrofi
Kolumna vertebralis: hiperlordosis(-), lordosis(-), kifosis(-),
skoliosis (-)
Gerakan terbatas pada bagian yang nyeri
Sensibilitas dalam batas normal
Status Lokalis
1. Regio Humerus Dextra
a. Look
Pembengkakan :Ada
b. Feel
i. Nyeri tekan : ada
ii. Perubahan suhu : ada
c. Move
ROM : terbatas karena nyeri
6
7. Pemeriksaan penunjang
a. Darah Rutin
Jenis pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI
Hb 12.8
Ht 38.3
Lekosit 7.80
Trombosit 262
Eritrosit 3,97
MPV 7,1
PDW 14.1
INDEX
MCV 96.5
MCH 32.2
MCHC 33.4
HITUNG JENIS
Gran% 87.2
Limfosit% 5.0
Monosit% 1.0
Limfosit# 11.4
Gran# 14.0
GDS 85
Creatinin 0.63
Ureum 65
b. Rontgen thorax
7
c. Rontgen humerus
Sebelum dilakukan op :
Setelah dilakukan op :
8. DIAGNOSA KERJA
Closed Fraktur Supracondylar humerus Dextra
8
9. TERAPI
1. Operasi Open reduction and internal fixation (ORIF) pada tanggal 28
September 2017
2. Medikamentosa post operatif :
If RL 16 tpm
Inj Santagesik amp/8 jam
Inj Ceftriaxone vial/12 jam
Inj Ranitidin amp /8 jam
Pronalges supp 2x1
10. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
11. FOLLOW UP
27/09/2017 S/ Pasien mengeluh siku kanan terasa nyeri, P/
dan sakit jika diangkat, keluhan lain (-) Inf RL 16 tpm
O/ T= 110/60 R/ op ORIF
N= 88 x/menit
RR= 18 x/menit
S = 37,2 C
KU = Baik
KS = CM (E4V5M6)
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-)
C = BJ1/II reg murni
Abd = NT (-),peristaltik (+) N,timpani (+)
Eks = superior dekstra nyeri saat diangkat,
ROM terbatas
A/ Closed fraktur supracondylar humerus
dekstra
9
28/09/2017 S/ Pasien mengeluh siku kanan terasa nyeri, P/
dan sakit jika diangkat, keluhan lain (-) If RL 16 tpm
O/ T= 110/60 R/ op ORIF (28/09/2017)
N= 88 x/menit
RR= 18 x/menit
S = 37,2 C
KU = Baik
KS = CM (E4V5M6)
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-)
C = BJ1/II reg murni
Abd = NT (-),peristaltik (+) N,timpani (+)
Eks = superior dekstra nyeri saat diangkat,
ROM terbatas
A/ Closed fraktur supracondylar humerus
dekstra
29/09/2017 S/ Pasien mengeluh luka post op terasa nyeri, P/
keluhan lain (-) If RL 16 tpm
O/ T= 110/60 Inj Santagesik amp/8 jam
N= 88 x/menit Inj Ceftriaxone vial/12 jam
RR= 18 x/menit Inj Ranitidin amp /8 jam
S = 37,2 C Pronalges supp 2x1
KU = Baik Medikasi
KS = CM (E4V5M6)
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-)
C = BJ1/II reg murni
Abd = NT (-),peristaltik (+) N,timpani (+)
Eks = superior dekstra nyeri saat diangkat,
ROM terbatas
A/ Post ORIF a/i Closed fraktur
supracondylar humerus (H+1)
10
30/09/2017 S/ Pasien mengeluh luka post op terasa nyeri, P/
keluhan lain (-) If RL 16 tpm
O/ T= 110760 Inj Santagesik amp/8 jam
N= 88 x/menit Inj Ceftriaxone vial/12 jam
RR= 18 x/menit Inj Ranitidin amp /8 jam
S = 37,2 C Pronalges supp 2x1
KU = Baik Medikasi
KS = CM (E4V5M6)
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-)
C = BJ1/II reg murni
Abd = NT (-),peristaltik (+) N,timpani (+)
Eks = superior dekstra nyeri saat diangkat,
ROM terbatas
A/ Post ORIF a/i Closed fraktur
supracondylar humerus (H+2)
01/10/2017 S/ Pasien mengeluh luka post op terasa nyeri, P/
keluhan lain (-) BLPL
O/ T= 110760
N= 88 x/menit
RR= 18 x/menit
S = 37,2 C
KU = Baik
KS = CM (E4V5M6)
K/L = PKGB (-/-), CS (-/-). SI (-/-)
Tho = P = SDV (+/+), wh (-/-), rh (-/-)
C = BJ1/II reg murni
Abd = NT (-),peristaltik (+) N,timpani (+)
Eks = superior dekstra nyeri saat diangkat,
ROM terbatas
A/ Post ORIF a/i Closed fraktur
supracondylar humerus (H+3)
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI
1. Kaput
12
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat
sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi
bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik.
Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu
Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu
Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus
intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat
leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.9
2. Korpus
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk
bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam
berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar
etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung
bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial.9
Ujung distal humerus berbentuk pipih antero posterio, bersama sama
dengan ujung proksimal radius dan ulna membentuk persendian jenis ginglimus di
arthroradialis atau hinge joint. Ujung distal humerus terdiri dari dua kondilus tebal
(lateralis dan medialis) yang tersusun oleh tulang konselous. Pada anak, ujung distal
humerus terdiri dari kartilago. Batas massa kartilago dengan batas tulang merupakan
tempat yang lemah, dimana sering terjadi pemisahan epifise. Karena itu penting
untuk mengetahui kapan timbulnya penulangan, konfigurasi dan penyatuan dengan
batang humerus.5
13
Kondilus lateralis ditumpangi oleh kapitulum yang merupakan tonjolan yang
berbentuk kubah yang nantinya akan bersendi dengan cekungan kaput radii. Di
kranial kapitulum pada pada permukaan anterior humerus, terdapat cekungan (fossa)
yang akan menampung ujung kaput radii, pada keadaan flexi penuh sendi siku.5
Seluruh permukaan troklea dilapisi kartilago sampai fossa olekranon. Sedikit
di kranial troklea humerus menipis untuk membentuk fossa koronoidea, di anterior
dan fossa olekranon di posterior. Fossa tersebut akan menampung prosessus
koronoideus ulna pada gerakan fleksi dan ujung prossesus olekranon pada gerakan
ekstensi. Hiperostosis pada fossa tersebut atau disekitar tonjolan/prominensia ulna
akan membatasi gerak sendi siku di kranial kedua kondilus yaitu di bagian lateral dan
medial humerus terdapat epikondilus tempat melekatnya tendon tendon otot. Satu
satunya tendon yang merupakan tempat asal kelompok fleksor pronator berasal
terutama dari epikondilus medialis dan dari medial suprakondiler ridge yang
terdapat sedikit di kranial epikondilus. Demikian juga kelompok otot
ekstensor supinator berasal dari epikondilus lateralis dan lateral suprakondiler
ridge.5
14
2.2. DEFINISI
Fraktur suprakondiler humerus merupakan fraktur 1/3 distal humerus tepat
proksimal troklea dan capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks
koronoid dan fossa olekranon, biasanya fraktur transversal. Merupakan fraktur yang
15
sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak sedikit lebih
proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur kominutif,
spiral disertai angulasi.1,4
16
Dan biasanya paling sering ditemukan pada anak laki laki daripada anak
perempuan dengan perbandingan 2 : 1.5
2.4. ETIOLOGI5
1. Adanya riwayat trauma atau cedera
2. Kecelakaan kendaraan bermotor
3. Jatuh dari ketiggian
4. Luka tembak
5. Sidewipe injuries
2.5. KLASIFIKASI1,6,8
Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis
fraktur suprakondiler yang terjadi :
1. Tipe Ekstensi (sering terjadi 99% kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur
suprakondiler tipe ekstensi diklasifikasikan sebagai: fraktur transkondiler atau
interkondiler. Fraktur terjadi akibat hyperextension injury (outstreched hand)
gaya diteruskan melalui elbow joint, sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap
elbow joint. Fragmen ujung proksimal terdorong melalui periosteum sisi anterior
di mana m. brachialis terdapat, ke arah a. brachialis dan n. medianus. Fragmen
ini mungkin menembus kulit sehingga terjadi fraktur terbuka.
