Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program

Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat

melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu sasaran pokok

pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya pengendalian penyakit termasuk penyakit ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan Akut). (Kemenkes RI, 2015).

ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.

Tingkat morbiditas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di

negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. (WHO, 2007).

Menurut WHO (2015), ISPA merupakan penyebab dari 15% kematian balita di tahun

2015. Pneumonia menyerang semua wilayah, namun terbanyak terjadi di Asia Selatan dan

Afrika sub-Sahara. Sejak tahun 1984, WHO telah menerapkan program pemberantasan ISPA

khususnya pneumonia. Pada tahun 1990, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Anak di New

York telah membuat kesepakatan untuk menurunkan kematian akibat ISPA sebesar 30% pada

tahun 2000. Implementasi strategi pemberantasan ISPA telah dilakukan oleh banyak Negara

termasuk Indonesia, tetapi hasil yang dicapai bervariasi. (Rahajoe, 2010).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih menjadi masalah kesehatan utama di

Indonesia. Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007,

prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 255 per 10.000 anak dengan prevalensi tertinggi terjadi

pada bayi dua tahun (>350 per 10.000 anak). Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun

1
2013 adalah 250 per 10.000 anak. Prevalensi ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok

umur 1-4 tahun sebesar 258 per 10.000 anak dan<1 tahun sebesar 220 per 10.000 anak

(Riskesdas, 2013).ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian pada balita (Depkes RI,

2010).

Menurut Depkes RI (2014), di Indonesia pada tahun 2014 angka kematian akibat ISPA

pada balita sebesar 8 per 10.000 balita, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 yang

sebesar 119 per 10.000 balita. Pada kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu sebesar

11 per 10.000 bayi dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 6 per 10.000

balita.

ISPA pada balita juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan balita di sarana

pelayanan kesehatanya itu sebanyak 40-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15-30%

kunjungan berobat di rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Kabupaten KotawaringinTimur

tahun2015, pola10 besar penyakit di Puskesmas yang berada di wilayah Kabupaten

Kotawaringin Timur kasus dengan jumlah terbanyak adalah Infeksi pernapasan akut (ISPA),

dengan jumlah 17.576 atau 37,8% dari seluruh kasus di Puskesmas. (Profil Dinkes Kotim,

2016)

Puskesmas Ketapang I yang merupakan salah satu Puskesmas yang berada di wilayah

kabupaten Kotawaringin Timur, juga melaporkan jumlah penderita ISPA yang sangat tinggi,

berdasarkan data profil Puskesmas Ketapang I tahun 2018 terdapat 1293 kasus ISPA, dimana

kasus ISPA merupakan kasus dengan jumlah tertinggi pada tahun 2018 dengan jumlah balita

yang terdiagnosis ISPA adalah 322 kasus atau 24% dari seluruh kasus ISPA adalah ISPA

pada balita. Dilaporkan juga bahwa kasus ISPA merupakan jumlah kasus terbanyak dalam 5

tahun terakhir di Puskesmas Ketapang I. ( Profil Kesehatan Puskesmas Ketapang I , 2018)

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka perlu dilakukan penelitan terkait

2
gambaran epidemiologi penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Ketapang I kecamatan Mentawa Baru Ketapang.

1.1 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah belum diketahui gambaran distribusi klasifikasi penderita

ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I tahun 2018.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui distribusi proporsi penderita ISPA pada balita berdasarkan klasifikasi/jenis

ISPA di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I kecamatan Mentawa Baru Ketapang Tahun

2018.

1.3 Manfaat Penelitian

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi kepada instansi terkait

yaitu Puskesmas Ketapang I tentang gambaran Klasifikasi penderita ISPA pada

balita yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan terkait program –

program tentang ISPA.

b) Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang gambaran klasifikasi

penderita ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I dan dapat

meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit ISPA pada balita

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan akut sering disalahartikan sebagai infeksi saluran pernapasan

atas, yang benar adalah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran

pernapasan bagian bawah. Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi saluran pernapasan

yang berlangsung sampai 14 hari, yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ

mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus,

ruang telinga tengah dan selaput paru (Depkes RI, 2006).

