Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Stres
1. Definisi
Stres didefinisikan sebagai suatu respon emosional serta usaha
penyesuaian diri untuk mengembalikan keseimbangan badan dan
jiwa yang terganggu (Maramis, 2009).
Stres adalah suatu keadaan yang menganggu keadaan fungsi
fisiologis atau psikologis normal seseorang (Kaplan & Saddock,
2010). Menurut Hans Selye stres merupakan suatu respon umum dan
nonspesifik pada setiap tuntutan fisiologis maupun psikologis yang
berasal dari internal ataupun eksternal (Hawari, 2011).
Menurut Lazarus & Folkman stres adalah suatu kondisi yang
disebabkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan
maupun sosial yang dinilai melebihi kemampuan individu untuk
mengatasinya (Yusoff & Lin, 2013).
2. Respon Stres
Hans Selye (Hawari, 2011) menjelaskan bahwa respon stres
mempunyai tiga tahap, yaitu :
a. Tahap alarm, adalah tahap dimana seseorang mempersiapkan
diri untuk memberikan respon terhadap suatu kondisi ancaman.
Pada tahap ini hormon kortisol meningkat, emosi meninggi,
serta ketegangan meningkat.
b. Tahap resistensi, pada tahap ini tingkat hormon kortisol tetap,
adanya usaha fisiologis untuk mengatasi kapasitas penuh, serta
meningkatnya mekanisme pertahanan diri dan strategi mengatasi
stres.
c. Tahap kelelahan, merupakan dimana tahap perlawanan terhadap
stres yang berkepanjangan mulai menurun. Fungsi otak akan
mulai terganggu oleh perubahanperubahan metabolisme,

4
5

sistem imun menurun, serta penyakit yang serius mulai timbul


pada saat kondisi tubuh menurun.
3. Klasifikasi Stres
Menurut Rice (Yusoff & lin, 2013) berdasarkan penyebabnya
stres dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Stres Kepribadian (Personality Stress)
Stres kepribadian yaitu stres yang disebabkan oleh dari dalam
diri seseorang. Berhubungan dengan cara pandang terhadap
masalah, serta kepercaryaan diri.
b. Stres Psikososial (psychosocial Stress)
Stres yang dipicu oleh hubungan dengan orang lain disekitarnya
serta akibat situasi sosialnya. Contohnya stres ketika
menghadapi lingkungan baru.
c. Stres Bio-ekologi (Bio-ecological Stress)
Stres yang disebabkan oleh dua hal, yang pertama karena
ekologi atau lingkungan seperti cuaca atau polusi. Kedua karena
kondisi biologis seperti menstruasi, acne vulgaris, dan lain-lain.
d. Stres Kerja (Job Stress)
Stres yang disebabkan oleh pekerjaan seseorang,biasanya timbul
karena persaingan di kantor, tekanan pekerjaan, serta persaingan
bisnis.
e. Stres Mahasiswa (College Student Stress)
Stres yang dipicu oleh dunia perkuliahan. Pada perkuliahan
terdapat 3 kelompok stressor yaitu dari segi personal, gaya
hidup dan budaya.
Selain berdasarkan penyebabnya, menurut Hans Seyle stres juga
dapat diklasifikasikan berdasarkan persepsi seseorang terhadap stres
yang dialaminya. Ada dua klasifikasi, yaitu eustres dan distres.
Eustres yaitu stres yang bersifat menyenangkan. Eustres dapat
meningkatkan motivasi individu, kesiagaan mental, serta
performansi individu. Sedangkan distres adalah stres yang merusak
6

atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu


keadaaan dimana seseorang merasa cemas, khawatir, serta gelisah
sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, serta
timbul keinginan untuk menghindarinya (Kupriyanov & Zhadanov,
2014).
4. Kuesioner Tingkat Stres
Tingkat stres adalah hasil penilaian berat ringannya stres yang
dialami seseorang (Yusoff & Lin, 2013). Tingkat stres dapat diukur
dengan berbagai macam skala diantaranya adalah :
a. Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS-42)
DASS dibuat oleh lovibond (1995). DASS merupakan skala
subjektif yang digunakan untuk mengukur tingkat depresi,
kecemasan dan stres. Instrumen ini terdiri dari 42 item yang
mencakup 3 subvariabel yaitu fisik, emosi dan perilaku. DASS
dapat digunakan oleh kelompok maupun individu untuk tujuan
penelitian. Pada instrumen ini terdapat lima tingkatan yaitu
normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat (Yusoff & Lin,
2013)
b. Kuesioner Perceived Stress Scale (PSS)
Kuesioner Perceived Stress Scale adalah Kuesioner yang
digunakan untuk mengukur persepsi seseorang terhadap stres
yang dirasakan selama satu bulan terakhir. Alat ukur ini dibuat
dan dipublikasikan oleh Sheldon Cohen pada tahun 1983 yang
terdiri dari sepuluh pertanyaan yang masing-masing pertanyaan
disediakan lima pilihan jawaban dengan masing-masing pilihan
mengandung skor tertentu, pada empat soal yang bersifat positif
(pertanyaan 4, 5, 7, dan 8) skor PSS diperoleh dengan reversing
responses. Instrumen ini ada tiga tingkatan yaitu ringan, sedang
dan berat (El-Masry et al, 2013).
7

Selain dua alat ukur diatas juga ada beberapa alat ukur lain
seperti Holmes-Rahe Stress Inventory dan The Daily Hasless Scale
(AIS, 2011).
5. Sumber stres (stresor)
Menurut Lazarus dan Cohen (Mazo, 2015) ada tiga kategori
sumber stres, yaitu :
a. Catacyclysmic events
Merupakan bencana yang menimpa sejumlah besar manusia dan
menyebabkan kerugian yang sangat besar. Bencana tersebut
seperti gempa bumi, tsunami, perang, badai, bencana nuklir,
kontaminasi racun, dan bencana berskala besar lainnya.
b. Personal stressor
Merupakan kejadian penting yang terjadi dalam hidup
seseorang, seperti kematian pasangan atau keluarga terdekat,
perceraian, ataupun kejadian penting lainnya. Tidak hanya
peristiwa yang bersifat negatif yang dapat menimbulkan stres,
peristiwa positif juga dapat menimbulkan stres. Contohnya
seperti perkawinan dan kehamilan.
c. Background stressor
Mengarah pada suatu kejadian minor dalam kehidupan sehari-
hari, yang perlahan-lahan dapat berkembang menjadi stressor.
Contohnya yaitu kemacetan, kesulitan akademik, masalah dalam
kehidupan sosial, masalah dalam hubungan romantis, dan
sebagainya.
6. Faktor yang Mempengaruhi Stres
Stres dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor khususnya pada
mahasiswa. Pertama adalah study conditions, hal ini disebabkan
tugas kuliah yang menumpuk, pengaturan waktu, metode belajar.
Kedua adalah employment situation, beberapa mahasiswa merasa
pesimis dengan apa yang harus mereka lakukan setelah lulus dari
universitas, selain itu, ada beberapa mahasiswa yang sudah
8

mempersiapkan diri dengan mengikuti beberapa kursus tetapi


mereka tidak tahu pekerjaan seperti apa yang cocok untuk mereka.
Ketiga adalah financial conditions, masalah keuangan tidak terlalu
mempengaruhi stres pada mahasiswa, dikarenakan masih adanya
orangtua sebagai penyokong utama untuk kebutuhan hidup mereka.
Tetapi berbeda halnya dengan mahasiswa yang berasal dari keluarga
kurang mampu, hal ini dapat menjadi salah satu faktor stres.
Keempat adalah personal factor, disebabkan oleh kondisi keluarga
seperti harapan keluarga yang besar, hubungan sosial contohnya
hubungan yang buruk dengan teman sekelas. Selain itu, kemampuan
beradaptasi juga menjadi salah satu faktor (Ji & Zhang, 2011)
7. Fisiologi Stres
Secara fisiologis, pemicu Stres (stresor) akan mengaktivasi
hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem
neuroendokrin yaitu sistem saraf simpatis dan sistem korteks
adrenal. Sistem saraf simpatis akan merespon impuls saraf dari
hipotalamus yang kemudian mengaktivasi berbagai organ dan otot
polos yang dikendalikannya, selain itu sistem saraf simpatis memberi
sinyal ke medulla adrenal untuk melepaskan epinefrin ke aliran
darah (Sherwood, 2012).
Hipotalamus akan mensekresikan CRH (Corticotropin releasing
hormone) yang akan merangsang kelenjar hipofisis mensekresikan
hormon Adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan memicu
pelepasan vasopresin. ACTH ke korteks adrenal melalui aliran darah
dan menstimulasi pelepasan hormon meliputi kortisol. Selain itu,
stimulasi simpatis yang mensekresikan epinefrin memiliki efek pada
sekresi insulin dan glukagon oleh pankreas. Vasokontriksi arteriol
aferen ginjal oleh katekolamin akan merangsang sekresi renin
dengan mengurangi aliran darah ke ginjal. Renin selanjutnya
mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Dengan cara ini
9