17
Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe ekstensi klasifikasi Gartland
(berdasarkan derajat pergeseran) :
Tipe I : non displaced
Tipe II : displaced dengan cortex posterior intact, dapat sedikit
terangulasi atau terotasi
Tipe III : displace komplit, posteromedial atau posterolateral
18
Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi juga dibuat atas dasar derajat
displacement (pergeseran) :
Tipe I : undisplaced
Tipe II : partially displaced
Tipe III : completely displace
19
menjadi pipih disebabkan adanya fossa olekranon di bagian posterior dan fossa
koronoid di bagian anterior.
Akibatnya baik pada cedera hiperekstensi maupun fleksi lengan bawah, tenaga
trauma ini akan diteruskan lewat sendi siku.
Fraktur terjadi akibat bertumbu pada tangan terbuka dengan siku agak fleksi dan
lengan bawah dalam keadaan pronasi.
Sebagian besar garis fraktur berbentuk oblik dari anterior ke kranial dan ke
posterior dgn pergeseran fragmen distal ke arah posterior kranial.
Fraktur suprakondiler humeri jenis ekstensi slalu disertai dengan rotasi fragmen
distal ke medial dan hinging kortek lateral.
Pergeseran :
- angulasi ke anterior dan medial dengan pemisahan fragmen fraktur
- tidak adanya kontak antara fragmen, kadang-kadang pergeserannya cukup
besar ujung fragmen distal yang tajam dapat menusuk merusak m.
brachialis, n. radialis, n. medianus.
Fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi biasanya terjadi akibat jatuh yang
mengenai elbow joint dalam keadaan fleksi. Garis fraktur mulai kranial
mengarah ke postero kaudal dan fragmen distal mengalami pergeseran ke arah
anterior.
20
Mekanisme Cedera Fraktur Suprakondiler Tipe Fleksi
21
2.7. GAMBARAN KLINIS1,5,6
Gejala/tanda - tanda klinisnya adalah :
o Sakit (pain)
o Bengkak (swelling) pada sendi siku
o Deformitas pada sendi siku
o Denyut nadi arteri radialis yang berkurang (pulsellessness)
o Pucat (pallor)
o Rasa kesemutan (paresthesia, baal)
o Kelumpuhan (paralisis)
2.8. DIAGNOSA
A. Anamnesis8
Biasanya anak datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi
pada daerah lain. Anak biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
Pada anak yang masih sangat kecil sering terdapat kesulitan untuk
mendapatkan anamnesa, terutama jika tidak ada saksi yang melihat saat
terjadinya trauma. Jika orang tua pasien ada, biasanya anamnesa mengenai saat
jatuh, jatuh setelah berjalan atau jatuh setelah belajar melangkah bisa
didapatkan.
B. Pemeriksaan Fisik5,8
Dalam pemeriksaan fisik, ada beberapa hal yang umumnya dapat terlihat
pada fraktur suprakondiler humerus :
1. Tipe ekstensi
sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak bengkak
tonjolan fragmen di bawah subkutis.
2. Tipe fleksi
22
posisi siku fleksi (semifleksi), dengan siku yang bengkak dengan
sudut jinjing yang berubah.
3. Gangguan sirkulasi perifer dan lesi pada saraf tepi warna kulit, palpasi
pulsasi, temperatur, waktu dari capilarry refill memerlukan tindakan
reduksi fraktur segera.
