PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat
melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu sasaran pokok
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.
Tingkat morbiditas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di
negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. (WHO, 2007).
Menurut WHO (2015), ISPA merupakan penyebab dari 15% kematian balita di tahun
2015. Pneumonia menyerang semua wilayah, namun terbanyak terjadi di Asia Selatan dan
Afrika sub-Sahara. Sejak tahun 1984, WHO telah menerapkan program pemberantasan ISPA
khususnya pneumonia. Pada tahun 1990, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Anak di New
York telah membuat kesepakatan untuk menurunkan kematian akibat ISPA sebesar 30% pada
tahun 2000. Implementasi strategi pemberantasan ISPA telah dilakukan oleh banyak Negara
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih menjadi masalah kesehatan utama di
Indonesia. Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007,
prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 255 per 10.000 anak dengan prevalensi tertinggi terjadi
pada bayi dua tahun (>350 per 10.000 anak). Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun
1
2013 adalah 250 per 10.000 anak. Prevalensi ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok
umur 1-4 tahun sebesar 258 per 10.000 anak dan<1 tahun sebesar 220 per 10.000 anak
(Riskesdas, 2013).ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian pada balita (Depkes RI,
2010).
Menurut Depkes RI (2014), di Indonesia pada tahun 2014 angka kematian akibat ISPA
pada balita sebesar 8 per 10.000 balita, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 yang
sebesar 119 per 10.000 balita. Pada kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu sebesar
11 per 10.000 bayi dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 6 per 10.000
balita.
ISPA pada balita juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan balita di sarana
pelayanan kesehatanya itu sebanyak 40-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15-30%
kunjungan berobat di rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes RI, 2009).
Kotawaringin Timur kasus dengan jumlah terbanyak adalah Infeksi pernapasan akut (ISPA),
dengan jumlah 17.576 atau 37,8% dari seluruh kasus di Puskesmas. (Profil Dinkes Kotim,
2016)
Puskesmas Ketapang I yang merupakan salah satu Puskesmas yang berada di wilayah
kabupaten Kotawaringin Timur, juga melaporkan jumlah penderita ISPA yang sangat tinggi,
berdasarkan data profil Puskesmas Ketapang I tahun 2018 terdapat 1293 kasus ISPA, dimana
kasus ISPA merupakan kasus dengan jumlah tertinggi pada tahun 2018 dengan jumlah balita
yang terdiagnosis ISPA adalah 322 kasus atau 24% dari seluruh kasus ISPA adalah ISPA
pada balita. Dilaporkan juga bahwa kasus ISPA merupakan jumlah kasus terbanyak dalam 5
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka perlu dilakukan penelitan terkait
2
gambaran epidemiologi penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di
ISPA di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I kecamatan Mentawa Baru Ketapang Tahun
2018.
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi kepada instansi terkait
penderita ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I dan dapat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi saluran pernapasan akut sering disalahartikan sebagai infeksi saluran pernapasan
atas, yang benar adalah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran
pernapasan bagian bawah. Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi saluran pernapasan
yang berlangsung sampai 14 hari, yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ
mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus,
Penyakit ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian
bayi dan balita. Keadaan ini berkaitan erat dengan berbagai kondisi yang
melatarbelakanginya seperti malnutrisi juga kondisi lingkungan baik polusi di dalam rumah
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek,
demam dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotic, namun demikian anak akan
menderita pneumonia bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotic dan dapat
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan
yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya
penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti
rhinitis, faringitis, tonsillitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai
bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus
dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan
4
pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotic penisilin, semua radang telinga
akut harus mendapat antibiotic. Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat ditularkan melalui air
ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang
Penyebab ISPA dapat berupa bakteri maupun virus. Di Indonesia, sebagian besar
kematian pada balita dipicu karena adanya ISPA bagian bawah atau pneumonia. Infeksi
saluran pernapasan akut menyerang jaringan paru-paru dan penderita cepat meninggal akibat
pneumonia yang terlalu berat. Pada umumnya ISPA dibagi menjadi dua bagian yaitu ISPA
bagian atas dan ISPA bagian bawah. Klasifikasi ISPA dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Bukan pneumonia yang mencakup kelompok penderita balita dengan gejala batuk pilek
(common cold) yang tidak diikuti oleh gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak
2) Pneumonia berat dengan gejala batuk pilek pada balita disertai oleh peningkatan nafas
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan yang akan diambil
oleh tenaga kesehatan dan bukan sebagai diagnosis spesifik penyakit. Klasifikasi ini
memungkinkan seseorang dengan cepat menentukan apakah kasus yang dihadapi adalah suatu
penyakit serius atau bukan, apakah perlu dirujuk segera atau tidak. Klasifikasi sederhana
berupa tanda dan gejala ISPA yang mudah dikenal untuk mengetahui tindakan selanjutnya
5
apakah harus diberi antibiotika, dapat dirawat di rumah atau harus dirujuk ke Rumah Sakit.
Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas kelompok untuk umur 2 bulan sampai
kurang dari 5 tahun dan kelompok umur di bawah 2 bulan. Kriteria atau entry Pedoman
Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA) yang dilaksanakan
Departemen Kesehatan untuk tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan pengelola P2 ISPA)
dalam tatalaksana anak dengan batuk dan atau kesukaran bernapas (Depkes RI, 2007).
1) Untuk kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun klasifikasi dibagi atas: pneumonia
2) Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas: pneumonia berat dan bukan
pneumonia berat pada kelompok umur < 2 bulan adalah gangguan napas dan mungkin
Klasifikasi pneumonia berat berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas
disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah (chest indrawing) pada anak usia
Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang
tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia
mencakup penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek bukan pneumonia
a. Otitis Media
Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan terbagi menjadi
Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik. Infeksi ini banyak
6
menjadi problem pada bayi dan anak-anak. Otitis media mempunyai puncak insiden
pada anak usia 6 bulan-3 tahun dan diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba
Disfungsi tuba Eustachius berkaitan dengan adanya infeksi saluran napas atas dan
alergi. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan otitis akan mengalami 3-4 kali
episode otitis pertahun atau otitis media yang terus menerus selama > 3 bulan (Otitis
media kronik).
Etiologi
Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, otalgia, otorrhea,
iritabilitas, kurang istirahat, nafsu makan turun serta demam. Otitis media akut dapat
media pada anak-anak kurang dari 3 tahun seringkali bersifat non-spesifik seperti
iritabilitas, demam, terbangun pada malam hari, nafsu makan turun, pilek dan tanda
rhinitis, konjungtivitis.8 Otitis media efusi ditandai dengan adanya cairan di rongga
telinga bagian tengah tanpa disertai tanda peradangan akut. Manifestasi klinis otitis
media kronik adalah dijumpainya cairan (Otorrhea) yang purulen sehingga diperlukan
drainase. Otorrhea semakin meningkat pada saat infeksi saluran pernapasan atau
setelah terekspose air. Nyeri jarang dijumpai pada otitis kronik, kecuali pada
Pada kebanyakan kasus, otitis media disebabkan oleh virus, namun sulit
dibedakan etiologi antara virus atau bakteri berdasarkan presentasi klinik maupun
pemeriksaan menggunakan otoskop saja. Otitis media akut biasanya diperparah oleh
infeksi pernapasan atas yang disebabkan oleh virus yang menyebabkan oedema pada
tuba eustachius. Hal ini berakibat pada akumulasi cairan dan mukus yang kemudian
7
terinfeksi oleh bakteri. Patogen yang paling umum menginfeksi pada anak adalah
Otitis media kronik terbentuk sebagai konsekuensi dari otitis media akut yang
berulang, meskipun hal ini dapat pula terjadi paska trauma atau penyakit lain.
polipoid dan granulasi jaringan) dan tulang rawan (osteitis dan sclerosis). Bakteri yang
terlibat pada infeksi kronik berbeda dengan otitis media akut, dimana P. aeruginosa,
Faktor Resiko
Oleh karena sebagian besar otitis media didahului oleh infeksi pernapasan atas,
maka metode penularan adalah sama seperti pada infeksi pernapasan tersebut. Faktor
risiko untuk mengalami otitis media semakin tinggi pada anak dengan “otitis-prone”
b. SINUSITIS
Definisi Sinusitis
banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh infeksi saluran
napas atas.
Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental
berwarna hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri tekan pada wajah
di area pipi, di antara kedua mata dan di dahi. Tanda umum terdiri dari batuk, demam
Penyebab
Sinusitis bakteri akut umumnya berkembang sebagai komplikasi dari infeksi virus
8
saluran napas atas.25 Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut
Patogen yang menginfeksi pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut
c. Faringitis
Definisi
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan
laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 th di daerah dengan iklim
panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih memiliki anak usia sekolah
nyeri telan, adenopati servikal, malaise dan mual. Faring, palatum, tonsil berwarna
dijumpai.
Penyebab
Khusus untuk faringitis oleh streptococcus gejala yang menyertai biasanya berupa
servikal anterior, sakit kepala, nyeri abdomen, muntah, malaise, anoreksia, dan rash
atau urtikaria.
Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang
merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah
9
d. BRONKHITIS
Definisi
tidak meluas sampai alveoli. Bronkhitis seringkali diklasifikasikan sebagai akut dan
kronik. Bronkhitis akut mungkin terjadi pada semua usia, namun bronkhitis kronik
umumnya hanya dijumpai pada dewasa. Pada bayi penyakit ini dikenal dengan nama
bronkhiolitis.
Bronkhitis akut umumnya terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran polutan
coronavirus, parainfluenza, dan respiratory synctial virus (RSV). Ada pula bakteri
Mycoplasma pneumoniae yang sering dijumpai pada anak-anak, remaja dan dewasa.
• Batuk yang menetap yang bertambah parah pada malam hari serta biasanya
disertai sputum. Rhinorrhea sering pula menyertai batuk dan ini biasanya
• Sesak napas bila harus melakukan gerakan eksersi (naik tangga, mengangkat
beban berat)
• Nyeri kepala
10
• Demam pada suhu tubuh yang rendah yang dapat disebabkan oleh virus influenza,
• Adanya ronchii
e. PNEUMONIA
Definisi Pneumonia
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.
Tanda serta gejala yang lazim dijumpai pada pneumonia adalah demam, tachypnea,
takikardia, batuk yang produktif, serta perubahan sputum baik dari jumlah maupun
karakteristiknya. Selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau,
inspirasi yang tertinggal pada pengamatan naik-turunnya dada sebelah kanan pada saat
bernafas.
Penyebab
chlamydia dan jamur. Pneumonia oleh karena virus banyak dijumpai pada pasien
Menurut Lindawaty (2010) Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi
oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring,
dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang
terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam membran
mukosa. Gerakan silia mendorong membran mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke
11
arah superior menuju faring.
pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat
membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan
pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga
benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan
Penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala
seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam. Berikut
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
a) Batuk
b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada waktu
12
2.6 Kerangka Konsep
1. ISPA UNSPESIFIK
Tanpa Antibiotik dan
Bukan Pnemonia 2. COMMON COLD
dengan Antibiotik
3. FARINGITIS
4. BRONKIOLITIS
5. BRONKITIS
6. TONSILITIS
7. ASMA
8. RHINITIS
Keterangan :
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti
13
BAB III
METODE PENELITIAN
deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat
gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Dalam penelitian ini peneliti
ingin mengetahui gambaran distribusi waktu (dalam bulan) kasus ISPA pada balita di
Kotawaringin Timur tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross
sectional.
Timur yang terdiri dari 3 kelurahan yaitu Mentawa Baru Hulu, Metawa Baru Hilir dan
Kelurahan Sawahan.
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh data penderita penyakit ISPA pada balita
yang berada di wilayah kerja Puskesma Ketapang I Kotawaringin Timur Tahun 2018 yaitu
14
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yaitu sebagian dari data
penderita penyakit ISPA pada balita yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang I
Besar sampel yang dipakai ditentukan dengan menggunakan rumus slovin, yaitu
sebagai berikut :
𝑁
n = 1+𝑁(𝑑2 )
322
n = 1+𝑁(0,052 )
n = 178
Keterangan :
N = Besar populasi
n =Besar sampel
Berdasarkan perhitungan diperoleh besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini
adala 178 pasien ISPA pada balita. Teknik sampling yang akan dgunakan dalam pengambilan
sampel adalah dengan cara non probability sampling yaitu convenience sampling .
convenience sampling adalah prosedur sampling yang memilih sampel dari orang atau unit
yang paling mudah di jumpai atau diakses (Santoso dan Tjiptono, 2001).
dengan cara mencatat informasi yang ada pada rekam medis pasien.
15
3.5 Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1 ISPA pada balita : Infeksi saluran pernapasan akut yang diderita oleh balita di
Puskesmas Ketapang I.
3.5.2 Balita : Anak yang berusia antara 1 sampai 5 tahun yang berobat di Puskesmas
Ketapang I.
3.5.3 Klasifikasi ISPA : Mengklasifikasikan semua kasus ISPA pada balita di Puseksmas
Ketapang I.
dan Service Solution (SPSS) lalu dianalisis secara deskriptif dengan Chi-Square dan hasil
akan disajikan dalam bentuk table distribusi proporsi serta diagram pie, gari dan bar.
16
BAB IV
4.1 Hasil
Puskesmas Ketapang I merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kota Sampit
dengan jumlah penduduk sebanyak 44.560 jiwa. Wilayah kerja Puskesmas ini meliputi 3
kelurahan yaitu kelurahan Mentawa Baru Hulu, Mentawa Baru Hilir, dan Kelurahan
Sawahan.
3. Sosial Ekonomi
a. Pendidikan
Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Ketapang I sebagian besar berpendidikan
17
Tamat SLTA/ sederajad (35%).
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang ditandai dengan penduduknya yang
hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
yang optimal.
4.1.3 Visi
Menjadikan Puskesmas Yang Berkualitas Menuju Terwujudnya Masyarakat Sehat Di
18
Wilayah Puskesmas Ketapang I.
Penjelasan makna:
Dengan adanya rumusan visi yang didambakan tersebut, Puskesmas Ketapang I adalah
salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur,
suatu Pusat Pelayanan dan Pengembangan Pembangunan Kesehatan yang berorientasi pada
keluarga dan masyarakat, melalui upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan diberbagai
bidang pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang
4.1.4 Misi
Untuk dapat mewujudkan visi tersebut, ditetapkan 5 (lima) Misi Pembangunan
kesehatan.
kesehatan di masyarakat.
bidang kesehatan.
4. Menjalin dan meningkatkan kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam
pembangunan kesehatan.
19
P : Pelayanan kesehatan secara prima dengan senyum, sapa, salam, sopan, santun
dilakukan pengambilan data pada suatu waktu secara bersamaan.Data penelitian merupakan
data sekunder yang didapatkan dari rekam medis pasien di Puskesmas ketapang I pada
periode tahun 2018 dengan jumlah sampel penelitian 178 balita. Data kemudian dilakukan
perhitungan jumlah dan proporsinya dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pada
penelitian inididapatkan data karakteristik sampel seperti yang tersaji dalam tabel 1.
di Puskesmas Ketapang I Kotawaringin Timur pada tahun 2018 seperti yang tersaji dalam
20
tabel 2. Pada tabel 2 dapat diketahui paling banyak adalah bukan pneumonia yaitu sebanyak
178 balita (100%) kasus ISPA, di ikuti proporsi balita penderita pneumonia sebanyak 0 balita
Jumlah
KLASIFIKASI
Frekuensi Presentasi
Pneumonia 0 0%
Bukan
Pneumonia 178 100%
Total 178 100%
Tabel 2. Tabel Distribusi Klasifikasi Pada Kasus ISPA Balita di Puskesmas Ketapang I
Tahun 2018
Tabel 3. Tabel Distribusi Klasifikasi ISPA Pada Kasus yang Bukan Pneumonia Balita
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA pada balita di
Puskesmas Ketapang I Kotawaringin Timur paling banyak adalah ISPA Unspesifik yaitu
sebanyak 103 balita (58%), di ikuti proporsi balita penderita common cold sebanyak 47 balita
21
(26,40%), di ikuti proporsi balita penderita pharyngitis sebanyak 11 balita (6,1%), di ikuti
proporsi balita penderita tonsilitis sebanyak 8 balita (4,4%), di ikuti proporsi balita penderita
asma sebanyak 3 balita (6,1%), dan paling sedikit adalah proporsi balita dengan penderita
4.3 Pembahasan
A. Distribusi Klasifikasi ISPA pada Balita di Puskesmas Ketapang I Tahun 2018
PRESENTASE
PNEUMONIA
BUKAN PNEUMONIA
Pada penelitian ini di dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA pada balita
di Puskesmas Ketapang I Kotawaringin Timur pada tahun 2018 seperti yang tersaji dalam
tabel 2. Pada tabel 2 dapat diketahui paling banyak adalah bukan pneumonia yaitu sebanyak
178 balita (100%) kasus ISPA, di ikuti proporsi balita penderita pneumonia sebanyak 0 balita
22
PRESENTASE
COMMON COLD
RHINITIS
26% FARINGITIS
TONSILITIS
BRONKITIS
1%
58% 6% ASMA
4% BROKIOLITIS
PNEUMONIA
1%
2% ISPA UNSPESIFIK
0% 1%
Gambar 4.2 Diagram Pie Distribusi Klasifikasi ISPA yang Bukan Pneumonia pada Balita di
Puskesmas Ketapang I Tahun 2018
Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa proporsi kasus ISPA Balita yang terkena
ISPA jenis yang bukan pneumonia lebih besar yaitu sebanyak 100% dibandingkan yang
terkena pneumonia yaitu 0%. Hal ini tidak tepat dikarena semua kasus ISPA pada balita di
Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Kemenkes Tahun 2011 yang mengacu pada
Pedoman Penatalaksanaan ISPA WHO Tahun 1995 dikatakan bahwa anak yang mengalami
gangguan saluran pernapasan pada umumnya hanya mengalami infeksi ringan seperti
common cold atau infeksi virus, sehingga pasien yang mengalami gejala ISPA non
pneumonia.
Pengklasifikasian derajat ISPA didasarkan atas gejala yang dialami oleh balita.
Diklasifikasikan menjadi bukan pneumonia dengan tanda atau gejala batuk yang tidak
menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang mencakup penyakit-penyakit seperti batuk pilek (common
23
berdasarkan gejala yaitu adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai napas sesak
menyatakan bahwa balita penderita ISPA cenderung lebih banyak menderita ISPA yang
di atas, dari keseluruhan data yang telah diolah dapat diketahui bahwa kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I Kotawaringin Timur pada tahun 2018
lebih besar kasus yang bukan pneumonia dibandingkan kasus yang pneumonia.
24
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Proporsi balita penderita penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I
pada tahun 2018 yang paling tinggi adalah kelompok bukan pneumonia yaitu sebanyak
5.2 Saran
masyarakat tentang risiko penyakit ISPA pada balita dan faktor-faktor penyebabnya serta
cara pencegahannya agar tingkat morbiditas dan mortalitas balita akibat penyakit ISPA
dapat berkurang.
medis pasien yang sudah diberikan pengobatan 1 tahun yang lalu, sehingga penulis
yang terdapat di rekam medis seperti gejala, hasil pemeriksaan dan laboratorium yang
mendukung untuk menentukan Jenis atau Klasifikasi pada ISPA non pneumoni. Banyaknya
25
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI, 2010. Pneumonia Balita. Buletin Jendela Epidemiologi. Vol. 3 tahun 2010.
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Dirjen
Kemenkes RI, 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015- 2019.
Lestari T., A., 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala ISPA pada Balita
di Desa Citeureup Tahun 2014. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Nasution K., Sjahrullah M., Brohet K., 2009. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di
WHO, 2002. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang :
Pedoman untuk Dokter dan Petugas Kesehatan Senior. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta.
WHO, 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
26
Yulianti I, Ismail D, Supardi S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Anak
27
LAMPIRAN
PRESENTASE
COMMON COLD
RHINITIS
26% FARINGITIS
TONSILITIS
BRONKITIS
1%
58% 6% ASMA
4% BROKIOLITIS
PNEUMONIA
1%
2% ISPA UNSPESIFIK
0% 1%
PRESENTASE
PNEUMONIA
BUKAN PNEUMONIA
28
JUMLAH
120
103
100
80
60
47
40
2 11 8 2 3 2 0 JUMLAH
20
0
JUMLAH
120
103
100
80
60
47
40
2 11 8 2 3 2 0 JUMLAH
20
0
29