hipotalamus mengintegrasikan respon sistem saraf simpatis dan


sistem endokrin selama stres (Seaward, 2015).
8. Tahapan Stres
Gejala-gejala stres pada seseorang seringkali tidak disadari
disebabkan perjalanan tahap awal stres yang yang muncul secara
lambat, dan baru dirasakan jika tahapan gejala sudah lanjut dan
menganggu aktivitas sehari-hari. Menurut Dr. Robert J. Van Amberg
dalam penelitiannya stres terbagi dalam beberapa tahap, yaitu
(Hawari, 2011) :
a. Tahap I
Merupakan tahapan yang paling ringan, biasanya disertai
dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
a) Semangat bekerja berlebihan
b) Percaya diri dalam menyelesaikan pekerjaan, tapi disertai
rasa gugup yang berlebihan
c) Merasa senang dengan pekerjaannya dan semakin
bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan energi
semakin menipis.
b. Tahap II
Keluhan yang sering ditemukan pada stres tahap ini, yaitu :
a) Merasa letih setelah bangun pagi
b) Merasa mudah lelah walaupun sudah makan
c) Perut dan lambung terasa tidak nyaman
d) Detakan jantung lebih keras dari biasanya
e) Tidak bisa santai.
c. Tahap III
Pada tahap ini keluhan-keluhan semakin menganggu, keluhan
tersebut yaitu :
a) Adanya gangguan lambung seperti maag
b) Merasa tidak tenang dan ketegangan emosional semakin
meningkat
10

c) Gangguan pola tidur


d) Terganggunya koordinasi tubuh.
d. Tahap IV
Jika seseorang yang sudah mengalami stres tahap III tetapi terus
memaksakan diri untuk bekerja, maka gejala stres tahap empat
akan muncul :
a) Terganggunya dalam melakukan aktivitas sehari-hari
b) Gangguan pola tidur yang disertai dengan mimpi-mimpi
yang menegangkan
c) Aktivitas kerja menjadi membosankan dan menjadi sulit
untuk diselesaikan
d) Daya ingat dan daya konsentrasi menurun
e) Timbulnya rasa ketakutan dan kecemasan tanpa diketahui
penyebabnya.
e. Tahap V
Bila berlanjut, maka seseorang tersebut akan masuk pada stres
tahap V dengan ditandai :
a) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam
b) Tidak mampu dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari
yang ringan dan sederhana
c) Gangguan sistem pencernaan semakin berat
d) Timbulnya rasa ketakutan, kecemasan dan panik yang
berlebihan.
f. Tahap VI
Tahap ini merupakan tahap klimaks dimana seseorang
mengalami serangan panik dan perasaan takut mati. Ditandai
dengan :
a) Debaran jantung sangat keras
b) Susah bernapas
c) Seluruh tubuh terasa gemetar dan bercucuran keringat
d) Pingsan atau kolaps.
11