4. N. Medianus (28 - 60%) tidak dapat oposisi ibu jari dengan jari lain.
Okay Sign
5. Cabang N. Medianus N. Interosseus anterior ketidakmampuan jari I
dan II untuk melakukan fleksi (pointing sign).
Pointing Sign
6. N. Radialis (26 - 61%) tidak mampu melakukan ekstensi ibu jari dan
ekstensi jari lainnya pada sendi metakarpofalangeal.
23
Wrist Drop
7. N. Ulnaris (11 - 15%) tidak bisa abduksi dan aduksi jari - jari.
Pasien diminta menahan kertas diantara ibu jari dan jari telunjuk sedang
pemeriksa berusaha untuk menarik kertas tersebut; flexi ibu jari sendi
interphalangeal yang keras menandakan kelemahan m. adduktor pollicis
dan m. interosseus dorsalis 1 akibat kompensasi dari m. flexor pollicis
longus dan disebut Froments sign.
Froment Sign
C. Pemeriksaan Penunjang5,8
Foto rontgen digunakan untuk mendiagnosa fraktur siku. Pada kasus yang
lebih berat, fraktur lebih mudah dilihat pada foto rontgen, namun sering terjadi
fraktur yang tidak terlihat pada pemeriksaan rontgen. Hal ini terjadi karena
24
fraktur pada growth plate mungkin tidak menunjukkan gambaran seperti fraktur
pada umumnya. Karena itu diperlukan foto pada sisi yang sehat untuk
membandingkan dan melihat perbedaan yang ada. Tanda dari fraktur siku pada
anak bisa jadi hanya merupakan pembengkakan yang terlihat pada rontgen
(disebut fat-pad sign).
25
Fraktur Suprakondiler Humerus dengan Fat-Pad Sign dan Displaced
Anterior Humeral Line
2.9. PENATALAKSANAAN2,8
Berdasarkan klasifikasi Gartland, tipe I yaitu fraktur nondisplaced, dapat
diterapi dengan fiksasi eksternal, seperti pemasangan plaster cast. Fraktur tipe II
merupakan fraktur displaced sehingga sulit direduksi dan dijaga kestabilannya
melalui metode eksternal. Pada fraktur tipe III reduksi sulit dilakukan, dan stabilitas
tulang hampir mustahil tanpa fiksasi internal.
26
Fiksasi Internal dari Fraktur Suprakondiler
A dan B: fraktur suprakondiler tipe III, displaced berat
C dan D: setelah reduksi tertutup dan percutaneous pinning
E dan F: hasil yang baik setelah pelepasan pin
A. Terapi Fraktur Suprakondiler Tipe Ekstensi
Fraktur suprakondiler humerus tipe exksensi terjadi akibat jatuh pada lengan pada
posisi ekstensi dengan atau tanpa tekanan abduksi atau adduksi. Terapi yang dapat
dilakukan dapat berupa terapi non operatif atau terapi operatif.
Terapi non operatif
27
- Splint posterior long arm dipasang pada flexi siku minimal 90 jika edema,
dan jika status neurovaskular memungkinkan, dengan posisi lengan bawah
netral.
- Imobilisasi dengan splint posterior dilanjutkan 1 2 minggu, kemudian
latihan ROM mulai dilakukan. Splint dapat dilepaskan setelah 6 minggu, saat
gambaran radiologi menunjukkan tanda penyembuhan.
- Evaluasi radiologis diperlukan untuk mendeteksi kegagalan reduksi fraktur.
Terapi operatif
- Indikasi dari terapi operatif adalah fracture displace, fraktur yang disertai
trauma vaskular, fraktur intra-artikular, dan fraktur terbuka.
- Open reduction and internal fixation (ORIF). Fiksasi plate digunakan pada
masing-masing collumn, dapat paralel atau pada sudut 90. Fiksasi plate
merupakan pilihan terapi, karena metode ini memungkinkan latihan ROM
sejak awal pemasangan.