Penyakit ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian

bayi dan balita. Keadaan ini berkaitan erat dengan berbagai kondisi yang

melatarbelakanginya seperti malnutrisi juga kondisi lingkungan baik polusi di dalam rumah

berupa asap maupun debu dan sebagainya (Depkes RI, 2006).

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek,

demam dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotic, namun demikian anak akan

menderita pneumonia bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotic dan dapat

mengakibatkan kematian (Depkes RI, 2003).

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan

yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya

penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti

rhinitis, faringitis, tonsillitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai

bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus

dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan

4
pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotic penisilin, semua radang telinga

akut harus mendapat antibiotic. Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat ditularkan melalui air

ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang

sehat ke saluran pernapasannya (Depkes RI, 2003).

Penyebab ISPA dapat berupa bakteri maupun virus. Di Indonesia, sebagian besar

kematian pada balita dipicu karena adanya ISPA bagian bawah atau pneumonia. Infeksi

saluran pernapasan akut menyerang jaringan paru-paru dan penderita cepat meninggal akibat

pneumonia yang terlalu berat. Pada umumnya ISPA dibagi menjadi dua bagian yaitu ISPA

bagian atas dan ISPA bagian bawah. Klasifikasi ISPA dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Bukan pneumonia yang mencakup kelompok penderita balita dengan gejala batuk pilek

(common cold) yang tidak diikuti oleh gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak

menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

2) Pneumonia berat dengan gejala batuk pilek pada balita disertai oleh peningkatan nafas

cepat atau kesukaran bernafas (Depkes RI, 2000).

2.2 Penyebab ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri

Penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus,

Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus,

Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus ( Depkes RI, 2000).

2.3 Klasifikasi ISPA Pada Balita

Klasifikasi merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan yang akan diambil

oleh tenaga kesehatan dan bukan sebagai diagnosis spesifik penyakit. Klasifikasi ini

memungkinkan seseorang dengan cepat menentukan apakah kasus yang dihadapi adalah suatu

penyakit serius atau bukan, apakah perlu dirujuk segera atau tidak. Klasifikasi sederhana

berupa tanda dan gejala ISPA yang mudah dikenal untuk mengetahui tindakan selanjutnya

5
apakah harus diberi antibiotika, dapat dirawat di rumah atau harus dirujuk ke Rumah Sakit.

Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas kelompok untuk umur 2 bulan sampai

kurang dari 5 tahun dan kelompok umur di bawah 2 bulan. Kriteria atau entry Pedoman

Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA) yang dilaksanakan

Departemen Kesehatan untuk tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan pengelola P2 ISPA)

dalam tatalaksana anak dengan batuk dan atau kesukaran bernapas (Depkes RI, 2007).

Adapun klasifikasi penyakit ISPA adalah sebagai berikut :

1) Untuk kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun klasifikasi dibagi atas: pneumonia

berat, pneumonia dan bukan pneumonia.

2) Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas: pneumonia berat dan bukan

pneumonia. Dalam pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) klasifikasi

pneumonia berat pada kelompok umur < 2 bulan adalah gangguan napas dan mungkin

infeksi bakteri sistemik.

Klasifikasi pneumonia berat berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas

disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah (chest indrawing) pada anak usia

2 tahun sampai < 5 tahun.

Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang

tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi bukan pneumonia

mencakup penyakit ISPA lain di luar pneumonia seperti batuk pilek bukan pneumonia

(common cold, pharingitis, tonsillitis, otitis, sinusitis) (Depkes RI, 2004).

a. Otitis Media

 Definisi Otitis Media

Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan terbagi menjadi

Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik. Infeksi ini banyak

6
menjadi problem pada bayi dan anak-anak. Otitis media mempunyai puncak insiden

pada anak usia 6 bulan-3 tahun dan diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba

Eustachius dan sebab sekunder yaitu menurunnya imunokompetensi pada anak.10

Disfungsi tuba Eustachius berkaitan dengan adanya infeksi saluran napas atas dan

alergi. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan otitis akan mengalami 3-4 kali

episode otitis pertahun atau otitis media yang terus menerus selama > 3 bulan (Otitis

media kronik).