9. Gejala-gejala Stres
Pada stres terdapat beberapa gejala yaitu gejala fisik, gejala
psikologis, serta gejala perilaku. Tanda-tanda dari gejala tersebut
(Laessle & Lindel, 2010):
a. Gejala fisik
1. Sakit kepala
2. Kehilangan nafsu makan
3. Nafsu makan berlebihan
4. Insomnia
5. Kelelahan
6. Gangguan pencernaan
7. Gangguan abdomen
b. Gejala Psikologis
1. Pesimisme
2. Mudah lupa
3. Tidak logis
4. Ketidaktegasan
5. Kesepian
6. Apatis
7. Ingin melarikan diri
c. Gejala Perilaku
1. Mudah marah
2. Agresivitas
3. Mudah bingung
4. Keresahan
5. Isolasi Sosial
10. Coping strategies
Menurut Sarafino strategi coping adalah segala usaha seseorang
untuk mengurangi atau meminimalkan dampak kejadian yang
menyebabkan stres. Strategi coping terbagi menjadi dua yaitu problem
focused coping dan emotion focused coping (Long, 2010).
12

Problem focused coping yaitu coping yang berupa upaya atau


usaha untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan.
Sedangkan, emotion focused coping yaitu coping diarahkan untuk
mengatur respon emosional yang menekan. Seseorang dapat mengatur
respon emosionalnya dengan pendekatan secara behavior atau
kognitif. Contoh Pendekatan behavior adalah perilaku merokok,
mengkonsumsi alkohol dan narkoba, serta mengikuti berbagai
aktivitas untuk dapat mengalihkan perhatian seseorang dari
masalahnya. Pendekatan kognitif, individu melakukan perbandingan
dengan individu lain yang mengalami situasi lebih buruk (Yusoff,
2011).
B. Perilaku Merokok
1. Definisi
Perilaku adalah suatu tindakan atau aktivitas yang dilakukan
seseorang baik yang dapat diamati secara langsung ataupun tidak
langsung (Notoatmodjo, 2013). Merokok adalah aktivitas membakar
daun tembakau kering dan menghisap asap pembakarannya (caldeira
et al, 2013).
Perilaku merokok adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
membakar daun tembakau yang mengandung salah satunya zat
nikotin serta menghisap asapnya sebagai tindakan untuk memperoleh
kenikmatan (Gregg et al, 2013).
Perilaku merokok merupakan perilaku yang dilakukan dengan
proses membakar tembakau, kemudian dihisap asapnya dengan
menggunakan rokok atau pipa (Sitepoe, 2000).
2. Tahap-tahap perilaku merokok
Menurut Laventhal dan Clearly ada empat tahap perilaku
merokok (KH Lim et al, 2010) yaitu :
13

a. Prepatory
Merupakan tahapan dimana seseorang mendapatkan gambaran
yang menyenangkan tentang merokok. Hal ini menimbulkan
minat seseorang untuk merokok.
b. Initiation
Merupakan tahapan dimana seseorang memutuskan untuk
meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok mereka.
c. Becoming a smoker
Jika seseorang mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari
maka mempunyai kecenderungan menjadi seorang perokok.
d. Maintenance
Pada tahap ini merokok dilakukan untuk memperoleh efek
fisiologis yang menyenangkan.
3. Kandungan dalam Rokok
Semua bahan yang terkandung dalam rokok akan ikut terbakar
saat rokok dibakar, dan akan membentuk bahan kimia hasil
pembakaran. Terkandung sekitar 4.000 bahan kimia di dalam asap
rokok yang terdiri dari dua fase yaitu fase partikulat dan fase gas.
Fase partikulat terdiri dari nikotin, nitrosamin dan N-
nitrosonornikotin, logam berat, polisiklik hidrokarbon, dan
karsinogenik amin. Sedangkan fase gas terdiri dari karbon
monoksida, karbon dioksida, benzena, amonia, formaldehid,
hidrosianida, dan lain-lain. Namun bahan kimia utama yang
merupakan racun pada rokok adalah nikotin, CO, dan tar (Bustan,
2007).
a. Nikotin
Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada
dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau,
sangat aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat.
Nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif
(Childs & wit, 2010).
14