- Latihan ROM harus dimulai segera setelah pasien mampu mentoleransi terapi.
Tipe I : Imobilisasi dengan cast atau splint pada posisi flexi 60 - 90 yang
diindikasikan untuk rentang waktu 3 3 minggu.
Tipe II : Umumnya dapat direduksi dengan metode tertutup yang diikuti pemasangan
cast. Fraktur tipe II mungkin membutuhkan pemasangan pin jika tidak stabil, atau
jika reduksi tidak dapat ditahan tanpa flexi berlebihan yang berisiko menimbulkan
cedera saraf.
Tipe III : Dilakukan reduksti tertutup dan pemasangan pin. Traksi (traksi skeletal
olecranon) mungkin dibutuhkan untuk fraktur kominutif dengan pembengkakan atau
kerusakan jaringan lunak. ORIF dibutuhkan untuk fraktur rotasi tidak stabil, fraktur
terbuka, dan fraktur dengan gangguan neurovaskular.
Prinsip Reduksi:
- Pergeseran dikoreksi pada plane koronal dan horisontal sebelum plane sagittal.
- Hiperekstensi siku dengan traksi longitudinal digunakan untuk memperoleh
aposisi.
- Fleksi siku dilakukan saat tekanan posterior diberikan pada fragmen distal.
28
- Stabilisasi dengan kontrol pergeseran pada plane koronal, sagital, dan horisontal.
- Pin lateral diletakkan pertama kali untuk mendapatkan stabilisasi provisional. Jika
pin medial dibutuhkan, siku diekstenskan sebelum pemasangan pin untuk
melindungi n.ulnaris.
B. Terapi Fraktur Suprakondiler Tipe Fleksi
Fraktur suprakondiler humerus tipe fleksi biasanya berkaitan dengan lesi terbuka,
dimana fragmen proksimal yang tajam menancap tendon m. triceps brachii dan
menembus kulit yang menutupi. Fraktur ini terjadi karena tekanan terhadap aspek
posterior dari siku saat posisi fleksi.
Terapi operatif :
- ORIF.
Fiksasi plate digunakan pada tiap collumn, baik paralel maupun
membentuk sudut 90.
- Latihan ROM harus dimulai segera setelah pasien mampu mentoleransi terapi.
Tipe I : Imobilisasi dengan cast pada posisi hampir ekstensi diindikasikan untuk 2-3
minggu.
Tipe II : Reduksi tertutup diikuti percutaneous pin dengan 2 pin lateral atau crossed
pin.
Tipe III : Reduksi umumnya sulit dilakukan. Sebagian besar membutuhkan tindakan
ORIF dengan crossed pin.
Imobilisasi dengan cast (atau splint posterior jika terdapat edema) dengan siku fleksi
hingga 90 derajat dan lengan bawah pada posisi netral, harus dilakukan 2 - 3 minggu
post operasi, yaitu hingga cast dan pin dapat dilepaskan. Pasien harus memakai sling
dengan latihan ROM dan pembatasan aktivitasi selama 4 - 6 minggu berikutnya.
Indikasi Operasi :
1. Displaced fracture
2. Fraktur disertai cedera vaskular
3. Fraktur terbuka
29
4. Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering kali
menghasilkan fragmen distal yang komunitif dengan garis patahnya berbentuk T
atau Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih baik dilakukan tindakan operasi yaitu
reposisi terbuka dan fiksasi fragmen fraktur dengan fiksasi yang rigid.
2.10. KOMPLIKASI5,6,7
1. Pembentukan lepuh kulit
Pembengkakan sendi siku terjadi karena gangguan drainase atau mungkin juga
karena verban yang terlalu kuat.
2. Maserasi kulit pada daerah antekubiti
Komplikasi ini terjadi karena setelah reposisi, dilakukan fleksi akut pada sendi
siku yang menyebabkan tekanan pada kulit.