 Etiologi

Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, otalgia, otorrhea,

iritabilitas, kurang istirahat, nafsu makan turun serta demam. Otitis media akut dapat

menyebabkan nyeri, hilangnya pendengaran, demam, leukositosis. Manifestasi otitis

media pada anak-anak kurang dari 3 tahun seringkali bersifat non-spesifik seperti

iritabilitas, demam, terbangun pada malam hari, nafsu makan turun, pilek dan tanda

rhinitis, konjungtivitis.8 Otitis media efusi ditandai dengan adanya cairan di rongga

telinga bagian tengah tanpa disertai tanda peradangan akut. Manifestasi klinis otitis

media kronik adalah dijumpainya cairan (Otorrhea) yang purulen sehingga diperlukan

drainase. Otorrhea semakin meningkat pada saat infeksi saluran pernapasan atau

setelah terekspose air. Nyeri jarang dijumpai pada otitis kronik, kecuali pada

eksaserbasi akut. Hilangnya pendengaran disebabkan oleh karena destruksi membrana

timpani dan tulang rawan.

Pada kebanyakan kasus, otitis media disebabkan oleh virus, namun sulit

dibedakan etiologi antara virus atau bakteri berdasarkan presentasi klinik maupun

pemeriksaan menggunakan otoskop saja. Otitis media akut biasanya diperparah oleh

infeksi pernapasan atas yang disebabkan oleh virus yang menyebabkan oedema pada

tuba eustachius. Hal ini berakibat pada akumulasi cairan dan mukus yang kemudian

7
terinfeksi oleh bakteri. Patogen yang paling umum menginfeksi pada anak adalah

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis 9.

Otitis media kronik terbentuk sebagai konsekuensi dari otitis media akut yang

berulang, meskipun hal ini dapat pula terjadi paska trauma atau penyakit lain.

Perforasi membrana timpani, diikuti dengan perubahan mukosa (seperti degenerasi

polipoid dan granulasi jaringan) dan tulang rawan (osteitis dan sclerosis). Bakteri yang

terlibat pada infeksi kronik berbeda dengan otitis media akut, dimana P. aeruginosa,

Proteus species, Staphylococcus aureus, dan gabungan anaerob menjadi nyata.

 Faktor Resiko

Oleh karena sebagian besar otitis media didahului oleh infeksi pernapasan atas,

maka metode penularan adalah sama seperti pada infeksi pernapasan tersebut. Faktor

risiko untuk mengalami otitis media semakin tinggi pada anak dengan “otitis-prone”

yang mengalami infeksi pernapasan atas.

b. SINUSITIS

 Definisi Sinusitis

Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini

banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh infeksi saluran

napas atas.

 Tanda dan Gejala

Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental

berwarna hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri tekan pada wajah

di area pipi, di antara kedua mata dan di dahi. Tanda umum terdiri dari batuk, demam

tinggi, sakit kepala/migraine, serta menurunnya nafsu makan, malaise.

 Penyebab

Sinusitis bakteri akut umumnya berkembang sebagai komplikasi dari infeksi virus

8
saluran napas atas.25 Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut

adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis.

Patogen yang menginfeksi pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut

dengan ditambah adanya keterlibatan bakteri anaerob dan S. aureus.

c. Faringitis

 Definisi

Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan

sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsilitis, rhinitis dan

laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 th di daerah dengan iklim

panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih memiliki anak usia sekolah

atau bekerja di lingkungan anak-anak.

 Tanda dan Gejala

Faringitis mempunyai karakteristik yaitu demam yang tiba-tiba, nyeri tenggorokan,

nyeri telan, adenopati servikal, malaise dan mual. Faring, palatum, tonsil berwarna

kemerahan dan tampak adanya pembengkakan. Eksudat yang purulen mungkin

menyertai peradangan. Gambaran leukositosis dengan dominasi neutrofil akan

dijumpai.

 Penyebab

Khusus untuk faringitis oleh streptococcus gejala yang menyertai biasanya berupa

demam tiba-tiba yang disertai nyeri tenggorokan, tonsillitis eksudatif, adenopati

servikal anterior, sakit kepala, nyeri abdomen, muntah, malaise, anoreksia, dan rash

atau urtikaria.

Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang

merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah

Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae.

9
d. BRONKHITIS

 Definisi

Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial. Peradangan

tidak meluas sampai alveoli. Bronkhitis seringkali diklasifikasikan sebagai akut dan

kronik. Bronkhitis akut mungkin terjadi pada semua usia, namun bronkhitis kronik

umumnya hanya dijumpai pada dewasa. Pada bayi penyakit ini dikenal dengan nama

bronkhiolitis.

 Faktor Resiko dan Penyebab

Bronkhitis akut umumnya terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran polutan

yang mengiritasi seperti polusi udara, dan rokok.

Penyebab bronkhitis akut umumnya virus seperti rhinovirus, influenza A dan B,

coronavirus, parainfluenza, dan respiratory synctial virus (RSV). Ada pula bakteri

atypical yang menjadi penyebab bronkhitis yaitu Chlamydia pneumoniae ataupun

Mycoplasma pneumoniae yang sering dijumpai pada anak-anak, remaja dan dewasa.

 Tanda dan Gejala

Bronkhitis memiliki manifestasi klinik sebagai berikut 33:

• Batuk yang menetap yang bertambah parah pada malam hari serta biasanya

disertai sputum. Rhinorrhea sering pula menyertai batuk dan ini biasanya

disebabkan oleh rhinovirus.

• Sesak napas bila harus melakukan gerakan eksersi (naik tangga, mengangkat

beban berat)

• Lemah, lelah, lesu

• Nyeri telan (faringitis)

• Laringitis, biasanya bila penyebab adalah chlamydia

• Nyeri kepala

10
• Demam pada suhu tubuh yang rendah yang dapat disebabkan oleh virus influenza,

adenovirus ataupun infeksi bakteri.

• Adanya ronchii

• Skin rash dijumpai pada sekitar 25% kasus

e. PNEUMONIA

 Definisi Pneumonia

Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat

disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.

 Tanda dan Gejala

Tanda serta gejala yang lazim dijumpai pada pneumonia adalah demam, tachypnea,

takikardia, batuk yang produktif, serta perubahan sputum baik dari jumlah maupun

karakteristiknya. Selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau,

inspirasi yang tertinggal pada pengamatan naik-turunnya dada sebelah kanan pada saat

bernafas.

 Penyebab

Mikroorganisme penyebab pneumonia meliputi: bakteri, virus, mycoplasma,

chlamydia dan jamur. Pneumonia oleh karena virus banyak dijumpai pada pasien

immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang menginfeksi adalah virus

saluran napas seperti RSV, Influenza type A, parainfluenza, adenovirus.

2.4 Mekanisme Terjadinya ISPA

Menurut Lindawaty (2010) Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi

oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring,

dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang

terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam membran

mukosa. Gerakan silia mendorong membran mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke

11
arah superior menuju faring.

Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat menyebabkan

pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat

membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan

meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di saluran

pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga

benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan

memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008).

2.5 Tanda dan Gejala Klinis ISPA

Penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala

seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam. Berikut

gejala ISPA dibagi menjadi 3 antara lain sebagai berikut :

1) Gejala dari ISPA ringan

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih

gejala-gejala sebagai beriku :

a) Batuk

b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada waktu

berbicara atau menangis)

c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.

12
2.6 Kerangka Konsep

Balita Faktor Individu


dan lingkugan

Gejala dan Tanda


ISPA

Klasifikasi ISPA Pneumonia

1. ISPA UNSPESIFIK
Tanpa Antibiotik dan
Bukan Pnemonia 2. COMMON COLD
dengan Antibiotik
3. FARINGITIS
4. BRONKIOLITIS
5. BRONKITIS
6. TONSILITIS
7. ASMA
8. RHINITIS

Keterangan :
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

13
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif. Metode penelitian

deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat

gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Dalam penelitian ini peneliti

ingin mengetahui gambaran distribusi waktu (dalam bulan) kasus ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Ketapang I kecamatan Mentawa Baru Ketapang, kabupaten

Kotawaringin Timur tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross

sectional.