b. Tar
Tar berasal dari tembakau, cengkeh, bahan organik lain yang
dibakar dan pembalut rokok, yang dapat dijumpai pada rokok
yang dibakar. Terdapat zat karsinogenik di dalam tar yaitu
polisiklik hidrokarbon aromatis yang akan memicu timbulnya
kanker paru (Bustan, 2007).
c. Gas Karbon Monoksida (CO)
Gas ini timbul pada saat pembakaran tembakau, kertas
pembungkus, serta bahan campuran rokok. Gas ini bersifat
toksik dan bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun
penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat
mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok
paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat
meningkatkan kadar karboksi hemoglobin dalam darah sejumlah
2-16% (Sitepoe, 2000).
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
merokok, yaitu :
a. Teman sebaya yang merokok
Pengaruh teman sebaya terhadap perilaku merokok sangat besar
dan menjadi faktor yang dominan. Mengacu pada konsep
transmisi perilaku, perilaku dapat ditransmisikan secara
horizontal maupun vertikal. Seseorang mengalami tekanan
internal jika orang lain di sekitar mereka merokok. Selain itu,
rokok juga digunakan untuk meningkatkan status sosial diantara
anak laki-laki (Syafar et al, 2013)
b. Keluarga merokok
Keluarga berperan dalam membentuk karakter seseorang.
Orangtua merupakan tempat pelajaran pertama serta teladan
bagi anak. Berdasarkan beberapa penelitian seseorang yang
15

merokok biasanya juga mempunyai orangtua yang merokok


(Flora et al, 2012).
c. Stres
Stres juga salah faktor yang memicu perilaku merokok.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Childs & Wit (2010)
stres akan meningkatkan keinginan perokok untuk merokok.
Dalam hal untuk mengurangi stres mereka.
d. Iklan rokok
Iklan rokok merupakan media promosi rokok. Pengetahuan
tentang rokok maupun jenis rokok banyak diketahui dari iklan.
Bagi laki-laki, merokok dan iklan rokok bermakna positif seperti
mengesankan bahwa mereka hidup stabil dan menarik (Sulastri
& Hasanah, 2011)
e. Kecanduan
Salah satu efek dari nikotin adalah kecanduan. Jika, seseorang
sudah kecanduan merokok biasanya tidak dapat menahan
keinginan untuk merokok kembali (Benowitz, 2010)
5. Jenis-Jenis Perokok
Ada dua kategori jenis perokok yaitu perokok aktif dan perokok
pasif. Perokok aktif adalah seseorang yang memiliki perilaku
merokok. Perokok pasif adalah seseorang yang berada disekitar
perokok aktif dan menghisap asap rokok perokok aktif (Bustan,
2007).
Menurut Sitepoe (2000) perokok aktif dapat dibagi dalam
beberapa tipe berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap setiap
harinya. Adapun tipe perokok aktif tersebut yaitu perokok ringan
yang merokok 1-10 batang perhari, perokok sedang yang merokok
sebanyak 11-20 batang perhari dan perokok berat yang merokok
lebih dari 20 batang perhari dengan selang waktu sejak bangun pagi
berkisar antara 6-30 menit.
16

6. Tipe perilaku Merokok


Menurut Silvans & Thomkins (Ratri, 2014) ada empat tipe
perilaku merokok berdasarkan management of effect theory.
Keempat tipe prilaku merokok tersebut adalah tipe perokok yang
dipengaruhi oleh perasaan positif, tipe perilaku merokok yang
dipengaruhi oleh perasaan negatif, perilaku merokok yang adiktif,
serta perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Pada tipe
perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif,
menunjukan bahwa dengan merokok seseorang akan merasakan
perasaan positif. Tipe ini dibagi lagi menjadi tiga subtipe yaitu
pleasure relaxation, stimulation to pick them up, dan pleasure of
handling the cigarette. Pertama yaitu pleasure relaxation, merokok
dilakukan untuk meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat,
contohnya merokok setelah minum kopi atau makan. Kedua,
stimulation to pick them up yaitu perilaku merokok yang hanya
dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan. Ketiga,
pleasure of handling the cigarette yaitu kenikmatan yang diperoleh
dengan memegang rokok.
Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif yaitu
perilaku merokok yang dilakukan untuk mengurangi perasaan
negatif misalnya ketika seseorang merasa marah, stres, gelisah
cemas. Mereka menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan-
perasaan tersebut (Giannokopoulos et al, 2010).
Perilaku merokok yang adiktif yaitu ketika seseorang sudah
adiksi terhadap rokok. Dia akan menambahkan dosis rokok yang
digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisap berkurang
(Benowitz, 2010).
Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan yaitu
seseorang yang merokok bukan karena untuk mengendalikan
perasaan mereka tetapi karena memang sudah menjadi kebiasaan
rutin. Pada tipe ini merokok merupakan suatu perilaku yang bersifat
17