3. Iskemik Volkmann
Iskemik Volkmann terutama terjadi pada fraktur suprakondiler humeri tipe
ekstensi, fraktur antebraki (fraktur ulna dan radius) dan dislokasi sendi siku.
Iskemik terjadi karena adanya obstruksi sirkulasi vena karena verban yang terlalu
ketat, penekanan gips atau fleksi akut sendi siku. Disamping itu terjadi pula
obstruksi pembuluh darah arteri yang menyebabkan iskemik otot dan saraf lengan
bawah.
Arteri brakialis terjepit pada daerah fraktur dan penjepitan hanya dapat
dihilangkan dengan reduksi fraktur baik secara tertutup maupun terbuka.
4. Gunstock deformity
Bentuk varus cubitus akibat patah tulang pada siku kondiler dimana sumbu lengan
diperpanjang tidak kontinyu dengan lengan tetapi dipindahkan ke garis tengah.
30
2.11. PROGNOSIS5
Dubia ad bonam
Dubia ad malam
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Fraktur suprakondiler humerus: fraktur 1/3 distal humerus tepat proksimal
troklea dan capitulum humeri.
Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis fraktur
suprakondiler yang terjadi : Tipe Ekstensi (sering terjadi 99% kasus) dan Tipe
fleksi (jarang terjadi).
Etiologi terjadinya fraktur suprakondiler humerus diantaranya : 1. Adanya
riwayat trauma atau cedera; 2. Kecelakaan kendaraan bermotor; 3. Jatuh dari
ketiggian; 4. Luka tembak; dan 5. Sidewipe injuries.
Fraktur suprakondiler humeri jenis ekstensi slalu disertai dengan rotasi fragmen
distal ke medial dan hinging kortek lateral.
31
Pergeseran :
- angulasi ke anterior dan medial dengan pemisahan fragmen fraktur
- tidak adanya kontak antara fragmen, kadang-kadang pergeserannya cukup
besar ujung fragmen distal yang tajam bs menusuk merusak m.
brachialis, n. radialis, n. medianus.
Fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi biasanya terjadi akibat jatuh yang
mengenai elbow joint dalam keadaan fleksi. Garis fraktur mulai kranial
mengarah ke postero kaudal dan fragmen distal mengalami pergeseran ke arah
anterior.
Cara mendiagnosis suatu fraktur suprakondiler humerus yaitu dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dengan gejala/tanda - tanda klinisnya antara lain : sakit (pain), bengkak
(swelling) pada sendi siku, deformitas pada sendi siku, denyut nadi arteri radialis
yang berkurang (pulsellessness), pucat (pallor), rasa kesemutan (paresthesia,
baal), dan kelumpuhan (paralisis).
Berdasarkan klasifikasi Gartland, tipe I yaitu fraktur nondisplaced, dapat diterapi
dengan fiksasi eksternal, seperti pemasangan plaster cast. Fraktur tipe II
merupakan fraktur displaced sehingga sulit direduksi dan dijaga kestabilannya
melalui metode eksternal. Pada fraktur tipe III reduksi sulit dilakukan, dan
stabilitas tulang hampir mustahil tanpa fiksasi internal.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita Selekta Ed.ke-3, Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
2. Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Ed. ke-3. Jakarta: Yarsif
Watampone.
3. Brubacher JW, Dodds SD. Pediatric Supracondylar Fracture of The Distal
Humerus. Current Review Musculoskeletal Medicine 2008. 1:190-196 9.
4. Murray AW, Robb J. Supracondylar Fractures Of The Humerus in Children.
Elsevier. 2012. 8:119-132
5. Brubacher JW, Dodds SD. Pediatric Supracondylar Fractures of the Distal
Humerus. Current Review Musculoskeletal Medicine. 2008. 1:190-196
6. Bhuyan, BK. Closed Reduction and Percutaneous Pinning in Displaced
Supracondylar Humerus Fractures in Children. Journal of Clinical Orthopaedic
and Trauma. 2012. 89-93.
33