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I Kotawaringin

Timur yang terdiri dari 3 kelurahan yaitu Mentawa Baru Hulu, Metawa Baru Hilir dan

Kelurahan Sawahan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2019 – Mei 2019

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh data penderita penyakit ISPA pada balita

yang berada di wilayah kerja Puskesma Ketapang I Kotawaringin Timur Tahun 2018 yaitu

sebanyak 178 orang.

14
3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yaitu sebagian dari data

penderita penyakit ISPA pada balita yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang I

Kotawaringin Timur tahun 2018.

Besar sampel yang dipakai ditentukan dengan menggunakan rumus slovin, yaitu

sebagai berikut :
𝑁
n = 1+𝑁(𝑑2 )

322
n = 1+𝑁(0,052 )

n = 178

Keterangan :

N = Besar populasi

n =Besar sampel

d =Tingkat kepercayaan yang diinginkan

Berdasarkan perhitungan diperoleh besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini

adala 178 pasien ISPA pada balita. Teknik sampling yang akan dgunakan dalam pengambilan

sampel adalah dengan cara non probability sampling yaitu convenience sampling .

convenience sampling adalah prosedur sampling yang memilih sampel dari orang atau unit

yang paling mudah di jumpai atau diakses (Santoso dan Tjiptono, 2001).

3.4 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan terhadap data sekunder yang diperoleh dari rekam medis

dengan cara mencatat informasi yang ada pada rekam medis pasien.

15
3.5 Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1 ISPA pada balita : Infeksi saluran pernapasan akut yang diderita oleh balita di

Puskesmas Ketapang I.

3.5.2 Balita : Anak yang berusia antara 1 sampai 5 tahun yang berobat di Puskesmas

Ketapang I.

3.5.3 Klasifikasi ISPA : Mengklasifikasikan semua kasus ISPA pada balita di Puseksmas

Ketapang I.

3.6 Metode Analisis Data


Data yang diperoleh akn diolah menggunakan batuan aplikasi yaitu Statisical Product

dan Service Solution (SPSS) lalu dianalisis secara deskriptif dengan Chi-Square dan hasil

akan disajikan dalam bentuk table distribusi proporsi serta diagram pie, gari dan bar.

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas

Puskesmas Ketapang I merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kota Sampit

Kabupaten Kotawaringin Timur.Puskesmas Ketapang I memiliki luas wilayah 36 Km2

dengan jumlah penduduk sebanyak 44.560 jiwa. Wilayah kerja Puskesmas ini meliputi 3

kelurahan yaitu kelurahan Mentawa Baru Hulu, Mentawa Baru Hilir, dan Kelurahan

Sawahan.

Gambaran Umum Puskesmas Ketapang I, sebagai berikut:


1. Kondisi Geografis
a. Batas Wilayah
Puskesmas Ketapang I merupakan salah satu dari Puskesmas yang ada di Kabupaten
Kotawaringin Timur yang secara geografis berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kelurahan Baamang Hilir (Kecamatan Baamang)
Sebelah Timur : Sungai Mentaya (Kecamatan Seranau)
Sebelah Selatan : Kelurahan Ketapang (Wilayah kerja Puskesmas Ketapang II)
Sebelah Barat : Kelurahan Pasir Putih (Wilayah kerja Puskesmas Pasir Putih)
b. Luas Wilayah
Puskesmas Ketapang I mempunyai wilayah kerja yang meliputi sebagian besar daerah
perkotaan dengan luas kurang lebih 36 Km2. Terdiri dari 3 kelurahan yaitu:
a. Kelurahan Mentawa Baru Hulu
b. Kelurahan Mentawa Baru Hilir
c. Kelurahan Sawahan
2. Kependudukan
Berdasarkan hasil pendataan dari Kelurahan/ Desa dan Kecamatan, jumlah kependudukan

di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I tahun 2016 berjumlah 44.560 jiwa.

3. Sosial Ekonomi
a. Pendidikan
Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Ketapang I sebagian besar berpendidikan

17
Tamat SLTA/ sederajad (35%).

b. Mata Pencaharian Penduduk


Sebagian besar penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I profesi sebagai
Pedagang (60%), Pegawai Negeri/ Buruh (30%), Swasta (10%).
c. Agama
Sebagian besar penduduk yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I merupakan
pemeluk agama Islam.
Proses Pelayanan
a. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat
Meliputi: P2P, Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesehatan, Gizi, Perkesmas, KIA/ KB yang
bersifat UKM.
b. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan (Pelayanan Klinis) Meliputi:
1. Pelayanan Rawat Jalan
2. Pelayanan KIA/KB
3. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
4. Pojok gizi
5. Klinik sanitasi
6. Pojok TB
7. Pelayanan MTBS
8. Laboratorium
9. Ruang tata usaha
10. Loket Obat Puskesmas
11. UPF-KIA melayani pertolongan persalinan buka 24 jam.
4.1.2 Visi ,Misi dan Tata Nilai Puskesmas
Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional adalah meningkatkan kesadaran, kemauan,

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang ditandai dengan penduduknya yang

hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan

yang optimal.

4.1.3 Visi
Menjadikan Puskesmas Yang Berkualitas Menuju Terwujudnya Masyarakat Sehat Di

18
Wilayah Puskesmas Ketapang I.

Penjelasan makna:

Dengan adanya rumusan visi yang didambakan tersebut, Puskesmas Ketapang I adalah

salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur,

merupakan ujung tombak pelaksanaan pembangunan di bidang kesehatan ingin mewujudkan

suatu Pusat Pelayanan dan Pengembangan Pembangunan Kesehatan yang berorientasi pada

keluarga dan masyarakat, melalui upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan diberbagai

bidang pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang

diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mencapai Kecamatan Mentawa Baru

Ketapang yang Sehat.

4.1.4 Misi
Untuk dapat mewujudkan visi tersebut, ditetapkan 5 (lima) Misi Pembangunan

Kesehatan sebagai berikut:

1. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan.

2. Menjadikan puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan

kesehatan di masyarakat.

3. Memberdayakan dan meningkatkan peran serta masyarakat agar bias mandiri di

bidang kesehatan.

4. Menjalin dan meningkatkan kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam

pembangunan kesehatan.

5. Meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

4.1.5 Tata Nilai PuskesmasCAKAP :


C : Cepat mengambil keputusan
A : Akurat dalam memberikan tindakan
K : Komunikatif dalam memberikan informasi
A : Aman dalam bertindak berdasarkan prinsip keselamatan kerja

19
P : Pelayanan kesehatan secara prima dengan senyum, sapa, salam, sopan, santun

4.1.2 Karakteristik Data Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dimana semua variabel penelitian

dilakukan pengambilan data pada suatu waktu secara bersamaan.Data penelitian merupakan

data sekunder yang didapatkan dari rekam medis pasien di Puskesmas ketapang I pada

periode tahun 2018 dengan jumlah sampel penelitian 178 balita. Data kemudian dilakukan

perhitungan jumlah dan proporsinya dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pada

penelitian inididapatkan data karakteristik sampel seperti yang tersaji dalam tabel 1.

Karakteristik Jumlah (f ) Proporsi


Tempat Tinggal Kel. MB. Hulu 54 30,3%
Kel. MB. Hilir 28 15,7%
Kel. Sawahan 14 7,9%
Kel. Luar 82 46%
Usia Pasien 0 bulan - 11 bulan 0 0%
12 bulan-25 bulan 88 49,44%
25bulan - 36 bulan 26 14,61%
37 bulan - 48
24 13,48%
bulan
49 bulan - 60
40 22,47%
bulan
Jenis kelamin Laki-laki 101 57%
perempuan 77 43%
Berat Badan 1 -10 kg 63 35%
11-20 kg 99 56%
21-30 kg 14 8%
31-40 kg 2 1%
Tabel 1. Karakteristik sampel pasien ISPA balita di Puskesmas Ketapang I periode 2018

4.2 Distribusi Klasifikasi ISPA


Pada penelitian ini di dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA pada balita

di Puskesmas Ketapang I Kotawaringin Timur pada tahun 2018 seperti yang tersaji dalam

20
tabel 2. Pada tabel 2 dapat diketahui paling banyak adalah bukan pneumonia yaitu sebanyak

178 balita (100%) kasus ISPA, di ikuti proporsi balita penderita pneumonia sebanyak 0 balita

(0%) kasus ISPA.

Jumlah
KLASIFIKASI
Frekuensi Presentasi
Pneumonia 0 0%
Bukan
Pneumonia 178 100%
Total 178 100%

Tabel 2. Tabel Distribusi Klasifikasi Pada Kasus ISPA Balita di Puskesmas Ketapang I

Tahun 2018

Jenis Bukan Jumlah


Pneumonia FREKUENSI PRESENTASE
COMMON COLD 47 26%
RHINITIS 2 1%
FARINGITIS 11 6%
TONSILITIS 8 4%
BRONKITIS 2 1%
ASMA 3 2%
BROKIOLITIS 2 1%
PNEUMONIA 0 0%
ISPA UNSPESIFIK 103 58%
Total 178 100%

Tabel 3. Tabel Distribusi Klasifikasi ISPA Pada Kasus yang Bukan Pneumonia Balita

di Puskesmas Ketapang I Tahun 2018

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA pada balita di

Puskesmas Ketapang I Kotawaringin Timur paling banyak adalah ISPA Unspesifik yaitu

sebanyak 103 balita (58%), di ikuti proporsi balita penderita common cold sebanyak 47 balita

21
(26,40%), di ikuti proporsi balita penderita pharyngitis sebanyak 11 balita (6,1%), di ikuti

proporsi balita penderita tonsilitis sebanyak 8 balita (4,4%), di ikuti proporsi balita penderita

asma sebanyak 3 balita (6,1%), dan paling sedikit adalah proporsi balita dengan penderita

bronkiolitis dan bronkitis sebanyak 2 balita (1.1%).

4.3 Pembahasan
A. Distribusi Klasifikasi ISPA pada Balita di Puskesmas Ketapang I Tahun 2018

PRESENTASE

PNEUMONIA
BUKAN PNEUMONIA

Pada penelitian ini di dapat diketahui bahwa proporsi balita penderita ISPA pada balita

di Puskesmas Ketapang I Kotawaringin Timur pada tahun 2018 seperti yang tersaji dalam

tabel 2. Pada tabel 2 dapat diketahui paling banyak adalah bukan pneumonia yaitu sebanyak

178 balita (100%) kasus ISPA, di ikuti proporsi balita penderita pneumonia sebanyak 0 balita

(0%) kasus ISPA.

B. Distribusi Klasifikasi ISPA yang Bukan Pneumonia pada Balita di Puskesmas


Ketapang I Tahun 2018

22
PRESENTASE
COMMON COLD
RHINITIS
26% FARINGITIS
TONSILITIS
BRONKITIS
1%
58% 6% ASMA

4% BROKIOLITIS
PNEUMONIA
1%
2% ISPA UNSPESIFIK
0% 1%

Gambar 4.2 Diagram Pie Distribusi Klasifikasi ISPA yang Bukan Pneumonia pada Balita di
Puskesmas Ketapang I Tahun 2018

Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa proporsi kasus ISPA Balita yang terkena

ISPA jenis yang bukan pneumonia lebih besar yaitu sebanyak 100% dibandingkan yang

terkena pneumonia yaitu 0%. Hal ini tidak tepat dikarena semua kasus ISPA pada balita di

Puskesmas Ketapang I merupakan ISPA non Pneumoni, dimana berdasarkan Pedoman

Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Kemenkes Tahun 2011 yang mengacu pada

Pedoman Penatalaksanaan ISPA WHO Tahun 1995 dikatakan bahwa anak yang mengalami

gangguan saluran pernapasan pada umumnya hanya mengalami infeksi ringan seperti

common cold atau infeksi virus, sehingga pasien yang mengalami gejala ISPA non

pneumonia.

Pengklasifikasian derajat ISPA didasarkan atas gejala yang dialami oleh balita.

Diklasifikasikan menjadi bukan pneumonia dengan tanda atau gejala batuk yang tidak

menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak adanya tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam yang mencakup penyakit-penyakit seperti batuk pilek (common

cold, pharyngitis, tonsilitis, otitis) sedangkan untuk pneumonia diklasifikasikan

23
berdasarkan gejala yaitu adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai napas sesak

atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Mairusnita (2007) di RSUD Kota Langsa dalam hasil penelitiannya juga

menyatakan bahwa balita penderita ISPA cenderung lebih banyak menderita ISPA yang

bukan pneumonia (common cold, pharyngitis, tonsilitis, otitis). Dengan pengklasifikasian

di atas, dari keseluruhan data yang telah diolah dapat diketahui bahwa kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I Kotawaringin Timur pada tahun 2018

lebih besar kasus yang bukan pneumonia dibandingkan kasus yang pneumonia.

24
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Proporsi balita penderita penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Ketapang I

pada tahun 2018 yang paling tinggi adalah kelompok bukan pneumonia yaitu sebanyak

178 balita (100%).

5.2 Saran

5.1.1 Saran Untuk Puskesmas yaitu :


a. Perlu dibuat suatu panduan pentalaksanaan ISPA di Puskesmas untuk

mempermudah dalam pengklasifikasian jenis ISPA dan pentalaksanaan ISPA yang

mengacu pada panduan penatalaksanaan ISPA nasional.

b. Perlunya diadakan program untuk pemberian informasi kepada ibu dan

masyarakat tentang risiko penyakit ISPA pada balita dan faktor-faktor penyebabnya serta

cara pencegahannya agar tingkat morbiditas dan mortalitas balita akibat penyakit ISPA

dapat berkurang.

5.1.2 Saran Untuk Peneliti Selanjutnya

Penelitian lebih lanjut perlu untuk dilakukan di Puskesmas Ketapang I

Kotawaringin Timur terkait gambaran epidemiologi penderita ISPA pada balita.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan mengambil data dari rekam

medis pasien yang sudah diberikan pengobatan 1 tahun yang lalu, sehingga penulis

mengalami kesulitan dalam menentukan Klasifikasi ISPA dikarenakan keterbatasan data

yang terdapat di rekam medis seperti gejala, hasil pemeriksaan dan laboratorium yang

mendukung untuk menentukan Jenis atau Klasifikasi pada ISPA non pneumoni. Banyaknya

diagnosis ISPA non spesifik juga menjadi kendala dalam mengevaluasi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2007. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2007.

Kemenkes RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan

Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita.

Kemenkes RI, 2010. Pneumonia Balita. Buletin Jendela Epidemiologi. Vol. 3 tahun 2010.

Kemenkes RI, 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Dirjen

Pengendalian Penyakit dan PenyehatanLingkungan.

Kemenkes RI, 2014. Penanggulangan Penyakit Menular.

Kemenkes RI, 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2014.

Kemenkes RI, 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015.

Kemenkes RI, 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015- 2019.

Lestari T., A., 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala ISPA pada Balita

di Desa Citeureup Tahun 2014. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Skripsi.

Nasution K., Sjahrullah M., Brohet K., 2009. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di

Daerah Urban Jakarta. Jurnal Sari Pediatri : Vol 11 No 4.

Padmonobo H, Setiani O, Joko T. 2012. Hubungan Faktor-Faktor Lingkungan Fisik

Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Jatibarang Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia : Vol 11 No 2.

WHO, 2002. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang :

Pedoman untuk Dokter dan Petugas Kesehatan Senior. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta.

WHO, 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

26
Yulianti I, Ismail D, Supardi S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Anak

Balita di Kota Banjarmasin. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM. Berita

Kedokteran Masyarakat XVIII (2) 2013.

Glover Mark, Reed Michael. Lower Respiratory Tract Infections. Pharmacotherapy A

Pathophysiologic Approach.5th ed. 2001:1849-67

27
LAMPIRAN

PRESENTASE
COMMON COLD
RHINITIS
26% FARINGITIS
TONSILITIS
BRONKITIS
1%
58% 6% ASMA

4% BROKIOLITIS
PNEUMONIA
1%
2% ISPA UNSPESIFIK
0% 1%

PRESENTASE

PNEUMONIA
BUKAN PNEUMONIA

28
JUMLAH
120
103
100
80
60
47
40
2 11 8 2 3 2 0 JUMLAH
20
0

JUMLAH
120
103
100
80
60
47
40
2 11 8 2 3 2 0 JUMLAH
20
0

29

Anda mungkin juga menyukai