otomatis, seringkali tanpadipikirkan dan tanpa disadari (Adeyeye,


2011)
7. Dampak Perilaku Merokok
Dampak perilaku merokok terbagi menjadi dua, yaitu dampak
positif dan dampak negatif. Dampak positif dari merokok yaitu
menghasilkan mood positif dan membantu individu menghadapi
keadaan-keadaan yang sulit. Merokok juga menimbulkan dampak
negatif yang sangat berpengaruh pada kesehatan. Merokok dapat
menimbulkan berbagai jenis penyakit, seperti penyakit
kardiovaskular, kanker, saluran pernapasan, menurunkan fertilitas,
serta gangguan pembuluh darah (Schane et al, 2010).
C. Hubungan Tingkat Stres dengan Perilaku Merokok
Secara fisiologis, pemicu Stres (stresor) akan mengaktivasi
hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem
neuroendokrin yaitu sistem saraf simpatis dan sistem korteks
adrenal. Sistem saraf simpatis akan merespon impuls saraf dari
hipotalamus yang kemudian mengaktivasi berbagai organ dan otot
polos yang dikendalikannya, selain itu sistem saraf simpatis memberi
sinyal ke medulla adrenal untuk melepaskan epinefrin ke aliran
darah (Sherwood, 2012).
Hipotalamus akan mensekresikan CRH (Corticotropin releasing
hormone) yang akan merangsang kelenjar hipofisis mensekresikan
hormon Adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan memicu
pelepasan vasopresin. ACTH ke korteks adrenal melalui aliran darah
dan menstimulasi pelepasan hormon meliputi kortisol. Selain itu,
stimulasi simpatis yang mensekresikan epinefrin memiliki efek pada
sekresi insulin dan glukagon oleh pankreas. Vasokontriksi arteriol
aferen ginjal oleh katekolamin akan merangsang sekresi renin
dengan mengurangi aliran darah ke ginjal. Renin selanjutnya
mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Dengan cara ini
18

hipotalamus mengintegrasikan respon sistem saraf simpatis dan


sistem endokrin selama stres (Seaward, 2015).
Hal ini akan berpengaruh baik secara fisiologis maupun fisik
terhadap seseorang, untuk mengatasi stres tersebut seseorang akan
mengatasi dengan berbagai macam cara seperti perubahan mood
yang mendadak, tidak semangat dalam menjalani aktivitas, serta
adanya perilaku merokok. Salah satu kandungan rokok adalah
nikotin dimana nikotin ini mempunyai efek ketergantungan, pada
saat seorang perokok aktif mengalami stres maka stres ini akan
memicu peningkatan konsumsi nikotin (Childs & Wit, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan Effendi & Huda dengan judul
Hubungan Tingkat Stres dan Perilaku Merokok pada Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah
Jakarta Angkatan 2010-2014 pada 52 responden. Didapatkan
tingkat stres yang paling banyak dialami adalah tingkat stres sedang
yaitu sebanyak 24 orang (46,2%) dan perilaku merokok yang banyak
pada perilaku merokok sedang yaitu sebanyak 23 orang (44,2%).
Pada hasil analisis bivariat dengan uji chi-square diketahui bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres terhadap
perilaku merokok dengan p = 0,001 (p < 0,05).
19

D. Kerangka Konsep
Pada penilitian ini kerangka konsep Hubungan antara Tingkat
Stres dengan Tingkat Perilaku Merokok pada Mahasiswa semester tujuh di
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta yaitu :

Stressor :

Catacyclysmic events

Personal stressor

Background stressor

Mahasiswa Semester 7

Respon terhadap Stresor

Stres

Ringan Sedang Berat

Coping strategies Faktor yang mempengaruhi :

Teman sebaya merokok

perilaku merokok Keluarga merokok

Kecanduan
Keterangan :
= Diteliti Iklan rokok
= Tidak diteliti
Gambar.1
Kerangka konsep
20

E. Hipotesis
Adanya hubungan tingkat stres dengan tingkat perilaku merokok
pada mahasiswa semester tujuh Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai